RIYADUSH
SHALIHIN
[DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH]
Memerintah Dengan Kebaikan Dan Melarang Dari Kemungkaran
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Dari Abi Sa’id Al-Khudri
–semoga Allah meridainya– ia mengatakan, aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda, “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ia harus
mengubah dengan tangannya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan
lidahnya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan hatinya. Dan itu
adalah selemah-lemah iman.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya.)
Di antara kewajiban seorang
mukmin adalah melakukan amrun bil-ma’ruf wa nahyun ‘anil-munkar
(memerintahkan untuk melakukan kebajikan dan melarang melakukan kemungkaran).
Rasulullah saw. menggambarkan pentingnya pekerjaan ini dalam hadits berikut
ini.
“Perumpaan orang-orang yang
melaksanakan hukum-hukum Allah dengan orang-orang yang melanggarnya bagaikan
sekelompok orang yang naik kapal. Lalu mereka melakukan undian untuk menentukan
siapa yang duduk di bagian atas dan siapa yang duduk di bagian bawah (dek).
Orang-orang yang duduk di bagian bawah itu harus naik ke atas jika mereka
membutuhkan air. Lalu salah seorang dari mereka mengatakan, “Sebaiknya kita
membolongi tempat kita ini sehingga kita tidak mengganggu orang lain.” Jika
orang-orang yang ada di atas membiarkan mereka melaksanakan apa yang mereka
inginkan, maka niscaya akan binasalah semuanya. Namun, jika mereka
membimbingnya, maka mereka yang ada di atas akan selamat dan selamat pula
mereka yang ada di bawah.” (Bukhari)
Dengan sangat jelas, Allah
swt. menyebut pekerjaan tersebut sebagai salah satu sifat yang harus melekat
pada orang-orang beriman. Hal itu dijelaskan dalam ayat ini: “Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:
71)
Untuk tercapainya
tujuan-tujuan nahyi munkar itu, Islam mengiringi perintah tersebut dengan
beberapa aturan. Karena, mencegah kemungkaran ditujukan untuk menyelamatkan dan
mewujudkan yang maslahat atau yang lebih maslahat. Bukan sebaliknya.
Syaikh Abdul Qadir Audah
–rahimahullah– menyebutkan tiga syarat yang disepakati oleh para ulama yang
harus ada pada setiap pelaku amar makruf dan nahyi munkar. Ketiga syarat itu
adalah: mukallaf, memahami, dan bebas dari tekanan; mengimani agama Islam; dan
memiliki kemampuan untuk melakukan amar makruf dan nahyi munkar itu. Jika
tidak, maka kewajibannya adalah menolak dengan hati.[Memerangi Kemungkaran, Tim dakwatuna.com 27/4/2007 | 10 Rabiuts Tsani 1428 H].
“Hendaklah
kamu beramar makruf nahi mungkar. Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan
atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang baik
di antara kamu berdoa, Allah tidak mengabulkan.”(HR Al-Bazaar)
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 23
dengan judul “Memerintah
Dengan Kebaikan Dan Melarang Dari Kemungkaran” mengungkapkan;
Allah Ta'ala berfirman:"Hendaklah
ada di antara engkau semua itu suatu ummat -golongan - yang mengajak kepada
kebaikan, memerintah dengan kebagusan serta melarang dari kemungkaran. Mereka
itulah orang-orang yang berbahagia." (ali-lmran: 104).
Allah Ta'ala berfirman lagi:"Adalah
engkau sekalian itu sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk seluruh manusia,
karena engkau semua memerintah dengan kebaikan dan melarang dari
kemungkaran." (ali-lmran: 110)..
Allah Ta'ala juga berfirman:"Berikanlah
pengampunan, perintahtah dengan kebaikan dan janganlah menghiraukan pada
orang-orang yang bodoh." (al-A'raf: 199)
Allah Ta'ala berfirman pula:"Orang-orang
mu'min lelaki dan orang-orang mu'min perempuan itu, setengahnya adalah kekasih
setengabnya, karena mereka memerintah dengan kebaikan dan melarang dari
kemungkaran." (at-Taubah: 71).
Allah Ta'ala berfirman:"Orang-orang kafir dari kaum Bani
Israil itu terkena laknat dari
lidah Nabi Dawud dan Isa anak Maryam. Hal itu disebabkan karena mereka durhaka
dan melanggar aturan. Mereka tidak saling larang-melarang kemungkaran yang
mereka kerjakan, sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka lakukan itu." (al-Maidah:
78-79).
Lagi Allah Ta'ala
berfirman:"Dan katakanlah:
Kebenaran itu datangnya ,dari Tuhanmu semua. Maka barangsiapa yang suka, maka baiklah
ia beriman dan barangsiapa yang suka maka baiklah ia menjadi kafir." (al-Kahf:
29)
Juga Allah Ta'ala
berfirman:"Maka laksanakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu." (al-Hijr: 94).
Allah Ta'ala berfirman
pula:"Kami menyelamatkan
orang-orang yang melarang dari keburukan dan Kami meneterapkan hukuman kepada
orang-orang yang menganiaya dengan siksaan yang pedih dengan sebab mereka
berbuat kefasikan." (al-A'raf: 165)
Adapun Hadis-hadisnya
ialah:
Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w.
bersabda:"Barangsiapa di antara engkau semua melihat sesuatu kemunkaran,
maka hendaklah mengubahnya itu dengan tangannya, jikalau tidak dapat - dengan
atau kekuasaannya, maka dengan lisannya -dengan jalan menasihati orang yang
melakukan kemungkaran tadi -dan jikalau tidak dapat juga - dengan lisannya,
maka dengan hatinya - maksudnya hatinya mengingkari serta tidak menyetujui
perbuatan itu. Yang sedemikian itu - yakni dengan hati saja - adalah selemah-lemahnya
keimanan." (Riwayat Muslim).
Kemunkaran itu jangan
didiamkan saja merajalela. Bila kuasa harus diperingatkan dengan perbuatan agar
terhenti kemungkaran tadi seketika itu juga. Bila tidak sanggup, maka dengan
Iisan (dengan nasihat peringatan atau perkataan yang sopan-santun),sekalipun
ini agak lambat berubahnya. Tetapi kalau masih juga tidak sanggup, maka
cukuplah bahwa hati kita tidak ikut-ikut menyetujui adanya kemungkaran itu.
Hanya saja yang terakhir ini adalah suatu tanda bahwa iman kita sangat lemah
sekali. Karena dengan hati itu hanya bermanfaat untuk diri kita sendiri, sedang
dengan perbuatan atau nasihat itu dapat bermanfaat untuk kita dan masyarakat
umum, hingga kemungkaran itu tidak terus menjadi-jadi.
Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang nabipun yang diutus oleh Allah
sebelumku -Muhammad s.a.w., melainkan ia mempunyai beberapa orang hawari -
penolong atau pengikut setia - dari kalangan ummatnya, juga beberapa
sahabat,yang mengambil teladan dengan sunnahnya serta mentaati perintahnya.
Selanjutnya sesudah mereka ini akan menggantilah beberapa orang pengganti yang
suka mengatakan apa yang tidak mereka lakukan, bahkan juga melakukan apa yang
mereka tidak diperintahkan.
Maka barangsiapa yang
berjuang melawan mereka itu - yakni para penyeleweng dari ajaran-ajaran nabi
yang sebenarnya ini -dengan tangan - atau kekuasaannya, maka ia adalah seorang
mu'min, barangsiapa yang berjuang melawan mereka dengan lisannya, iapun seorang
mu'min dan barangsiapa yang berjuang melawan mereka dengan hatinya, juga
seorang mu'min, tetapi jikalau semua itu tidak - dengan tangan, Iisan dan hati,
maka tiada keimanan samasekali sekalipun hanya sebiji sawi." (Riwayat
Muslim)
Dari Abulwalid, yaitu
'Ubadah bin as-Shamit r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. membai'at kepada
kita semua untuk tetap mendengar - patuh - serta taat, baik dalam keadaan sukar
ataupun mudah, juga dalam keadaan lapang dan payah - tertekan, juga agar kita
semua lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Selain
itu pula supaya kita semua tidak mencabut sesuatu perkara -jabatan -dari orang
yang memegangnya, kecuali jikalau engkau semua melihat orang itu masuk dalam
kekafiran yang nyata, yang bagimu ada bukti dari Allah dalam perkara
kekafirannya tadi. Dibai'at pula agar kita semua berkata dengan hak - kebenaran
- di mana saja kita berada, tidak perlu takut untuk mengatakan hak itu akan
celaan dari orang yang suka mencela." (Muttafaq 'alaih)
Dari Annu'man bin Basyir
radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w. bersabda:
"Perumpamaan orang yang berdiri tegak - untuk
menentang orang-orang yang melanggar - pada had-had Allah - yakni apa-apa yang
dilarang olehNya - dan orang yang menjerumuskan diri di dalam had-had Allah -
yakni senantiasa melanggar larangan-laranganNya - adalah sebagai perumpamaan
sesuatu kaum yang berserikat - yakni bersama-sama - ada dalam sebuah kapal,
maka yang sebagian dari mereka itu ada di bagian atas kapal, sedang sebagian
lainnya ada di bagian bawah kapal. Orang-orang yang berada di bagian bawah
kapal itu apabila hendak mengambil air, tentu saja melalui orang-orang yang ada
di atasnya - maksudnya naik keatas dan oleh sebab hal itu dianggap sukar, maka
mereka berkata: "Bagaimanakah andaikata kita membuat lobang saja di bagian
bawah kita ini, suatu lobang itu tentunya tidak mengganggu orang yang ada di
atas kita." Maka jika sekiranya orang yang bagian atas itu membiarkan saja
orang yang bagian bawah menurut kehendaknya, tentulah seluruh isi kapal akan
binasa. Tetapi jikalau orang bagian atas itu mengambil tangan orang yang bagian
bawah - melarang mereka dengan kekerasan - tentulah mereka selamat dan selamat
pulalah seluruh penumpang kapal itu." (Riwayat Bukhari)
Dari Ummui mu'minin
yaitu Ummu Salamah yakni Hindun binti Abu Umayyah yakni Hudzaifah radhiallahu
'anha, dari Nabi s.a.w., bahwasanya beliau s.a.w. bersabda: "Bahwasanya saja nanti itu
akan digunakanlah beberapa pemimpin negara - amir-amir, maka engkau semua akan
menyetujui mereka, karena kelakuan mereka itu sebagian ada yang sesuai dengan
syariat agama, tetapi engkau semuapun akan mengingkari mereka-sebab ada pula
kelakuan-kelakuan mereka yang melanggar syariat agama.
Maka barangsiapa yang
benci - dengan hatinya, ia terlepaslah dari dosa, juga barangsiapa yang mengingkari,
iapun selamat - dari siksa akhirat. Tetapi barangsiapa yang ridha serta
mengikuti -pemimpin-pemimpin di atas, itulah yang bermaksiat."
Para sahabat bertanya:
"Ya Rasulullah, apakah tidak perlu kita memerangi mereka itu?" Beliau
s.a.w. bersabda: "Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat bersamamu
semua." (Riwayat Muslim).
Maknanya ialah bahwa
barangsiapa yang membenci kepada pemimpin-pemimpin yang suka melanggar syariat
agama itu dengan hatinya, karena tidak kuasa mengingkari mereka dengan tangan
atau lisannya, maka ia telah terlepas dari dosa dan ia telah pula menunaikan
tugasnya. Juga barangsiapa yang mengingkari dengan sekedar kekuatannya, iapun
selamat dari kemaksiatan ini. Tetapi barangsiapa yang ridha dengan
kelakuan-kelakuan mereka serta mengikuti jejak mereka, maka itulah orang yang
bermaksiat.
Dari Ummul mu'minin
yakni Ummulhakam, yaitu Zainab binti Jahsy radhiallahu 'anha, bahwasanya
Rasulullah s.a.w. masuk dalam rumahnya dengan rasa ketakutan. Beliau s.a.w.
mengucapkan: "La
ilaha illallah, celaka bagi bangsa Arab, karena adanya keburukan yang telah
dekat. Hari itu telah terbuka tabir Ya'juj dan Ma'juj [1][15], seperti ini," dan
beliau s.a.w. mengolongkan kedua jarinya sebagai bulatan, yakni ibu jari dan
jari sebelahnya - jari telunjuk. Saya - Zainab - lalu berkata: "Ya
Rasulullah, apakah kita akan binasa, sedangkan di kalangan kita masih ada
orang-orang yang shalih?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ya jikalau
keburukan itu telah banyak." (Muttafaq 'alaih)
Hadis ini menunjukkan
bahwa manakala di dalam suatu tempat atau negeri sudah terlampau banyak
keburukan, kemungkaran, kefasikan dan kecurangan, maka kebinasaan dan kerusakan
akan merata di daerah itu dan tidak hanya mengenai orang jahat-jahat saja,
tetapi orang-orang shalih tidak akan dapat menghindarkan diri dari azab Allah
itu, sekalipun jumlah mereka itu cukup banyak.
Oleh sebab itu segala
macam kemaksiatan dan kemungkaran hendaklah segera dibasmi dan segala keburukan
segera dimusnahkan, agar jangan sampai terjadi malapetaka sebagaimana yang
diuraikan di atas.
Dari Abu Said al-Khudri
r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Hindarilah olehmu semua duduk-duduk di
jalan-jalanan." Para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, kita tidak
dapat meninggalkan duduk-duduk kita, sebab kita semua bercakap-cakap di
situ." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda; "Jikalau engkau semua enggan,
melainkan tetap ingin duduk-duduk di situ, maka berikanlah jalan itu
haknya." Mereka bertanya: "Apakah haknya jalan itu,ya
Rasulullah?" Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu memejamkan mata, menahan
diri membuat sesuatu yang berbahaya, menjawab salam, memerintah dengan kebaikan
dan melarang dari kemungkaran." (Muttafaq 'alaih)
Dari Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhuma bahwa-sanya Rasulullah s.a.w. melihat seutas cincin pada
jari seseorang, kemudian beliau melepaskannya lalu meletakkannya dan bersabda:
"Seseorang dari engkau semua sengaja menuju kepada bara api dari neraka,
maka ia menjadikannya dalam tangannya."
Kemudian setelah
Rasulullah s.a.w. pergi, kepada orang yang memiliki cincin itu dikatakan:
"Ambillah cincinmu. Manfaatkanlah ia - untuk keperluan lain." Orang
itu menjawab: "Tidak, demi Allah, saya tidak akan mengambil cincin ini
selama-lamanya. Bukankah ia telah diletakkan oleh Rasulullah s.a.w."
(Riwayat Muslim)
Dari Abu Said al-Hasan
al-Bishri bahwasanya 'Aidz bin 'Amr r.a- masuk ke tempat 'Ubaidullah bin Ziad
lalu berkata: "Hai anakku, saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Sesungguhnya seburuk-buruk penggembala ialah orang yang tidak
belas kasihan - pada gembalanya," maka janganlah engkau termasuk golongan
penggembala yang semacam itu." 'Ubaidullah bin Ziad lalu berkata:
"Duduklah, karena hanyasanya engkau itu adalah termasuk antah dari
golongan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. - maksudnya bukan termasuk sahabat
pilihan atau yang utama, 'Aidz bin 'Amr menjawab: "Apakah di kalangan
sahabat-sahabat ada yang termasuk golongan antah? Yang termasuk antah ialah
orang-orang yang datang sesudah sahabat-sahabat beliau s.a.w. itu atau yang
memang bukan sahabat." (Riwayat Muslim).
Hadis di atas bukan
hanya khusus untuk penggembala ternak saja, tetapi juga penggembala rakyat,
yakni para penguasa yang memimpin negara, para majikan terhadap kaum buruhnya,
komandan terhadap pasukannya, guru terhadap muridnya dan lain-lain sebagainya. Semua itu diperintahkan oleh
agama Islam agar bersikap sebagai kedua orang tua yang amat kasih sayang kepada
anaknya.
Dari Hudzaifah r.a. dari
Nabi s.a.w. sabdanya: "Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman
kekuasaanNya, niscayalah engkau semua memerintahkan dengan kebaikan dan
melarang dari kemungkaran atau kalau tidak, maka hampir-hampir saja Allah akan
menurunkan siksa kepadamu semua, kemudian engkau semua berdoa kepadaNya, tetapi
tidak akan dikabulkan untukmu semua doa itu." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi
dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Dari Abu Abdillah, yaitu
Thariq bin Syihab al-Bajali al-Ahmasi r.a. bahwasanya ada seorang lelaki
bertanya kepada Nabi s.a.w. dan ia telah meletakkan kakinya pada sanggur di -
tempat berpijak pada kendaraan unta atau lain-lain yang terbuat dari kulit atau
kayu, katanya: "Manakah jihad itu yang lebih utama?" Beliau s.a.w.
menjawab: "Yaitu mengucapkan kata-kata yang hak di hadapan sultan yang
menyeleweng." Diriwayatkan oleh Nasa'i dengan isnad shahih.
Dari Ibnu Mas'ud r.a.
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya
pertama kali cela yang mengenai kaum Bani Isratl ialah bahwasanya ada seorang
lelaki yang bertemu dengan lelaki lainnya, kemudian orang tadi berkata kepada
kawannya: "Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah apa yang engkau
kerjakan, sebab hal itu tidak halal untukmu." Kemudian orang itu menemui
kawannya pada esok harinya, sedang kawannya itu masih mengerjakan sebagaimana
keadaannya kemarin, tetapi perbuatannya yang sedemikian itu tidak menyebabkan
ia enggan untuk tetap menjadi kawannya makan, minum dan duduk bersama. Ketika
kaum Bani Israil sudah sama melakukan yang seperti tadi, Allah lalu memukulkan
- membencikan - hati setengah mereka kepada setengahnya, kemudian beliau
mengucapkan ayat - yang artinya: "Orang-orang kafir dari kaum Bani Israil
itu dilaknat atas lisannya Dawud dan Isa anak Maryam. Yang sedemikian itu
disebabkan mereka durhaka dan melanggar peraturan. Mereka tidak saling
larang-melarang pada kemungkaran yang mereka kerjakan, alangkah buruknya apa
yang mereka lakukan itu. Engkau melihat kebanyakan mereka itu mengambil
orang-orang kafir menjadi pemimpin, sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka
kirimkan lebih dulu untuk diri mereka sehingga firmanNya: "Kebanyakan mereka adalah orang-orang
fasik." (al-Maidah: 78-81)
Selanjutnya beliau
s.a.w. bersabda:
"Jangan demikian,
demi Allah, niscayalah engkau semua itu wajib memerintahkan kebaikan, melarang
dari kemungkaran, mengambil tangan orang yang zalim - yakni menghentikan
kezalimannya - serta mengembalikannya atas kebenaran yang sesungguhnya, juga
membasmi tindakannya kepada yang hak saja dengan pembatasan yang
sesungguh-sungguhnya. Atau jikalau semua itu tidak dilakukan, maka niscayalah
Allah akan memukulkan - membencikan - hati setengahmu terhadap setengahnya
kemudian melaknati - mengutuk - engkau semua sebagaimana Dia mengutuk mereka -
Bani Israil."Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Termidzi dan ia mengatakan
bahwa ini adalah Hadis hasan. Ini adalah menurut lafaznya Imam 'Abu Dawud.
Kemungkaran itu bisa dirubah dengan
tangan oleh orang yang mampu melakukannya, seperti ; para penguasa,
instansi-instansi yang khusus bertugas menangani masalah ini, orang-orang yang
mengharapkan pahala melalui jalur ini, pemimpin yang mempunyai kewenangan dalam
hal ini, hakim yang mempunyai tugas ini, setiap orang di rumahnya dan terhadap
anak-anaknya serta keluarganya sendiri sejauh kemampuan.
Adapun yang tidak mampu
melakukannya, atau jika merubahnya dengan tangannya bisa menimbulkan petaka dan
perlawanan terhadapnya, maka hendaknya ia tidak merubahnya dengan tangan, tapi
mengusahakan dengan lisannya. Ini cukup baginya, agar pengingkarannya dengan
tangannya tidak menimbulkan yang lebih mungkar dari yang telah diingkarinya.
Demikian sebagaimana disebutkan oleh para ahlul ilmi.
Mengingkari kemungkaran dengan
lisannya, bisa dengan mengatakan, "Saudaraku, bertakwalah kepada Allah.
Ini tidak boleh. Ini harus ditinggalkan." Demikian yang harus
dilakukannya, atau dengan ungkapan-ungkapan serupa lainnya dengan tutur kata
yang baik. Setelah dengan lisan adalah dengan hati, yaitu membenci dengan
hatinya, menampakkan ketidaksukaannya dan tidak bergaul dengan para pelakunya.
Inilah cara pengingkaran dengan hati.[Syaikh Abdul Aziz bin Baz, hukum merubah
kemungkaran dengan tangan tugas siapa?, almanhaj.or.id Kamis, 17 Februari 2005
07:12:28 WIB].
Sebelum
datangnya berbagai kemungkinan kerusakan dibumi ini, berbagai musibah dan
malapetaka yang membinasakan manusia maka selayaknya kita menyinsingkan lengan
baju, maju melangkah untuk berdakwah dengan konsep amar ma’ruf nahi mungkar
dengan tangan, ucapan ataupun dengan hati, Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 01 Zulqaidah 1434.H/06 September 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar