PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
MAKANLAH
DARI REZEKI YANG HALAL
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ
يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ
بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى : ,يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا
صَالِحاً - وَقاَلَ تَعَالَى : , يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ - ثُمَّ
ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى
السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ .
[رواه
مسلم]
Terjemah
hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah
radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan
sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan
para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan
beramal shalihlah.
Dan Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari
apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang
melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua
tangannya ke langit seraya berkata : Yaa
Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram
dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu
keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (Riwayat Muslim).
Pelajaran
:
1.
Dalam hadits diatas terdapat pelajaran akan sucinya Allah ta’ala dari segala
kekurangan dan cela.
2.
Allah ta’ala tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Maka siapa yang
bersedekah dengan barang haram tidak akan diterima.
3.
Sesuatu yang disebut baik adalah apa yang dinilai baik disisi Allah ta’ala.
4.
Berlarut-larut dalam perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari
terkabulnya doa.
5.
Orang yang maksiat tidak termasuk mereka yang dikabulkan doanya kecuali mereka
yang Allah kehendaki.
6.
Makan barang haram dapat merusak amal dan menjadi penghalang diterimanya amal
perbuatan.
7.
Anjuran untuk berinfaq dari barang yang halal dan larangan untuk berinfaq dari
sesuatu yang haram.
8.
Seorang hamba akan diberi ganjaran jika memakan sesuatu yang baik dengan maksud
agar dirinya diberi kekuatan untuk ta’at kepada Allah.
9.
Doa orang yang sedang safar dan yang hatinya sangat mengharap akan terkabul.
10. Dalam hadits terdapat sebagian dari
sebab-sebab dikabulkannya do’a : Perjalanan jauh, kondisi yang bersahaja dalam
pakaian dan penampilan dalam keadaan kumal dan berdebu, mengangkat kedua tangan
ke langit, meratap dalam berdoa, keinginan kuat dalam permintaan, mengkonsumsi
makanan, minuman dan pakaian yang halal.
Pembahasan;
Untuk memiliki sesuatu "harta", manusia
melakukan kegiatan berbagai aktivitas sejak dari pengusaha hingga buruh harian,
berdagang hingga tukang ojek, penyanyi hingga menamen sampai kepada
jabatan-jabatan penting sejak dari Presiden sampai tukang parkir, semuanya
membutuhkan balasan hasil jerih payahnya, bahkan seorang pengamen dengan suara
lantang menyanyikan tembang sumbangnya bahwa dia mengamen hanya untuk makan
setiap hari dan sisanya untuk beli mobil.
.
Ada orang yang mendapatkan harta tanpa banyak
menghabiskan waktu, tidak ada sekolah khusus yang dia tekuni, tapi dia mampu
punya sesuatu itu tidak sesulit orang lain untuk meraihnya, sehingga kendaraan,
tempat tinggal dan fasilitas lain bisa dinikmatinya dan memang itu hasil
usahanya, nasib jualah yang menentukannya sehingga dia mencapai sesuatu dengan
mudah. Tidak sedikit orang yang telah menghabiskan segala-galanya untuk meraih
itu tapi tetap tidak mampu dia peroleh,
padalah kalau dia berdagang maka dagangannya tidak berbeda dengan orang lain
tapi tetap saja orang enggan untuk belanja kepadanya, ibarat berladang, dia
juga sudah berupaya berladang persis sebagaimana orang lain, tapi panen yang
dia terima tidak seberuntung tetangganya.
Kalaulah seorang ayah harus mengumpulkan dulu uang untuk
sekolah anaknya hingga tamat perguruan tinggi sekian puluh juta, maka hal itu
tidak mungkin bisa dikumpulkan oleh seorang petani biasa, pedagang kaki lima
atau pegawai rendahan, tapi dikala dia upayakan anaknya tetap sekolah walaupun dengan
susah payah memenuhi setiap hari dan bulannya, selain dari penghasilan usahanya
atau pinjaman orang lain akhirnya sekolah anak akan tamat juga, tanpa terasa dia telah mengumpulkan uang lebih
banyak dari anggaran semula, ditambah lagi aset pendidikan yang diterima
anaknya hingga tiga kali lipat dirasakan kelak.
Karena ingin untuk meraih harta diluar kemampuannya,
banyak orang yang harus melakukan sesuatu seperti menipu dan mencuri atau
transaksi lain yang tidak dibenarkan oleh hukum manapun, bertentangan oleh
agama apapun dan yang lebih penting hati nurani pelaku sendiri tidak menerima
transaksi itu, tapi karena desakan nafsu, bisikan setan atau ajakan siapapun
sehingga rela mengorbankan kepribadian, walaupun akhirnya harta yang diinginkan
diperoleh juga.
Kisah
klasik dalam sejarah peradaban manusia juga kita kenal, sebagaimana saudara
sepupu Nabi Musa yang bernama Qarun, karena kepintarannya mencari harta
sehingga kunci gudangnya saja harus ditarik gerobak untuk membawanya, dari hal
itulah sehingga dia dekat dengan Fir'aun yang mengingkari kenabian Musa dan
menolak ke Esaan Allah lantaran Musa dan pengikutnya orang-orang yang tidak
punya harta, nampaknya harta bisa mendekatkan seseorang dengan kekuasaan.
Tsa'labah yang hidup di zaman Nabi Muhammad yang bosan dengan kemiskinan
sehingga bermohon kepada Allah melalui Nabi Muhammad agar diberikan harta yang
banyak dengan harapan semakin taat menjalankan perintah Allah, tapi nyatanya
karena hartalah dia akhirnya jauh dari agama dan mati dalam keadaan penyesalan.
''Sesungguhnya Karun adalah termasuk
kaum Musa, Maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan kami Telah
menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh
berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya
Berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri"[Al Qashash
28;76]
Di
tengah masyarakat, walaupun seseorang tidak berpendidikan tinggi, tidak punya
kedudukan sosial yang baik dan tidak pula dari keluarga terpandang tapi dia
akan dihargai karena punya harta yang banyak, orang yang cukup berada, orang
kaya kata orang. Sangat mudah baginya untuk bisa dekat dengan siapapun hingga
duduk dengan seorang pejabat, semua orang ingin dekat pula dengannya dengan
berbagai keluhan kesusahan yang disampaikan dengan harapan dapat bantuan gratis
atau pinjaman berjangka.
Karena
harta pula pertengkaran bisa terjadi, perselisihan mengakhiri persaudaraan
hingga harus berhadapan di pengadilan, saling gugat, saling mempertahankan
harta masing-masing walaupun akhirnya harta itu habis dalam proses penyelesaian
persengketaan itu, ibarat pepatah mengatakan yang menang jadi abu yang kalah
jadi arang, sia-sia. Tragedi terbesarpun akan mengakhiri kehidupan manusia
dalam penjara karena terlalu banyak punya harta yang diperoleh dengan cara
tidak baik.
Ketika
kita punya sedikit harta saja, banyak orang yang mau dekat bersama kita bahkan
mengaku sebagai saudara, ada hubungan kerabat dan hubungan lainnya, kemana
pergi kita akan diikuti, apapun yang disuruh kepadanya akan dikerjakan,
loyalitasnya dapat diandalkan, itu ketika punya harta, namun dikala harta itu
sedikit-demi sedikit menghilang semua orang akan mengacuhkan kita, teman dan
sahabat tidak ada lagi, semua semakin menjauh dengan alasan kesibukan
masing-masing, maka tinggallah sendiri tanpa ada yang mau tau keberadaannya.
Nampaknya harta bisa mendekatkan dan menjauhkan pertemanan, memang benar bahwa
tidak ada teman yang abadi itu, yang ada hanya kepentingan dan kepentingan.
Selama ada harta maka disana ada kepentingan, dikala harta sudah tidak ada lagi
maka tidak ada lagi kepentingan.
Keinginan
memiliki harta, nafsu untuk punya sesuatu, dibenarkan oleh Allah yang
digambarkan dalam firman-Nya yang mengatakan bahwa manusia itu dihiasi
keinginan kepada wanita, kepada anak-anak, binatang ternak dan harta serta
perniagaan lainnya, yang intinya memang insting terhadap hal itu sudah ada pada
diri manusia bahkan Islam menghargai hak hidup dan
mencari kehidupan bagi manusia.bila seorang manusia berhasil dalam usahanya,
maka pendapatannya itu menjadi haknya, tidak boleh diganggu gugat oleh orang
lain, ”Manusia hanya mendapat menurut usaha atau kesanggupannya”
Semua manusia ingin memiliki harta yang
berlimpah untuk kebutuhan hidupnya, untuk semua itu segala cara ditempuh. Dahulu ketika masih miskin, dia hanya berfikir, “Apa
makan kita sekarang?’’, artinya untuk makan saja sulit. Sudah mulai maju
penghasilannya dia berkata, ”Makan apa kita sekarang?’’. Maksudnya seseorang
tadi sudah berfikir jenis makanan yang akan dikonsumsi. Semakin naik
penghasilan dia akan berkata, ”Makan dimana kita sekarang?’’, dia sudah bosan
kalau makan hanya di satu restoran saja sehingga untuk sarapan pagi di restoran
A, makan siang di restoran B, dan makan malam di restoran C, tetapi setelah
jadi pengusaha, pabrik sudah sekian jumlahnya, deposito selalu meningkat, rumah
sudah cemerlang, kendaraan mahal selalu mengkilap, dia mulai berfikir, ” Makan
siapa kita sekarang ?’’.
Itulah
gambaran orang-orang yang tamak serta
rakus dengan kehidupan dunia, sehingga sepak kiri terjang kanan, jilat atas
injak bawah, sodok sana gosok sini, merupakan alat yang sah untuk mengeruk
keuntungan. Memang benar bahwa setiap manusia itu mempunyai watak loba, tamak serta kurang
qana’ahnya sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw, ”Andaikata seseorang itu sudah memiliki dua
lembah dari emas, pastilah ia akan mencari yang ketiganya sebagai tambahan dari
dua lembah yang sudah ada itu” [HR. Bukhari dan Muslim].
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata, ”Banyak
sekali keinginan-keinginan tersembunyi dalam hati yang cukup merusak mahabbah
dan ubudiyah kepada Allah serta keikhlasan beragama”. Kaab bin Malik
meriwayatkan dari Nabi Saw. Ia bersabda, ”Tidak ada dua srigala lapar yang
dilepaskan dari kandang kambing yang justru sangat berbahaya baginya, selain
kerakusan seseorang terhadap harta dan kedudukan bagi agamanya” [HR.
Ahmad].
Tanpa harta tidak mungkin kita akan bahagia tapi harta
bukanlah satu-satunya yang mendatangkan kebahagiaan, harta sebagai fasilitas hidup yang harus
dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, dia ibarat darah pada satu tubuh yang
memerlukan kehidupan, berpandai-pandailah menggunakan darah bahkan bila kelebihan
pada tubuh seseorang juga tidak baik bagi kesehatan sehingga perlu adanya
penyaluran melalui pendonoran darah dalam rangka untuk membantu kehidupan orang
lain.
Harta itu ibarat senjata bermata dua, kedua sisinya bisa
melukai kita bila tidak hati-hati menggunakannya, dia dipersoalkan bukan saja
darimana dan dengan apa diperoleh tapi kemana dipergunakan juga menjadi beban
yang punya harta. Ke hati-hatian inilah yang mendorong sahabat Nabi bernama Abu
Bakar untuk menginvestasikan hartanya dengan memerdekakan para budak, Umar bin
Khattab tidak punya apa-apa lagi karena seluruh hartanya diserahkan untuk biaya
jihad begitu juga Usman bin Affan milyaran rupiah hartanya untuk melepaskan
ummat islam dari paceklik, nampaknya efektif harta itu bila di tangan
orang-orang yang bijak.
Tanpa harta memang sulit
untuk bahagia, tapi harta bukanlah jaminan untuk mencapai bahagia. Jika kita
miliki juga harta itu maka bersyukurlah dengan menginfaqkan ke jalan Allah,
bila hari ini kita dalam kekurangan, maka bersabarlah sekaligus berusaha, Allah
tidak menyia-nyiakan hamba-Nya yang mencucurkan keringat, membanting tulang
demi mencari nafkah untuk kebutuhan keluarganya.
Dalam
menerima rezeki sebenarnya yang penting bukan banyaknya tapi berkahnya, yaitu
dengan harta itu dia bahagia sebab dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan
harta itu pula dia harus berderma di jalan Allah, tidak gelisah dan tidak sesak
nafasnya karena penghasilan yang dia terima, ini kriteria harta yang berkah.
Betapa banyak orang yang memiliki harta melimpah tapi hidunya gelisah, resah, cemas,
takut dan panik karena hartanya tidak berkah. Idealnya biarlah kita kaya tapi
kita orang-orang yang shaleh diantara hamba-hamba-Nya yang shaleh.
Menurut Imam Al
Ghazali ada lima hal untuk
menghilangkan sifat loba, tamak dan rakus dalam kehidupan sehingga menjadi
orang yang qana’ah yaitu;
Pertama,
membiasakan diri hidup dalam keadaan
sedang, sederhana dan tidak berlebih-lebihan, secukupnya saja dalam berbelanja
dan menjauhi kemewahan.
Kedua, hendaklah seseorang itu
meyakinkan dengan seyakin-yakinnya bahwa rezeki yang ditentukan untuknya itu
pasti akan dicapai dan diperolehnya. Rezeki itu pasti akan datang sekalipun ia
tidak berhati tamak dan loba untuk meraihnya.
Ketiga, hendaklah disadari bahwa
dengan berbuat qana’ah itu seseorang akan memperoleh kemuliaan sebab tidak
memerlukan atau mengharapkan pertolongan orang lain dan tidak sampai
meminta-minta sesuatu untuk menutupi kebutuhannya, sedangkan bersifat loba dan
tamak itu merupakan lambang kehinaan.
Keempat, hendaklah memperbanyak
pemikirannya perihal kehikmatan yang dimiliki oleh golongan kaum kafir dan
kurang akal, selanjutnya hendaknya melihat prihidup para Rasul, Nabi dan
orang-orang shaleh sebelumnya tentang kehidupan.
Kelima, hendaknya disadari bahwa
harta itu banyak sekali menyebabkan timbulnya bencana dan marabahaya.
Dengan melaksanakan hal-hal sebagaimana yang tersebut di
atas, insya Allah seseorang itu akan dapat mengusahakan sifat qana’ah, menerima
dengan apa yang ada disisinya, tetapi harus berusaha untuk memperbaiki
nasibnya, juga tetap berpegang teguh pada sifat sabar dalam keadaan yang
bagaimanapun gawatnya karena sikap mulia yang ditanamkan oleh Nabi Muhammad
adalah bila yang berkaitan dengan rezeki maka lihatlah orang yang lebih miskin
dari kita, tapi yang berkaitan dengan ibadah maka lihat dan teladanilah orang
yang lebih shalehdari kita, bahkan watak seorang mukmin itu selalu baik, bila
mendapatkan rezeki maka dia bersyukur dan itu baik baginya dan bila mendapatkan
musibah dia bersabar maka itu juga baik baginya, yakinlah selama masih ada
usia, masih bisa berusaha maka masih dapat untuk mengais harta Allah di dunia
ini, jangankan manusia sedangkan ulat di dalam lubang batu saja masih
mendapatkan rezeki dari Tuhannya.
Memang sulit
untuk orang yang tidak mau merubah tekad dan sikapnya dari yang haram kepada
yang halal, apalagi ada ungkapan yang tidak layak diikuti,"Mencari yang
haram saja sulit apalagi mencari yang halal", tapi bila tekad dan sikap
sudah tertanam untuk hijrah dari yang haram kepada yang halal maka tidak ada
yang mustahil, wallahu a'lam [Cubadak
Solok, 22 Muharam 1432.H/ 29 Desember 2010.M].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar