RIYADUSH
SHALIHIN
DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH
Syafaat
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Beriman kepada
Rasulullah merupakan rangkaian dari rukun iman yang diajarkan oleh Islam kepada
ummatnya, keimanan tadi juga mencakup seluruh asfek yang terjadi pada beliau
seperti kenabian, wahyu, al Qur’an, Syari’at dan syafaat. Syafaat adalah hak
istimewa yang diberikan Allah kepada Rasulullah untuk meringankan atau
menghapus kesalahan dan dosa yang dilakukan oleh umatnya sehingga azab yang
diterima tidak seberat sebelumnya.
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 30
dengan judul “Syafaat”
Allah Ta'ala
berfirman:"Dan barangsiapa yang memberikan pertolongan berupa kebaikan,
maka tentulah ia akan memperoleh bagian daripadanya." (an-Nisa':85)
Dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., katanya: "Nabi s.a.w. itu
apabila didatangi oleh seseorang yang meminta hajat, maka beliau menghadapi
semua kawan-kawan duduknya, kemudian bersabda: "Berilah pertolongan
padanya, niscayalah engkau semua mendapatkan pahala dan Allah akan memutuskan
apa-apa yang disenanginya atas lisan nabiNya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam suatu riwayat lain disebutkan: "Apa-apa yang
dikehendakinya," - sebagai ganti: apa-apa yang disenanginya.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma, dalam menguraikan kisah
Barirah dan isterinya, ia berkata: "Nabi bersabda: Alangkah baiknya kalau engkau -
wanita - suka kembali baik kepadanya - yakni suaminya, sebab kedua suami isteri
itu timbul perselisihan lalu bercerai. Barirah berkata: "Ya Rasulullah,
apakah Tuan memerintahkan itu padaku?" Beliau s.a.w. menjawab: "Saya
hanyalah hendak memberikan pertolongan menganjurkan." Wanita itu lalu
berkata: "Saya tidak berhajat lagi padanya." (Riwayat Bukhari).
Kata as-syafa'ah diambil dari kata as-syaf'u yang artinya
adalah lawan dari kata al-witru (ganjil), yaitu menjadikan yang ganjil menjadi
genap (as-syaf'u), seperti anda menjadikan satu menjadi dua dan tiga menjadi
empat. Demikian menurut arti "lughawinya".
Adapun menurut istilah, syafa'at adalah penengah (perantara) bagi yang lain
dengan mendatangkan suatu kemanfaatan atau menolak suatu kemudharatan.
Maksudnya, syafi' (pemberi syafa'at) itu berada di antara masyfu lahu (yang
diberi syafa'at) dan masyfu' ilaih (syafa'at yang diberikan) sebagai wasithah
(perantara) untuk mendatangkan keuntungan (manfaat) bagi masyfu' lahu atau
menolak mudharat darinya. [Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syafa'at Dan
Macam-Macamnya, Sabtu, 6 Maret
2004 14:03:02 WIB].
Ini adalah sekelumit “kisah masa depan”, ketika seluruh
manusia berkumpul di hari kiamat. Kisah ini disampaikan oleh Rasulullah kepada
para sahabatnya. Dalam kisah itu diceritakan bahwa Allah mengumpulkan seluruh
manusia dari yang pertama hingga yang terakhir dalam satu daratan. Pada hari
itu matahari mendekat kepada mereka, dan manusia ditimpa kesusahan dan
penderitaan yang mereka tidak kuasa menahannya.
Lalu di antara mereka ada yang berkata, “Tidakkah kalian
lihat apa yang telah menimpa kita, tidakkah kalian mencari orang yang bisa
memberikan syafa’at kepada Rabb kalian?”
Yang lainnya lalu menimpali, “Bapak
kalian adalah Adam AS.”
Akhirnya mereka mendatangi Adam lalu berkata, “Wahai Adam,
Anda bapak manusia, Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya, dan meniupkan ruh
kepadamu, dan memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, dan
menempatkanmu di surga. Tidakkah engkau syafa’ti kami kepada Rabb-mu? Apakah
tidak kau saksikan apa yang menimpa kami?”
Maka Adam berkata, “Sesungguhnya Rabbku pada hari ini sedang
marah yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah
seperti ini sesudahnya, dan sesungguhnya Dia telah melarangku untuk mendekati
pohon (khuldi) tapi aku langgar. Nafsi nafsi (aku mengurusi diriku sendiri),
pergilah kalian kepada selainku, pergilah kepada Nuh AS.”
Lalu mereka segera pergi menemui Nuh AS dan berkata, “Wahai
Nuh, engkau adalah Rasul pertama yang diutus ke bumi, dan Allah telah
memberikan nama kepadamu seorang hamba yang bersyukur (abdan syakuro), tidakkah
engkau saksikan apa yang menimpa kami, tidakkah engkau lihat apa yang terjadi
pada kami? Tidakkah engkau beri kami syafa’at menghadap Rabb-mu?”
Maka Nuh berkata, “Sesungguhnya Rabbku pada hari ini marah
dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan
marah seperti ini sesudahnya. Sesungguhnya aku punya doa, yang telah aku
gunakan untuk mendoakan (celaka) atas kaumku. Nafsi nafsi, pergilah kepada
selainku, pergilah kepada Ibrahim AS!”
Lalu mereka segera menemui Ibrahim dan berkata, “Wahai
Ibrahim, engkau adalah Nabi dan kekasih Allah dari penduduk bumi, syafa’atilah
kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa yang menimpa kami?”
Maka Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini
marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan
tidak akan marah seperti ini sesudahnya, dan sesungguhnya aku telah berbohong
tiga kali. Nafsi nafsi, pergilah kalian kepada selainku, pergilah kalian kepada
Musa AS!”
Lalu mereka segera pergi ke Musa, dan berkata, “Wahai Musa,
engkau adalah utusan Allah. Allah telah memberikan kelebihan kepadamu dengan
risalah dan kalam-Nya atas sekalian manusia. Syafa’atilah kami kepada Rabb-mu!
Tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”
Lalu Musa berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini
sedang marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya,
dan tidak akan pernah marah seperti ini sesudahnya. Dan sesungguhnya aku telah
membunuh seseorang yang aku tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Nafsi nafsi,
pergilah kalian kepada selainku, pergilah kalian kepada Isa AS!”
Lalu mereka pergi menemui Isa, dan berkata, “Wahai Isa,
engkau adalah utusan Allah dan kalimat-Nya yang dilontarkan kepada Maryam,
serta ruh dari-Nya. Dan engkau telah berbicara kepada manusia semasa dalam
gendongan. Berilah syafa’at kepada kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa
yang kami alami?”
Maka Isa berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini sedang
marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan
tidak akan marah seperti ini sesudahnya. Nafsi nafsi, pergilah kepada selainku,
pergilah kepada Muhammad SAW!”
Akhirnya mereka mendatangi Muhammad SAW, dan berkata, “Wahai
Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah telah
mengampuni dosamu yang lalu maupun yang akan datang. Syafa’atilah kami kepada
Rabb-mu, tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”
Lalu Nabi Muhammad SAW pergi menuju bawah ‘Arsy. Di sana
beliau bersujud kepada Rabb, kemudian Allah membukakan kepadanya dari
puji-pujian-Nya, dan indahnya pujian atas-Nya, sesuatu yang tidak pernah
dibukakan kepada seorangpun sebelum Nabi Muhammad. Kemudian Allah SWT berkata
kepada Muhammad, “Wahai Muhammad, angkat kepalamu, mintalah, niscaya kau
diberi, dan berilah syafa’at niscaya akan dikabulkan!”
Maka Muhammad SAW mengangkat kepalanya dan berkata, “Ummatku
wahai Rabb-ku, ummatku wahai Rabb-ku, ummatku wahai Rabb-ku!”
Lalu disampaikan dari Allah kepadanya, “Wahai Muhammad,
masukkan ke surga di antara umatmu yang tanpa hisab dari pintu sebelah kanan
dari sekian pintu surga, dan mereka adalah ikut memiliki hak bersama dengan
manusia yang lain pada selain pintu tersebut dari pintu-pintu surga.” [Hadits Riwayat Bukhari – Muslim.]. [Ketika Rasulullah SAW Memberikan Syafaat
Kepada Ummatnya di Hari Kiamat, Tim dakwatuna.com25/9/2009 | 04 Syawal 1430 H].
Kita pahami bahwa syafa'at itu hanya milik Allah saja bukan
milik malaikat, nabi atau manusia yang
lain. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Katakanlah : Hanya
kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya" (Az-Zumar : 44). Ayat itu
bermula dari adanya orang-orang musyrik yang mereka itu mengambil (menjadikan)
selain Allah sebagai pemberi syafa'at, berupa patung, ataupun bentuk lain yang
mereka jadikan sendiri tanpa dalil dan keterangan (bahwa benda-benda tadi akan
bisa memberi syafa'at). Padahal hal itu sangat tidak mungkin terjadinya, karena
benda-benda tersebut tidak mempunyai kekuasaan sama sekali, tidak berakal,
tidak mendengar, tidak melihat, bahkan dia adalah benda padat yang jauh lebih
jelek daripada binatang (lihat tafsir Ibnu Katsir surat Az-Zumar: 43-44).
Sampaipun nabi atau bahkan malaikat, mereka tetap tidak bisa memberi syafa'at
kecuali ada izin dari Allah, karena keberadaannya hanya milik Allah semata.
berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Tiada yang dapat
memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izinNya" (Al-Baqarah : 255).
"Dan mereka tiada memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridhai
Allah" (Al Anbiya : 28)
Maka bisa diambil kesimpulan bahwa syafa'at tidak akan
terwujud kecuali dengan terpenuhinya dua syarat, yaitu :
- Adanya izin dari Allah kepada yang memberi syafa'at.
- Adanya ridha dariNya kepada orang yang diberi syafa'at. "Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhaiNya" (An-Najm: 26).
Ayat di atas menunjukkan bahwa malaikatpun, syafa'atnya
tidak berguna sama sekali kecuali setelah ada izin dari Allah dan setelah ada
izinpun, syafa'at itu tidak akan terwujud kecuali kepada orang-orang yang
dikehendaki dan diridhaiNya, apalagi selain dari malaikat. Sungguh hal itu
hanya angan-angan yang dibuat-buat belaka.
Berkaitan dengan syarat yang kedua dari syarat terwujudnya
syafa'at (yaitu adanya ridha Allah kepada orang yang akan diberi syafa'at),
maka perlu diketahui bahwa hal itu hanyalah bagi orang-orang yang tidak
mempersekutukan Allah dalam per-ibadatan dengan sesuatupun. Rasulullah `
ditanya, "Siapakah manusia yang paling berbahagia mendapatkan
syafa'atmu (wahai Rasulullah) ? Beliau menjawab : Orang yang mengatakan Laa
ilaaha illallah ikhlas dari hatinya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). [Syafa’at, Al-Islam - Pusat Informasi dan
Komunikasi Islam Indonesia].
Abu Hurairah telah bertanya kepada beliau: "Siapakah
orang paling beruntung dengan syafa'at engkau?" Beliau menjawab:
"Ialah orang yang mengucapkan "Laa ilaha illa Allah"
dengan ikhlas dari dalam hatinya." (HR Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
Syafa'at yang ditetapkan ini adalah syafa'at untuk Ahlul
Ikhlas wa Tauhid (orang-orang yang mentauhidkan Allah dengan memurnikan
ibadah kepada-Nya), dengan seizin Allah; bukan untuk mereka yang berbuat syirik
kepada-Nya. Dan pada hakekatnya, bahwa Allah-lah yang melimpahkan karunia-Nya
kepada Ahlul Ikhlas wa Tauhid dengan memberikan maghfirah kepada
mereka melalui do'a orang yang diizinkan Allah untuk memperoleh syafa'at, untuk
memuliakan orang ini dan menerimakan kepadanya Al-Maqam Al-Mahmud
(kedudukan terpuji).
Jadi syafa'at yang dinyatakan tidak ada oleh Al-Qur'an
adalah apabila ada sesuatu syirik didalamnya. Untuk itu Al-Qur'an telah
menetapkan dalam beberapa ayat bahwa syafa'at adalah dengan izin dari Allah;
dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah menjelaskan bahwa syafa'at
hanyalah untuk Ahlul Tauhid wal Ikhlas. [Buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab, As sunnah
ML online, maret 2007].
Abu Thalib adalah paman Rasulullah, banyak jasanya terhadap
keamanan dakwah yang dilakukan oleh Rasul, tapi sayang dia tidak mau masuk
agama islam dengan berbagai alasan, ketika dia mau meninggal, Rasulullah
mengajaknya untuk mengucapkan dua kalimat shahadat sebagai pengakuan seorang
muslim, dengan menggeling dia mengatakan, tidak Muhammad, kalau kau yakin
dengan ajaran yang kau bawa maka sampaikanlah, kalau aku masuk keagamamu apa
kata masyarakat Quraisy. Kelak seringan-ringannya azab yang diterima orang yang berdosa di akherat adalah
sebagaimana sebuah terompah yang dipasangkan ke kaki Abu Thalib sehingga
melepuh semua jasadnya.
Syafaat
yang diberikan kepada orang-orang yang beriman dikala mendapat adzab berbagai
bentuk, ada syafaat itu dalam rangka meringankan azab atau mengampuni
dosa-dosanya sehingga bebas dari azab, syafaat juga diberikan kepada
orang-orang yang masuk syurga, dalam rangka meningkatkan level syurga yang
ditempatinya, namun semua itu karena karunia dan izin Allah yang dimohonkan
oleh rasulullah kepada Allah Swt, salah satu
peluang mendapatkan syafaat kelak di akherat adalah banyak membaca
shalawat kepada beliau dengan tidak melakukan syirik pada keimanan dan menjauhi
bid’ah dari segala bentuk ibadah, Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 02 Zulqaidah 1434.H/07 September
2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar