PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
LARANGAN
BERBUAT ZHALIM
عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ
وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ : يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلىَ نَفْسِي
وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّماً، فَلاَ تَظَالَمُوا . يَا عِبَادِي
كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ، فَاسْتَهْدُوْنِي أَهْدِكُمْ .
يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِي
أَطْعِمْكُمْ . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ
فَاسْتَكْسُوْنِي أَكْسُكُمْ . يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي
أَغْفِرْ لَكُمْ، يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّوْنِي،
وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُوْنِي . يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ
وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ
وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئاً . يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ
أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ
رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئاً . يَا عِبَادِي
لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي
صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ
مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ
الْمَخِيْطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ . يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ
أَعَمَالُكُمْ أُحْصِيْهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوْفِيْكُمْ إِيَّاهَا
فَمَنْ وَجَدَ خَيْراً فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ
ذَلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ .
[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة
الحديث :
Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahuanhu dari
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau riwayatkan dari
Rabbnya Azza Wajalla bahwa Dia berfirman: Wahai hambaku, sesungguhya aku telah
mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya
(kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim.
Wahai hambaku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah,
maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah.
Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan
kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian
makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku
berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan
kalian pakaian. Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam
dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku
niscaya akan Aku ampuni. Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan
yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang
kalian berikan kepada-Ku. Wahai hambaku seandainya sejak orang pertama di
antara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya
berada dalam keadaan paling bertakwa di antara kamu, niscaya hal tersebut tidak
menambah kerajaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang
pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin
di antara kalian, semuanya seperti orang yang paling durhaka di antara kalian,
niscaya hal itu mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga. Wahai hamba-Ku,
seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang
terakhir semuanya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku,
lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa
yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah
lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan
untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan
kebaikaan maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan
selain (kebaikan) itu janganlah ada yang dicela kecuali dirinya.(Riwayat
Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث:
1. Menegakkan keadilan
di antara manusia serta haramnya kezaliman di antara mereka merupakan tujuan
dari ajaran Islam yang paling penting.
2. Wajib bagi setiap
orang untuk memudahkan jalan petunjuk dan memintanya kepada Allah ta’ala.
3. Semua makhluk sangat
tergantung kepada Allah dalam mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan
terhadap dirinya baik dalam perkara dunia maupun akhirat.
4. Pentingnya istighfar
dari perbuatan dosa dan sesungguhnya Allah ta’ala akan mengampuninya.
5. Lemahnya makhluk dan
ketidakmampuan mereka dalam mendatangkan kecelakaan dan kemanfaatan.
6. Wajib bagi setiap
mu’min untuk bersyukur kepada Allah ta’ala atas ni’mat-Nya dan taufiq-Nya.
7. Sesungguhnya Allah
ta’ala menghitung semua perbuatan seorang hamba dan membalasnya.
8. Dalam hadits terdapat
petunjuk untuk mengevaluasi diri (muhasabah) serta penyesalan atas dosa-dosa
Pembahasan;
Rasulullah menyampaikan kepada ummatnya
tentang empat hal yang mendatangkan kebahagiaan yaitu, isteri yang shalehah,
rumah yang lapang, kendaraan yang bagus dan tetangga yang baik. Yang terakhir ini walaupun datang dari
pihak luar tapi sangat menentukan sekali kondisi terjalinnya ukhuwah islamiyah
serta berjalannya hak-hak seseorang muslim terhadap muslim lainnya.
Dan sebaliknya sangat sengsara kita bila
punya tetangga yang tidak baik, ucapan dan tindakannya membuat orang terzhalimi
atau teraniaya, “Dari Jabir Ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, “Takutlah
kamu terhadap kezhaliman/ aniaya, karena aniaya itu merupakan kegelapan pada
hari kiamat. Dan hindarkanlah sifat kikir, sebab kekikiran itulah yang akan
membinasakan orang-orang sebelum kamu, mendorong mereka hingga menumpahkan
darah dan mereka menghalalkan yang diharamkan” [HR. Muslim].
Kezhaliman dan kekikiran dapat mendorong
timbulnya pertumpahan darah dan pelanggaran hukum, akibatnya dapat membinasakan
dan menghancurkan suatu kaum. Maka kita wajib berhati-hati dan waspad terhadap
kezhaliman dan kekikiran itu, karena keduanya merupakan larangan dalam Islam,
Rasulullah bersabda yang dikutip dari An Nawawi dalam Riyadush shalihin,
“Sungguh semua hak pasti akan dikembalikan kepada yang berhak pada hari kiamat,
hingga kambing yang tidak bertanduk diberi kesempatan membalas kambing
bertanduk” [HR.Muslim].
Adz Dzalimin adalah orang-orang yang
berbuat aniaya dalam hidup ini, baik menganiaya diri sendiri, keluarga ataupun
masyarakat dengan berbagai cara. Orang ini adalah hamba Allah yang tidak
disukai-Nya, “Adapun orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, maka Allah akan memberikan
kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka, dan Allah tidak
menyukai orang-orang yang Zhalim.” [ Ali Imran 3;57].
Kezhaliman
yang dilakukan manusia bukan hanya kezhaliman terhadap diri sendiri, tapi ada
juga kezhaliman kepada orang lain dan kezhaliman kepada hokum-hukum Allah tapi
intinya adalah bentuk penganiayaan yang merusak kepribadian.
kezhaliman kepada
manusia, di dalamnya juga terdapat kemaksiatan dan pelanggaran terhadap hak
Allah SWT. Karena Allah SWT juga melarang melakukan kezhaliman kepada manusia.
Yang berkaitan dengan hak Allah SWT dapat dihapuskan dengan penyesalan,
merasakan kerugian, serta tidak akan melakukan perbuatan semacama itu lagi
nantinya. Kemudian ia mengerjakan kebaikan yang menjadi lawan keburukan itu.
Tindakan aniaya yang ia lakukan terhadap manusia dihapus dengan berbuatan baik
kepada mereka. Dan tindakan mengambil harta mereka dihapuskan dengan bersadaqah
dengan hartanya yang halal. Ghibah dan celaan yang ia lontarkan atas mereka
diganti dengan memuji mereka. Serta menampilkan kebaikan mereka dan orang-orang
semacamnya. Membunuh manusia ditebus dengan membebaskan budak, karena itu
adalah suatu bentuk penghidupan. Karena hamba yang menjadi budak adalah: ia
hilang bagi dirinya sendiri dan ada bagi tuannya. Pembebasan budak adalah suatu
pengadaan yang dapat dilakukan oleh manusia, dan ia tidak dapat melakukan yang
lebih dari itu. Pelenyapan ditebus dengan pengadaan yang telah ditentukan.
Dari ini diketahui, cara
penghapusan dosa dengan melakukan kebalikannya itu, mempunyai landasan syari'atnya.
Yaitu syari'at memerintahkan menghapus dosa membunuh dengan membebaskan budak.
Kemudian jika ia telah melakukan itu semua, tetap tidak mencukupi untuk menebus
dosanya jika ia belum mengeluarkan hak orang lain yang ada padanya akibat
kezaliman yang ia lakukan. Kezaliman terhadap orang lain itu dapat berupa jiwa,
harta, kehormatan diri, dan hati, maksudnya tindakan aniaya.
Sedangkan jiwa, jika ia
melakukan pembunuhan dengan tidak sengaja, maka taubatnya itu adalah dengan
memberikan diyat [Dosa ini juga mempunyai cara penghapusan yang lain, yaitu
membebaskan hamba sahaya yang mu'min, dan jika ia tidak menemukan hamba itu
maka ia dapat pula melakukan puasa sebanyak dua bulan berturut-turut.], dan
menyampaikan diyat itu kepada orang yang berhak. Diyat itu dikeluarkan darinya
atau dari keluarganya. Dan ia masih belum bebas selama diyat itu belum sampai
kepada yang berhak. Namun jika pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja dan
mengharuskan ia diqishash maka penebusan itu adalah dengan qisas. Jika ia tidak
diketahui, maka ia harus mengakuinya kepada keluarganya, dan meminta agar
mereka menghukumnya. Jika mereka mau maka mereka memaafkannya, dan jika mereka
mau dapat pula mereka membunuhnya. Dan tanggungannya itu tidak jatuh kecuali
dengan cara itu, dan ia tidak boleh menyembunyikan diri.
Tidak demikian halnya
jika ia berzina, atau minum minuman keras, mencuri, merampok, atau melakukan
tindakan yang mewajibkannya menanggung had Allah SWT. Dalam hal seperti ini,
ketika ia ingin taubat, ia tidak harus membuka rahasia pribadinya itu, kemudian
meminta kepada pihak yang berwenang untuk menunaikan hak Allah SWT. Namun
sebaliknya, ia harus menutupi dirinya itu, dan melakukan hukum Allah atas
dirinya sendiri dengan berbagai macam mujahadah dan penyiksaan diri. Karena ampunan
dari pelanggaran terhadap hak-hak Allah SWT amat dekat dengan orang-orang yang
menyesal dan bertaubat.
Namun jika perbuatannya
itu kemudian ia laporkan kepada pihak yang berwenang, dan ia kemudian dikenakan
had sebagai hukumannya, maka taubatnya menjadi sah dan diterima oleh Allah SWT.
Dengan dalil dari hadits sahih bahwa Ma'iz bin Malik datang kepada Rasulullah
Saw dan berkata: wahai Rasulullah Saw, aku telah berlaku zhalim terhadap diriku
dan aku telah berzina, saat ini aku ingin agar baginda membersihkan saya!
Kemudian Rasulullah Saw menyuruhnya pulang. Pada keesokan harinya ia kembali
berkata: wahai Rasulullah Saw, aku telah berzina! Kemudian Rasulullah Saw
kembali menyuruhnya pulang. Dan pada kesempatan yang ketiga Rasulullah Saw
memerintahkan agar menggali sebuah lobang dan merajamnya. Saat itu manusia
mempunyai dua pendapat: satu kelompok berpendapat: ia telah binasa, dan
kesalahannya itu menghancurkannya! Sementara pihak yang lain berkata: tidak ada
taubat yang lebih lurus dari taubatnya. Kemudian Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya ia
telah bertaubat dengan taubat yang jika dibagi kepada seluruh umat niscaya akan
mencukupinya " [Hadits dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Buraidah bin
Khashib]
Kemudian tentang qishash
dan had qadzaf (menuduh zina orang baik-baik), harus diteliti orang yang berhak
atas had itu.
Dan jika yang ia lakukan
berkaitan dengan harta, seperti melakukan ghashab, khianat atau menipu dalam
berjual beli dengan bermacam cara pengelabuan, seperti beriklan dengan tidak
benar, menutupi kekurangan barang yang ia jual, mengurangi bayaran terhadap
orang yang ia sewa atau tidak memberikan uang lelahnya sama sekali... seluruh
perkara itu harus ia teliti kembali, tidak dari masa balighnya, tapi dari awal
keberadaannya di muka bumi. Maka jika ada suatu kewajiban yang terdapat dalam
harta seorang anak kecil, maka saat baligh kewajiban itu harus ia tunaikan,
jika orang yang menjadi walinya tidak melaksanakannya.
Jika ia tidak
menunaikannya maka ia menjadi orang yang zalim dan terus harus menunaikannya.
Karena dalam masalah harta, hak orang dewasa dengan anak-anak adalah sama. Maka
ia harus menghitung hingga harta sekecil biji beras sekalipun, dari semenjak
awal kehidupannya hingga hari taubatnya. Sebelum ia ditanyakan di hari kiamat
nanti. Hendaklah ia berdialog secara terbuka dengan dirinya sendiri sebelum ia
diteliti nanti. Siapa yang tidak memperhitungkan dirinya di dunia, maka
perhitungannya itu akan dijalankan di akhirat.[Kezhaliman
Kepada Manusia, Internet].
Kezhaliman tidaklah berdiri
sendiri, bila prilaku ini terjadi terus menerus
dalam kehidupan manusia, sehingga pada sebuah negeri manusia itu sudah
keterlaluan kezhaliman yang mereka lakukan maka tiada jalan lain untuk
menyelesaikannya selain dengan teguran dari Allah melalui azab dan bencana yang
diturunkan. Sejarah mencatat bahwa semua terjadinya bencana berawal dari
kezhaliman yang dilakukan secara terus menerus oleh suatu komunitas di sebuah
negeri.
Ketika Rasulullah saw masih
hidup, di Kota Madinah tiba-tiba terjadi gempa bumi. Rasulullah saw lalu
meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, "Tenanglah …
belum datang saatnya bagimu.'' Sejenak, Nabi saw menoleh ke arah para sahabat
dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah
(dengan cara buatlah Allah ridha kepada kalian)!"
Adakah hubungan antara bencana
dengan kezaliman? Saat ini berita yang menguat memang hanya soal gejala alam.
Orang mungkin akan menertawakan bila ada anggapan, ada kaitan antara bencana
dan kemaksiatan. Sayangnya lagi, bila didekatkan dengan segi ruhaniat justru
malah dibawa melenceng ke arah mistik.
Padahal, apa yang diucapkan
Nabi Adam as ketika harus meninggalkan surga? ”Ya Rabb kami, sesungguhnya
kami menzalimi diri kami dan jika Engkau tak jua ampuni dan menyayangi kami,
niscaya kami menjadi orang-orang yang merugi."
Demikian pula nabi Nuh as, ”Jika
Engkau tak mengampuniku dan merahmatiku, aku sungguh orang yang merugi'.
”La ilaha illa anta,
Subhanaka, Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang zalim," inilah yang yang diucapkan Yunus as, ketika
bencana menimpanya.
Ketika Rasulullah saw masih
hidup, di Kota Madinah tiba-tiba terjadi gempa bumi. Rasulullah saw lalu
meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, "Tenanglah …
belum datang saatnya bagimu.'' Sejenak, Nabi saw menoleh ke arah para
sahabat dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka
jawablah (dengan cara buatlah Allah ridha kepada kalian)!"
Di masa Khalifah Umar bin
Kaththab pun terjadi hal yang sama, Umar bin Khattab ra mengingat kejadian itu.
Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk
Madinah, "Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian
kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku
tak akan bersama kalian lagi!"
Dengan ketajaman mata hatinya,
Umar bin Khattab bisa merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para
penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah saw dan Abu Bakar as-Shiddiq telah
mengundang bencana.
Umar segera mengingatkan
kaumnya agar istighfar, bertaubat, dan menjauhi maksiat. Al-Faruq bahkan
mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Bumi dan
seisinya adalah mahluk Allah.Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah
untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap
ayat-ayat Allah.
Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab
Al-Jawab Al-Kafy mengungkapkan, "Dan terkadang Allah menggetarkan bumi
dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali
dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas
kekeliruan manusia."
Di kalangan Salaf, jika
terjadi gempa bumi mereka berkata, 'Sesungguhnya Tuhan sedang menegur
kalian'.''
Berselang pada masa
sahabat, yakni pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga, ketika bencana
terjadi, Umar bin Abdul Aziz segera mengirim surat kepada seluruh wali negeri, “Amma
ba'du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan
saya telah memerintahkan kepada seluruh negeri untuk keluar pada hari tertentu,
maka barangsiapa yang memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya."[Kezaliman dan Kemaksiatan Mengundang
Bencana ,Cybersabili,
Selasa, 16 November 2010 18:41 Dwi Hardianto].
Untuk meminimalisir bahkan
menghancukan kezhaliman itu harus dilakukan dengan dakwah yaitu amar ma’ruf
nahi mungkar, mempersiapkan segala potensi
kearah itu, pengabaian terhadap ini berarti mengembangsuburkan
kezhaliman yang akan berujung dengan bencana.
Salah satu
kewajiban penting yang diamanahkan oleh Rasulullah saw kepada kaum Muslim
adalah “al amru bil ma’ruf dan al-nahyu ‘anil munkar” (memerintahkan yang
ma’ruf dan mencegah kemunkaran). Secara umum, kaum Muslim wajib mendukung
tegaknya kebaikan dan melawan kemunkaran. Tugas ini wajib dilakukan oleh
seluruh kaum Muslimin, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sebab,
Rasulullah saw sudah mengingatkan, agar siapa pun jika melihat kemunkaran, maka
ia harus mengubah dengan tangan, dengan lisan, atau dengan hati, sesuai
kapasitasnya. Namun, secara kolektif, umat juga diwajibkan melakukan
aktivitas ini secara jama’iy. Sebab, ada hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan
secara individual (fardiy).
Dalam kitabnya,
Ihya’ Ulumuddin, Imam al-Ghazali menekankan, bahwa ativitas “amal ma’ruf dan
nahi munkar” adalah kutub terbesar dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang
penting, dan karena misi itulah, maka Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas
‘amar ma’ruf nahi munkar’ hilang, maka syiar kenabian hilang, agama
menjadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajelela, satu negeri akan
binasa. Begitu juga umat secara keseluruhan.
Allah SWT
berfirman, yang artinya: “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil
dengan lisan Daud dan Isa Putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka
durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang
tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu.” (QS al-Maidah: 78-79).
Jadi, karena
tidak melarang tindakan munkar diantara mereka, maka kaum Bani Israel itu
dikutuk oleh Allah. Rasulullah saw juga memperingatkan: “Tidaklah dari satu
kaum berbuat maksiat, dan diantara mereka ada orang yang mampu untuk
melawannya, tetapi dia tidak berbuat itu, melainkan hampir-hampir Allah
meratakan mereka dengan azab dari sisi-Nya.” (HR Abu Dawud, at-Turmudzi, dan
Ibnu Majah).
Juga, sabda
beliau saw: “Hendaklah kamu menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau Allah
akan memberikan kekuasaan atasmu kepada orang-orang jahat diantara kamu, dan
kemudian orang-orang yang baik diantara kamu berdoa, lalu tidak dikabulkan doa
mereka itu.(HR al-Bazzar dan at-Thabrani).
Sebab itu, langkah pertama setelah menyadari begitu pentingnya melakukan perlawanan terhadap kemunkaran, adalah memahami tentang ‘kemunkaran’ itu sendiri. Yang mana yang dimaksud dengan munkar. Kemudian, setelah paham, sesuai dengan ‘fiqhul awlawiyyat’ (fiqh prioritas), dilakukan pemetaan dan skala prioritas, kemunkaran mana yang wajib diperangi terlebih dulu. Saat ini begitu banyak kemunkaran bertebaran di muka bumi. Melalui media televisi, sebagian kemunkaran itu menyelusup masuk ke pojok-pojok kamar kita, tanpa permisi.
Sebab itu, langkah pertama setelah menyadari begitu pentingnya melakukan perlawanan terhadap kemunkaran, adalah memahami tentang ‘kemunkaran’ itu sendiri. Yang mana yang dimaksud dengan munkar. Kemudian, setelah paham, sesuai dengan ‘fiqhul awlawiyyat’ (fiqh prioritas), dilakukan pemetaan dan skala prioritas, kemunkaran mana yang wajib diperangi terlebih dulu. Saat ini begitu banyak kemunkaran bertebaran di muka bumi. Melalui media televisi, sebagian kemunkaran itu menyelusup masuk ke pojok-pojok kamar kita, tanpa permisi.
Tentu saja,
kemunkaran terbesar dalam pandangan Islam, adalah kemunkaran di bidang aqidah
Islamiyah. Yakni, kemunkaran yang mengubah dasar-dasar Islam. Inilah kemunkaran
yang berawal dari kerusakan ilmu-ilmu Islam, yang menyangkut asas-asas pokok
dalam Islam. Kemunkaran jenis ini jauh lebih dahsyat dari kemunkaran di bidang
amal. Dosa orang yang mengingkari kewajiban salat lima waktu, lebih besar
daripada dosa orang yang meninggalkan salat karena malas, tetapi masih meyakini
kewajiban salat. Dosa orang yang menjadi pelacur masih lebih ringan
dibandingkan dengan orang yang mengkampanyekan paham, bahwa menjadi pelacur
adalah tindakan mulia. Karena itu, adalah merupakan tindakan kemunkaran yang
sangat serius, ketika seorang mahasiswi sebuah kampus Islam di Yogyakarta
menerbitkan buku berjudul “Tuhan, Ijinkan Aku Menjadi Pelacur”. [Adian
Husaini/insistnet.com, Kemunkaran Ilmu, Kamis, 22 April 2010
01:51 Herry nurdi ].
Sepanjang sejarah kehidupan manusia,
kisah monumental dari kehadiran orang-orang zhalim telah menghiasi buram dan
kelamnya perjalanan ini. Segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan
mencatat bahwa manusia itu memang zhalim. Bagaimana Fir’aun dengan kerajaan
yang dikuasainya menyelewengkan penyembahan ummatnya kepada penentangan
terhadap Allah. seorang tokoh spiritualnya bernama Bal’am-pun memutarbalikkan
kebenaran bahkan mendukung kezhaliman yang dilakukan oleh rajanya.
Qarun melalui hartanya berlaku
sewenang-wenang dan beranggapan bahwa seluruh hartanya itu tidak ada campur
tangan siapapun, sehingga dia telah
menzhalimi orang-orang miskin tanpa merasa tersentuh dengan kefakiran mereka.
Hamam tokoh teknokrat Fir’aun menjadikan ilmunya sebagai sarana untuk
melanggengkan kekuasaan. Umumnya, oknum penguasa, tokoh agama, hartawan dan
ilmuan yang tidak tershibghah [tercelup] dengan nilai-nilai Ilahiah cendrung
berlaku zhalim terhadap kebenaran Allah.
Kezhaliman bagaimanapun bentuknya adalah
pelanggaran terhadap syariat Islam. Tidak mungkin keimanan akan bercampur
dengan kezhaliman. Kezhaliman adalah suatu sistem yang digerakkan oleh
tangan-tangan pendukungnya walaupun banyak dibungkus dengan kepentingan bahkan
nampaknya bersuarakan Islam, tapi ini adalah kezhaliman,wajib kita
menyelamatkan ummat ini dari kezhaliman dan menyelamatkan pelakunya dengan
mencegah mereka melakukannya, Wallahu a’lam, [Cubadak Solok, 29 Juni 2011.M/ 27
Rajab 1432.H].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar