Kamis, 28 November 2013

72.30 Syafaat



RIYADUSH SHALIHIN
DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH

Syafaat
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros 
Beriman kepada Rasulullah merupakan rangkaian dari rukun iman yang diajarkan oleh Islam kepada ummatnya, keimanan tadi juga mencakup seluruh asfek yang terjadi pada beliau seperti kenabian, wahyu, al Qur’an, Syari’at dan syafaat. Syafaat adalah hak istimewa yang diberikan Allah kepada Rasulullah untuk meringankan atau menghapus kesalahan dan dosa yang dilakukan oleh umatnya sehingga azab yang diterima tidak seberat sebelumnya.

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 30 dengan judul “Syafaat”
 Allah Ta'ala berfirman:"Dan barangsiapa yang memberikan pertolongan berupa kebaikan, maka tentulah ia akan memperoleh bagian daripadanya." (an-Nisa':85)

Dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., katanya: "Nabi s.a.w. itu apabila didatangi oleh seseorang yang meminta hajat, maka beliau menghadapi semua kawan-kawan duduknya, kemudian bersabda: "Berilah pertolongan padanya, niscayalah engkau semua mendapatkan pahala dan Allah akan memutuskan apa-apa yang disenanginya atas lisan nabiNya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam suatu riwayat lain disebutkan: "Apa-apa yang dikehendakinya," - sebagai ganti: apa-apa yang disenanginya.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma, dalam menguraikan kisah Barirah dan isterinya, ia berkata: "Nabi  bersabda: Alangkah baiknya kalau engkau - wanita - suka kembali baik kepadanya - yakni suaminya, sebab kedua suami isteri itu timbul perselisihan lalu bercerai. Barirah berkata: "Ya Rasulullah, apakah Tuan memerintahkan itu padaku?" Beliau s.a.w. menjawab: "Saya hanyalah hendak memberikan pertolongan menganjurkan." Wanita itu lalu berkata: "Saya tidak berhajat lagi padanya." (Riwayat  Bukhari).

Kata as-syafa'ah diambil dari kata as-syaf'u yang artinya adalah lawan dari kata al-witru (ganjil), yaitu menjadikan yang ganjil menjadi genap (as-syaf'u), seperti anda menjadikan satu menjadi dua dan tiga menjadi empat. Demikian menurut arti "lughawinya".

Adapun menurut istilah, syafa'at adalah penengah (perantara) bagi yang lain dengan mendatangkan suatu kemanfaatan atau menolak suatu kemudharatan. Maksudnya, syafi' (pemberi syafa'at) itu berada di antara masyfu lahu (yang diberi syafa'at) dan masyfu' ilaih (syafa'at yang diberikan) sebagai wasithah (perantara) untuk mendatangkan keuntungan (manfaat) bagi masyfu' lahu atau menolak mudharat darinya. [Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syafa'at Dan Macam-Macamnya, Sabtu, 6 Maret 2004 14:03:02 WIB].
 Ini adalah sekelumit “kisah masa depan”, ketika seluruh manusia berkumpul di hari kiamat. Kisah ini disampaikan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya. Dalam kisah itu diceritakan bahwa Allah mengumpulkan seluruh manusia dari yang pertama hingga yang terakhir dalam satu daratan. Pada hari itu matahari mendekat kepada mereka, dan manusia ditimpa kesusahan dan penderitaan yang mereka tidak kuasa menahannya.
Lalu di antara mereka ada yang berkata, “Tidakkah kalian lihat apa yang telah menimpa kita, tidakkah kalian mencari orang yang bisa memberikan syafa’at kepada Rabb kalian?”
Yang lainnya lalu menimpali, “Bapak kalian adalah Adam AS.”
Akhirnya mereka mendatangi Adam lalu berkata, “Wahai Adam, Anda bapak manusia, Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya, dan meniupkan ruh kepadamu, dan memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, dan menempatkanmu di surga. Tidakkah engkau syafa’ti kami kepada Rabb-mu? Apakah tidak kau saksikan apa yang menimpa kami?”

Maka Adam berkata, “Sesungguhnya Rabbku pada hari ini sedang marah yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya, dan sesungguhnya Dia telah melarangku untuk mendekati pohon (khuldi) tapi aku langgar. Nafsi nafsi (aku mengurusi diriku sendiri), pergilah kalian kepada selainku, pergilah kepada Nuh AS.”

Lalu mereka segera pergi menemui Nuh AS dan berkata, “Wahai Nuh, engkau adalah Rasul pertama yang diutus ke bumi, dan Allah telah memberikan nama kepadamu seorang hamba yang bersyukur (abdan syakuro), tidakkah engkau saksikan apa yang menimpa kami, tidakkah engkau lihat apa yang terjadi pada kami? Tidakkah engkau beri kami syafa’at menghadap Rabb-mu?”
Maka Nuh berkata, “Sesungguhnya Rabbku pada hari ini marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya. Sesungguhnya aku punya doa, yang telah aku gunakan untuk mendoakan (celaka) atas kaumku. Nafsi nafsi, pergilah kepada selainku, pergilah kepada Ibrahim AS!”
Lalu mereka segera menemui Ibrahim dan berkata, “Wahai Ibrahim, engkau adalah Nabi dan kekasih Allah dari penduduk bumi, syafa’atilah kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa yang menimpa kami?”
Maka Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya, dan sesungguhnya aku telah berbohong tiga kali. Nafsi nafsi, pergilah kalian kepada selainku, pergilah kalian kepada Musa AS!”
Lalu mereka segera pergi ke Musa, dan berkata, “Wahai Musa, engkau adalah utusan Allah. Allah telah memberikan kelebihan kepadamu dengan risalah dan kalam-Nya atas sekalian manusia. Syafa’atilah kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”
Lalu Musa berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini sedang marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan pernah marah seperti ini sesudahnya. Dan sesungguhnya aku telah membunuh seseorang yang aku tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Nafsi nafsi, pergilah kalian kepada selainku, pergilah kalian kepada Isa AS!”
Lalu mereka pergi menemui Isa, dan berkata, “Wahai Isa, engkau adalah utusan Allah dan kalimat-Nya yang dilontarkan kepada Maryam, serta ruh dari-Nya. Dan engkau telah berbicara kepada manusia semasa dalam gendongan. Berilah syafa’at kepada kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”
Maka Isa berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini sedang marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya. Nafsi nafsi, pergilah kepada selainku, pergilah kepada Muhammad SAW!”
Akhirnya mereka mendatangi Muhammad SAW, dan berkata, “Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah telah mengampuni dosamu yang lalu maupun yang akan datang. Syafa’atilah kami kepada Rabb-mu, tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”
Lalu Nabi Muhammad SAW pergi menuju bawah ‘Arsy. Di sana beliau bersujud kepada Rabb, kemudian Allah membukakan kepadanya dari puji-pujian-Nya, dan indahnya pujian atas-Nya, sesuatu yang tidak pernah dibukakan kepada seorangpun sebelum Nabi Muhammad. Kemudian Allah SWT berkata kepada Muhammad, “Wahai Muhammad, angkat kepalamu, mintalah, niscaya kau diberi, dan berilah syafa’at niscaya akan dikabulkan!”
Maka Muhammad SAW mengangkat kepalanya dan berkata, “Ummatku wahai Rabb-ku, ummatku wahai Rabb-ku, ummatku wahai Rabb-ku!”
Lalu disampaikan dari Allah kepadanya, “Wahai Muhammad, masukkan ke surga di antara umatmu yang tanpa hisab dari pintu sebelah kanan dari sekian pintu surga, dan mereka adalah ikut memiliki hak bersama dengan manusia yang lain pada selain pintu tersebut dari pintu-pintu surga.” [Hadits Riwayat Bukhari – Muslim.]. [Ketika Rasulullah SAW Memberikan Syafaat Kepada Ummatnya di Hari Kiamat, Tim dakwatuna.com25/9/2009 | 04 Syawal 1430 H].

Kita pahami bahwa syafa'at itu hanya milik Allah saja bukan milik  malaikat, nabi atau manusia yang lain. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Katakanlah : Hanya kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya" (Az-Zumar : 44). Ayat itu bermula dari adanya orang-orang musyrik yang mereka itu mengambil (menjadikan) selain Allah sebagai pemberi syafa'at, berupa patung, ataupun bentuk lain yang mereka jadikan sendiri tanpa dalil dan keterangan (bahwa benda-benda tadi akan bisa memberi syafa'at). Padahal hal itu sangat tidak mungkin terjadinya, karena benda-benda tersebut tidak mempunyai kekuasaan sama sekali, tidak berakal, tidak mendengar, tidak melihat, bahkan dia adalah benda padat yang jauh lebih jelek daripada binatang (lihat tafsir Ibnu Katsir surat Az-Zumar: 43-44). Sampaipun nabi atau bahkan malaikat, mereka tetap tidak bisa memberi syafa'at kecuali ada izin dari Allah, karena keberadaannya hanya milik Allah semata.
berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izinNya" (Al-Baqarah : 255). "Dan mereka tiada memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridhai Allah" (Al Anbiya : 28)
Maka bisa diambil kesimpulan bahwa syafa'at tidak akan terwujud kecuali dengan terpenuhinya dua syarat, yaitu :
  1. Adanya izin dari Allah kepada yang memberi syafa'at.
  2. Adanya ridha dariNya kepada orang yang diberi syafa'at. "Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhaiNya" (An-Najm: 26).
Ayat di atas menunjukkan bahwa malaikatpun, syafa'atnya tidak berguna sama sekali kecuali setelah ada izin dari Allah dan setelah ada izinpun, syafa'at itu tidak akan terwujud kecuali kepada orang-orang yang dikehendaki dan diridhaiNya, apalagi selain dari malaikat. Sungguh hal itu hanya angan-angan yang dibuat-buat belaka.
Berkaitan dengan syarat yang kedua dari syarat terwujudnya syafa'at (yaitu adanya ridha Allah kepada orang yang akan diberi syafa'at), maka perlu diketahui bahwa hal itu hanyalah bagi orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dalam per-ibadatan dengan sesuatupun. Rasulullah ` ditanya, "Siapakah manusia yang paling berbahagia mendapatkan syafa'atmu (wahai Rasulullah) ? Beliau menjawab : Orang yang mengatakan Laa ilaaha illallah ikhlas dari hatinya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). [Syafa’at,  Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia].

Abu Hurairah telah bertanya kepada beliau: "Siapakah orang paling beruntung dengan syafa'at engkau?" Beliau menjawab: "Ialah orang yang mengucapkan "Laa ilaha illa Allah" dengan ikhlas dari dalam hatinya." (HR Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
Syafa'at yang ditetapkan ini adalah syafa'at untuk Ahlul Ikhlas wa Tauhid (orang-orang yang mentauhidkan Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya), dengan seizin Allah; bukan untuk mereka yang berbuat syirik kepada-Nya. Dan pada hakekatnya, bahwa Allah-lah yang melimpahkan karunia-Nya kepada Ahlul Ikhlas wa Tauhid dengan memberikan maghfirah kepada mereka melalui do'a orang yang diizinkan Allah untuk memperoleh syafa'at, untuk memuliakan orang ini dan menerimakan kepadanya Al-Maqam Al-Mahmud (kedudukan terpuji).
Jadi syafa'at yang dinyatakan tidak ada oleh Al-Qur'an adalah apabila ada sesuatu syirik didalamnya. Untuk itu Al-Qur'an telah menetapkan dalam beberapa ayat bahwa syafa'at adalah dengan izin dari Allah; dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah menjelaskan bahwa syafa'at hanyalah untuk Ahlul Tauhid wal Ikhlas. [Buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, As sunnah ML online, maret 2007].

Abu Thalib adalah paman Rasulullah, banyak jasanya terhadap keamanan dakwah yang dilakukan oleh Rasul, tapi sayang dia tidak mau masuk agama islam dengan berbagai alasan, ketika dia mau meninggal, Rasulullah mengajaknya untuk mengucapkan dua kalimat shahadat sebagai pengakuan seorang muslim, dengan menggeling dia mengatakan, tidak Muhammad, kalau kau yakin dengan ajaran yang kau bawa maka sampaikanlah, kalau aku masuk keagamamu apa kata masyarakat Quraisy. Kelak seringan-ringannya azab yang  diterima orang yang berdosa di akherat adalah sebagaimana sebuah terompah yang dipasangkan ke kaki Abu Thalib sehingga melepuh semua jasadnya.

Syafaat yang diberikan kepada orang-orang yang beriman dikala mendapat adzab berbagai bentuk, ada syafaat itu dalam rangka meringankan azab atau mengampuni dosa-dosanya sehingga bebas dari azab, syafaat juga diberikan kepada orang-orang yang masuk syurga, dalam rangka meningkatkan level syurga yang ditempatinya, namun semua itu karena karunia dan izin Allah yang dimohonkan oleh rasulullah kepada Allah Swt, salah satu  peluang mendapatkan syafaat kelak di akherat adalah banyak membaca shalawat kepada beliau dengan tidak melakukan syirik pada keimanan dan menjauhi bid’ah dari segala bentuk ibadah, Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 02 Zulqaidah 1434.H/07 September 2013].
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar