RIYADUSH
SHALIHIN
[DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH]
Mendidik Keluarga
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Keberadaan
anak merupakan hal yang sangat diharapkan kehadirannya oleh orangtua, sehingga
bila seseorang telah menikah, lama tidak dikaruniai anak, mereka akan sedih,
resah dan tidak tentram. Dalam Al Qur’an dikisahkan, bagaimana Nabi Zakaria
merasa gundah gulana lantaran telah lanjut usia belum juga diberi keturunan, ”Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap
mawaliku [penerus generasi] sepeninggalku, sedang isteriku seorang yang mandul,
maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku
dan mewarisi sebagian keluarga Ya’kub, dan jadikanlah dia ya Tuhanku, seorang
yang diridhoi” [Maryam ;5-6].
Ayat ini mengisahkan Nabi Zakaria yang resah karena umur
telah tua, tulangnya telah lemah dan rambutnya telah beruban tapi belum diberi
anak sementara isterinya mandul. Menurut Al Baidhawi, kala itu Zakaria telah
berumur 60 tahun, bahkan ada yang mengatakan 99 tahun, ia khawatir tidak
mempunyai anak, nantinya siapa yang akan jadi warisnya, warisan yang
ditinggalkan adalah syariat agama dan ilmu.
Orangtua harus khawatir dengan generasi yang
ditinggalkannya. Anak disamping karunia Allah dia juga sebagai amanah yang
harus dididik dengan nilai-nilai agama agar fithrah yang dibawanya sejak lahir
dapat tumbuh dan berkembang sebagai generasi yang sempurna ketaqwaannya
sebagaimana Nabi Ibrahim berdoa,”Wahai
Tuhanku, jadikanlah aku ummat yang mendirikan shalat dan demikian juga anak
cucuku dan keturunanku. Wahai Tuhanku, perkenankanlah doaku, wahai Tuhanku,
ampunilah aku dan juga kedua ibu bapakku dan bagi orang-orang mukmin pada hari
terjadi perhitungan”[Ibrahim;40-41].
Do’a Nabi Ibrahim telah makbul, diterima Allah Swt, dan
do’a untuk anak cucunya juga telah dikabulkan. Dari keturunan Nabi Ishaq
lahirlah berpuluh nabi dan rasul seperti ; Ya’kub, Yusuf, Musa, Harun, Ayub,
Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan Isa . dari keturunan nabi Ismail lahirlah
seorang nabi terakhir, khatimul anbiya [nabi penutup] sayidul mursalin
[penghulu para rarul] yaitu Nabi Muhammad Saw.
Dalam hal mendidik anak, Ibnu Khaldun maupun Ibnu Shina
memberikan satu konsep, yaitu pengajaran Al Qur’an adalah sebagai basis [dasar]
bagi permulaan dari berbagai kurikulum pendidikan yang mesti diajarkan dan
diterapkan kepada anak-anak sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, ”Didiklah anak-anakmu dengan tiga perangai;
cinta kepada nabimu, cinta kepada kaum kerabatnya dan cinta dalam membaca Al
Qur’an, bakal berada dalam naungan Allah kelak pada hari yang tidak ada naungan
selain naungan-Nya” [HR. Thabrani].
Dalam hadits lain beliau kembali menegaskan,”Suatu pahala akan diberikan kepada orangtua
yang mengajarkan Al Qur’an kepada puteranya, pada hari kiamat nanti akan
mendapat mahkota di dalam syurga”[Thabrani]. Disabdakan lagi,”Rumah yang sering dibaca Al Qur’an
didalamnya akan terbayang oleh penghuni langit sebagaimana bintang-bintang
terbayang oleh penduduk bumi” [HR. Al Baihaqi dan Aisyah].
Imam An Nawawi
dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 38 dengan judul“Kewajiban
Memerintah Keluarga Dan Anak-anak Yang Sudah Tamyiz, juga Semua Orang Yang Dalam
Lingkungan Penjagaannya, Supaya Taat Kepada Allah Ta'ala Dan Melarang Mereka
Dari Menyalahinya, Harus Pula Mendidik Mereka Dan Mencegah Mereka Dari
Melakukan Apa-apa Yang Dilarang”
Allah Ta'ala berfirman:"Dan
perintahlah keluargamu dengan sembahyang dan bersabarlah atasnya." (Thaha:
132).
Allah Ta'ala berfirman
pula:"Hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan
keluargamu dari siksa neraka - Bahan bakarnya adalah para manusia dan
batu." (at-Tahrim: 6)
Dari Abu Hurairah r.a.,
katanya: "al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma mengambil sebiji buah kurma
dari kurma hasil sedekah lalu dimasukkannya dalam mulutnya. Kemudian Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Kakh, kakh - jijik, jijik -, lemparkan itu, adakah
engkau tidak tahu bahwasanya kita - golongan Bani Hasyim dan Bani Muththalib -
itu tidak halal makan benda sedekah." (Muttafaq 'alaih).
Dalam riwayat lain
disebutkan "Bahwa bagi kita - golongan Bani Hasyim dan Bani Mutthalib -
tidak halal makan sesuatu yang dari hasil sedekah."
Sabda Nabi s.a.w.:
"Kakh, kakh", dikatakan dengan sukunnya kha' dan ada yang mengatakan
pula dengan kasrahnya kha' serta ditanwinkan - lalu menjadi kakhin, kakhin. Ini
adalah kata melarang kepada anak-anak dari apa-apa yang dianggap jijik atau
kotor. Al-Hasan di kala itu masih kecil sebagai anak-anak.
Dari Abu Hafsh yaitu
Umar r.a. bin Abu Salamah, yakni Abdullah bin Abdul-asad. Ia adalah anak tiri
Rasulullah s.a.w katanya: "Saya pernah berada di pangkuan Rasulullah
s.a.w. dan tanganku - ketika makan - berputar di seluruh penjuru piring, lalu
Rasulullah s.a.w. bersabda padaku, "Hai anak, bacalah Bismillahi Ta'ala -
sebelum makan - dan makanlah dengan tangan kananmu, pula makanlah dari makanan
yang ada di dekatmu saja." Maka senantiasa sedemikian itulah cara makanku
sesudah itu." (Muttafaq 'alaih).
Dari Ibnu Umar
radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Semua orang dari engkau
sekalian itu adalah penggembala dan semuanya saja akan ditanya tentang
penggembalaannya. Seorang imam - pemimpin - adalah penggembala dan akan ditanya
tentang penggembalaannya. Seorang lelaki adalah penggembala dalam keluarganya
dan akan ditanya tentang penggembalaannya, seorang isteri adalah penggembala di
rumah suaminya dan akan ditanya tentang penggembalaannya. Seorang pelayan juga
penggembala dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang penggembalaannya. Maka
semua orang dari engkau sekalian itu adalah penggembala dan akan ditanya
tentang penggembalaannya." (Muttafaq 'alaih).
Hadis ini dengan jelas
menyebutkan bahwa sekalipun sesuatu itu dipandang umum sangat remeh dan tidak
perlu diperhatikan, seperti adab kesopanan di waktu makan-minum, duduk,
bermain-main dan lain-lain sebagainya, tetapi Agama Islam tetap menyerukan
kepada orang tua atau wali anak-anak, agar hal-hal itu diajarkan serla menegur
mereka jika mereka berbuat yang tidak pantas. Mengajarkan ini wajib
dilaksanakan sejak kecil, agar terbiasa nantinya apabila telah dewasa dan orang
lain akan menamakan "Anak yang mengerti tatakerama".
Dari 'Amr bin Syu'aib
dari ayahnya dari neneknya r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda:"Perintahlah anak-anakmu untuk menjalankan shalat di waktu mereka
berumur tujuh tahun dan pukullah mereka, jikalau melalaikan shalat di waktu
mereka berumur sepuluh tahun. Juga pisahkanlah antara mereka itu dalam
masing-masing tempat tidurnya."
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud
dengan isnad yang hasan.
Dari Abu Tsurayyah yaitu
Sabrah bin Ma'bad al-Juhani r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Pelajarilah anak-anak itu
akan bersembahyang ketika berusia tujuh tahun dan pukullah ia jikalau
melalaikan shalat ketika berumur sepuluh tahun."
Hadis hasan yang
diriwayatkan oleh Imam-Imam Abu Dawud dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah
Hadis hasan. Adapun lafaznya Abu Dawud yaitu: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perintahlah anak-anak itu
untuk bersembahyang ketika ia telah mencapai umur tujuh tahun."
Pada ayat enam dari surat At Tahrim menyatakan,”Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang
bahan bakarnya manusia dan batu, didalamnya terdapat malaikat yang kasar lagi
bengis, yang tidak maksiat kepada Allah dan taat atas perintah yang
diperintahkan Allah dilaksanakannya”.
Menurut Al Maraghi, yang dimaksud dengan keluarga yaitu isteri,
anak dan siapa saja yang berada dalam tanggungjawab kita, sedangkan menurut
Sayid Qutb, keluarga adalah anak, isteri, ibu dan kerabat lainnya.
Bagaimana keadaan neraka yang digambarkan oleh Allah :
- Bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, yaitu manusia yang masih mempunyai dosa dan orang-orang kafir serta batu sembahan yang dijadikan Tuhan oleh manusia.
- Di dalam neraka tersebut terdapat malaikat yang kasar dan kejam, apa yang diperintahkan Allah mereka tidak pernah membantah, dia tidak memiliki rasa kasih sayang kepada penghuni neraka, dan tidak akan mau mendengarkan jerit tangis penghuninya.
Dengan demikian tidaklah sesuai dengan pendapat anak muda
sekarang, mereka senang hidup di neraka karena disana mereka akan bertemu
dengan wanita-wanita cantik, bintang film yang seksi serta wanita yang
tenggelam dalam kemaksiatan. Jangankan tentang kecantikan, sedangkan daging dan
tulang manusia yang masuk neraka akan hancur dimakan api.
Sehubungan dengan memelihara diri dan keluarga dari api
neraka, Umar bin Khattab pernah mengadu kepada nabi Saw, untuk menjaga diri
sendiri adalah hal yang mudah, lalu bagaimana cara menjaga keluarga?, apakah
harus dikawal terus menerus, apakah selalu diawasi kemana dia pergi ?, Nabi
memberikan jawaban yaitu,”Engkau tanamkan dalam jiwanya agar dia jangan
melakukan perbuatan yang dilarang Allah, dan masukkan pula didadanya ajaran
agar dia mengerjakan perbuatan yang diperintahkan Allah”.
Lukmanul Hakim dalam membimbing anaknya terlebih dahulu
dia tanamkan keyakinan, aqidah didada anaknya dengan landasan yang kuat, bila
aqidah telah kokoh barulah dia membimbing anaknya untuk shalat. Karena aqidah
merupakan pokok utama dalam agama, bila aqidah telah kuat;
- Jangankan hanya melaksanakan shalat, sedangkan bila nyawa yang diminta demi agama Allah akan dikerahkan.
- Jangankan untuk meninggalkan ucapan kotor, bahkan ketika kesempatan besar terbuka untuk korupsi dan maksiat kepada Allah dia mampu menahan.
Dalam satu
hadits Rasulullah bersabda, ”Dari Amer
bin Syuaib dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata, telah berkata Rasulullah
Saw, perintahkanlah anak-anakmu untuk mendirikan shalat ketika mereka telah
berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila belum mau shalat dikala berusia
sepuluh tahun, dan pisahkanlah tidur diantara mereka sejak berumur sepuluh
tahun”[HR.Abu Daud].
Hadits di atas memerintahkan bahwa anak umur sepuluh
tahun yang belum mau mengamalkan shalat
harus dipukul. Pukulan itu adalah sebagai sangsi atau hukuman. Ini bukannya
tindakan kejam, karena menurut penjelasan ahli agama, hukuman pukulan bagi anak
tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali dengan alat pemukul kecil yang tidak
menyakitkan sehingga tidak membawa penderitaan fisik bagi si anak. Lagi pula,
sebelum hukuman pukul itu dilaksanakan, hendaklah telah dipergunakan segala
cara dan taktik bagaimana agar si anak mau shalat. Ia diberi kesempatan untuk
memperbaiki kesalahannya itu, sehingga cara-cara yang keras dari orangtua
dihindari dulu.
Maka orangtua hendaknya menjalankan segala siasat untuk
membiasakan anaknya mengamalkan semua adat istiadat baik yang sesuaii dengan
ajaran agama. Juga kewajiban-kewajiban dari agama yang telah patut
diamalkannya. Segala siasat, artinya dengan nasehat, perangsang, motivasi,
dorongan, pujian. Semuanya sebagai upaya agar anak mau berbuat baik dan
meninggalkan perbuatan jelek. Sebaliknya, cara menakut-nakuti, ancaman, celaan
dan gertakan semuanya itu bisa digunakan bilamana perlu. Tentu saja semuanya
itu dilaksanakan oleh orangtua setelah memahami segala sifat-sifat dan watak
sianak, sehingga tindakan orangtua bisa disesuaikan dengan kondisi pribadi dan
perkembangan jiwa anak.
Dalam memukul anak, janganlah dipukul pada tempat yang
berbahaya dari tubuhnya sehingga berakibat fatal bagi anak. Namun jarang kita
mendengar ada orangtua memukul anaknya karena anak tersebut tidak melaksanakan
shalat. Bahkan sebaliknya banyak orangtua muslim yang tenang-tenang saja
melihat keadaan anaknya tidak pernah melaksanakan shalat lima waktu dan tidak
bisa membaca Al Qur’an. Tetapi ia merasa gelisah kalau anaknya tidak bisa
berbahasa asing, tidak bisa menggunakan komputer atau tidak menguasai salah satu alat musik.
Sering kita mendengar orangtua yang memukul anaknya tanpa
didasari jiwa agama tapi didorong oleh ambisi pribadi seperti anak gagal dalam
kompetisi olahraga di sekolah, raport
anak nilainya rendah atau anak tidak sanggup meraih sesuatu yang
diidam-idamkannya. Melaksanakan shalat sebagaimana firman Allah dalam surat An
Nisa’ 4;103 disebutkan bahwa waktu-waktu
shalat tersebut sudah ditentukan sedemikian rupa, walaupun ummat islam terutama
orangtua tahu waktu shalat berdasar kebiasaan yang ada hanya dijadikan sebagai
waktu saja bukan untuk mendirikan shalat apalagi mengajak anaknya.
Orangtua
harus khawatir dengan generasi yang ditinggalkannya. Anak disamping karunia
Allah dia juga sebagai amanah yang harus dididik dengan nilai-nilai agama agar
fithrah yang dibawanya sejak lahir dapat tumbuh dan berkembang sebagai generasi
yang sempurna ketaqwaannya sebagaimana Nabi Ibrahim berdoa,”Wahai Tuhanku, jadikanlah aku ummat yang mendirikan shalat dan
demikian juga anak cucuku dan keturunanku. Wahai Tuhanku, perkenankanlah doaku,
wahai Tuhanku, ampunilah aku dan juga kedua ibu bapakku dan bagi orang-orang
mukmin pada hari terjadi perhitungan”[Ibrahim;40-41].
Do’a Nabi Ibrahim telah makbul, diterima Allah Swt, dan
do’a untuk anak cucunya juga telah dikabulkan. Dari keturunan Nabi Ishaq
lahirlah berpuluh nabi dan rasul seperti ; Ya’kub, Yusuf, Musa, Harun, Ayub,
Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan Isa . dari keturunan nabi Ismail lahirlah
seorang nabi terakhir, khatimul anbiya [nabi penutup] sayidul mursalin
[penghulu para rarul] yaitu Nabi Muhammad Saw.
Dalam hal mendidik anak, Ibnu Khaldun maupun Ibnu Shina
memberikan satu konsep, yaitu pengajaran Al Qur’an adalah sebagai basis [dasar]
bagi permulaan dari berbagai kurikulum pendidikan yang mesti diajarkan dan
diterapkan kepada anak-anak sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, ”Didiklah anak-anakmu dengan tiga perangai;
cinta kepada nabimu, cinta kepada kaum kerabatnya dan cinta dalam membaca Al
Qur’an, bakal berada dalam naungan Allah kelak pada hari yang tidak ada naungan
selain naungan-Nya” [HR. Thabrani].
Dalam hadits lain beliau kembali menegaskan,”Suatu pahala akan diberikan kepada orangtua yang
mengajarkan Al Qur’an kepada puteranya, pada hari kiamat nanti akan mendapat
mahkota di dalam syurga”[Thabrani]. Disabdakan lagi,”Rumah yang sering dibaca Al Qur’an didalamnya akan terbayang oleh
penghuni langit sebagaimana bintang-bintang terbayang oleh penduduk bumi”
[HR. Al Baihaqi dan Aisyah].
Lingkungan keluarga
adalah pembina utama dan pertama dalam pembinaan kepribadian anak, kemudian
pada umur sekolah pertumbuhan anak dipengaruhi oleh guru, pada usia anak-anak
suka hidup bermasyarakat, jika temannya baik maka ia cendrung akan baik pula
demikian sebaliknya, sehingga pergaulan
bagi sianak akan mempengaruhi pertumbuhannya. Untuk itu orangtua agar
berhati-hati dalam melepas anaknya hidup bergaul dengan anak-anak lain,
Rasulullah bersabda’ ”Perumpamaan teman
bergaul yang baik dan teman yang jahat ialah bagaikan pedagang minyak wangi dan
tukang besi,bila berteman dengan pedagang minyak wangi akan memperoleh salah
satu dari dua kemungkinan, membeli minyak wangi atau kena percikan harumnya
minyak wangi tersebut, dan berteman dengan tukang besi akan memperoleh dua
kemungkinan, badan akan terpercik api atau memperoleh bau yang tidak sedap”
Lingkungan yang rusak akan menciptakan manusia yang rusak
pula sebab si anak dengan muda meniru tingkah laku temannya, ahli hikmat
berkata,”Bila kau berteman dengan pencuri, minimal cara mencongkel pintu dapat
kau kuasai dan bila berteman dengan orang alim minimal membaca bismillah kau
dapat”.
Dalam sebuah hadits Rasulullah
bersabda,”Setiap bayi yang dilahirkan ke
dunia ini dalam keadaan suci, maka orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi,
Majusi dan Nasrani”
Artinya orangtua memegang peranan penting dalam mencetak
anak agar jagi anak yang baik, kalau hal ini dilalaikan maka kehancuran manusia
akan terjadi, dia akan terseret ke lembah kenistaan dan kemaksiatan karena
terjerembab dalam pergaulan lingkungan yang tidak baik. Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 04 Zulqaidah 1434.H/09 September
2013].