RIYADUSH SHALIHIN
DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH
Haram Berani Kepada Orangtua
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Tidaklah berlebihan bila dinyatakan bahwa
tanpa orangtua maka tidak ada pula anak, artinya kehadiran anak selain memang
ditakdirkan Allah, juga merupakan rentetan kehidupan dari seorang ayah dan
seorang ibu, yang mengandung, melahirkan dan membesarkan sibuah hatinya,
pentingnya keberadaan orangtua yang berdekatan dengan Allah tergambar dalam
hadits Rasulullah, "Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua
orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua."(HR.
Al Hakim)
Dalam surat An Nisa’
4;36 Allah berfirman;"Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil[295] dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri,
Pada ayat tersebut tergambar bahwa seorang anak
berkewajiban unuk beribadah hanya kepada Allah Swt, seluruh hidupnya harus
bernuansa ibadah, tidak boleh menserikatkan Allah dengan sesuatu apapun karena
syirik itu merupakan kezhaliman yang besar, beribadah dengan motivasi/ niat
selain Allah maka dihadapan-Nya tidak ada artinya sama sekali. Sedangkan
kewajiban yang kedua adalah berbakti atau berbuat baik kepada kedua
orangtuanya, disini tergambar bahwa kebaktian kepada Allah harus diiringi
dengan kebaktian kepada orangtua, tidak sempurna ibadah seseorang kepada Allah
kalau dia durhaka kepada orangtuanya, demikian pula berbuat baik kepada
orangtua juga sia-sia sementara tidak beriman kepada Allah, disini tidak bisa
dipisahkan iman kepada Allah dengan berbuat baik kepada kedua orangtua.
Imam An Nawawi
dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 41 dengan judul ”Keharamannya Berani — Kepada
Orangtua — Dan Memutuskan
Ikatan Kekeluargaan”
Allah Ta'ala berfirman:"Apakah
barangkali, andaikata engkau semua berkuasa, maka engkau semua akan membuat
kerosakan di bumi dan memutuskan ikatan kekeluargaanmu semua. "Orang-orang yang
sedemikian itu adalah orang-orang yang dilaknat oleh Allah, lalu Allah
memekakkan pendengaran mereka dan membutakan penglihatan mereka." (Muhammad: 22-23).
Allah Ta'ala juga
berfirman: "Dan
orang-orang yang merusak janji Allah sesudah teguhnya dan pula memutuskan apa-apa yang diperintah oleh Allah untuk dihubungkannya
serta membuat kerusakan di bumi, maka mereka itulah yang mendapatkan kelaknatan
dan akan memperoleh kediaman yang buruk." (ar-Ra'ad: 25).
Allah Ta'ala berfirman
pula: "Dan
Tuhanmu telah menentukan supaya engkau semua jangan menyembah melainkan Dia dan
supaya engkau semua berbuat baik kepada
kedua orang tua. Dan kalau salah seorang di antara keduanya ada di sisimu
sampai usia tua, maka janganlah engkau berkata kepada keduanya dengan ucapan
"cis", dan jangan pula engkau menggertak keduanya, tetapi ucapkanlah
kepada keduanya itu ucapan yang mulia - penuh kehormatan. "Dan turunkaniah sayap kerendahan - maksudnya:
Rendahkanlah dirimu - terhadap kedua orangtuamu itu dengan kasih-sayang dan
katakanlah: "Ya Tuhanku, kasihanilah kedua orangtuaku itu sebagaimana
keduanya mengasihi aku di kala aku masih kecil." (al-lsra': 23-24).
Dari Abu Bakrah iaitu
Nufai' bin al-Harits r.a'., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua suka
saya memberitahukan perihal sebesar-besarnya dosa besar?" Beliau
menyabdakan ini sampai tiga kali. Kita-para sahabat- menjawab: "Baiklah,ya
Rasulullah." Beliau s.a.w. bersabda: "Menyekutukan kepada Allah dan
berani kepada kedua orangtua." Semula
beliau s.a.w. bersandar
lalu duduk kemudian bersabda
lagi: "Ingatlah, juga mengucapkan kejustaan serta menyaksikan secara
palsu." Beliau s.a.w. senantiasa mengulang-ulanginya kata-kata yang akhir
ini, sehingga kita mengucapkan: "Alangkah baiknya, jikalau beliau diam
berhenti mengucapkannya." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abdullah bin Amr
bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w, bersabda: "Dosa-dosa besar itu ialah
menyekutukan kepada Allah, berani kepada kedua orangtua, membunuh seseorang -
tidak sesuai dengan haknya - serta bersumpah secara palsu." (Riwayat
Bukhari).
Dari Abdullah bin Amr
bin al-'Ash r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Termasuk dalam golongan
dosa-dosa besar ialah jikalau seseorang itu memaki-maki kedua orang tuanya
sendiri." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah,adakah seseorang itu
memaki-maki kedua orang tuanya sendiri." Beliau s.a.w. menjawab: "Ya,
yaitu apabila seseorang itu memaki-maki ayah seseorang, lalu orang yang
dimaki-maki ayahnya itu lalu memaki-maki ayahnya sendiri. Atau seseorang itu
memaki-maki ibu orang lain, lalu orang yang dimaki-maki ibunya ini, memaki-maki
ibunya sendiri." (Muttafaq ''alaih) .
Dalam riwayat lain
disebutkan: "Sesungguhnya
termasuk sebesar-besarnya dosa besar ialah apabila seseorang itu melaknat
kepada kedua orang tuanya sendiri." Beliau s.a.w. ditanya: "Ya
Rasulullah, bagaimanakah seseorang itu melaknat kedua orang tuanya
sendiri?" Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu orang tadi memaki-maki ayah
orang lain, lalu orang ini memaki-maki ayahnya sendiri atau orang itu
memaki-maki ibu orang lain, lalu orang ini memaki-maki ibunya sendiri."
Dari Abu Muhammad, iaitu
Jubair bin Muth'im r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak akan masuk syurga
seseorang yang memutuskan." Sufyan
berkata dalam riwayatnya bahawa yang dimaksudkan ialah memutuskan ikatan
kekeluargaan. (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Isa, iaitu
al-Mughirah bin Syu'bah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:"Sesungguhnya
Allah mengharamkan kepadamu semua akan berani kepada para ibu,juga mencegah -
tidak melaksanakan apa-apa yang wajib atas dirinya, meminta yang bukan miliknya
serta menanam anak-anak perempuan hidup-hidup. Allah membenci kepada kata-kata
qil wa qal - yakni: katanya dari si Anu, ujarnya dari si Anu, tetapi tidak ada
kepastiannya, juga memperbanyak pertanyaan serta menyia-nyiakan harta dibelanjakan kepada sesuatu yang bukan
semestinya." (Muttafaq 'alaih).
Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa ada seseorang yang bertanya
kepada Rasulullah Saw, ”Siapakah orang yang paling berhak ku baktikan diriku
kepadanya?”, Rasulullah menjawab,”Ibumu”, ia bertanya kembali,”Kemudian siapa
lagi?” Rasulullah menjawab,”Ibumu”, ia bertanya lagi,”kemudian siapa lagi?”
Rasulullah menjawab,”Ibumu”, ”Kemudian siapa lagi?”, Rasulullah
menjawab,”Ayahmu”. [HR.Bukhari dan Muslim].
Dari dialog sahabat dengan Rasulullah tersebut dinyatakan
bahwa berbakti kepada orangtua adalah satu kewajiban yang harus ditunaikan
seorang anak terutama kepada ibunya yang telah mengandung, melahirkan,
membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang. Seorang sahabat
bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan
dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu,
kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat
kepadamu.".
Demikian pentingnya bagi anak untuk
mengabdi kepada orangtuanya, bila hal ini tidak dilakukan maka musibah dan
bencana akan datang kepada pribadi dan ummat ini, sebagaimana banyaknya sejarah
yang diangkat dalam kehidupan manusia, baik yang benar terjadi ataupun hanya
berupa legenda saja seperti kisah Malin Kundang. Di zaman modern ini kita
mendengar berita dan melihat kenyataan
di masyarakat yang tidak baik terhadap
sikap anak kepada orangtuanya, mencaci-maki orangtua, tidak mengabaikan
kehidupan mereka, membentak hingga melakukan penyiksaan terhadap orangtuanya,
hal inilah yang akan memicu kemurkaan Allah kepada anak-anak yang durhaka
kepada orangtuanya.
Di tengah masyarakat banyak kita
saksikan anak-anak yang tidak dapat menunjukkan dirinya sebagai anak yang baik
bahkan cendrung dia memperlakukan orangtuanya dengan kasar, sadis dan kejam
tanpa peri kemanusiaan. Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya,; ”Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan ”ah” dan janganlah kamu membentaknya...” [17;23].
Ucapan ”ah, cis, hus ” saja tidak boleh apalagi sampai
membentak orangtua dengan kata-kata kasar. Mungkin anak tidak berkata ”ah” dan
juga tidak berkata kotor, tapi sikap
kesehariannya banyak menyakitkan orangtua, mencoreng nama baik keluarga, maka
inipun termasuk durhaka kepada orangtuanya. Termasuk dosa besar seorang yang
mencaci-maki ibu-bapaknya. Mereka bertanya, "Bagaimana (mungkin)
seorang yang mencaci-maki ayah dan ibunya sendiri?" Nabi Saw menjawab,
"Dia mencaci-maki ayah orang lain lalu orang itu (membalas) mencaci-maki
ayahnya dan dia mencaci-maki ibu orang lain lalu orang lain itupun (membalas)
mencaci-maki ibunya.(Mutafaq'alaih).
Dengan tergopoh-gopoh, isteri Al-Qamah
menghadap Rasulullah SAW mengabarkan suaminya sakit keras. Beberapa hari
mengalami naza' tapi tak juga sembuh. "Aku sangat kasihan kepadanya ya
Rasulullah," ratap perempuan itu. Mendengar pengaduan wanita itu Nabi SAW
merasa iba di hati. Beliau lalu mengutus sahabat Bilal, Shuhaib dan Ammar untuk
menjenguk keadaan Al-Qamah. Keadaan Al-Qamah memang sudah dalam keadaan koma.
Sahabat Bilal lalu menuntunnya membacakan tahlil di telinganya, anehnya seakan-akan
mulut Al-Qamah rapat terkunci. Berulang kali dicoba, mulut itu tidak mau
membuka sedikitpun. Tiga sahabat itu lalu bergegas pulang melaporkan kepada
Rasulullah SAW tentang keadaan Al-Qamah. "Sudah kau coba menalqin di
telinganya?" tanya Nabi."Sudah Rasulullah, tetapi mulut itu tetap
terbungkam rapat," jawabnya." Biarlah aku sendiri datang ke
sana", kata Nabi.
Begitu melihat keadaan Al-Qamah tergolek
diranjangnya, Nabi bertanya kepada isteri Al-Qamah :"Masihkah kedua orang
tuanya?" tanya Nabi. Masih ya Rasulullah," tetapi
tinggal ibunya yang sudah tua renta," jawab isterinya."
Di mana dia sekarang?" Di
rumahnya, tetapi rumahnya jauh dari sini."
Tanpa banyak bicara , Rasulullah SAW
lalu mengajak sahabatnya menemui ibu Al-Qamah mengabarkan anaknya yang sakit
parah. "Biarlah dia rasakan sendiri", ujar ibu Al-Qamah. "Tetapi
dia sedang dalan keadaan sekarat, apakah ibu tidak merasa kasihan kepada anakmu
?" tanya Nabi. Dia berbuat dosa
kepadaku," jawabnya singkat. Ya,
tetapi maafkanlah dia. Sudah sewajarnya ibu memaafkan dosa anaknya," bujuk
Nabi.
" Bagaimana aku
harus memaafkan dia ya Rasulullah jika Al-Qamah selalu menyakiti hatiku sejak
dia memiliki isteri," kata ibu itu. Jika kau
tidak mau memaafkannya, Al-Qamah tidak akan bisa mengucap kalimat syahadat, dan
dia akan mati kafir," kata Rasulullah. Biarlah
dia ke neraka dengan dosanya," jawab ibu itu. Merasa bujukannya tidak
berhasil meluluhkan hati ibu itu, Rasulullah lalu mencari kiat lain. Kepada
sahabat Bilal Nabi berkata : "Hai bilal, kumpulkan kayu bakar
sebanyak-banyaknya," perintah Nabi.
" Untuk apa kayu
bakar itu Rasulullah," tanya Bilal keheranan."Akan kugunakan untuk
membakar Al-Qamah, dari pada dia hidup tersiksa seperti itu, jika dibakar dia
akan lebih cepat mati, dan itu lebih baik karena tak lama menanggung
sakit", jawab Rasulullah. Mendengar perkataan Nabi itu, ibu Al-Qamah jadi
tersentak. Hatinya luluh membayangkan jadinya jika anak lelaki di bakar
hidup-hidup. Ia menghadap Rasulullah sambil meratap, "Wahai Rasulullah,
jangan kau bakar anakku," ratapnya. Legalah kini hati Rasulullah karena
bisa meluluhkan hati seorang ibu yang menaruh dendam kepada anak lelakinya.
Beliau lalu mendatangi Al-Qamah dan menuntunya membaca talkin. Berbeda dengan
sebelumnya, mulut Al-Qamah lantas bergerak membacakan kalimat dzikir membaca
syahadat seperti yang dituntunkan Nabi. Jiwanya tenang karena dosanya telah
diampuni ibu kandungnya. Al-Qamah kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir
dengan fasih mengucapkan kalimat syahadat. Ia meninggal dalam keadaan khusnul
khatimah. Memang, surga adalah di bawah telapak kaki ibunda.
Yang jelas
bagi seorang anak dia berkewajiban untuk berbakti kepada ayah dan ibunya dan
itu sudah cukup, bagaimana ayah dan ibunya memperlakukannya dahulu maka itu
tanggungjawab orangtua kepada Allah, mereka nanti akan ditanya Allah bagaimana
kewajibannya mendidik, mengasuh, memberi pendidikan dan sebagainya kepada
anaknya. Rasulullah dalam sebuah hadits membuka mata orangtua, ”Berbuat baiklah kepada orangtuamu niscaya
nanti anak-anakmu akan berbuat baik kepadamu”. Kepada kita yang hari ini
adalah seorang anak, berbaktilah kepada orangtua kita kalau kita mau nanti
dikemudian hari memiliki anak-anak yang juga berbakti kepada kita, kalau kita
mau dunia ini bebas dari musibah dan bencana, apakah kita mau dunia yang hanya
sebentar tempat kita singgah tapi penuh dengan derita dan sengsara hanya karena
durhaka kepada orangtua, Allah memberikan kebaikan dan ketenangan hidup kepada
anak selama dia memberi kebaikan dan ketenangan kepada orangtuanya. Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 05 Zulqaidah 1434.H/10 September
2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar