Jumat, 22 November 2013

65.23 Memerintah Dengan Kebaikan Dan Melarang Dari Kemungkaran




RIYADUSH SHALIHIN
[DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH]

Memerintah Dengan Kebaikan Dan Melarang Dari Kemungkaran     
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Dari Abi Sa’id Al-Khudri –semoga Allah meridainya– ia mengatakan, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ia harus mengubah dengan tangannya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan lidahnya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya.)

Di antara kewajiban seorang mukmin adalah melakukan amrun bil-ma’ruf wa nahyun ‘anil-munkar (memerintahkan untuk melakukan kebajikan dan melarang melakukan kemungkaran). Rasulullah saw. menggambarkan pentingnya pekerjaan ini dalam hadits berikut ini.

“Perumpaan orang-orang yang melaksanakan hukum-hukum Allah dengan orang-orang yang melanggarnya bagaikan sekelompok orang yang naik kapal. Lalu mereka melakukan undian untuk menentukan siapa yang duduk di bagian atas dan siapa yang duduk di bagian bawah (dek). Orang-orang yang duduk di bagian bawah itu harus naik ke atas jika mereka membutuhkan air. Lalu salah seorang dari mereka mengatakan, “Sebaiknya kita membolongi tempat kita ini sehingga kita tidak mengganggu orang lain.” Jika orang-orang yang ada di atas membiarkan mereka melaksanakan apa yang mereka inginkan, maka niscaya akan binasalah semuanya. Namun, jika mereka membimbingnya, maka mereka yang ada di atas akan selamat dan selamat pula mereka yang ada di bawah.” (Bukhari)

Dengan sangat jelas, Allah swt. menyebut pekerjaan tersebut sebagai salah satu sifat yang harus melekat pada orang-orang beriman. Hal itu dijelaskan dalam ayat ini: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)

Untuk tercapainya tujuan-tujuan nahyi munkar itu, Islam mengiringi perintah tersebut dengan beberapa aturan. Karena, mencegah kemungkaran ditujukan untuk menyelamatkan dan mewujudkan yang maslahat atau yang lebih maslahat. Bukan sebaliknya.

Syaikh Abdul Qadir Audah –rahimahullah– menyebutkan tiga syarat yang disepakati oleh para ulama yang harus ada pada setiap pelaku amar makruf dan nahyi munkar. Ketiga syarat itu adalah: mukallaf, memahami, dan bebas dari tekanan; mengimani agama Islam; dan memiliki kemampuan untuk melakukan amar makruf dan nahyi munkar itu. Jika tidak, maka kewajibannya adalah menolak dengan hati.[Memerangi Kemungkaran, Tim dakwatuna.com 27/4/2007 | 10 Rabiuts Tsani 1428 H].
“Hendaklah kamu beramar makruf nahi mungkar. Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang baik di antara kamu berdoa, Allah tidak mengabulkan.”(HR Al-Bazaar)

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 23 dengan judulMemerintah Dengan Kebaikan Dan Melarang Dari Kemungkaran” mengungkapkan;

Allah Ta'ala berfirman:"Hendaklah ada di antara engkau semua itu suatu ummat -golongan - yang mengajak kepada kebaikan, memerintah dengan kebagusan serta melarang dari kemungkaran. Mereka itulah orang-orang yang berbahagia." (ali-lmran: 104).

Allah Ta'ala berfirman lagi:"Adalah engkau sekalian itu sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk seluruh manusia, karena engkau semua memerintah dengan kebaikan dan melarang dari kemungkaran." (ali-lmran: 110)..

Allah Ta'ala juga berfirman:"Berikanlah pengampunan, perintahtah dengan kebaikan dan janganlah menghiraukan pada orang-orang yang bodoh." (al-A'raf: 199)

Allah Ta'ala berfirman pula:"Orang-orang mu'min lelaki dan orang-orang mu'min perempuan itu, setengahnya adalah kekasih setengabnya, karena mereka memerintah dengan kebaikan dan melarang dari kemungkaran." (at-Taubah: 71).

Allah Ta'ala berfirman:"Orang-orang kafir dari kaum Bani Israil itu terkena laknat dari lidah Nabi Dawud dan Isa anak Maryam. Hal itu disebabkan karena mereka durhaka dan melanggar aturan. Mereka tidak saling larang-melarang kemungkaran yang mereka kerjakan, sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka lakukan itu." (al-Maidah: 78-79).

Lagi Allah Ta'ala berfirman:"Dan katakanlah: Kebenaran itu datangnya ,dari Tuhanmu semua. Maka barangsiapa yang suka, maka baiklah ia beriman dan barangsiapa yang suka maka baiklah ia menjadi kafir." (al-Kahf: 29)
Juga Allah Ta'ala berfirman:"Maka laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu." (al-Hijr: 94).

Allah Ta'ala berfirman pula:"Kami menyelamatkan orang-orang yang melarang dari keburukan dan Kami meneterapkan hukuman kepada orang-orang yang menganiaya dengan siksaan yang pedih dengan sebab mereka berbuat kefasikan." (al-A'raf: 165)
Adapun Hadis-hadisnya ialah:
Dari Abu  Said al-Khudri  r.a., katanya:  "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barangsiapa di antara engkau semua melihat sesuatu kemunkaran, maka hendaklah mengubahnya itu dengan tangannya, jikalau tidak dapat - dengan atau kekuasaannya, maka dengan lisannya -dengan jalan menasihati orang yang melakukan kemungkaran tadi -dan jikalau tidak dapat juga - dengan lisannya, maka dengan hatinya - maksudnya hatinya mengingkari serta tidak menyetujui perbuatan itu. Yang sedemikian itu - yakni dengan hati saja - adalah selemah-lemahnya keimanan." (Riwayat Muslim).
Kemunkaran itu jangan didiamkan saja merajalela. Bila kuasa harus diperingatkan dengan perbuatan agar terhenti kemungkaran tadi seketika itu juga. Bila tidak sanggup, maka dengan Iisan (dengan nasihat peringatan atau perkataan yang sopan-santun),sekalipun ini agak lambat berubahnya. Tetapi kalau masih juga tidak sanggup, maka cukuplah bahwa hati kita tidak ikut-ikut menyetujui adanya kemungkaran itu. Hanya saja yang terakhir ini adalah suatu tanda bahwa iman kita sangat lemah sekali. Karena dengan hati itu hanya bermanfaat untuk diri kita sendiri, sedang dengan perbuatan atau nasihat itu dapat bermanfaat untuk kita dan masyarakat umum, hingga kemungkaran itu tidak terus menjadi-jadi.
Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang nabipun yang diutus oleh Allah sebelumku -Muhammad s.a.w., melainkan ia mempunyai beberapa orang hawari - penolong atau pengikut setia - dari kalangan ummatnya, juga beberapa sahabat,yang mengambil teladan dengan sunnahnya serta mentaati perintahnya. Selanjutnya sesudah mereka ini akan menggantilah beberapa orang pengganti yang suka mengatakan apa yang tidak mereka lakukan, bahkan juga melakukan apa yang mereka tidak diperintahkan.
Maka barangsiapa yang berjuang melawan mereka itu - yakni para penyeleweng dari ajaran-ajaran nabi yang sebenarnya ini -dengan tangan - atau kekuasaannya, maka ia adalah seorang mu'min, barangsiapa yang berjuang melawan mereka dengan lisannya, iapun seorang mu'min dan barangsiapa yang berjuang melawan mereka dengan hatinya, juga seorang mu'min, tetapi jikalau semua itu tidak - dengan tangan, Iisan dan hati, maka tiada keimanan samasekali sekalipun hanya sebiji sawi." (Riwayat Muslim)
Dari Abulwalid, yaitu 'Ubadah bin as-Shamit r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. membai'at kepada kita semua untuk tetap mendengar - patuh - serta taat, baik dalam keadaan sukar ataupun mudah, juga dalam keadaan lapang dan payah - tertekan, juga agar kita semua lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Selain itu pula supaya kita semua tidak mencabut sesuatu perkara -jabatan -dari orang yang memegangnya, kecuali jikalau engkau semua melihat orang itu masuk dalam kekafiran yang nyata, yang bagimu ada bukti dari Allah dalam perkara kekafirannya tadi. Dibai'at pula agar kita semua berkata dengan hak - kebenaran - di mana saja kita berada, tidak perlu takut untuk mengatakan hak itu akan celaan dari orang yang suka mencela." (Muttafaq 'alaih)

Dari Annu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w. bersabda: "Perumpamaan orang yang berdiri tegak - untuk menentang orang-orang yang melanggar - pada had-had Allah - yakni apa-apa yang dilarang olehNya - dan orang yang menjerumuskan diri di dalam had-had Allah - yakni senantiasa melanggar larangan-laranganNya - adalah sebagai perumpamaan sesuatu kaum yang berserikat - yakni bersama-sama - ada dalam sebuah kapal, maka yang sebagian dari mereka itu ada di bagian atas kapal, sedang sebagian lainnya ada di bagian bawah kapal. Orang-orang yang berada di bagian bawah kapal itu apabila hendak mengambil air, tentu saja melalui orang-orang yang ada di atasnya - maksudnya naik keatas dan oleh sebab hal itu dianggap sukar, maka mereka berkata: "Bagaimanakah andaikata kita membuat lobang saja di bagian bawah kita ini, suatu lobang itu tentunya tidak mengganggu orang yang ada di atas kita." Maka jika sekiranya orang yang bagian atas itu membiarkan saja orang yang bagian bawah menurut kehendaknya, tentulah seluruh isi kapal akan binasa. Tetapi jikalau orang bagian atas itu mengambil tangan orang yang bagian bawah - melarang mereka dengan kekerasan - tentulah mereka selamat dan selamat pulalah seluruh penumpang kapal itu." (Riwayat Bukhari)

Dari Ummui mu'minin yaitu Ummu Salamah yakni Hindun binti Abu Umayyah yakni Hudzaifah radhiallahu 'anha, dari Nabi s.a.w., bahwasanya beliau s.a.w. bersabda: "Bahwasanya saja nanti itu akan digunakanlah beberapa pemimpin negara - amir-amir, maka engkau semua akan menyetujui mereka, karena kelakuan mereka itu sebagian ada yang sesuai dengan syariat agama, tetapi engkau semuapun akan mengingkari mereka-sebab ada pula kelakuan-kelakuan mereka yang melanggar syariat agama.

Maka barangsiapa yang benci - dengan hatinya, ia terlepaslah dari dosa, juga barangsiapa yang mengingkari, iapun selamat - dari siksa akhirat. Tetapi barangsiapa yang ridha serta mengikuti -pemimpin-pemimpin di atas, itulah yang bermaksiat."

Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apakah tidak perlu kita memerangi mereka itu?" Beliau s.a.w. bersabda: "Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat bersamamu semua." (Riwayat Muslim).

Maknanya ialah bahwa barangsiapa yang membenci kepada pemimpin-pemimpin yang suka melanggar syariat agama itu dengan hatinya, karena tidak kuasa mengingkari mereka dengan tangan atau lisannya, maka ia telah terlepas dari dosa dan ia telah pula menunaikan tugasnya. Juga barangsiapa yang mengingkari dengan sekedar kekuatannya, iapun selamat dari kemaksiatan ini. Tetapi barangsiapa yang ridha dengan kelakuan-kelakuan mereka serta mengikuti jejak mereka, maka itulah orang yang bermaksiat.

Dari Ummul mu'minin yakni Ummulhakam, yaitu Zainab binti Jahsy radhiallahu 'anha, bahwasanya Rasulullah s.a.w. masuk dalam rumahnya dengan rasa ketakutan. Beliau s.a.w. mengucapkan: "La ilaha illallah, celaka bagi bangsa Arab, karena adanya keburukan yang telah dekat. Hari itu telah terbuka tabir Ya'juj dan Ma'juj [1][15], seperti ini," dan beliau s.a.w. mengolongkan kedua jarinya sebagai bulatan, yakni ibu jari dan jari sebelahnya - jari telunjuk. Saya - Zainab - lalu berkata: "Ya Rasulullah, apakah kita akan binasa, sedangkan di kalangan kita masih ada orang-orang yang shalih?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ya jikalau keburukan itu telah banyak." (Muttafaq 'alaih)

Hadis ini menunjukkan bahwa manakala di dalam suatu tempat atau negeri sudah terlampau banyak keburukan, kemungkaran, kefasikan dan kecurangan, maka kebinasaan dan kerusakan akan merata di daerah itu dan tidak hanya mengenai orang jahat-jahat saja, tetapi orang-orang shalih tidak akan dapat menghindarkan diri dari azab Allah itu, sekalipun jumlah mereka itu cukup banyak.
Oleh sebab itu segala macam kemaksiatan dan kemungkaran hendaklah segera dibasmi dan segala keburukan segera dimusnahkan, agar jangan sampai terjadi malapetaka sebagaimana yang diuraikan di atas.

Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Hindarilah olehmu semua duduk-duduk di jalan-jalanan." Para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, kita tidak dapat meninggalkan duduk-duduk kita, sebab kita semua bercakap-cakap di situ." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda; "Jikalau engkau semua enggan, melainkan tetap ingin duduk-duduk di situ, maka berikanlah jalan itu haknya." Mereka bertanya: "Apakah haknya jalan itu,ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu memejamkan mata, menahan diri membuat sesuatu yang berbahaya, menjawab salam, memerintah dengan kebaikan dan melarang dari kemungkaran." (Muttafaq 'alaih)

Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwa-sanya Rasulullah s.a.w. melihat seutas cincin pada jari seseorang, kemudian beliau melepaskannya lalu meletakkannya dan bersabda: "Seseorang dari engkau semua sengaja menuju kepada bara api dari neraka, maka ia menjadikannya dalam tangannya."
Kemudian setelah Rasulullah s.a.w. pergi, kepada orang yang memiliki cincin itu dikatakan: "Ambillah cincinmu. Manfaatkanlah ia - untuk keperluan lain." Orang itu menjawab: "Tidak, demi Allah, saya tidak akan mengambil cincin ini selama-lamanya. Bukankah ia telah diletakkan oleh Rasulullah s.a.w." (Riwayat Muslim)

Dari Abu Said al-Hasan al-Bishri bahwasanya 'Aidz bin 'Amr r.a- masuk ke tempat 'Ubaidullah bin Ziad lalu berkata: "Hai anakku, saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya seburuk-buruk penggembala ialah orang yang tidak belas kasihan - pada gembalanya," maka janganlah engkau termasuk golongan penggembala yang semacam itu." 'Ubaidullah bin Ziad lalu berkata: "Duduklah, karena hanyasanya engkau itu adalah termasuk antah dari golongan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w. - maksudnya bukan termasuk sahabat pilihan atau yang utama, 'Aidz bin 'Amr menjawab: "Apakah di kalangan sahabat-sahabat ada yang termasuk golongan antah? Yang termasuk antah ialah orang-orang yang datang sesudah sahabat-sahabat beliau s.a.w. itu atau yang memang bukan sahabat." (Riwayat Muslim).

Hadis di atas bukan hanya khusus untuk penggembala ternak saja, tetapi juga penggembala rakyat, yakni para penguasa yang memimpin negara, para majikan terhadap kaum buruhnya, komandan terhadap pasukannya, guru terhadap muridnya dan lain-lain sebagainya. Semua itu diperintahkan oleh agama Islam agar bersikap sebagai kedua orang tua yang amat kasih sayang kepada anaknya.

Dari Hudzaifah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, niscayalah engkau semua memerintahkan dengan kebaikan dan melarang dari kemungkaran atau kalau tidak, maka hampir-hampir saja Allah akan menurunkan siksa kepadamu semua, kemudian engkau semua berdoa kepadaNya, tetapi tidak akan dikabulkan untukmu semua doa itu." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

Dari Abu Abdillah, yaitu Thariq bin Syihab al-Bajali al-Ahmasi r.a. bahwasanya ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi s.a.w. dan ia telah meletakkan kakinya pada sanggur di - tempat berpijak pada kendaraan unta atau lain-lain yang terbuat dari kulit atau kayu, katanya: "Manakah jihad itu yang lebih utama?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu mengucapkan kata-kata yang hak di hadapan sultan yang menyeleweng." Diriwayatkan oleh Nasa'i dengan isnad shahih.

Dari Ibnu Mas'ud r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya pertama kali cela yang mengenai kaum Bani Isratl ialah bahwasanya ada seorang lelaki yang bertemu dengan lelaki lainnya, kemudian orang tadi berkata kepada kawannya: "Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah apa yang engkau kerjakan, sebab hal itu tidak halal untukmu." Kemudian orang itu menemui kawannya pada esok harinya, sedang kawannya itu masih mengerjakan sebagaimana keadaannya kemarin, tetapi perbuatannya yang sedemikian itu tidak menyebabkan ia enggan untuk tetap menjadi kawannya makan, minum dan duduk bersama. Ketika kaum Bani Israil sudah sama melakukan yang seperti tadi, Allah lalu memukulkan - membencikan - hati setengah mereka kepada setengahnya, kemudian beliau mengucapkan ayat - yang artinya: "Orang-orang kafir dari kaum Bani Israil itu dilaknat atas lisannya Dawud dan Isa anak Maryam. Yang sedemikian itu disebabkan mereka durhaka dan melanggar peraturan. Mereka tidak saling larang-melarang pada kemungkaran yang mereka kerjakan, alangkah buruknya apa yang mereka lakukan itu. Engkau melihat kebanyakan mereka itu mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin, sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kirimkan lebih dulu untuk diri mereka sehingga firmanNya: "Kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik." (al-Maidah: 78-81)

Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda:
"Jangan demikian, demi Allah, niscayalah engkau semua itu wajib memerintahkan kebaikan, melarang dari kemungkaran, mengambil tangan orang yang zalim - yakni menghentikan kezalimannya - serta mengembalikannya atas kebenaran yang sesungguhnya, juga membasmi tindakannya kepada yang hak saja dengan pembatasan yang sesungguh-sungguhnya. Atau jikalau semua itu tidak dilakukan, maka niscayalah Allah akan memukulkan - membencikan - hati setengahmu terhadap setengahnya kemudian melaknati - mengutuk - engkau semua sebagaimana Dia mengutuk mereka - Bani Israil."Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Ini adalah menurut lafaznya Imam 'Abu Dawud.
Kemungkaran itu bisa dirubah dengan tangan oleh orang yang mampu melakukannya, seperti ; para penguasa, instansi-instansi yang khusus bertugas menangani masalah ini, orang-orang yang mengharapkan pahala melalui jalur ini, pemimpin yang mempunyai kewenangan dalam hal ini, hakim yang mempunyai tugas ini, setiap orang di rumahnya dan terhadap anak-anaknya serta keluarganya sendiri sejauh kemampuan.

Adapun yang tidak mampu melakukannya, atau jika merubahnya dengan tangannya bisa menimbulkan petaka dan perlawanan terhadapnya, maka hendaknya ia tidak merubahnya dengan tangan, tapi mengusahakan dengan lisannya. Ini cukup baginya, agar pengingkarannya dengan tangannya tidak menimbulkan yang lebih mungkar dari yang telah diingkarinya. Demikian sebagaimana disebutkan oleh para ahlul ilmi.

Mengingkari kemungkaran dengan lisannya, bisa dengan mengatakan, "Saudaraku, bertakwalah kepada Allah. Ini tidak boleh. Ini harus ditinggalkan." Demikian yang harus dilakukannya, atau dengan ungkapan-ungkapan serupa lainnya dengan tutur kata yang baik. Setelah dengan lisan adalah dengan hati, yaitu membenci dengan hatinya, menampakkan ketidaksukaannya dan tidak bergaul dengan para pelakunya. Inilah cara pengingkaran dengan hati.[Syaikh Abdul Aziz bin Baz, hukum merubah kemungkaran dengan tangan tugas siapa?, almanhaj.or.id Kamis, 17 Februari 2005 07:12:28 WIB].

Sebelum datangnya berbagai kemungkinan kerusakan dibumi ini, berbagai musibah dan malapetaka yang membinasakan manusia maka selayaknya kita menyinsingkan lengan baju, maju melangkah untuk berdakwah dengan konsep amar ma’ruf nahi mungkar dengan tangan, ucapan ataupun dengan hati, Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 01 Zulqaidah 1434.H/06 September 2013].






Tidak ada komentar:

Posting Komentar