Jumat, 22 November 2013

50.8 Bertindak Lurus/Istiqamah




RIYADUSH SHALIHIN
[DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH]


Bertindak Lurus/Istiqamah
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Untuk sebuah pengakuan keimanan maka banyak orang yang bisa tapi untuk menjaga iman agar tetap kokoh dan bersih dari nilai-nilai yang mencemarkan ketauhidan tidak banyak orang yang sanggup. Orang yang istiqomah haus jauh dari sifat syirik, karena syirik itu dapat merusak iman dan merupakan kesesatan ; "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah tersesat sejauh-jauhnya" [An Nisa' 4;116]

Sikap muslim yang istiqmah dalam kehidupan ini  menerima islam secara penuh dalam sepuruh asfek kehidupan. Selayaknya seorang muslim itu menerima ajaran islam secara kafah yaitu sepenuhnya agar keislaman tadi membentuk kepribadian yang utuh pula dengan puncak keimanan yaitu taqwa;''Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu" [Al Baqarah 2;208].

Buya Hamka berpendapat,"Istiqomahlah laksana batu karang di ujung pulau, menerima hempasan segala ombak dan gelombang yang menggulung, setiap ombak dan gelombang datang, setiap itu pula menambah kekokohannya. Istiqamahlah, laksana sebatang pohon beringin, menerima segala angin sepoi dan angin badai, kadangkala berderak derik laksana akan runtuh, terhoyong ke kiri dan ke kanan, demi angin berhenti dan alam tenang, dia tegak pula kembali dan uratnya bertambah terhunjam ke petala bumi............"

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 8 dengan judul Bertindak Lurus menyebutkan beberapa sandaran dari Al Qur’an dan Hadits Rasulullah Saw.

Allah Ta'ala berfirman:"Maka  bertindak  luruslah engkau sebagaimana  engkau diperintahkan." (Hud: 112).

Allah Ta'ala berfirman pula:"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan kita semua, kemudian mereka itu bertindak lurus - berpendirian teguh, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka - dan berkata: "fangan engkau semua takut dan jangan pula berdukacita dan terimalah berita gembira memperoleh syurga yang telah dijanjikan kepadamu semua.
"Kami - Allah - menjadi pelindungmu semua dalam kehidupan dunia dan pada hari kemudian. Di situ engkau semua memperoleh apa-apa yang menjadi keinginan hatimu dan di situ pula engkau semua mendapatkan apa saja yang engkau semua minta."Hidangan dari Tuhan yang Maba Pengampun dan Penyayang." (Fushshilat: 30-32).

Allah Ta'ala berfirman lagi:"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan kita semua, kemudian mereka bertindak lurus - berpendirian teguh dalam kebenaran - maka mereka tidak akan merasa takut dan tidak akan merasa berdukacita. "Merekalah yang dapat menempati syurga, mereka kekal di  dalamnya, sebagai balasan dari apa-apa yang mereka lakukan." (al-Ahqaf: 13-14)

Dari Abu 'Amr, ada yang mengatakan namanya Abu 'Amrah, Sufyan bin Abdullah r.a., katanya: "Saya bertanya: Ya Rasulullah, katakanlah padaku dalam Islam tentang suatu ucapan yang saya tidak akan menanyakan lagi pada seseorang selain Tuan." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Katakanlah, saya beriman kepada Allah kemudian bertindak luruslah* - berpegang teguhlah pada kebenaran." (Riwayat Muslim).

Maksudnya bertindak lurus itu ialah:Kalau kita telah mengaku beriman pada Allah, hendaklah kita jangan segan berlaku yang benar dan jujur, misalnya benar-benar memperjuangkan cita-cita Islam. Maka jangan hanya menamakan dirinya itu seorang Islam sekedar hanya pengakuan kosong belaka, tetapi berlakulah yang benar sebagai seorang Muslim.

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersengajalah secara sederhana - tidak sangat muluk-muluk ataupun teledor - dan bertindak luruslah, juga ketahuilah bahwasanya tidak seseorangpun yang dapat selamat karena amalnya." Para sahabat bertanya: "Sekalipun Tuan sendiri juga tidak - dapat diselamatkan oleh amalnya - ya Rasulullah." Beliau s.a.w. menjawab: "Sayapun tidak dapat, kecuali jikalau Allah menutupi diriku -memberikan karunia padaku - dengan kerahmatan daripadaNya serta dengan keutamaanNya." (Riwayat Muslim).

Para ulama berkata: Makna istiqamah, yaitu tetap taat kepada Allah Ta'ala. Mereka mengatakan bahwa istiqamah itu adalah termasuk dari golongan jawami'ul kalim - yakni sedikit kata-katanya tetapi luas pengertiannya - dan istiqamah itulah yang merupakan kenizhaman segala perkara.

Dikalangan ummat islam ketika itu bahkan hari ini terlalu banyak orang-orang yang menyelusup mengaku sebagai muslim hanya sebatas lisannya saja tapi hatinya tidaklah beriman, yang sebenarnya mereka adalah orang-orang yang memusuhi islam melalui segala ucapan, sikap dan tindakannya. Dengan adanya fitnah berupa musibah, peperangan dan segala penderitaan maka Allah akan membuang orang-orang munafiq itu sehingga jelas yang tinggal adalah orang-orang yang betul-betul teguh imannya;"Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.

            Ketika seruan jihad untuk menghadapi kafir Quraisy telah diserukan maka berangkatlah 600 pasukan bersama Rasulullah, namun di  tengah perjalanan pasukan tadi terbagi menjadi dua, hampir 300 pasukan berbelot ke Madinah di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay karena mereka tidak mau berjihad, sedangkan yang bersama Rasulullah adalah pasukan yang tersaring tetap berangkat jihad.

Karena kita sebagai manusia, sebagai hamba Allah dan tinggal di bumi Allah pula maka tidak akan lepas dari ujian, fitnah dan cobaan yang akan datang, baik ujian itu karena kesalahan kita sendiri atapun berupa peningkatan iman, tiada jalan lain selain tetap Itiqamahlah seperti karang, yang dihempas oleh ombak, dihantam oleh cuaca panas dan dingin, diterjang oleh angin dan badai, tapi karang tetap kokoh bahkan semakin kokoh.

Dr. Saad Riyadh  dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan tentang Istiqamah ;
Target akhir yang diinginkan Islam dari seorang muslim bukanlah sekedar melakukan kebaikan, tetapi lebih lanjut adalah sikap istiqamah dalam kebaikan tersebut. Hal inilah yang dapat kita tangkap dari berbagai wasiat yang banyak disampaikan Rasulullah Saw.

Diriwayatkan bahwa Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqafiy Ra, berkata,”Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada saya suatu perkataan dan perbuatan yang menjadi ajaran [inti] Islam yang saya tidak akan pernah lagi menanyakan hal yang sama kepada siapapun sesudah engkau?”. Rasululah Saw, lalu menjawab,”Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah Swt, kemudian beristiqamahlah [dalam keyakinan tersebut]” [HR. Muslim].

Istiqomah, sebuah perkara yang sangat agung dan tidak bisa diremehkan, sampai-sampai Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma mengatakan tatkala menjelaskan firman Allah ta’ala, “Istiqomahlah engkau sebagaimana yang telah diperintahkan kepadamu.” (QS. Huud : 112)
Ibnu Abbas mengatakan, “Tidaklah turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam keseluruhan al-Qur’an suatu ayat yang lebih berat dan lebih sulit bagi beliau daripada ayat ini.” (lihat Syarh Nawawi [2/92]).

Sampai-sampai sebagian ulama -sebagaimana dinukil oleh Abu al-Qasim al-Qusyairi- mengatakan, “Tidak ada yang bisa benar-benar istiqomah melainkan orang-orang besar.” (Disebutkan oleh an-Nawawi dalam Syarh Muslim [2/92])

Oleh sebab itu ikhwah sekalian, semoga Allah meneguhkan kita di atas jalan-Nya, marilah  kita mengingat besarnya nikmat yang Allah karuniakan kepada Ahlus Sunnah yang tetap tegak di atas kebenaran di antara berbagai golongan yang menyimpang dari jalan-Nya. Inilah nikmat teragung dan anugerah terindah yang menjadi cita-cita setiap mukmin. Allah ta’ala berfirman,“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan; Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka istiqomah akan turun kepada mereka para malaikat seraya mengatakan; Janganlah kalian takut dan jangan sedih, dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan kepada kalian.” (QS. Fusshilat : 30).

al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat di atas -QS. Fusshilat : 30- adalah orang-orang yang mentauhidkan Allah dan beriman kepada-Nya lalu istiqomah dan tidak berpaling dari tauhid. Mereka konsisten dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala sampai akhirnya mereka meninggal dalam keadaan itu (lihat Syarh Nawawi [2/92]).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, bahwa mereka itu adalah orang-orang yang mengakui dan mengikrarkan -keimanan mereka-, mereka ridha akan rububiyah Allah ta’ala serta pasrah kepada perintah-Nya. Kemudian mereka istiqomah di atas jalan yang lurus dengan ilmu dan amal mereka, mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan kabar gembira di dalam kehidupan dunia dan di akhirat (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman [2/1037-1038]).

Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu’anhu mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas (yang artinya), “Kemudan mereka tetap istiqomah”, maka beliau mengatakan, “Artinya mereka tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun.” Diriwayatkan pula dari beliau, “Yaitu mereka tidak berpaling kepada sesembahan selain-Nya.” (Disebutkan oleh Ibnu Rajab al-Hanbali di dalam Jami’ al-’Ulum, hal. 260).[Abu Mushlih Ari Wahyudi, Istiqomah di Atas Tauhid, www.muslim.or.id, 26 February 2011].

Ustadz Abdullah Taslim, Lc dalam buku  Penjelasan Hadits Arba'in, yang kemudian Amrullah Akadhinta dalam www.muslim.or.id menyatakan tentang pentingnya sikap istiqamah tersebut dalam tulisan Meniti Jalan Istiqomah

Di dalam al-Qur’an maupun Sunnah telah ditegaskan cara-cara yang dapat ditempuh oleh seorang hamba untuk bisa meraih istiqomah. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat” (QS. Ibrahim [14] : 27). Makna “ucapan yang teguh” adalah dua kalimat syahadat. Sehingga, Allah akan meneguhkan orang yang beriman yang memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat ini di dunia dan di akhirat.

Kedua, membaca al-Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya. Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Quran itu dari Robb-mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. An Nahl [16]:102)

Ketiga, berkumpul dan bergaul di lingkungan orang-orang saleh. Hal ini sangat membantu seseorang untuk senantiasa istiqomah di jalan Allah ta’ala. Teman-teman yang saleh akan senantiasa mengingatkan kita untuk berbuat baik serta mengingatkan kita dari kekeliruan. Bahkan dalam al-Qur’an disebutkan bahwa hal yang sangat membantu meneguhkan keimanan para sahabat adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman yang artinya, “Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran [3]:101)

Keempat, berdoa kepada Allah ta’ala agar Dia senantiasa memberikan kepada kita istiqomah hingga akhir hayat. Bahkan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa, “Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik ” artinya “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dishahihkan oleh Adz Dzahabi, lihat pula Shahihul Jami’)

Kelima, membaca kisah Rasulullah, para sahabat dan para ulama terdahulu untuk mengambil teladan dari mereka. Dengan membaca kisah-kisah mereka, bagaimana perjuangan mereka dalam menegakkan diinul Islam, maka kita dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Huud [11]: 120).

Rasulullah Muhammad sering menasehati agar kita menjadi seorang yang memiliki pendirian teguh pada agama ini.
Orang mukmin yang sejati mempunyai harga diri, tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang hina. Apabila ia terpaksa melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak pantas. Muk,im yang punya harga diri, ia juga malu membuka aib saudaranya atau jika tau kekurangan saudaranya. Ia malu mempertontonkan di hadapan orang banyak jika aib itu diketaui orang lain. 

 Seorang mukmin yang memiliki harga dini, ia pasti berani menegakkan kebenaran sekalipun rasanya pahit. Ia rela mendapat cacian, hinaan atau stigma-stigma buru sekalipun. Karena ia tak memburu urusan jangka pendek dan kenikmatan sesaat (mata’uddunya). Seorang mukmin teguh pendirianya, bagaikan batu karang di tengah lautan. Tegar dari amukan badai dan hempasan gelombang serta pasang surut lautan.

Kekuatan jiwa seorang muslim, terletak pada kuat dan tidaknya keyakinan yang dipegangnya. Jika akidahnya teguh, kuat pula jiwanya. Tetapi jika aqidahnya lemah, lemah pula jiwanya. Ia tinggi karena menghubungkan dirinya kepada Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi.
Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: Rasulullah saw memberikan keputusan terhadap sebuah kasus antara dua orang laki-laki. Ketika kedua-duanya sudah pulang, yang kalah dalam sidangnya ia berkata : "Hasbiyallahu wa ni’mal wakil" (Allahlah yang mencukupkan daku, dan Dialah sebaik-baik tempat berlindung).

Orang mukmin adalah sosok manusia yang memiliki prinsip hidup yang dipeganginya dengan erat. Ia berkerja sama dengan siapapun dalam kebaikan dan ketakwaan. Namun jika lingkungan sosialnya mengajak kepada kemungkaran, ia akan mengambil jarak bahkan akan “keluar” dari lingkungan itu. Bukan sebaliknya, ikut arus. Seorang mukmin sejati dia akan tetap istiqomah dan amanah,  meski seluruh lingkungannya tercemah ‘korupsi’. 

 Rasulullah melarang  orang Muslim tak tak memiliki pendirian.  “Saya ikut bersama-sama orang, kalau orang-orang berbuat baik, saya juga berbuat baik, dan kalau orang-orang berbuat jahat sayapun berbuat jahat. Akan tetapi teguhkanlah pendirianmu. Apabila orang-orang berbuat kebajikan, hendaklah engkau juga berbuat kebajikan, dan kalau mereka melakukan kejahatan, hendaknya engkau menjauhi perbuatan jahat itu.” (HR. Turmudzi).[Shalih Hasyim, Jadilah Mukmin yang Berpendirian, www.hidayatullah.com, Kamis, 17 Maret 2011]. 

Sejarah mencatat, bagaimana istiqamahnya sahabat Rasulullah dalam menerima ujian hidup ini, lihatlah  Bilal bin Rabah yang mendapat siksaan dari tuannya, dia dipukul wajahnya, di hantam dengan tombak fisiknya, di tengah matahari terbit yang demikian panasnya dia dijemur kemudian dihimpitkan batu besar di atas badannya, hal itu dilakukan terus menerus, tapi iman sudah melekat di hatinya, siksaan itu malah indahnya jiwa istiqamah di jiwanya. Bagitu juga dengan Mushaib bin Umair mengalami penyiksaan dari majikannya hanya karena memeluk islam, dengan berbagai cara azab diberikan kepadanya, namun tak mampu untuk menggugurkan keimanannya.Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 27 Syawal 1434.H/03 September 2013].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar