RIYADUSH SHALIHIN
DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH
Antara Takut dan Harap Kepada Allah
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Pada jiwa manusia ada dua sikap
yang sangat penting sekali untuk menentukan masa depan hidupnya, apakah di
dunia ataupun di akherat, sifat itu adalah khauf dan raja’ yaitu rasa takut dan
rasa harap kepada Allah.
Raja’ dan Khauf merupakan 2 sayap (janaahaan) yang dengannya
terbang para muqarrabiin ke segala tempat yang terpuji. Kedua sifat ini sangat
penting untuk didefinisikan, karena jika tidak akan terjadi dua kesalahan yang
sangat berbahaya. Pertama, adalah sikap berlebihan (ghuluww) sebagaimana yang
dialami oleh sebagian kaum sufi yang menjadi sesat karena mendalami lautan ma’rifah
tanpa dilandasi oleh syari’ah yang memadai [2]. Sedangkan kesalahan yang kedua,
adalah sikap mengabaikan (tafriith), sebagaimana orang-orang yang beribadah
tanpa mengetahui kepada siapa ia beribadah dan tanpa merasakan kelezatan
ibadahnya, sehingga ibadahnya hanyalah berupa rutinitas yang kering dan hampa
dari rasa harap, cemas dan cinta.
Raja’ adalah sikap mengharap dan menanti-nanti sesuatu yang
sangat dicintai oleh si penanti. Sikap ini bukan sembarang menanti tanpa
memenuhi syarat-syarat tertentu, sebab penantian tanpa memenuhi syarat ini
disebut berangan-angan (tamniyyan). Orang-orang yang menanti ampunan dan rahmat
ALLAH tanpa amal bukanlah Raja’ namanya, tetapi berangan-angan kosong.
Ketahuilah bahwa hati itu sering tergoda oleh dunia, sebagaimana
bumi yang gersang yang mengharap turunnya hujan. Jika diibaratkan, maka hati
ibarat tanah, keyakinan seseorang ibarat benihnya, kerja/amal seseorang adalah
pengairan dan perawatannya, sementara hari akhirat adalah hari saat panennya.
Seseorang tidak akan memanen kecuali sesuai dengan benih yang ia tanam, apakah
tanaman itu padi atau semak berduri ia akan mendapat hasilnya kelak, dan subur
atau tidaknya berbagai tanaman itu tergantung pada bagaimana ia mengairi dan
merawatnya. [Raja’ (Berharap) Al-Ikhwan.net
| 1 October 2006 | 8 Ramadhan 1427 H ].
Khauf adalah rasa sakit serta bergetarnya hati karena
ada sesuatu yang dibenci dihadapannya. Perumpamaannya seperti jika seseorang
yang akan dihukum pancung oleh raja, lalu raja itu telah memerintahkan
algojonya dan algojo itu telah memegang pedangnya, maka ia telah merasa yakin
akan kematiannya sebentar lagi, maka terasalah pedih hatinya saat itu dan
bergetar karena rasa takut yang sangat, dan inilah yang disebut Khauf.
Khauf ini dapat menjadi kuat dan lemah tergantung pada
keyakinan seseorang pada ALLAH SWT. Dan selain Khauf yang disebabkan takut pada
hukuman sebagaimana diatas, ada pula Khauf yang disebabkan oleh karena takut
akan kebesaran dan keagungan sesuatu. Jika manusia itu memahami begitu
banyaknya maksiatnya yang akan dihadapkan pada ke-Maha Agungan ALLAH SWT dan
ketidakbutuhan-NYA pada kita, maka akan timbullah rasa takut. Maka orang yang
paling tinggi Khauf-nya adalah yang paling mengetahui dirinya dan penciptanya,
firman ALLAH SWT : “Sesungguhnya hanyalah yang paling takut pada ALLAH
diantara hambanya adalah para ‘ulama’.” (QS. Faathir: 28)
Dampak dari Khauf yang benar adalah jika seseorang sudah
benar pemahamannya, maka mulailah rasa Khauf masuk dihatinya dan berdampak pada
pucatnya wajah, tangis, gemetar, dan dampaknya kemudian adalah meninggalkan
maksiat, lalu komitmen dalam ketaatan, lalu bersungguh-sungguh dalam beramal. [Al-Khauf , Al-Ikhwan.net | 1 March
2006 | 1 Safar 1427].
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 53 dengan judul
“Mengumpulkan
Antara Takut Dan Mengharapkan”
Ketahuilah bahwasanya yang terpilih bagi seseorang hamba
Tuhan di kala ia dalam keadaan sihat ialah supaya ia selalu dalam ketakutan di
samping pengharapan kepada Tuhan. Ketakutan serta pengharapannya itu harus sama
nilainya. Tetapi dalam keadaan sakit, haruslah ia lebih mengutamakan
pengharapannya. Kaedah-kaedah syariat dari nash-nash al-Kitab dan as-Sunnah dan
lain-lainnya menampakkanb enar-benar keharusan yang sedemikian itu.
Allah Ta'ala berfirman:"Maka tidak akan merasa aman
dari tipudaya - yakni siksa - Allah, melainkan kaum yang mendapatkan
kerugian." (al-A'raf: 99).
Allah Ta'ala berfirman lagi:"Bahwasanya saya tidak
akan berputusasa dari kerahmatan Allah, melainkan orang-orang kafir," (Yusuf:
87).
Allah Ta'ala juga berfirman:"Pada hari itu - yakni
hari kiamat -ada wajah-wajah yang putih yakni wajah-wajah kaum mu'minin - dan
wajah-wajah yang hitam -yakni wajah-wajah kaum kafirin." (ali-lmran:
106).
Allah Ta'ala berfirman lagi:"Sesungguhnya Tuhanmu
adalah sangat cepat penyiksaanNya dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun
lagi Penyayang." (al-A'raf: 167).
Allah Ta'ala berfirman pula:"Sesungguhnya
orang-orang yang berbakti itu niscayalah dalam syurga Na'im - penuh kenikmatan
- dan sesungguhnya orang-orang yang menyeleweng itu niscayalah dalam neraka
Jahim - penuh kenistaan." (al-lnfithar: 13-14).
Juga Allah Ta'ala berfirman:"Maka barangsiapa yang
berat timbangan amal kebaikannya, maka ia adalah dalam kehidupan yang
menyenangkan. Tetapi barangsiapa yang ringan timbangan amal kebaikannya, maka
tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah." (al-Qari'ah: 6-9).
Ayat-ayat yang semakna dengan di atas itu amat banyak
sekali. Maka terkumpullah di dalamnya ketakutan dan pengharapan dalam dua ayat
secara bersambungan atau dalam beberapa ayat atau bahkan dalam satu ayat saja.
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Andaikata seseorang mu'min itu mengetahui bagaimana keadaan
siksa yang ada di sisi Allah, tentu tidak seorangpun akan loba dengan
syurgaNya. Tetapi andaikata seseorang kafir itu mengetahui bagaimana besarnya
kerahmatan yang ada di sisi Allah, tentu tidak seorangpun yang akan berputus
asa untuk dapat memasuki syurgaNya." (Riwayat Muslim).
Dari Abu Said al-Khudri r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Apabila janazah itu telah diletakkan - dalam usungan - dan
orang-orang lelaki membawanya di atas leher-lehernya - diangkat ke kubur, maka
jikalau janazah itu shalih, ia berkata: "Dahulukanlah aku, dahulukanlah
aku," - yakni segerakan ditanam karena sudah amat rindu pada kerahmatan
serta kenikmatan dalam kubur. Tetapi jikalau janazah itu bukan shalih, maka
iapun berkata: "Aduhai celakanya tubuhku, ke mana engkau semua membawa
tubuhku ini." Suara janazah itu dapat didengar oleh segala benda, melainkan
manusia, sebab andaikata ia mendengarnya, tentulah ia akan mati sekali."
(Riwayat Bukhari).
Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda kepadaku: "Syurga itu lebih dekat dari seseorang di antara engkau
semua daripada tali terumpahnya dan nerakapun demikian pula." (Riwayat
Bukhari).
Menilik Hadis ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hanya
ketaatan kepada Allah Ta'ala itu sajalah yang dapat menyampaikan seseorang ke
syurga, sedang kemaksiatan adalah mendekatkannya menuju ke neraka.
Masing-masing dari keduanya,baikpun ketaatan ataupun kemaksiatan itu dapat
berlaku atau terlaksana dalam segala sesuatu sekalipun tampaknya amat kecil dan
tidak berarti, namun semua amalan itu pasti ada nilainya di sisi Allah, yakni
penilaian berupa pahala untuk ketaatan dan siksa untuk kemaksiatan.
Dengan adanya rasa takut,
seorang hamba akan termotivasi untuk rajin mencari ilmu dan beribadah kepada
Alloh semata agar bebas dari murka dan adzab-Nya. Selain itu, rasa takut inilah
yang juga dapat mencegah keinginan seseorang untuk berbuat maksiat. Alloh
berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang
mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat.”
(Al Anbiya: 49)
Rasa takut ada bermacam-macam,
namun yang takutnya seorang muslim ialah takut akan pedihnya sakaratul maut,
rasa takut akan adzab kubur, rasa takut terhadap siksa neraka, rasa takut akan
mati dalam keadaan yang buruk (mati dalam keadaan sedang bermaksiat kepada
Alloh), rasa takut akan hilangnya iman dan lain sebagainya. Rasa takut semacam
inilah yang harus ada dalam hati seorang hamba.
Rasa harap yang dimaksud
adalah antara lain harapan akan diterimanya amal kita, harapan akan dimasukkan
surga, harapan untuk berjumpa dengan Alloh, harapan akan diampuni dosa, harapan
untuk dijauhkan dari neraka, harapan diberikan kehidupan yang bahagia di dunia
dan akhirat dan lain sebagainya. Rasa harap inilah yang dapat mendorong
seseorang untuk tetap terus berusaha untuk taat, meskipun sesekali dia terjatuh
ke dalam kemaksiatan namun dia tidak putus asa untuk terus berusaha sekuat
tenaga untuk menjadi hamba yang taat. Karena dia berharap Alloh akan mengampuni
dosanya yaitu dengan jalan bertaubat dari kesalahannya tersebut dan
memperbanyak melakukan amal kebaikan. Sebagaimana firman Alloh “Wahai
hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Az Zumar: 53)
Harapan berbeda dengan
angan-angan. Sebagai contoh orang yang berharap menjadi orang baik maka ia akan
melakukan hal-hal yang merupakan ciri-ciri orang baik, sedangkan orang yang
berkeinginan menjadi orang baik namun tidak berusaha untuk melakukan kebaikan
maka orang-orang inilah yang tertipu oleh angan-angan dirinya sendiri.
Seseorang yang
memiliki rasa takut yang berlebihan akan menyebabkan dirinya putus asa,
sedangkan jika rasa takutnya rendah maka dengan mudahnya dia akan bermaksiat
kepada Tuhannya. Kebalikannya seseorang yang berlebihan rasa harapnya akan
menyebabkan dia mudah bermaksiat dan jika rendah rasa harapnya maka dia akan
mudah putus asa. [Abu Uzair Boris Tanesia, Cinta, Takut dan Harap Kepada Alloh,
www.muslim.or.id7 November
2008].
Seorang mukmin harus banyak harapnya kepada Allah
melalui do’a dan munajad yang disampaikan setiap waktu, bahkan Rasul
menyatakan, kedekatan Allah dengan hamba-Nya adalah dikala sedang sujud, maka
ketika sujud perbanyaknya menyampaikan do’a.
Bahkan kalimat syahadat yang berbunyi “Laa ilaaha illallah” artinya
tidak ada Tuhan kecuali Allah mengandung makna lain yaitu “Laa Raja’ Ilallah”
tidak ada harap kecuali hanya kepada Allah.
Seorang mukminpun punya rasa takut
kepada Allah, takut dengan azab-Nya, takut dengan kemurkaan-Nya, takut bila
ibadah, do’a dan keimanan tidak diterima oleh Allah, takut bila tidak
dimasukkan ke dalam syurga-Nya. Bahkan kalimat syahadatpun menggiring kita
untuk memiliki rasa takut hanya kepada Allah semata, Laa Khauf Illallah, Tidak
ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah semata. Rasa harap dan rasa takut
tidak bisa dilepaskan dari keimanan seorang mukmin, ketika tidak ada lagi rasa
harapnya kepada Allah dan tidak ada lagi rasa takutnya kepada Allah maka dimana
lagi letak imannya ? Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 07 Zulqaidah 1434.H/12 September 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar