Selasa, 03 Desember 2013

95.53 Antara Takut dan Harap Kepada Allah



RIYADUSH SHALIHIN
DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH                     












Antara Takut dan Harap Kepada Allah
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Pada jiwa manusia ada dua sikap yang sangat penting sekali untuk menentukan masa depan hidupnya, apakah di dunia ataupun di akherat, sifat itu adalah khauf dan raja’ yaitu rasa takut dan rasa harap kepada Allah.

Raja’ dan Khauf merupakan 2 sayap (janaahaan) yang dengannya terbang para muqarrabiin ke segala tempat yang terpuji. Kedua sifat ini sangat penting untuk didefinisikan, karena jika tidak akan terjadi dua kesalahan yang sangat berbahaya. Pertama, adalah sikap berlebihan (ghuluww) sebagaimana yang dialami oleh sebagian kaum sufi yang menjadi sesat karena mendalami lautan ma’rifah tanpa dilandasi oleh syari’ah yang memadai [2]. Sedangkan kesalahan yang kedua, adalah sikap mengabaikan (tafriith), sebagaimana orang-orang yang beribadah tanpa mengetahui kepada siapa ia beribadah dan tanpa merasakan kelezatan ibadahnya, sehingga ibadahnya hanyalah berupa rutinitas yang kering dan hampa dari rasa harap, cemas dan cinta.
Raja’ adalah sikap mengharap dan menanti-nanti sesuatu yang sangat dicintai oleh si penanti. Sikap ini bukan sembarang menanti tanpa memenuhi syarat-syarat tertentu, sebab penantian tanpa memenuhi syarat ini disebut berangan-angan (tamniyyan). Orang-orang yang menanti ampunan dan rahmat ALLAH tanpa amal bukanlah Raja’ namanya, tetapi berangan-angan kosong.
Ketahuilah bahwa hati itu sering tergoda oleh dunia, sebagaimana bumi yang gersang yang mengharap turunnya hujan. Jika diibaratkan, maka hati ibarat tanah, keyakinan seseorang ibarat benihnya, kerja/amal seseorang adalah pengairan dan perawatannya, sementara hari akhirat adalah hari saat panennya. Seseorang tidak akan memanen kecuali sesuai dengan benih yang ia tanam, apakah tanaman itu padi atau semak berduri ia akan mendapat hasilnya kelak, dan subur atau tidaknya berbagai tanaman itu tergantung pada bagaimana ia mengairi dan merawatnya. [Raja’ (Berharap) Al-Ikhwan.net | 1 October 2006 | 8 Ramadhan 1427 H ].
Khauf  adalah rasa sakit serta bergetarnya hati karena ada sesuatu yang dibenci dihadapannya. Perumpamaannya seperti jika seseorang yang akan dihukum pancung oleh raja, lalu raja itu telah memerintahkan algojonya dan algojo itu telah memegang pedangnya, maka ia telah merasa yakin akan kematiannya sebentar lagi, maka terasalah pedih hatinya saat itu dan bergetar karena rasa takut yang sangat, dan inilah yang disebut Khauf.
Khauf ini dapat menjadi kuat dan lemah tergantung pada keyakinan seseorang pada ALLAH SWT. Dan selain Khauf yang disebabkan takut pada hukuman sebagaimana diatas, ada pula Khauf yang disebabkan oleh karena takut akan kebesaran dan keagungan sesuatu. Jika manusia itu memahami begitu banyaknya maksiatnya yang akan dihadapkan pada ke-Maha Agungan ALLAH SWT dan ketidakbutuhan-NYA pada kita, maka akan timbullah rasa takut. Maka orang yang paling tinggi Khauf-nya adalah yang paling mengetahui dirinya dan penciptanya, firman ALLAH SWT : “Sesungguhnya hanyalah yang paling takut pada ALLAH diantara hambanya adalah para ‘ulama’.” (QS. Faathir: 28)
Dampak dari Khauf yang benar adalah jika seseorang sudah benar pemahamannya, maka mulailah rasa Khauf masuk dihatinya dan berdampak pada pucatnya wajah, tangis, gemetar, dan dampaknya kemudian adalah meninggalkan maksiat, lalu komitmen dalam ketaatan, lalu bersungguh-sungguh dalam beramal. [Al-Khauf , Al-Ikhwan.net | 1 March 2006 | 1 Safar 1427].
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 53 dengan judulMengumpulkan Antara Takut Dan Mengharapkan”

Ketahuilah bahwasanya yang terpilih bagi seseorang hamba Tuhan di kala ia dalam keadaan sihat ialah supaya ia selalu dalam ketakutan di samping pengharapan kepada Tuhan. Ketakutan serta pengharapannya itu harus sama nilainya. Tetapi dalam keadaan sakit, haruslah ia lebih mengutamakan pengharapannya. Kaedah-kaedah syariat dari nash-nash al-Kitab dan as-Sunnah dan lain-lainnya menampakkanb enar-benar keharusan yang sedemikian itu.

Allah Ta'ala berfirman:"Maka tidak akan merasa aman dari tipudaya - yakni siksa - Allah, melainkan kaum yang mendapatkan kerugian." (al-A'raf: 99).

Allah Ta'ala berfirman lagi:"Bahwasanya saya tidak akan berputusasa dari kerahmatan Allah, melainkan orang-orang kafir," (Yusuf: 87).

Allah Ta'ala juga berfirman:"Pada hari itu - yakni hari kiamat -ada wajah-wajah yang putih yakni wajah-wajah kaum mu'minin - dan wajah-wajah yang hitam -yakni wajah-wajah kaum kafirin." (ali-lmran: 106).

Allah Ta'ala berfirman lagi:"Sesungguhnya Tuhanmu adalah sangat cepat penyiksaanNya dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (al-A'raf: 167).

Allah Ta'ala berfirman pula:"Sesungguhnya orang-orang yang berbakti itu niscayalah dalam syurga Na'im - penuh kenikmatan - dan sesungguhnya orang-orang yang menyeleweng itu niscayalah dalam neraka Jahim - penuh kenistaan." (al-lnfithar: 13-14).

Juga Allah Ta'ala berfirman:"Maka barangsiapa yang berat timbangan amal kebaikannya, maka ia adalah dalam kehidupan yang menyenangkan. Tetapi barangsiapa yang ringan timbangan amal kebaikannya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah." (al-Qari'ah: 6-9).

Ayat-ayat yang semakna dengan di atas itu amat banyak sekali. Maka terkumpullah di dalamnya ketakutan dan pengharapan dalam dua ayat secara bersambungan atau dalam beberapa ayat atau bahkan dalam satu ayat saja.

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata seseorang mu'min itu mengetahui bagaimana keadaan siksa yang ada di sisi Allah, tentu tidak seorangpun akan loba dengan syurgaNya. Tetapi andaikata seseorang kafir itu mengetahui bagaimana besarnya kerahmatan yang ada di sisi Allah, tentu tidak seorangpun yang akan berputus asa untuk dapat memasuki syurgaNya." (Riwayat Muslim).

Dari Abu Said al-Khudri r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila janazah itu telah diletakkan - dalam usungan - dan orang-orang lelaki membawanya di atas leher-lehernya - diangkat ke kubur, maka jikalau janazah itu shalih, ia berkata: "Dahulukanlah aku, dahulukanlah aku," - yakni segerakan ditanam karena sudah amat rindu pada kerahmatan serta kenikmatan dalam kubur. Tetapi jikalau janazah itu bukan shalih, maka iapun berkata: "Aduhai celakanya tubuhku, ke mana engkau semua membawa tubuhku ini." Suara janazah itu dapat didengar oleh segala benda, melainkan manusia, sebab andaikata ia mendengarnya, tentulah ia akan mati sekali." (Riwayat Bukhari).

Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepadaku: "Syurga itu lebih dekat dari seseorang di antara engkau semua daripada tali terumpahnya dan nerakapun demikian pula." (Riwayat Bukhari).

Menilik Hadis ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hanya ketaatan kepada Allah Ta'ala itu sajalah yang dapat menyampaikan seseorang ke syurga, sedang kemaksiatan adalah mendekatkannya menuju ke neraka. Masing-masing dari keduanya,baikpun ketaatan ataupun kemaksiatan itu dapat berlaku atau terlaksana dalam segala sesuatu sekalipun tampaknya amat kecil dan tidak berarti, namun semua amalan itu pasti ada nilainya di sisi Allah, yakni penilaian berupa pahala untuk ketaatan dan siksa untuk kemaksiatan.
Dengan adanya rasa takut, seorang hamba akan termotivasi untuk rajin mencari ilmu dan beribadah kepada Alloh semata agar bebas dari murka dan adzab-Nya. Selain itu, rasa takut inilah yang juga dapat mencegah keinginan seseorang untuk berbuat maksiat. Alloh berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat.” (Al Anbiya: 49)
Rasa takut ada bermacam-macam, namun yang takutnya seorang muslim ialah takut akan pedihnya sakaratul maut, rasa takut akan adzab kubur, rasa takut terhadap siksa neraka, rasa takut akan mati dalam keadaan yang buruk (mati dalam keadaan sedang bermaksiat kepada Alloh), rasa takut akan hilangnya iman dan lain sebagainya. Rasa takut semacam inilah yang harus ada dalam hati seorang hamba.
Rasa harap yang dimaksud adalah antara lain harapan akan diterimanya amal kita, harapan akan dimasukkan surga, harapan untuk berjumpa dengan Alloh, harapan akan diampuni dosa, harapan untuk dijauhkan dari neraka, harapan diberikan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat dan lain sebagainya. Rasa harap inilah yang dapat mendorong seseorang untuk tetap terus berusaha untuk taat, meskipun sesekali dia terjatuh ke dalam kemaksiatan namun dia tidak putus asa untuk terus berusaha sekuat tenaga untuk menjadi hamba yang taat. Karena dia berharap Alloh akan mengampuni dosanya yaitu dengan jalan bertaubat dari kesalahannya tersebut dan memperbanyak melakukan amal kebaikan. Sebagaimana firman Alloh “Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az Zumar: 53)
Harapan berbeda dengan angan-angan. Sebagai contoh orang yang berharap menjadi orang baik maka ia akan melakukan hal-hal yang merupakan ciri-ciri orang baik, sedangkan orang yang berkeinginan menjadi orang baik namun tidak berusaha untuk melakukan kebaikan maka orang-orang inilah yang tertipu oleh angan-angan dirinya sendiri.
Seseorang yang memiliki rasa takut yang berlebihan akan menyebabkan dirinya putus asa, sedangkan jika rasa takutnya rendah maka dengan mudahnya dia akan bermaksiat kepada Tuhannya. Kebalikannya seseorang yang berlebihan rasa harapnya akan menyebabkan dia mudah bermaksiat dan jika rendah rasa harapnya maka dia akan mudah putus asa. [Abu Uzair Boris Tanesia, Cinta, Takut dan Harap Kepada Alloh, www.muslim.or.id7 November 2008].

 Seorang mukmin harus banyak harapnya kepada Allah melalui do’a dan munajad yang disampaikan setiap waktu, bahkan Rasul menyatakan, kedekatan Allah dengan hamba-Nya adalah dikala sedang sujud, maka ketika sujud perbanyaknya menyampaikan do’a.  Bahkan kalimat syahadat yang berbunyi “Laa ilaaha illallah” artinya tidak ada Tuhan kecuali Allah mengandung makna lain yaitu “Laa Raja’ Ilallah” tidak ada harap kecuali hanya kepada Allah.

Seorang mukminpun punya rasa takut kepada Allah, takut dengan azab-Nya, takut dengan kemurkaan-Nya, takut bila ibadah, do’a dan keimanan tidak diterima oleh Allah, takut bila tidak dimasukkan ke dalam syurga-Nya. Bahkan kalimat syahadatpun menggiring kita untuk memiliki rasa takut hanya kepada Allah semata, Laa Khauf Illallah, Tidak ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah semata. Rasa harap dan rasa takut tidak bisa dilepaskan dari keimanan seorang mukmin, ketika tidak ada lagi rasa harapnya kepada Allah dan tidak ada lagi rasa takutnya kepada Allah maka dimana lagi letak imannya ? Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 07 Zulqaidah 1434.H/12 September 2013].
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar