RIYADUSH SHALIHIN
DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH
Harap Kepada Allah
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Raja’
adalah sikap mengharap dan menanti-nanti sesuatu yang sangat dicintai oleh si
penanti. Sikap ini bukan sembarang menanti tanpa memenuhi syarat-syarat
tertentu, sebab penantian tanpa memenuhi syarat ini disebut berangan-angan
(tamniyyan). Orang-orang yang menanti ampunan dan rahmat ALLAH tanpa amal
bukanlah Raja’ namanya, tetapi berangan-angan kosong.
Ketahuilah bahwa hati itu sering tergoda oleh dunia,
sebagaimana bumi yang gersang yang mengharap turunnya hujan. Jika diibaratkan,
maka hati ibarat tanah, keyakinan seseorang ibarat benihnya, kerja/amal
seseorang adalah pengairan dan perawatannya, sementara hari akhirat adalah hari
saat panennya. Seseorang tidak akan memanen kecuali sesuai dengan benih yang ia
tanam, apakah tanaman itu padi atau semak berduri ia akan mendapat hasilnya
kelak, dan subur atau tidaknya berbagai tanaman itu tergantung pada bagaimana
ia mengairi dan merawatnya.
Dengan mengambil perumpamaan di atas, maka Raja’ seseorang
atas ampunan ALLAH adalah sebagaimana sikap penantian sang petani terhadap
hasil tanamannya, yang telah ia pilih tanahnya yang terbaik, lalu ia taburi
benih yang terbaik pula, kemudian diairinya dengan jumlah yang tepat, dan
dibersihkannya dari berbagai tanaman pengganggu setiap hari, sampai waktu yang
sesuai untuk dipanen. Maka penantiannya inilah yang disebut Raja’.
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 51 dengan judul
“Mengharapkan”
mengungkapkan;
Allah Ta'ala berfirman:"Katakantah,
hai hamba-hambaKu yang melampaui batas dalam menceiakakan dirinya sendiri -
yang berlebih-lebihan daiam melakukan kemaksiatan, janganlah engkau semua
berputus asa dari rahmat Allah - yakni dari pengampunanNya, sesungguhnya Allah
itu dapat mengampuni segala macam dosa, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun
lagi Penyayang." (az-Zumar: 53).
Allah Ta'ala berfirman
pula:"Dan Kami tidak akan memberikan pembalasan, melainkan kepada orang
yang sangat keras kepala." (Saba': 17).
Allah Ta'ala berfirman
pula:"Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahawa siksaan itu
adalah untuk orang yang mendustakan dan membelakang tidak suka menerima
petunjuk Allah." (Thaha: 48).
Juga Allah Ta'ala
berfirman:"Dan rahmatKu melebar - meliputi - segala sesuatu." (al-A'raf:
156).
Judul dalam bab ini
ialah "Mengharapkan", maksudnya mengharapkan agar supaya kita
mendapatkan keridhaan, kerahmatan, kasih sayang serta pengampunan dari Allah
Ta'ala.
Seseorang yang
mengharapkan sebagaimana di atas itu dari Allah Ta'ala ada kalanya disertai
dengan amal perbuatan yang menyebabkan dapat dikabulkan permohonannya itu oleh
Allah,tetapi ada pula yang tidak disertai apa-apa. Jadi hanya mengharapkan saja
tanpa berbuat sesuatu yang menyebabkan terkabulnya. Mengharapkan sebagaimana
yang tersebut pertama itu disebut Raja' sedang yang kedua disebut Tamanni.
Secara ringkasnya,
apabila kita mengharapkan keselamatan di dunia dan akhirat dan kita sertai amal
perbuatan yang nyata, memenuhi apa-apa yang diperintahkan oleh Allah, meninggalkan
apa-apa yang dilarang olehNya, segala kewajipan yang dibebankan kepada kita,
baik terhadap Allah, maupun terhadap masyarakat kita penuhi maka insya Allah
terkabullah harapan kita dan di akhirat akan kita temui pula pahalanya yakni
masuk dalam syurga. Sebaliknya kalau semua itu tidak kita laksanakan, apalagi
jika ditambah dengan mengerjakan kemungkaran dan kemaksiatan, kemudian
mengharapkan pengampunan Allah, maka jangan diharap akan dikabulkan bahkan
sebaliknya, iaitu di dunia hati kita tidak tenang dan selalu gelisah, sedang
azab Allah di akhirat sudah menanti-nantikan iaitu dilemparkan ke dalam api
neraka. Jadi yang
wajib kita lakukan ialah Raja' dan bukannya Tamanni.
Dari 'Ubadah bin
ash-Shamit r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang
menyaksikan bahawasanya tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu
bagiNya,dan bahawasanya Muhammad adalah hambaNya serta RasulNya, dan
bahawasanya Isa adalah hamba Allah dan RasulNya serta kalimatNya diberikan
kepada Maryam - kerana wujudnya itu tanpa ayah, juga sebagai ruh daripadaNya -
kerana dapat menghidupkan orang yang mati dengan izin Allah, menyaksikan pula
bahwa syurga dan neraka itu benar adanya, maka orang yang sedemikian itu akan
dimasukkan oleh Allah ke dalam syurga sesuai dengan amalan yang dilakukan
olehnya."(Muttafaq 'alaih).
Dalam riwayat Muslim
disebutkan: "Barangsiapa yang menyaksikan bahawasanya tiada Tuhan
melainkan Allah dan bahawasanya Muhammad adalah Rasulullah maka Allah
mengharamkan ia masuk neraka."
Dari Abu Zar r.a.,
katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Allah Azzawajalla berfirman - dalam
Hadis Qudsi: "Barangsiapa yang datang - mengerjakan - kebaikan, maka
baginya adalah pahala sepuluh kali lipatnya atau Aku tambahkan dan barangsiapa
yang datang - melakukan - kejelekan balasannya kejelekan ialah kejelekan yang
seperti itu atau Aku ampunkan dosanya. Barangsiapa yang mendekat padaKu
sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta, barangsiapa yang mendekat padaKu
sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Barangsiapa yang datang di tempatKu
dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan bergegas-gegas. Barangsiapa
yang menemui Aku dengan membawa kesalahan hampir sepenuh bumi, maka asalkan ia
tidak menyekutukan sesuatu denganKu, tentu Aku akan menemuinya dengan
pengampunan sebanyak kesalahan yang dilakukan olehnya." (Riwayat Muslim).
Dari Jabir r.a.,
katanya: "Ada seorang A'rab - orang Arab dari pedalaman - datang kepada
Nabi s.a.w., lalu berkata: "Ya Rasulullah, apakah dua hal yang mewajibkan
itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Barangsiapa yang mati tidak
menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka masuklah ia dalam syurga - jadi ini
yang mewajibkan ia masuk syurga. Sebaliknya barangsiapa yang mati dan
menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka masuklah ia dalam neraka - jadi ini
yang mewajibkan ia masuk neraka." (Riwayat Muslim).
Dari Anas r.a.
bahawasanya Nabi s.a.w. dan Mu'az ada di belakangnya sama-sama menaiki suatu
kendaraan. Beliau s.a.w. bersabda: "Hai Mu'az. Mu'az menjawab:
"Labbaik, ya Rasulullah, wa sa'daik," - ini adalah kata-kata
mengiyakan bagi orang Arab yang amat sopan sekali.
Beliau s.a.w. bersabda
lagi: "Hai Mu'az. Mu'az menjawab: "Labbaik, ya Rasulullah wa
sa'daik." Beliau s.a.w. bersabda lagi: "Hai Mu'az. Mu'az menjawab:
"Labbaik, ya Rasulullah wa sa'daik." Tiga kali banyaknya. Selanjutnya
beliau s.a.w. bersabda: "Tiada seorang hamba pun yang menyaksikan
bahawasanya tiada Tuhan melainkan Allah dan bahawasanya Muhammad adalah hamba
Allah dan RasulNya, dengan penuh keyakinan dalam hatinya, melainkan Allah akan
mengharamkan orang itu masuk ke dalam neraka." Mu'az berkata: "Ya
Rasulullah, bukankah lebih baik jikalau berita ini saya kabarkan kepada seluruh
manusia, supaya mereka itu ikut bergembira." Beliau s.a.w. menjawab:
"Kalau itu diberitahukan tentu orang-orang akan hanya bertawakal saja -
yakni tanpa beramal ibadat dan merasa akan selamat dengan ucapan syahadat
belaka dan yang sedemikian tentulah salah jadinya. Oleh sebab itu Mu'az
memberitahukan sabda beliau s.a.w. ini sewaktu hendak matinya saja karena takut
berdosa." (Muttafaq 'alaih).
Dari Umar bin
Alkhaththab r.a., katanya: "Kepada Rasulullah s.a.w. disampaikanlah
tawanan perang. Tiba-tiba ada seorang wanita dari golongan kaum tawanan itu
berjalan ketika menemukan seorang anak yang juga termasuk dalam kelompok
tawanan tadi. Wanita itu lalu mengambil anak tersebut lalu diletakkannya pada
perutnya, kemudian disusuinya. Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Adakah
engkau semua dapat mengira-ngirakan bahawa wanita ini akan sampai hati meletakkan
anaknya dalam api?" Kita - yakni para sahabat - menjawab: "Tidak,
demi Allah - maksudnya wanita yang begitu sayang pada anaknya, tidak mungkin
akan sampai meletakkan anaknya dalam api." Selanjutnya beliau s.a.w.
bersabda: "Niscayalah Allah itu lebih kasih sayang kepada sekalian
hamba-hambaNya daripada kasih sayangnya wanita ini kepada anaknya."
(Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah r.a.,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Ketika Allah menciptakan semua
makhluk, maka ditulislah olehNya dalam suatu kitab, maka kitab itu ada di
sisiNya di atas 'arasy, yang isinya: Bahawasanya kerahmatanKu itu dapat
mengalahkan kemurkaanKu." Dalam riwayat lain disebutkan: "Telah
mengalahkan kemurkaanKu" dan dalam riwayat lainnya lagi disebutkan:
"Telah mendahului kemurkaanKu." - maksudnya bahwa kerahmatan itu jauh
lebih besar daripada kemurkaanNya. (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan:Sesungguhnya Allah Ta'ala
memiliki sebanyak seratus kerahmatan dan olehNya diturunkanlah satu bagian dari
seratus kerahmatan itu untuk diberikan kepada golongan jin, manusia, binatang
dan segala yang merayap. Maka dengan satu kerahmatan itu mereka dapat saling
kasih-mengasihi, dengannya pula dapat sayang menyayangi, bahkan dengannya pula
binatang buas itu menaruh iba hati kepada anaknya. Allah mengakhirkan yang
sembilanpuluh sembilan kerahmatan itu yang dengannya Allah akan merahmati
hamba-hambaNya pada hari kiamat." (Muttafaq 'alaih).
Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w. dalam suatu
riwayat yang diceritakannya dari Tuhannya yakni Allah Ta'ala sabdanya: "Jikalau
seseorang hamba itu melakukan sesuatu dosa lalu ia berkata: "Ya Allah,
ampunilah dosaku," maka berfirmanlah Allah Tabaraka wa Ta'ala:
"HambaKu melakukan sesuatu yang berdosa, lalu ia mengerti bahwa ia
mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan dapat pula memberikan hukuman
sebab adanya dosa itu." Kemudian apabila hamba itu mengulangi untuk
berbuat dosa lagi, lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah dosaku,"
maka Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman: "HambaKu melakukan sesuatu yang
berdosa lagi, tetapi ia tetap mengetahui bahwa ia mempunyai Tuhan yang dapat
mengampuni dosa dan dapat pula memberikan hukuman sebab adanya dosa itu."
Seterusnya apabila hamba mengulangi dosa lagi lalu berkata: "Ya Tuhanku,
ampunilah dosaku," maka Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman: "HambaKu
berbuat dosa lagi, tetapi ia mengetahui bahwa ia mempunyai Tuhan yang dapat
mengampuni dosa dan dapat pula memberikan hukuman sebab adanya dosa itu. Aku
telah mengampuni dosa hambaKu itu, maka hendaklah ia berbuat sekehendak
hatinya." (Muttafaq 'alaih).
Dari Mu'az bin Jabal r.a., katanya: "Saya ada di
belakang Nabi s.a.w. ketika menaiki seekor keledai, lalu beliau s.a.w.
bertanya: "Hai Mu'az, adakah engkau tahu, apakah haknya Allah atas
sekalian hambaNya dan apakah haknya hamba-hamba itu atas Allah?" Saya
menjawab: "Allah dan RasulNya adalah lebih mengetahui." Beliau lalu
bersabda: "Sesungguhnya haknya Allah atas semua hamba-hambaNya ialah
supaya mereka itu menyembahNya dan tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah,
sedang haknya hamba-hamba atas Allah ialah Allah tidak akan menyiksa siapa saja
yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah itu." Saya lalu berkata:
"Bukankah baik sekali jikalau berita gembira ini saya beritahukan kepada
seluruh manusia?" Beliau s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau
mem-beritakan ini kepada mereka sebab mereka nantinya akan menyerah bulat-bulat
- tanpa suka beramal." (Muttafaq 'alaih)
Dari Anas r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya:
"Sesungguhnya orang kafir itu apabila melakukan sesuatu amal kebaikan,
maka dengannya itu ditujukan untuk didapatkannya sesuatu makanan di dunia -
yakni tujuannya semata untuk memperoleh rezeki di dunia saja, sedangkan orang
mu'min, maka sesungguhnya Allah Ta'ala memberikan simpanan untuknya berupa
beberapa kebajikan di akhirat dan diikutkan pula dengan memperoleh rezeki di
dunia dengan sebab ketaatannya."
Dalam riwayat lain disebutkan:"Sesungguhnya Allah tidak
menganiaya seseorang mu'min akan kebaikannya, dengannya itu akan diberikan
rezeki di dunia dan dengannya pula akan diberi balasan baik di akhirat. Adapun
orang kafir, maka ia akan diberi makan - yakni rezeki - dengan kebaikan-kebaikan
yang merupakan hasil amalannya karena Allah Ta'ala di dunia, sehingga apabila
ia telah menjadi - yakni memasuki - ke akhirat, maka sama sekali tidak ada lagi
kebaikan baginya yang dapat diberikan balasannya." (Riwayat Muslim)
Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Perumpamaan shalat-shalat lima waktu itu adalah seperti sungai yang
mengalir secara melimpah-ruah pada pintu rumah seseorang dari engkau semua. Ia
mandi di situ setiap hari lima kali." (Riwayat Muslim).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang muslimpun yang
meninggal dunia, kemudian berdiri untuk menyembahyangi jenazahnya itu sebanyak
empat puluh orang yang semuanya tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, melainkan
Allah akan mengaruniakan syafaat kepada orang yang mati tadi." (Riwayat
Muslim).
Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Kita semua berada
bersama-sama Rasulullah s.a.w. dalam sebuah kemah, kira-kira ada empatpuluh
orang, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Relakah engkau semua jikalau engkau
semua - ummat Muhammad semuanya ini - menjadi seperempatnya ahli syurga?"
Kita semua menjawab: "Ya." Beliau s.a.w. bersabda pula: "Relakah
engkau semua kalau menjadi sepertigaahli syurga." Kita semua menjawab:
"Ya." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Demi Zat yang jiwa Muhammad
ada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya saya mengharapkan kalau
engkau semua itu akan menjadi setengahnya ahli syurga. Yang sedemikian itu
karena sesungguhnya syurga itu tidak dapat dimasuki melainkan oleh seseorang
yang Muslim, sedangkan engkau semua bukanlah ahli kemusyrikan, melainkan
seperti rambut putih dalam kulit lembu yang hitam atau seperti rambut hitam
dalam kulit lembu yang merah." (Muttafaq 'alaih).
Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya ada seorang lelaki
memberikan ciuman pada seseorang wanita - bukan isterinya, lalu ia mendatangi
Nabi s.a.w. kemudian memberitahukan padanya akan halnya. Allah Ta'ala lalu
menurunkan ayat - yang artinya: "Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi
siang hari dan sebagian dari waktu malam. Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu
dapat melenyapkan keburukan-keburukan." Orang itu lalu bertanya:
"Apakah ayat itu untukku saja,ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. bersabda:
"Untuk semua ummatku." (Muttafaq 'alaih).
Dari Anas r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Sesungguhnya Allah itu niscayalah ridha pada seseorang
hambaNya, jikalau ia makan sesuatu makanan lalu memuji kepada Allah karena
adanya makanan itu, atau minum suatu minuman lalu memuji padanya karena adanya
minuman itu." (Riwayat Muslim)
Dari Abu Musa r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:
"Sesungguhnya Allah itu membeberkan tanganNya - yakni kerahmatanNya - di
waktu malam hari, supaya bertaubatlah orang yang melakukan keburukan pada siang
harinya,serta membeberkan tanganNya - kerahmatanNya - di siang hari, supaya
bertaubatlah orang yang melakukan keburukan pada malam harinya. Hal in terus
sampai matahari terbit dari arah barat - maksudnya sampai dekat tibanya hari
kiamat." (Riwayat Muslim).
Dari Abu Musa al-Asy'ari r.a. dari Nabi s.a.w., katanya:
"Jikalau Allah menghendaki kerahmatan kepada sesuatu ummat, maka
diambillah - dimanfaatkanlah - Nabipun dahulu sebelum ummat itu, lalu
dijadikanlah Nabi tadi sebagai orang yang dahulu - dalam menyiapkan kemaslahatan-kemaslahatan
ummat itu serta yang terkemuka - yakni merupakan penarik pahala yang akan
dibalas dengan adanya kesabaran atas kematiannya itu. Tapi jikalau Allah
menghendaki kerusakan untuk sesuatu ummat, maka disiksalah ummat itu selagi
Nabi mereka masih hidup. Jadi Allah merusakkan ummat itu dan Nabi mereka
melihat keadaannya, maka Nabi tadi menetapkan sendiri tentang penglihatan
matanya bahwasanya ummatnya itu telah menjadi rusak binasa, ketika mereka
mendusta-kan serta bermaksiat padanya." (Riwayat Muslim).
Barangsiapa
yang pengharapannya mengarah pada jalan ketaatan dan mencegah dari maksait,
maka itulah esensi dari pengharapan.
Barangsiapa yang pengharapannya itu justru mengajak pada perbuatan yang
dimurkai Allah dan menenggelamkan diri dalam kemaksiatan, maka itu adalah suatu
tindakan yang bodoh dan sia-sia.
Orang yang
berharap akan sesuatu, seyogyanya harapan itu diikuti pula dengan tiga perkara;
Pertama, mencintai sesuatu yang diharapkan, kedua, merasa takut akan gagal
memperolehnya dan ketiga, bertekad sepenuh hati untuk mencapainya. Adapun
harapan yang tidak diikuti dengan hal-hal tersebut,maka itu termasuk khayalan
belaka. Wallahu
A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 07 Zulqaidah 1434.H/12 September
2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar