RIYADUSH SHALIHIN
DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH
Memuliakan Alim Ulama
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Hadirnya ulama di
tengah masyarakat selain menjelaskan tentang ajaran Ilahi, dia juga untuk
menyelesaikan persoalan yang terjadi di tengah masyarakatnya dengan penuh
bijaksana. Dialah tempat orang mendapat solusi dari persoalan hidup yang
dialami. Sebenarnya tak satupun persoalan hidup yang tidak dapat diselesaikan
oleh ulama karena mereka punya ilmu yang bersandarkan pada dua sandaran yang
kuat yaitu Al Qur'an dan Sunnah.
Gelar
ulama bukanlah gelar yang mudah untuk disandang dan dipajang dalam bingkaian
nama seseorang. Akan tetapi merupakan pemberian dari Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ulama
bukanlah sebuah gelar yang bisa dicari dalam jenjang pendidikan tinggi dengan
nilai ijazah yang mumtaz (terbaik), bukan pula gelar yang dicari dan didapatkan
dengan jumlah pengikut yang setia dan banyak. Sekali lagi, ia adalah pemberian
Allah kepada siapa yang diridhai-Nya. Jika demikian, jangan anda salah alamat
untuk mencarinya. Carilah di tangan pemiliknya yaitu Allah, dengan cara yang
telah digariskan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Jika cara demikian yang
ditempuh, kita akan mendapatkan gelar ulama yang hakiki, bukan buatan dan bukan
hasil sogokan.
Terdapat
beberapa ungkapan ulama dalam mendefinisikan ulama. Ibnu Juraij menukilkan (pendapat) dari ‘Atha, beliau
berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allah, maka dia adalah orang alim.”
Asy-Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin dalam kitab beliau Kitabul
‘Ilmi mengatakan: “Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada
sifat takut kepada Allah.”
Badruddin
Al-Kinani tmengatakan: “Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan
segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta
menafikan segala bentuk kemudharatan.” [Ciri-ciri 'Ulama, Al-Ustadz Abu Usamah
bin Rawiyah An-Nawawi, www.asysyari’ahTuesday, 12 July 2011 13:03].
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 44
dengan judul “Memuliakan Alim Ulama,
Orang-orang Tua, Ahli Keutamaan
Dan Mendahulukan Mereka Atas Lain-lainnya, Meninggikan Kedudukan Mereka Serta
Menampakkan Martabat Mereka”.
Allah Ta'ala berfirman:"Katakanlah
- hai Muhammad, adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang
tidak mengetahui. Hanyasanya yang mengingat ialah orang-orang yang menggunakan
fikirannya." (az-Zumar: 9)
Dari Abu Mas'ud
yaitu'Uqbah bin 'Amr al-Badri al-Anshari r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda:"Yang berhak menjadi imamnya sesuatu kaum - waktu shalat ialah
yang terbaik bacaannya terhadap kitabullah - al-Quran. Jikalau semua jamaah di
situ sama baiknya dalam membaca kitabullah, maka yang terpandai dalam as-Sunnah
- Hadis. Jikalau semua sama pandainya dalam as-Sunnah,maka yang terdahulu
hijrahnya.Jikalau dalam hijrahnya sama dahulunya, maka yang tertua usianya.
Janganlah seseorang itu
menjadi imamnya seseorang yang lain dalam daerah kekuasaan orang lain itu dan
jangan pula seseorang itu duduk dalam rumah orang lain itu di atas bantainya-
orang lain tadi, kecuali dengan izinnya - yang memiliki." (Riwayat Muslim).
Dalam riwayat lain
disebutkan oleh Imam Muslim: "Maka yang terdahulu masuknya Islam"
sebagai ganti "yang tertua usianya."
Dalam riwayat lain lagi
disebutkan:"Yang berhak menjadi imamnya sesuatu kaum - waktu shalat ialah
yang terbaik bacaannya terhadap kitabullah - al-Quran, dan orang yang terdahulu
pandai membacanya. Jikalau dalam pembacaan itu sama - dahulu dan pandainya,
maka hendaklah yang menjadi imam itu seorang yang terdahulu hijrahnya. Jikalau
dalam hijrahnya sama dahulunya, maka hendaknya menjadi imam seorang yang tertua
usianya."
Dari Abu Mas'ud r.a.
pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. mengusap bahu-bahu kita dalam shalat dan
bersabda:"Ratakanlah - saf-saf dalam shalat - dan jangan bersilih-silih
lebih maju atau lebih ke belakang, sebab jikalau tidak rata, maka hatimu semua
pun menjadi berselisih. Hendaklah menyampingi saya - dalam shalat itu -
orang-orang yang sudah baligh dan orang-orang yang berakal di antara engkau
semua. Kemudian di sebelahnya lagi ialah orang-orang yang bertaraf di bawah
mereka ini lalu orang yang bertaraf di bawah mereka ini pula." (Riwayat
Muslim).
Dari Abdullah bin Mas'ud
r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Hendaklah menyampingi saya - dalam shalat - itu
orang-orang yang sudah baligh dan berakal, kemudian orang-orang yang bertaraf
di bawah itu." Ini disabdakannya sampai tiga kali. Beliau s.a.w. lalu
melanjutkan: "Jauhilah olehmu semua akan berkeras-keras suara seperti
pasar. (Riwayat Muslim).
Dari Abu Yahya, ada yang
mengatakan, namanya: Abu Muhammad, iaitu Sahal bin Abu Hatsmah - dengan
fathahnya ha' muhmalah dan sukunnya tsa' mutsallatsah - al-Anshari r.a.,
katanya: "Abdullah bin Sahal dan Muhayyishah bin Mas'ud berangkat ke
Khaibar dan pada saat itu antara penduduk Khaibar - dengan Nabi s.a.w. - ada
persetujuan perdamaian. Kemudian kedua orang itu berpisah.Setelah itu
Muhayyishah mendatangi tempat Abdullah bin Sahal, tetapi yang didatangi ini
sudah dalam keadaan berlumuran darah dan telah terbunuh. Muhayyishah lalu
menanamnya, terus berangkat kembali ke Madinah. Setelah itu Abdur Rahman bin
Sahal, Muhayyishah dan Huwayyishah, yakni putera-putera Mas'ud, berangkat ke
tempat Nabi s.a.w., lalu Abdur Rahman mulai berbicara, kemudian Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Yang tua saja yang berbicara, yang tua saja yang
berbicara," sebab Abdur Rahman adalah yang termuda antara orang-orang yang
menghadap itu. Abdur Rahman lalu berdiam diri dan kedua orang itulah yang
berbicara. Sesudah itu Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Adakah engkau semua
bersumpah dan dapat menghaki orang yang membunuhnya itu?" Seterusnya Abu
Yahya yang merawikan Hadis ini - menyebutkan kelengkapan Hadis di atas.
(Muttafaq 'alaih)
Dari Jabir r.a.
bahawasanya Nabi s.a.w. mengumpulkan antara dua orang lelaki dari golongan
orang-orang yang terbunuh dalam peperangan Badar - yakni dikumpulkan dalam
sebuah kubur, kemudian beliau bertanya - kepada sahabat-sahabatnya:
"Manakah di antara kedua orang ini yang lebih banyak hafalnya pada al
Quran?" Ketika beliau s.a.w. diberi isyarat antara salah satunya, maka
yang dikatakan lebih banyak hafalannya al-Quran itulah yang lebih didahulukan
untuk dimasukkan dalam liang lahad." (Riwayat Bukhari).
Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda:"Saya pernah melihat
diri saya sendiri dalam impian di waktu saya sedang bersugi dengan menggunakan
sebatang kayu siwak. Kemudian datanglah padaku dua orang lelaki, yang satu
lebih tua daripada yang lainnya. Lalu siwak itu hendak saya berikan kepada
orang yang lebih muda, tiba-tiba ada seorang yang berkata padaku:
"Berikanlah kepada yang tua." Oleh sebab itu, maka saya berikanlah
kepada yang tertua di antara kedua orang tadi."Diriwayatkan oleh Imam
Muslim sebagai musnad dan oleh Imam Bukhari sebagai ta'liq.
Dari Abu Musa r.a.,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setengah daripada cara
mengagungkan Allah Ta'ala ialah dengan jalan memuliakan orang Islam yang sudah beruban
serta orang yang hafal al-Quran yang tidak melampaui batas ketentuan -dalam
membacanya - dan tidak pula meninggalkan membacanya. Demikian pula memuliakan
seorang sultan - penguasa pemerintahan
yang adil." Hadis
hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud.
Dari Amr bin Syu'aib
dari ayahnya dari neneknya r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak termasuk golongan
kita - ummat Islam - orang yang tidak belas kasihan kepada golongan kecil di
antara kita - baik usia atau kedudukannya - serta tidak termasuk golongan kita
pula orang yang tidak mengerti kemuliaan yang tua di antara kita." Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan
Termidzi. Imam Termidzi mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan shahih. Dalam
riwayat Abu Dawud disebutkan: "hak orang yang tua dari kita."
Dari Maimun bin Abu
Syabib bahawasanya Aisyah radhiallahu 'anha dilalui oleh seorang peminta-minta
lalu olehnya diberi sepotong roti, juga dilalui oleh seorang lelaki yang
mengenakan pakaian baik serta berkeadaan baik, lalu orang itu didudukkan
kemudian ia makan. Kepada Aisyah ditanyakan, mengapa berbuat demikian - yakni
tidak dipersamakan cara memberinya. Lalu ia berkata: "Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Letakkanlah masing-masing manusia itu di tempatnya sendiri-sendiri."
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, tetapi kata Imam Abu Dawud: "Maimun itu tidak
pernah menemui Aisyah."
Hadis ini disebutkan
oleh Imam Muslim dalam permulaan kitab shahihnya sebagai ta'liq, lalu katanya:
"Dan disebutkan dari Aisyah, katanya: "Rasulullah s.a.w.
memerintahkan kepada kita supaya kita menempatkan para manusia itu di tempatnya
sendiri-sendiri - yakni yang sesuai dengan kedudukannya."Imam Hakim Abu
Abdillah menyebutkan ini dalam kitabnya Ma'rifatu 'ulumil Hadis dan ia
mengatakan bahawa ini adalah Hadis shahih.
Dari Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhuma, katanya: 'Uyainah bin Hishn datang - di Madinah - lalu
bertemu di rumah anak saudaranya-sepupunya - yaitu Hurbin Qais. Hur ini adalah
di antara golongan orang-orang yang dekat hubungannya dengan Umar r.a. dan
memang para ahli membaca al-Quran itu menjadi sahabat dalam majlisnya Umar dan
yang diajaknya bermusyawarat, baik pun mereka itu golongan orang-orang yang
sudah tua ataupun yang masih pemuda.
'Uyainah berkata kepada
sepupunya: "Hai anak saudaraku, engkau ini mempunyai wajah - yakni dikenal
amat baik - di sisi Amirul mu'minin ini - maksudnya Umar, maka dari itu
mintakanlah izin untukku supaya aku dapat bertemu dengannya. Hur memintakan
izin lalu Umar mengizinkannya. Setelah 'Uyainah masuk lalu ia berkata:
"Ingat hai anaknya Alkhaththab, demi Allah, engkau ini tidak dapat
memberikan banyak keenakan pada kita dan engkau tidak memerintah kepada kita
dengan cara yang adil."
Umar r.a. marah padanya
sehingga hampir saja bermaksud akan memberikan hukuman pada 'Uyainah itu.
Tetapi Hur kemudian berkata pada Umar: "Hai Amirul mu'minin, sesungguhnya
Allah Ta'ala telah berfirman kepada Nabinya s.a.w. - yang ertinya: "Berilah
pengampunan, perintahkan dengan kebajikan dan janganlah menghiraukan kepada
orang-orang yang bodoh." (al-A'raf: 199) dan sesungguhnya orang ini -
yakni 'Uyainah - adalah termasuk golongan orang-orang yang bodoh."
Demi Allah, maka Umar
tidak suka melanggar ayat tersebut ketika dibacakan padanya dan Umar adalah
orang yang paling dapat menahan dirinya - yakni paling mentaati - kepada isi
kitabullah Ta'ala itu." (Riwayat Bukhari)
Dari Abu Said yaitu
Samurah bin jundub r.a., katanya: "Niscayalah saya dahulu itu sebagai
seorang anak-anak di zaman Rasulullah s.a.w., maka saya menghafal - berbagai
ajaran - dari beliau. Juga beliau tidak pernah melarang saya berbicara,
melainkan jikalau di situ ada orang yang lebih tua usianya daripadaku
sendiri." (Muttafaq 'alaih)
Dari Anas r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah seseorang pemuda itu
memuliakan seseorang tua kerana usianya, melainkan Allah akan mengira-ngirakan
untuknya orang yang akan memuliakannya nanti, jikalau ia telah berusia tua
-maksudnya setelah tuanya pasti akan dimuliakan anak-anak yang lebih muda
daripadanya." Diriwayatkan
oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahawa Hadis ini adalah Hadis gharib.
Rasulullah bersabda:“Sesungguhnya
ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan
tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Hadits riwayat Al-Imam
At-Tirmidzi].
Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin
Hadi Al-Madkhali mengatakan: “Kebijaksanaan Allah atas makhluk-Nya dan
kekuasaan-Nya yang mutlak atas mereka. Maka barang siapa yang mendapat hidayah
maka itu wujud fadhilah (keutamaan) dari Allah dan bentuk rahmat-Nya.
Barangsiapa yang menjadi tersesat, maka itu dengan keadilan Allah dan
hikmah-Nya atas orang tersebut. Sungguh para pengikut nabi dan rasul menyeru
pula sebagaimana seruan mereka. Mereka itulah para ulama dan orang-orang yang
beramal shalih pada setiap zaman dan tempat, sebab mereka adalah pewaris ilmu
para nabi dan orang-orang yang berpegang dengan sunnah-sunnah mereka. Sungguh
Allah telah menegakkan hujjah melalui mereka atas setiap umat dan suatu kaum
dan Allah merahmati dengan mereka suatu kaum dan umat. Mereka pantas
mendapatkan pujian yang baik dari generasi yang datang sesudah mereka dan
ucapan-ucapan yang penuh dengan kejujuran dan doa-doa yang barakah atas
perjuangan dan pengorbanan mereka. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya atas
mereka dan semoga mereka mendapatkan balasan yang lebih dan derajat yang
tinggi.”
Asy-Syaikh Shalih Fauzan mengatakan:
“Kita wajib memuliakan ulama muslimin karena mereka adalah pewaris para nabi,
maka meremehkan mereka termasuk meremehkan kedudukan dan warisan yang
mereka ambil dari Rasulullah r serta meremehkan ilmu yang mereka bawa.
Barangsiapa terjatuh dalam perbuatan ini tentu mereka akan lebih meremehkan
kaum muslimin. Ulama adalah orang yang wajib kita hormati karena kedudukan
mereka di tengah-tengah umat dan tugas yang mereka emban untuk kemaslahatan
Islam dan muslimin. Kalau mereka tidak mempercayai ulama, lalu kepada siapa
mereka percaya. Kalau kepercayaan telah menghilang dari ulama, lalu kepada
siapa kaum muslimin mengembalikan semua problem hidup mereka dan untuk
menjelaskan hukum-hukum syariat, maka di saat itulah akan terjadi kebimbangan
dan terjadinya huru-hara.” [Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah, Ulama
Pewaris Nabi, www.asysyari’ahTuesday, 12 July 2011 13:01].
Sebenarnya
bila ummat ini melakukan kedurhakaan atas ajaran yang disampaikan para ulama,
tidak mengindahkan fatwa-fatwanya, tidak
meneladani akhlak mulia yang dicontohkannya, maka Allah mendatangkan murkanya
kepada ummat ini dengan berbagai musibah dan bencana, salah satu bencana yang
dapat menyesatkan manusia adalah diwafatkannya para ulama, sebagaimana hadits
Rasulullah menyatakan,"Dari Urwah, [dia berkata, "Kami diberi
keterangan Abdullah bin Amr bin Ash,
[maka saya mendengar dia] berkata, 'Saya mendengar Rasulullah saw bersabda,
'Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu (agama) dengan serta-merta dari
hamba-hamba Nya. Tetapi,
Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan (mematikan) ulama, sehingga Allah tidak
menyisakan orang pandai. Maka, manusia mengambil orang-orang bodoh sebagai
pemimpin. Lalu, mereka ditanya, dan mereka memberi fatwa tanpa ilmu. (Dan dalam
satu riwayat: maka mereka memberi fatwa dengan pikirannya sendiri). Maka,
mereka sesat dan menyesatkan."
Dengan
wafatnya para ulama saja dapat mendatangkan bencana bagi ummat ini apalagi
terjadi pembunuhan terhadap mereka, sehingga dapat ditunggu bencana apa yang
akan terjadi kelak. Pembunuhan terhadap ulama sudah terjadi di masa Rasulullah,
ketika beliau mengirim 40 orang ulama untuk menyiarkan islam pada sebuah daerah
dijazirah Arab, di tengah perjalanan empat puluh orang itu disiksa dan dibunuh,
berkaitan dengan itulah Rasulullah berduka sehingga menyunnahkan membaca do'a
qunut ketika shalat. Wallahu
A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 05 Zulqaidah 1434.H/10 September
2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar