RIYADUSH SHALIHIN
DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH
Berziarah Kepada Ahli Kebaikan
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Berkunjung atau
berziarah merupakan sunnah Rasulullah Saw dalam rangka mendapatkan manfaat dari
ziarah tersebut, apalagi berziarah kepada ahli kebaikan. Dalam berziarah tentu
ada adab-adabnya sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, ““Jika salah
seorang kamu mengunjungi saudaranya lalu duduk di sebelahnya, maka sungguh
janganlah ia berdiri sehingga meminta izin kepadanya.” [Hadits riwayat Abu Asy-Syaikh].
Hadits ini memperingatkan adab kesponan amat tinggi. Yakni
bahwa seseorang yang berkunjung tidak sepatutnya berdiri kecuali setelah meminta
izin kepada orang yang dikunjungi. Adapun kesopanan yang diajarkan oleh Nabi
ini kini telah banyak ditinggalkan di sebagian negeri Arab sendiri. Kita
melihat mereka keluar dari majelis tanpa meminta izin. Bukan itu saja, bahkan
tanpa salam. Ini tidak mencerminkan adab yang Islami, seperti yang disebutkan
dalam hadits tersebut. [Adab Berkunjung kepada saudara, Silsilah Al Hadtis, Ash
Shahihah 1, Syaikh Nashiruddin Al Bani].
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 45 dengan judul“Berziarah
Kepada Para Ahli Kebaikan, Duduk-duduk Dengan Mereka, Mengawani Mereka,
Mencintai Mereka, Meminta Mereka Supaya Berziarah — Ke Tempat Kita, Meminta Doa Dari Mereka
Serta Berziarah Ke Tempat-tempat Yang Utama”
Allah Ta'ala berfirman:"Dan
ketika Musa berkata kepada bujangnya: "Saya tidak akan berhenti berjalan
sehingga sampai di pertemuan dua sungai atau aku berjalan sampai bertahun-tahun
sehingga firman Allah: "Musa berkata kepadanya - yakni Hidhir -:
"Bolehkah aku mengikuti engkau dengan maksud supaya engkau mengajarkan
kepadaku kebenaran yang telah diajarkan kepadamu?” [1][34] (al-Kahfi: 60-66).
Orang yang hendak dicari
oleh Nabiullah Musa a.s. yang dianggapnya lebih pandai daripadanya sendiri itu
ialah Hidhir. Sebagian alim-ulama ada yang mengatakan bahwa Hidhir itu adalah
seorang Nabi, ada pula yang mengatakan, ia seorang waliullah yang memiliki
karamah (keistimewaan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa sebagai
tanda kemuliaan yang dikurniakan oleh Allah padanya, jadi sama halnya dengan
mu'jizat bagi seseorang Nabi atau Rasul), juga ada yang mengatakan bahawa ia
adalah orang shalih saja. Jadi dalam hal ini banyak pendapat alim-ulama Islam.
Mana yang benar, hanyalah Allah Ta'ala yang Maha Mengetahui. Juga
diperselisihkan pula oleh beliau-beliau itu perihal kematian atau masih
hidupnya Hidhir itu sampai saat ini, hingga tibanya hari kiamat nanti
sebagaimana diperselisihkannya tentang kematian atau masih hidupnya Nabiullah
Isa al-Masih a.s. Tegasnya ada sebagian ulama yang menyatakan pendapatnya bahwa
kedua beliau itu masih hidup dan baru akan mati nanti setelah datangnya hari
kiamat, tetapi hidupnya Hidhir a.s. di bumi dan Isa a.s. di langit. Juga ada
sebagian ulama yang menyatakan pendapatnya bahawa keduanya itu sudah mati.
Wallahu A'lam bishshawaab.
Ketika Nabiullah Musa
a.s. hendak mencari Hidhir, Allah memberikan petunjuk kepadanya bahawa tempat
Hidhir itu ada di Majma'ul Bahrain yakni tempat pertemuan dua lautan.
Inipun diperselisihkan pula, ada yang mengatakan bahawa lautan di situ
maksudnya dua sungai. Jadi Majma'ul Bahrain, artinya ialah pertemuan dua
sungai yakni Sungai Nil Biru dan Nil Putih. Ada pula yang mengatakan bahwa yang
dimaksudkan memang betul-betul pertemuan dua lautan, yakni lautan Hitam yang
dulu masuk wilayah kerajaan Parsi di zaman kejayaannya dan lautan Tengah yang
dulu masuk wilayah kerajaan Romawi di zaman keemasannya. Jadi kalau Ini yang dianggap benar, maka
pertemuan kedua lautan itu ialah di selat Bospores yang kini masuk wilayah
Turki. Namun demikian, semua pendapat itu masih merupakan serba kemungkinan dan
belum dapat dipastikan keshahihannya. Wallaahu A'lam bishshawaab.
Allah Ta'ala berfirman
pula:"Dan sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Tuhan
mereka di waktu pagi dan sore, mereka menginginkan keridhaan Tuhan." (al-Kahfi:
28)
Dari Anas r.a., berkata:
"Abu Bakar berkata kepada Umar radhiallahu 'anhuma setelah wafatnya
Rasulullah s.a.w.: "Marilah berangkat bersama kita ke tempat Ummu Aiman
agar kita dapat berziarah padanya, sebagaimana Rasulullah s.a.w. juga
menziarahinya. Setelah keduanya sampai di tempatnya, Ummu Aiman menangis, lalu
keduanya bertanya: "Apakah yang menyebabkan engkau menangis? Tidakkah
engkau ketahui bahawa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik untuk
Rasulullah s.a.w.?" Ummu Aiman lalu menjawab: "Sesungguhnya saya
bukannya menangis kerana saya tidak mengerti bahawa apa yang ada di sisi Allah
adalah lebih baik untuk Rasulullah s.a.w. itu, tetapi saya menangis ini ialah
kerana sesungguhnya wahyu itu kini telah terputus dari langit."
Jawapan Ummu Aiman
menyebabkan tergeraknya hati kedua orang tersebut untuk menangis lalu kedua
orang itu pun mulai pula menangis bersama Ummu Aiman." (Riwayat Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a.
dari Nabi s.a.w. bahawasanya ada seorang lelaki berziarah kepada seorang
saudaranya di suatu desa lain, kemudian Allah memerintah seorang malaikat untuk
melindunginya di sepanjang jalan - yang dilaluinya. Setelah orang itu melalui
jalan itu, berkatalah malaikat kepadanya: "Ke mana engkau
menghendaki?" Orang itu menjawab: "Saya hendak ke tempat seorang
saudaraku di desa ini." Malaikat bertanya lagi: "Adakah suatu
kenikmatan yang hendak kau peroleh dari saudaramu itu?" Ia menjawab:
"Tidak, hanya saja saya mencintainya kerana Allah." Malaikat lalu
berkata: "Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah untuk menemuimu - guna
memberitahukan - bahawa sesungguhnya Allah itu mencintaimu sebagaimana engkau
mencintai saudaramu itu karena Allah." (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah r.a.
pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barangsiapa yang meninjau
orang sakit atau berziarah kepada saudaranya kerana Allah, maka berserulah
seseorang yang mengundang-undang: "Engkau melakukan kebaikan dan baik
pulalah perjalananmu, serta engkau dapat menduduki tempat dalam syurga." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi
dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan dan dalam sebagian naskah
disebutkan sebagai Hadis gharib.
Dari Abu Musa al-Asy'ari
r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Hanyasanya perumpamaan kawan yang baik dan
kawan yang buruk adalah sebagai pembawa minyak misik - yang baunya harum - dan
peniup perapian - pandai besi. Pembawa minyak misik ada kalanya memberikan
minyaknya padamu, atau engkau dapat membelinya, atau - setidak-tidaknya -
engkau dapat memperoleh mencium - bau
yang harum daripadanya. Adapun peniup perapianmu, maka ada kalanya akan
membakarkan pakaianmu atau engkau akan memperoleh bau yang busuk
daripadanya." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah r.a.
dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Seseorang wanita itu dikawini kerana empat
perkara, iaitu kerana ada hartanya, kerana keturunannya, kerana kecantikannya
dan kerana teguh agamanya. Maka dari itu dapatkanlah - yakni usahakanlah untuk
memperoleh - yang mempunyai keteguhan agama, tentu kedua tanganmu merasa puas -
yakni hatimu menjadi tenteram." (Muttafaq 'alaih)
Adapun maknanya Hadis di
atas itu ialah bahwasanya para manusia itu dalam ghalibnya menginginkan wanita
itu kerana adanya empat perkara di atas itu, tetapi engkau sendiri hendaklah
menginginkan lebih-lebih yang beragama teguh. Wanita sedemikian itulah yang
harus didapatkan dan berlumbalah untuk mengawininya.
Dari Ibnu Abbas r.a.,
katanya: "Nabi s.a.w. bersabda Jibril a.s.: "Apakah sebabnya Tuan
tidak suka berziarah pada kami yang lebih banyak lagi - lebih sering - daripada
yang Tuan berziarah sekarang ini?" Kemudian turunlah ayat - yang ertinya:
- Dan kami tidak turun melainkan dengan perintah Tuhanmu. BagiNya adalah apa
yang ada di hadapan serta di belakang kita dan apa saja yang ada di antara yang
tersebut itu." (Maryam: 64) (Riwayat Imam Bukhari)
Dari Abu Said al-Khudri
r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah engkau bersahabat, melainkan
orang yang mu'min dan janganlah makan makananmu itu kecuali orang yang
bertaqwa." Diriwayatkan oleh Imam-imam
Abu Dawud dan
Termidzi dengan isnad yang tidak mengapa - untuk dijadikan pegangan.
Dari Abu Hurairah r.a.
bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Seseorang itu
adalah menurut agama
kekasihnya. Maka hendaklah
seseorang dari engkau semua itu melihat – meneliti benar-benar - orang yang
dijadikan kekasihnya itu. Diriwayatkan
oleh Imam-imam Abu
Dawud dan Termidzi dengan isnad shahih dan Imam
Termidzi mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.
Dari Abu Musa al-Asy'ari
r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Seseorang itu beserta orang yang
dicintainya." (Muttafaq 'alaih).
Dalam suatu riwayat lain
disebutkan: Abu Musa r.a. berkata: "Nabi s.a.w. ditanya: "Ada
seseorang mencintai sesuatu kaum, tetapi ia tidak pernah menemui mereka itu,
bagaimanakah?" Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Seseorang itu beserta
orang yang dicintainya."
Dari Anas r.a.
bahawasanya ada seorang A'rab - orang Arab pedalaman - berkata kepada
Rasulullah s.a.w.: "Bilakah datangnya hari kiamat?" Rasulullah s.a.w.
bersabda kepadanya: "Apakah yang telah engkau persiapkan untuk
menemuinya?" A'rab itu menjawab: "Kecintaanku kepada Allah dan
RasulNya." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Engkau akan menyertai
orang yang engkau cintai." (Muttafaq 'alaih)
Ini adalah lafaz Imam
Muslim. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim lainnya, disebutkan demikian: A'rab berkata: "Saya tidak
menyiapkan sesuatupun untuk menemui hari kiamat itu, baik yang berupa banyaknya
puasa, shalat atau sedekah, tetapi saya ini adalah mencintai Allah dan
RasulNya."
Dari Ibnu Mas'ud r.a.
katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah s.a.w. lalu berkata:
"Ya Rasulullah, bagaimanakah pendapat Tuan mengenai seseorang yang
mencintai sesuatu kaum, tetapi tidak pernah menemui kaum itu?" Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Seseorang itu beserta orang yang dicintainya."
(Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah r.a.
dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Para manusia ini adalah bagaikan benda logam,
sebagaimana juga logam emas dan perak. Orang-orang pilihan di antara mereka di
zaman Jahiliyah adalah orang-orang pilihan pula di zaman Islam, jikalau mereka
menjadi pandai - dalam hal agama. Ruh-ruh itu adalah sekumpulan tentera yang
berlain-lainan, maka mana yang dikenal dari golongan ruh-ruh tadi tentulah
dapat menjadi rukun damai, sedang mana yang tidak dikenalinya dari golongan
ruh-ruh itu tentulah berselisihan - maksudnya ruh baik berkumpulnya ialah
dengan ruh baik, sedang yang buruk dengan yang buruk." (Riwayat Muslim)
Dalam menafsiri pengertian
perihal ruh itu ada yang saling kenal-mengenal yakni 'Ta'aruf dan ada
yang tidak saling kenal-mengenal yakni Tanakur, maka Imam Ibnu
Abdissalam berkata sebagai berikut:
"Hal itu yakni
kenal atau tidak kenal, maksudnya adalah mengenai keadaan sifat. Artinya
andaikata anda mengetahui seseorang yang berlainan sifatnya dengan anda,
misalnya anda seorang yang berbakti kepada Allah dan yang dikenal itu orang
yang tidak berbakti atau mengaku ketiadaan Allah, sekalipun kenal orangnya,
tetapi tidak saling kenal-mengenal jiwa, ruh ataupun faham yang dianutnya.
Sebaliknya jika orang itu sama dengan anda perihal keadaan sifatnya, sama-sama
berbaktinya kepada Allah, sama-sama berjuang untuk meluhurkan kalimat Allah,
sama-sama membenci kepada kemungkaran dan kemaksiatan, maka selain kenal
orangnya, juga sesuai jiwanya, sesuai ruhnya dan sejalan dalam faham yang
dianutnya. Oleh sebab itu dalam sebuah Hadis lain disebutkan bahawa seseorang
yang merasa jiwanya itu masih lari atau enggan mengikuti ajakan orang yang
mulia dan utama amalannya, pula bagus kelakuannya, hendaknya segera mencari
sebab-sebabnya, sekalipun ia sudah mengaku sebagai manusia muslim. Selanjutnya
setelah penyakitnya ditemukan, hendaknya secepatnya diubati dan dibuang apa
yang menyebabkan ia sakit sedemikian. Cara inilah yang sebaik-baiknya untuk
menyelamatkan diri dari sifat yang buruk, sehingga ruhnya dan jiwanya dapat
saling berkenalan dengan golongan orang-orang yang baik pula ruh dan
jiwanya."
Dari Usair bin Amr, ada
yang mengatakan bahawa ia adalah bin Jabir - dengan dhammahnya hamzah dan
fathahnya sin muhmalah, katanya: "Umar bin Alkhaththab ketika didatangi
oleh sepasukan pembantu - dalam peperangan - dari golongan penduduk Yaman, lalu
ia bertanya kepada mereka: "Adakah di antaramu semua seorang yang bernama
Uwais bin 'Amir?" Akhirnya sampailah Uwais itu ada di mukanya, lalu Umar
bertanya: "Adakah anda bernama Uwais." Uwais menjawab:
"Ya." Ia bertanya lagi: "Benarkah dari keturunan kabilah Murad
dari lingkungan suku Qaran?" Ia menjawab: "Ya." Ia bertanya
pula: "Adakah anda mempunyai penyakit supak, kemudian anda sembuh
daripadanya, kecuali hanya di suatu tempat sebesar wang dirham?" Ia
menjawab: "Ya." Ia bertanya lagi: "Adakah anda mempunyai seorang
ibu?" Ia menjawab: "Ya." Umar lalu berkata: "Saya pernah
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Akan datang padamu
semua seorang bernama Uwais bin 'Amir beserta sepasukan mujahidin dari ahli
Yaman, ia dari keturunan Murad dari Qaran. Ia mempunyai penyakit supak lalu
sembuh dari Penyakitnya itu kecuali di suatu tempat sebesar wang dirham. Ia
juga mempunyai seorang ibu yang ia amat berbakti padanya. Andaikata orang itu
bersumpah akan sesuatu atas nama Allah, pasti Allah akan melaksanakan sumpahnya
itu - dengan sebab amat berbaktinya terhadap ibunya itu. Maka jikalau engkau
kuasa meminta padanya agar ia memintakan pengampunan - kepada Allah - untukmu,
maka lakukanlah itu!" Oleh sebab itu, mohonkanlah pengampunan kepada Allah
- untukku. Uwais lalu memohonkan pengampunan untuk Umar. Selanjutnya Umar bertanya
lagi: "Ke manakah anda hendak pergi?" Ia menjawab: "Ke
Kufah." Umar berkata: "Sukakah anda, sekiranya saya menulis - sepucuk
surat - kepada gabenor Kufah - agar anda dapat sambutan dan pertolongan yang
diperlukan." Ia menjawab: "Saya lebih senang menjadi golongan manusia
yang fakir-miskin."
Setelah tiba tahun
mukanya, ada seorang dari golongan bangsawan Kufah berhaji, lalu kebetulan ia
menemui Umar, kemudian Umar menanyakan padanya perihal Uwais. Orang itu
menjawab: Sewaktu saya tinggalkan, ia dalam keadaan buruk rumahnya lagi
sedikit barangnya -
maksudnya sangat menderita." Umar
lalu berkata: "Saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Akan datang padamu
semua seorang bernama Uwais bin 'Amir beserta sepasukan mujahidin dari ahli
Yaman, ia dari keturunan Murad dari Qaran. Ia mempunyai penyakit supak lalu
sembuh dari penyakitnya itu kecuali di suatu tempat sebesar wang dirham. Ia
juga mempunyai seorang ibu yang ia amat berbakti padanya. Andaikata orang itu
bersumpah akan sesuatu atas nama Allah, pasti Allah akan melaksanakan sumpahnya
itu. Maka jikalau engkau kuasa meminta padanya agar ia memintakan pengampunan -
kepada Allah untukmu, maka lakukan itu!" Orang bangsawan itu lalu
mendatangi Uwais dan berkata: "Mohonkanlah pengampunan - kepada Allah
-untukku. Uwais berkata: "Anda masih baru saja waktunya melakukan
bepergian yang baik - yakni ibadat haji, maka sepatutnya memohonkanlah
pengampunan untukku." Uwais lalu melanjutkan katanya: "Adakah anda
bertemu dengan Umar?" Ia menjawab: "Ya". Uwais lalu memohonkan
pengampunan untuknya. Orang-orang banyak lalu mengerti siapa sebenarnya Uwais
itu, mereka mendatanginya, kemudian Uwais berangkat - keluar dari Kufah menurut
kehendaknya sendiri." (Riwayat Muslim).
Dari Umar bin
Alkhaththab r.a., katanya: "Saya meminta izin kepada Nabi s.a.w. untuk
menunaikan umrah, lalu beliau mengizinkan dan bersabda: "Jangan melupakan
kita, hai saudaraku, untuk mendoakan kita." Beliau s.a.w. telah
mengucapkan suatu kalimat - meminta ikut disertakan dalam doa - yang saya tidak
senang memperoleh seisi dunia ini sebagai gantinya" - maksudnya bahawa
kalimat yang disabdakan oleh beliau s.a.w. bagi Umar r.a. amat besar nilainya
yakni melebihi dari nilai dunia dan seisinya.
Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu
Dawud dan Termidzi mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan shahih.
Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma, katanya: "Nabi s.a.w. berziarah ke Quba' sambil
berkendaraan serta berjalan, kemudian beliau bersembahyang dua rakaat."
(Muttafaq 'alaih). Dalam
riwayat lain disebutkan: "Nabi s.a.w. mendatangi masjid Quba' setiap hari
Sabtu sambil berkenderaan dan berjalan dan Ibnu Umar juga melakukan seperti
itu."
Seorang sahabat berziarah ke tempat
saudaranya hanya semata-mata karena Allah, berkunjung dalam rangka merekat
silaturahim karena berbagai hal sudah lama tidak ketemu, maka pertemuan itu
mendapatkan rahmat dan berkah dari Allah, bukan pertemuan untuk urusan dunia
dan jauh dari urusan bisnis, ketika ditanya, “Apa maksud anda kemari?” dijawab,
“Tidak ada, hanya semata-mata karena Allah, rindu dengan kau dan keluargamu”.
Betapa banyak kita menghabiskan
waktu untuk piknik atau tamasya ke tempat-tempat wisata sebagai sarana untuk
hiburan pribadi dan keluarga, tidak sedikit kita yang meluangkan waktu untuk
melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang tidak jelas kepentingannya seperti ke
Mal, Super Market atau Shopping Center, tapi sedikit sekali kita menggunakan
waktu untuk mengunjungi orang-orang shaleh, orang-orang baik, para ulama,
sahabat ayah dan ibu kita, karib kerabat kita bahkan hantau taulan kitapun
terabaikan, padahal dengan menziarahi mereka selain mendapatkan kebaikan berupa
pahala juga menjalin kembali silaturahim dan ukhuwah islamiyyah, Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 05 Zulqaidah 1434.H/10 September
2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar