RIYADUSH SHALIHIN
DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH
Makan
Dari Hasil Usaha
Sendiri
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Hidup
manusia di dunia ini nampaknya sibuk dengan kegiatan yang tidak kunjung
selesai, sejak dari bangun pagi hingga tidur
lagi, ada pekerjaan yang diprogram jangka pendek sehingga dalam waktu
singkat pekerjaan itu dapat diselesaikan dengan baik, ada program jangka menengah yang membutuhkan waktu tidak terlalu cepat
tapi tidak terlalu lama dan program kerja jangka panjang yang berlansung sekian
generasi.
Selain setiap individu yang mengerahkan tenaga, fikiran
dan perasaannya untuk menyelesaikan pekerjaan, keluarga juga punya
target-target tertentu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, apalagi sebuah
bangsa dan Negara tentu tidak luput dari program kerja yang harus diselesaikan,
nampaknya manusia tidak lepas dirinya dari bekerja dan bekerja, apapun
pekerjaan akan dilakukan oleh manusia sesuai dengan kapasitasnya, bekerja
selain merupakan tuntutan hidup dia juga merupakan tuntutan untuk memenuhi
kehidupan di dunia ini, tanpa bekerja tentu sulit untuk memperoleh sesuatu yang
diinginkan.
Apapun profesi seseorang
tidak jadi masalah karena sesuai dengan kapasitasnya dia akan memperoleh
imbalan dari kerjanya, yang dilakukan secara baik, rapi dan profesional serta
bertanggungjawab, bahkan kerjanya itu dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk
keluarga disamakan dengan seorang muajhid "Sesungguhnya Allah suka kepada
hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa
bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang
mujahid di jalan Allah Azza wajalla.
(HR. Ahmad)
Siapapun
yang telah melangkahkan kakinya,
mengayunkan tangannya, mencurahkan tenaganya, memeras keringatnya karena
mengerjakan suatu pekerjaan yang berat sekalipun untuk kebutuhan pribadi dan
keluarganya maka tidaklah sia-sia, selain memperoleh pahala dari Allah dia juga
akan diampuni, tentu semuanya dilandasi dengan keimanan yang mantap dan amal yang disertai keikhlasan, "Barangsiapa
pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada
siang hari maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah" (HR. Ahmad)
Semua
manusia punya salah dan dosa, yang harus diupayakan agar dosa dan kesalahan itu
dapat hapus karena akan mengganggu perjalanan kehidupan seseorang hingga
akherat kelak, ada dosa yang dapat hapus dari satu shalat ke shalat lainnya,
ada dosa yang bisa diampuni dari satu jum'at ke jumat lainnya dan dari satu
Ramadhan ke Ramadhan berikutnya dari satu umrah ke umrah selanjutnya, kesusahan
mencari nafkah dapat juga menghapuskan dosa seseorang sebagaimana yang
disampaikan oleh Rasulullah "Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang
tidak bisa dihapus (ditebus) dengan pahala shalat, sedekah atau haji namun
hanya dapat ditebus dengan kesusah-payahan dalam mencari nafkah'' (HR.
Ath-Thabrani)
Hikmah
dari kemampuan mencari nafkah [qadirun alal kasbi] yaitu dapat memenuhi
kebutuhan pribadi sehingga terjauh dari mengharapkan pemberian dari orang lain,
hidupnya mandiri bahkan mampu untuk membantu orang yang membutuhkan,
digambarkan dalam hadits Rasulullah, seorang lelaki yang sibuk setiap waktu
untuk beribadah di masjid, sementara semua kebutuhannya dibiayai oleh adiknya,
maka Rasuk menyatakan, adikmu lebih baik darimu, "Seorang yang membawa
tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke
pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah
dirinya maka itu lebih baik dari seorang yang meminta-minta kepada orang-orang
yang terkadang diberi dan kadang ditolak. (Mutafaq'alaih).
Rasulullah bersabda, "Allah
memberi rezeki kepada hambaNya sesuai dengan kegiatan dan kemauan kerasnya
serta ambisinya"HR. Aththusi)
Rasulullah
bersabda "Mata pencaharian paling afdhol adalah berjualan dengan penuh
kebajikan dan dari hasil keterampilan tangan" (HR. Al-Bazzar dan
Ahmad)
Rasulullah
bersabda,"Sebaik-baik mata pencaharian ialah hasil keterampilan tangan
seorang buruh apabila dia jujur (ikhlas). (HR. Ahmad)
Hasil
usaha sendiri kemudian dinikmati mendatangkan kebanggaan dan kebahagiaan
tersendiri walaupun tidak banyak, daripada banyak tapi hasil pencaharian orang
lain, yaitu hasil dari pemberian, apalagi hasil dari meminta-minta, Rasulullah
menyatakan,"Tiada makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangan
sendiri'' (HR.Bukhari), salah satu hikmah kenapa Nabi Muhammad mampu
menolak tawaran dari pamannya Abu Thalib
berkaitan dengan datangnya kafir Quraisy yang menawarkan agar tidak lagi
menyebarkan da'wah islam maka beliau akan diberi tiga hal yaitu harta yang
banyak sehingga jadi orang kaya di Mekkah, diangkap sebagai pemimpin dan
dicarikan wanita cantik sebagai isterinya, tapi hal itu dia tolak dengan ucapan
“Wahai paman, seandainya mereka meletakkan bulan
di pundakku sebelah kiri dan matahari sebelah kananku, agar aku meninggalkan
da’wah ini, sungguh tidak akan berhenti sehingga aku mendapatkan kejayaan islam
atau aku binasa karenanya”.
Kenapa Muhammad berani begitu kepada pamannya ? karena
dia tinggal di rumah pamannya tidak gratis, dia ikut bekerja mencari nafkah,
sejak kecil bekerja mengembalakan kambing dan setelah remaja hingga dewasa dia
berdagang dengan Abu Thalib, artinya punya penghasilan dengan bekerja akan
menimbulkan kemerdekaan dari pribadi seseorang, tidak mudah ditekan atau
dijajah orang lain.
Bagi orang yang
dibukakan pintu rezeki melalui usaha apapun yang menguntungkan maka sebaiknya
ditekuni dengan maksimal, "Apabila dibukakan bagi seseorang pintu
rezeki maka hendaklah dia melestarikannya"(HR. Al-Baihaqi) Yakni
senantiasa bersungguh-sungguh dan konsentrasi di bidang usaha tersebut, serta
jangan suka berpindah-pindah ke pintu-pintu rezeki lain atau berpindah-pindah
usaha karena di khawatirkan pintu rezeki yang sudah jelas dibukakan tersebut menjadi
hilang dari genggaman karena kesibukkan nya mengurus usaha yang lain. Seandainya
memang mampu maka hal tersebut tidak mengapa.
Bekerja adalah upaya menjemput rezeki Allah SWT.
Tujuannya agar kebutuhan hidup dapat terpenuhi. Oleh karenanya, Rasulullah SAW
mengajarkan prinsip-prinsip dalam menjemput rezeki. Yakni, yakin bahwa setiap
manusia mendapat bagian rezeki; selalu memperbaiki cara-cara dalam menjemput
rezeki; bersabar dengan rezeki yang belum kunjung datang; tidak menempuh
cara-cara yang menyimpang dari sunatullah.
Dalam
proses mencari rezeki, seseorang akan menghadapi berbagai kendala dan
rintangan. Rintangan terberat adalah ketika hati nurani tak lagi disertakan
dalam bekerja, dan lebih memilih menuruti hawa nafsu. Ketika nafsu lepas kendali,
rasa malu untuk melakukan keburukan tak ada lagi, segala macam cara dihalalkan,
norma dan etika tak lagi penting, bahkan iman akan mudah dikorbankan.
"Sesungguhnya sebagian ajaran yang masih dikenal umat manusia dari
perkataan para nabi adalah 'jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu'."
(HR Bukhari).
Bila
kondisi semacam ini terus berlanjut, akan timbul perilaku-perilaku impulsif
yang bisa menyeret pada kepribadian yang menyimpang (personality disorder).
Tidak ada kecemasan ketika melakukan kejahatan dan seusai berbuat tak tebersit
perasaan bersalah (guilty feeling), yang lebih ironis perbuatan jahatnya
dianggap sesuatu yang wajar.
Perilaku seperti itu merugikan banyak pihak
dan diri sendiri. Tidak saja lahan pekerjaan dan kepercayaan orang lain kepadanya
yang terancam lenyap, tapi kerugian yang amat besar telah menantinya yaitu
bangkrutnya kekayaan hakiki (hati nurani). Dan, pada saat hati nurani telah
mati, tak ada lagi ukuran untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk,
setiap tindakan cenderung melampaui batas, perbuatan baik dan ketaatan menjadi
sesuatu yang remeh, tak sadar bahwa hidup di dunia dalam genggaman Zat Pencipta
yang setiap saat siap untuk dicabut, dan lupa bahwa kehidupan dunia menjadi
penentu nasib di kehidupan akhirat yang kekal. [Republika
online, Muhammad Saifudin Kodiran, Bekerja
dengan Hati, Minggu, 10 April 2011 11:03 WIB].
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 59 dengan judul
“Anjuran Untuk
Makan Dari Hasil
Usaha Sendiri Dan Menahan Diri Dari Meminta Serta
Menuntut Agar Diberi”
Allah Ta'ala berfirman: "Jikalau
shalat telah diselesaikan, maka menyebarlah di bumi dan carilah rezeki dari keutamaan
Allah," hingga habisnya ayat. (al-Jumu'ah: 10)
Dari Abu Abdillah yaitu
az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Niscayalah jikalau
seseorang dari engkau semua itu mengambil tali-talinya - untuk mengikat - lalu
ia datang di gunung, kemudian ia datang kembali - di negerinya - dengan membawa
sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya,kemudian dengan
cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya - yakni dicukupi kebutuhannya, maka
hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu
pada orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya."
(Riwayat Bukhari)
Dari Abu Hurairah r.a.,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda "Niscayalah jikalau seseorang
dari engkau semua itu mencari sebongkokan kayu bakar dan diletakkan di atas
punggungnya, itu adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada seseorang,
kemudian orang yang dimintai itu memberinya atau menolak permintaannya."
(Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah r.a.
pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Adalah Nabi Dawud 'alaihis-salam itu
tidak suka makan sesuatu, kecuali dari hasil usaha tangannya sendiri - yakni
kerjanya." (Riwayat Bukhari)
Dari Abu Hurairah r.a. pula, bahwasanya
Rasulullah s.a.w. bersabda:"Nabi Zakariya 'alaihis-salam itu adalah
seorang tukang kayu." (Riwayat Muslim)
Dari al-Miqdad bin Ma'dikariba r.a. dari Nabi
s.a.w., sabdanya:"Tidaklah seseorang itu makan sesuatu makanan, sekalipun
sedikit, yang lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil usaha
tangannya dan sesungguhnya Nabiullah Dawud 'alaihis-salam itu juga makan dari
hasil usaha tangannya." (Riwayat Bukhari).
Begitu yang dicontohkan
oleh para nabi kepada kita, untuk menikmati hasil dari usaha sendiri, tanpa meminta-minta dan tidak
mengharapkan pemberian orang lain, hal itu menjaga kepribadian sekaligus
bekerja itu merupakan ibadah yang mendatangkan pahala dari Allah Swt.
Mencari nafkah [ma'isyah]
adalah aktivitas manusia dalam rangka memenuhi kehidupannya dengan bekerja,
apapun jenis pekerjaan yang ditekuni selama baik dan halal adalah terpuji,
apakah sebagai pedagang, petani, buruh, pegawai negeri, anggota dewan, polisi,
tentara ataupun pengacara hingga menteri ataupun Presiden, kegiatan ini banyak mengandung pahala
didalamnya, dengan ma'isyah seseorang berupaya untuk mencari yang halal karena
memang demikian anjurannya,"Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah
menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa, dll)''. (HR. Ath-Thabrani dan
Al-Baihaqi).
Dalam kehidupan sehari-hari Rasulullah mencontohkan
kepada ummatnya pentingnya mencari rezeki yang halal, sebab barang haram akan
mempengaruhi mental dan kepribadian seseorang. Idealnya, biarlah kita kaya raya
asal semua diperoleh dari yang halal, namun sangat rusak seseorang bila sedikit
atau banyak hartanya bergelimang dengan haram, baik haram zatnya, cara memperolehnya
atau membelanjakannya, Allah memperingatkan kita semuanya melalui nabinya;“Hai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”[Al
Baqarah 2;172]
Seorang ummahat
dizaman Rasulullah dahulu, bila suaminya berangkat kerja mencari nafkah,
di depan pintu dia berpesan kepada suaminya,”Silahkan pergi mencari nafkah
sebanyak-banyaknya namun yang halal, jangan kau bawa ke rumahku ini harta yang
haram meskipun sedikit”.
Keluarga yang shaleh dan
shalehah akan menjaga dirinya dari rezeki yang haram, karena rumah tangga yang
baik adalah rumah tangga yang selalu mengumpulkan rezeki dari yang halal dan
hasil yang halal itu mengujudkan kebahagiaan bagi yang memperolehnya, demikian
pula halnya Allah menyukai hamba-Nya yang mencari rezeki halal walaupun dengan
sudah payah, "Sesungguhnya Allah Ta'ala senang melihat hambaNya
bersusah payah (lelah) dalam mencari rezeki yanghalal.(HR.Ad-Dailami)
Bagi orang yang
dibukakan pintu rezeki melalui usaha apapun yang menguntungkan maka sebaiknya
ditekuni dengan maksimal, "Apabila dibukakan bagi seseorang pintu
rezeki maka hendaklah dia melestarikannya"(HR. Al-Baihaqi) Yakni
senantiasa bersungguh-sungguh dan konsentrasi di bidang usaha tersebut, serta
jangan suka berpindah-pindah ke pintu-pintu rezeki lain atau berpindah-pindah
usaha karena di khawatirkan pintu rezeki yang sudah jelas dibukakan tersebut menjadi
hilang dari genggaman karena kesibukkan nya mengurus usaha yang lain. Seandainya
memang mampu maka hal tersebut tidak mengapa.
Walaupun pahala melaksanakan
shalat fajar lebih baik dari dunia dan isinya, ditambah lagi dengan
melaksanakan shalat subuh maka untuk mencari nafkah mengais rezeki Allah dalam
berpagi-pagi sangat dianjurkan, selesai shalat subuh bersiap-siaplah untuk
bertebaran di muka bumi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah dalam
beberapa hadits; "Seusai shalat fajar (subuh) janganlah kamu tidur
sehingga melalaikan kamu untuk mencari rezeki"(HR. Ath-Thabrani)
"Bangunlah pagi hari untuk mencari rezeki dan kebutuhan-kebutuhanmu. Sesungguhnya pada pagi hari terdapat barakah dan keberuntungan'' HR. Ath-Thabrani dan Al-Bazzar)
"Ya Allah, berkahilah umatku pada waktu pagi hari mereka (bangun fajar). (HR. Ahmad).
Walaupun seseorang mempunya harta
yang banyak, tidak akan habis dimakan tujuh generasi, fasilitas hidup sudah
tersedia lengkap, anak-anaknyapun sudah berhasil dengan penghasilan yang tidak
sedikit, setiap bulan mendapat kiriman dari sang anak walaupun tidak diminta,
selain itu sebagai manusia berapalah yang dapat dimakan setiap hari, tapi
tidaklah enak kalau hidup hanya berdiam saja padahal fisik sehat dan masih kuat,
tidak punya aktivitas sama artinya dengan mati, orang yang bekerja memang lelah
tapi lebih lelah lagi orang yang menganggur, lebih jauh lagi Rasulullah
menyatakan tentang orang yang tidak bekerja, " Pengangguran menyebabkan
hati keras (keji dan membeku). (HR. Asysyihaab).
Alangkah
indahnya kehidupan seorang muslim, walaupun dia bekerja memenuhi kehidupan
pribadi dan keluarganya, mencukup keperluannya yang kesemuanya itu mendatangkan
kesenangan dan kebahagiaan bagi keluarga tersebut, tapi Allah memberikan pahala
atas semua usaha, tetesan keringat, ayunan cangkul, panas teriknya matahari,
lelah yang selalu menemani setiap malam, semuanya dinilai dengan pahala yang
tidak terhingga, Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 09 Zulqaidah 1434.H/14 September 2013].