Kamis, 28 November 2013

73.31 Mendamaikan Antara Manusia



RIYADUSH SHALIHIN
DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH


Mendamaikan Antara  Manusia
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
 
Rasulullah menyampaikan risalah kebenaran kepada ummat manusia pada satu sisi agar ummat hidup dalam perdamaian, saling tolong menolong dan hidup harmonis karena permusuhan bukanlah ummat yang terbaik. Dalam  surat Ali Imran ayat 103 Allah berfirman, ”Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat Allah ketika kamu dahulu masa jahiliyah bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hati kamu. Lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang bersaudara...”

            Itulah keadaan ummat sebelum dipersatukan dalam tali kasih Islam. Sungguhpun demikian rupa keadaan mereka akan tetapi dengan nikmat Allah yakni dengan agama Islam, mereka telah dapat dipersatukan hatinya sehingga mereka itu menjadi ummat yang bersatu dan bersaudara lahir dan batin.

            Suatu hal yang lumrah kalau manusia diciptakan Allah dalam keadaan bersuku-suku dan berbangsa bangsa serta berlainan partai serta golongan. Itu semua realitas kejadian manusia sebagaimana firman Allah dalam surat Al Hujurat 49;13 yang artinya, ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa an bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa...”

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 31 dengan judulMendamaikan Antara Manusia”

Allah Ta'ala berfirman:"Tiada kebaikannya samasekali dalam banyaknya pembicaraan rahasia mereka itu, melainkan orang yang memerintahkan bersedekah, menyuruh berbuat kebaikan serta mengusahakan perdamaian antara seluruh manusia." (an-Nisa': 114).

Allah Ta'ala berfirman lagi:"Dan berdamai itu adalah yang terbaik." Allah Ta'ala berfirman pula: "Maka benaqwalah engkau semua kepada Allah dan damaikanlah antara sesamamu sendiri." (al-Anfal: 1).

Juga Allah Ta'ala berfirman:"Hanyasanya kaum mu'minin itu adatah sebagai saudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu." (al-Hujurat: 10)

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Setiap seruas tulang dari seluruh manusia itu harus memberikan sedekahnya pada setiap hari yang matahari terbit pada hari itu. Mendamaikan dengan cara yang adil antara dua orang adalah sedekah, menolong seseorang pada kendaraannya lalu mengangkatnya di tas kendaraannya itu atau mengangkatkan barang-barangnya ke sana, itupun sedekah, ucapan yang baik juga sedekah dan setiap langkah yang dijalaninya untuk pergi shalat juga merupakan sedekah, menyingkirkan benda-benda yang berbahaya dari jalan termasuk sedekah pula." (Muttafaq 'alaih)

Dari Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abu Mu'aith, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:"Bukannya termasuk pendusta orang yang mendamaikan antara para manusia, lalu ia menyampatkan berita yang baik atau mengatakan sesuatu yang baik." (Muttafaq 'alaih).

Dalam riwayat Muslim disebutkan tambahannya demikian: Ummu Kultsum berkata: "Saya tidak pernah mendengar dari Nabi  s.a.w.  tentang  dibolehkannya  berdusta  daripada  ucapan-ucapan yang diucapkan oleh para manusia itu, melainkan dalam tiga hal yaitu perihal peperangan, mendamaikan antara para manusia dan perkataan seseorang suami kepada isterinya serta perkataan isteri kepada suaminya - yang akan membawa kebaikan rumah-tangga dan lain-lain."

Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. mendengar suara pertengkaran di arah pintu, yang suara kedua orang yang bertengkar itu terdengar keras-keras. Tiba-tiba salah seorang dari keduanya itu meminta kepada yang lainnya agar  sebagian hutangnya dihapuskan dan ia meminta belas kasihannya, sedangkan kawannya itu berkata: "Demi Allah, permintaan itu tidak saya lakukan - tidak dibenarkan."

Rasulullah s.a.w. kemudian keluar menemui keduanya lalu bersabda: "Siapakah orang yang bersumpah atas Allah untuk tidak  melakukan kebaikan itu?" Orang itu berkata: "Saya ya Rasulullah. Tetapi baginya- orang yang berhutang tadi - mana saja yang ia sukai - maksudnya pemotongan sebagian hutangnya dikabulkan dengan sebab syafa'at beliau s.a.w. itu." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abul Abbas yaitu Sahal bin Sa'ad as-Saidi r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. menerima berita bahwa antara sesama keturunan 'Amr bin 'Auf itu terjadi suatu hal yang tidak baik - perselisihan faham, lalu Rasulullah s.a.w. keluar menemui mereka untuk mendamaikan antara orang-orang itu dan beliau disertai beberapa orang sahabatnya. Rasulullah s.a.w. tertahan - ditahan oleh orang-orang yang didatangi olehnya untuk diberi jamuan sebagai tamu, sedangkan shalat - Ashar - sudah masuk waktunya. Bilal mendatangi Abu Bakar r.a. lalu berkata: "Hai Abu Bakar, sesungguhnya Rasulullah tertahan, sedangkan shalat sudah masuk waktunya. Adakah Tuan suka menjadi imamnya para manusia?" Abu Bakar menjawab: "Baiklah, jikalau engkau menghendaki demikian." Bilal membaca iqamah dan majulah Abu Bakar, kemudian ia bertakbir dan orang-orangpun bertakbir pula.

Di tengah shalat itu Rasulullah s.a.w. datang berjalan di barisan sehingga berdirilah beliau di suatu barisan. Orang-orang banyak mulai bertepuk tangan, sedangkan Abu Bakar tidak menoleh dalam shalatnya  itu.  Tetapi setelah  para  manusia  makin  banyak  yang bertepuk-tepuk tangan, lalu Abu Bakar menoleh ke belakang, tiba-tiba tampaklah olehnya Rasulullah s.a.w. Beliau s.a.w. mengisyaratkan supaya shalat diteruskan - dan ia sebagai imamnya. Tetapi Abu Bakar setelah mengangkat tangannya - untuk beri'tidal lalu bertahmid kepada Allah terus kembali ke belakang perlahan-lahan sampai berada di belakang terus berdiri di jajaran shaf.

Rasulullah s.a.w. lalu maju, kemudian bersembahyang sebagai imamnya para manusia. Setelah selesai beliau s.a.w. menghadap orang-orang itu lalu bersabda: "Hai sekalian manusia, mengapa ketika terjadi sesuatu dalam shalat, lalu engkau semua bertepuk tangan? Hanyasanya bertepuk tangan itu untuk kaum wanita. Barangsiapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, hendaklah mengucapkan: Subhanallah, maka sesungguhnya tiada seorangpun yang mendengar ketika dibacakan Subhanallah itu, melainkan ia tentu akan menoleh. Hai Abu Bakar, apakah yang menyebabkan saudara terhenti tercegah - tidak meneruskan - melakukan shalat sebagai imamnya orang banyak, ketika saya memberikan isyarat untuk meneruskannya itu?" Abu Bakar menjawab: "Kiranya tidak sepatutnyalah untuk anak Abu Quhafah ini kalau bersembahyang sebagai imam di sisi Rasulullah s.a.w. - maksudnya Rasulullah sebagai makmumnya." (Muttafaq 'alaih).
Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan tentang Mendamaikan orang-orang yang berselisih ;
Islam adalah agama yang sangat mendorong terciptanya hubungan baik diantara sesama manusia. Salah satu tanda terbinanya hubungan yang baik antara seseorang dengan orang lain adalah orang tersebut merasa suka atau senang jika saudaranya itu mendapatkan kebaikan sebagaimana dirinya juga suka mendapat kebaikan. Demikian jula, jika saudaranya itu mendapat kesulitan, maka dia selalu siap disampingnya untuk membantu. Selain itu, apabila  terjadi perselisihan diantara saudareanya maka dia berusaha mendamaikan. Jika masing-masing individu berprilaku seperti ini maka dapat diyakini akan muncul pribadi-pribadi yang baik dan selanjutnya mengarah kepada terbentuknya masyarakat yang bersatupadu, yaitu yang kokoh laksana satu tubuh. Apabila satu bagian menderita sakit, maka yang lain juga akan ikut demam dan merasa gelisah.
Mengingat pentingnya hal ini, dapat dilihat bahwa Rasulullah saw, seringkali mewasiatkannya dalam berbagai hadits. Diantaranya beliau bersabda,”Setiap ruas jari manusia harus bersedekah setiap hari. Berbuat adil terhadap orang lain merupakan sedekah” [HR. Bukhari].
Dalam hadits lain Rasulullah saw, bersabda,”Maukah kalian aku beri tahu tentang suatu amalan yang lebih tinggi derajat [keutamaannya] dari puasa, shalat, maupun sedekah?”. Para sahabat serentak menjawab,”Ya”. Beliau lalu bersabda,”Mendamaikan hubungan persahabatan dan kekerabatan karena rusaknya hal tersebut merupakan tanda kehancuran” [HR. Tirmidzi].

Lebih lanjut, Rasulullah saw, juga bersabda,”Mereka [sesama muslim] itu adalah saudaramu. Oleh karena itu, damaikanlah yang berselisih, mintalah bantuan meeka untuk menghadapi lawan yang tidak  mampu kalian kalahkan, serta sebaliknya bentulah mereka dalam menghadapi lawan yang tidak mampu mereka kalahkan”[HR. Ahmad] [Gema Insani, 2007, hal 99].
                Dr A Ilyas Ismail MA dalam tulisannya pada Republika Co.id, Selasa, 05 Oktober 2010, 10:21 WIB, dengan judul; Muslim wajib mendamaikan Perseteruan,  menyatakan; Dalam Islam, usaha mendamaikan pihak-pihak yang berseteru merupakan ajaran dasar yang bersifat sosial. Upaya damai itu dalam Alquran dikaitkan dengan iman dan takwa sebagai bentuk kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya. "Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu. Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu adalah orang-orang yang beriman." (QS Al-Anfal [8]: 1)

Upaya damai itu, dalam ayat di atas, dinamakan dengan ishlah, yang secara bahasa bermakna memperbaiki sesuatu (ja`l-u al-syay'i shalahan). Menurut Zamachsyari, ishlah itu merupakan kelanjutan logis dari iman, dan menjadi kewajiban manusia. Jadi, tidak ada iman dalam arti yang sebenarnya manakala kita tidak memiliki kepedulian untuk membangun kerukunan dan keharmonisan dalam masyarakat.
Rasul SAW menerangkan, usaha mendamaikan kelompok masyarakat yang bertikai itu merupakan kebaikan yang derajatnya lebih tinggi daripada puasa, shalat, dan sedekah. Sebaliknya, rusaknya keharmonisan dan komunikasi antarkelompok masyarakat tersebut dipandang sebagai al-haliqah, yaitu sesuatu yang merusak dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan. (HR Abu Daud dan Ahmad dari Abu Darda).

Untuk itu, dalam jangka panjang, upaya damai ini sedikitnya memerlukan tiga langkah. Pertama, membangun dan menciptakan keadilan di tengah masyarakat, yakni keadilan dalam bidang ekonomi, politik, hukum, pendidikan, dan sosial budaya.
Kedua, adanya kepastian dan penegakan hukum. Semua pihak yang berseteru harus digiring untuk mematuhi dan mengikuti hukum sebagai ketetapan dari Allah. Hukumnya sendiri, baik material maupun formal, haruslah adil. Begitu juga dengan aparat dan petugas penegak hukum. Mereka harus bertindak adil, tidak memihak, dan tanpa pandang bulu, sesuai prinsip equal before the law.
Ketiga, partisipasi dan dukungan dari semua pihak untuk membangun kehidupan yang damai dan sejahtera.
Mashadi mengungkapkan pendapat tokoh terkenal dalam Islam yaitu Al-Gazzali dalam memberikan sebuah kaedah atau methode dalam melakukan ishlah.
Kaedah pertama, sesungguhnya tujuan dasar keberadaan umat Muslim (al ulumul al Muslimah) adalah untuk membawa risalah Islam kepada seluruh alam semesta. Jika umat ini berpangku tangan dan tidak memperjuangkan dan menyampaikan risalah Islam, maka dunia akan dipenuhi oleh berbagai macam kekacauan dan kerusakan yang besar. Umat Islam dan masyarakat lainnya akan menjadi korban dari keengganan kaum Muslim untuk memperjuangkan dan menegakkan risalahnya.
Kaedah kedua, kaedah ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan kaedah pertama. Selama umat Islam dituntut untuk menyebarkan misi reformasi (ishlah) ke seluruh pelosok bumi, namun pada kenyatannya mereka malah berpangku tangan dan tidak menyampaikan misi tersebut. Mereka tidak tergerak untuk memperjuangkan risalah Islam sebagai al-haq, yang akan dapat memperbaiki kehidupan umat manusia. Sikap berpangku tangan inilah yang menyebabkan mandegnya kehidupan dikalangan umat Islam. Sehingga, tidak ada kemajuan dan perbaikan bagi kehidupan mereka.

Kaedah ketiga, sebagai pelengkap kaedah kedua, selama ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk menemukan penyebab sikap berpangku tangan yang dilakukan kaum muslimin, maka tujuan akhir dari pencarian ini adalah melakukan diagnosa dan memberi jalan keluar, dan bukan sekadar menunjukkan reaksi emonsional yang bersifat negatif dengan sibuk mencari kambing hitam dan saling menuduh. Kelemahan dan kerusakan yang terjadi dikalangan umat ini, tidak semata-mata pengaruh dari luar, tetapi yang harus disadari, bagaimana mencari kelemahan yang sifatnya inheren (melekat) dalam diri umat. Mengapa umat ini menjadi jumud, taklid, dan hanya bersifat pasif, dan tidak memiliki semangat (hamasah) dalam melakukan perbaikan ihslah, baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkunganannya yang lebih luas.

Maka, melhat kondisi hari ini yang dialami oleh umat muslimin, Al Gazzali lebih cenderung melakukan kritik (muhasabah) atas diri sendiri (an naqd adz dzati). Dia tidak mencari-cari alasan apapun untuk menjustifikasi kelemahan umat Islam serta melemparkan tanggung jawab atas segala keterpurukan itu kepada kekuatan-kekuatan asing. Kelemahan-kelemahan yang sangat nyata, terutama kelemahan aqidah, dan pemahaman mereka atas risalah Islam, dan komitmen serta perjuangan dalam menegakkan risalah inilah, yang kemudian menyebabkan mereka menjadi bagian dari kekuatan yang menjajah mereka.

Methode ini sesuai dengan prinsip dalam Islam, seperti yang dinyatakan dalam firman Allah Ta’ala:Dan apapun musibah yang menimpa kamu adalah, karena hasil perbuatan tanganmu sendiri. (QS. As-Syura [42] : 30).

Dari ayat diatas, lalu, Al-Gazzali, menemukan sebuah methode yang diyakini, sebagai sebuah jalan, yang sangat sesuai dengan apa yang dijalankan oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam. Al-Gazzali memulai perubahan dari diri sendiri, kemudian merambah kepada komunitas yang lebih luas, sampai tingkat negara. Muridnya melakukan hal yang sama, yang kemudian lahirlah generasi Nuruddin dan Shalahuddin al-Ayyubi, dan berhasil membebaskan tanah Palestina, yang meliputi Al-Quds dari tangan pasukan Salib. Ini semua telah terbukti betapa methedo ini sangat ampuh, khususnya dalam membangun kembali kehidupan yang dilandasi nilai-nilai dan prinsip Islam.[Bagaimana Melakukan Ishlah?, Eramuslim.com.Kamis, 11/11/2010 13:42 WIB].

Marilah kita jaga persatuan dan kesatuan, kekokohan dan kekuatan bangsa kita ini. Berlainan suku, bangsa dan partai serta golongan menjadikan sebuah negara yang besar dan kuat, sama-sama kita angkat  ke depan dengan beban besar ini untuk kemaslahatan dan kemakmuran rakyat bangsa Indonesia, Allah memperingatkan kita agar satu dan padu, ”Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka...”[Ali Imran 3;105].

Secara pribadi dalam keluarga dan masyarakat, solusi upaya ishlah sudah diberikan oleh Rasulullah agar perselisihan itu hanya terjadi selama tiga hari tidak lebih, setelahnya haruslah berdamai atau ishlah, yang lebih dahulu menyapa dialah mendapat keutamaan dari Allah, Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 02 Zulqaidah 1434.H/07 September 2013].

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar