Rabu, 20 November 2013

28. Berpegang Teguh Dengan Sunnah



PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

BERPEGANG TEGUH KEPADA SUNNAH
عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَاريةَ رَضي الله عنه قَالَ : وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، وَذَرِفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ، فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَأَوْصِنَا، قَالَ : أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ   عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ   وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
[رَوَاه داود والترمذي وقال : حديث حسن صحيح]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث         :
Dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam memberikan kami nasehat yang membuat hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran. Maka kami berkata : Ya Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah ta’ala, tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Karena di antara kalian yang hidup (setelah ini) akan menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap ajaranku dan ajaran Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat “(Riwayat Abu Daud dan Turmuzi, dia berkata : hasan shahih)
Pelajaran:
1.     Bekas yang dalam dari nasehat Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam jiwa para shahabat. Hal tersebut merupakan tauladan bagi para da’i di jalan Allah ta’ala.
2.     Taqwa merupakan yang paling penting untuk disampaikan seorang muslim kepada muslim lainnya, kemudian mendengar dan ta’at kepada pemerintah selama tidak terdapat didalamnya maksiat.
3.     Keharusan untuk berpegang teguh terhadap sunnah Nabi dan sunnah Khulafaurrasyidin, karena didalamnya terdapat kemenangan dan kesuksesan, khususnya tatkala banyak terjadi perbedaan dan perpecahan.
4.     Hadits ini menunjukkan tentang sunnahnya memberikan wasiat saat berpisah karena di dalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
5.     Larangan untuk melakukan hal yang baru dalam agama (bid’ah) yang tidak memiliki landasan dalam agama.
Pembahasan;
Seorang mukmin harus menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai landasannya dalam beramal dalam kehidupan sehari-hari, bila kedua hal ini dijadikan sebagai pegangan maka dijamin oleh Rasul tidak akan tersesat selamanya. Konsekwensi mengamalkan Al Qur’an dan Sunnah adalah meninggalkan segala hal yang tidak sesuai dengannya, meninggalkan syirik dan menjauhi bid’ah.

Bid’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya. Ini bisa dilihat dalam firman Allah:“Allah-lah Pencipta langit dan bumi”.(QS Al Baqarah 117).Maksudnya, Allah yang menciptakan langit dan bumi, tanpa didahului suatu contoh apapun.

Bid’ah menurut syara’, sebagaimana penjelasan Ibnu Taimiyah Rahimahullah: Bid’ah adalah sesuatu yang menyelisihi atau menyimpang dari Al-Qur’an atau As-Sunnah dan ijma’ salaful ummah, baik i’tiqadat (sesuatu yang harus diyakini) maupun ibadah (sesuatu yang harus diamalkan).

Imam Syatibi dalam kitab “Al-I’tisham” menjelaskan bahwa bid’ah adalah mengadakan cara agama yang dibikin-bikin, yang diadakan (oleh manusia), yang menyerupai syariah. Dan yang dimaksud dengan perilaku tersebut adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.

Bid’ah itu ada dua:  menyangkut keduniaan dan menyangkut agama. Bid’ah (penciptaan) yang mengenai keduniaan itu boleh, selama tidak bertentangan dengan Islam. Misalnya mengadakan pembangunan, menciptakan teknologi baru dsb. 

Adapun bid’ah yang menyangkut agama itu haram, tidak dibolehkan. Karena, agama itu harus berdasarkan wahyu dari Allah SWT. Manusia tidak berhak membuat syari’at (peraturan agama). Itu hanya hak Allah SWT. Maka membuat bid’ah dalam agama itu melanggar hak Allah SWT.  Hingga Nabi Muhammad SAW menegaskan:“Wa iyyaakum wa muhdatsaatil umuuri fainna kulla muhdatsatin bid’atun wa kulla bid’atin dholaalah.”“Dan jauhilah olehmu hal-hal (ciptaan) yang  baru (dalam agama). Maka sesungguhnya setiap hal (ciptaan) baru (dalam agama) itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.”  (HR Abu daud dan At-Tirmidzi, dia berkata Hadits hasan shahih).

Muhammad bin Husain Al-Jizani memaknai bid’ah itu dengan pengertian sebagai berikut;

[1]. Pengertian bid’ah dalam kacamata bahasa (lughah) lebih umum dibanding makna syar’inya. Antara dua makna ini ada keumuman dan kekhususan yang mutlak, karena setiap bid’ah syar’iyyah masuk dalam pengertian bid’ah lughawiyyah, namun tidak sebaliknya, karena sesungguhnya sebagian bid’ah lughawiyyah seperti penemuan atau pengada-adaan yang sifatnya materi tidak termasuk dalam pengertian bid’ah secara syari’at.

[2]. Jika dikatakan bid’ah secara mutlak, maka itu adalah bid’ah yang dimaksud oleh hadits “Setiap bid’ah itu sesat”, dan bid’ah lughawiyyah tidak termasuk di dalamnya, oleh sebab itu sesungguhnya bid’ah syar’iyyah disifati dengan dlalalah (sesat) dan mardudah (ditolak). Pemberian sifat ini sangat umum dan menyeluruh tanpa pengecualian, berbeda dengan bid’ah lughawiyyah, maka jenis bid’ah ini tidak termasuk yang dimaksud oleh hadits : “Setiap bid’ah itu sesat”, sebab bid’ah lughawiyyah itu tidak bisa diembel-embeli sifat sesat dan celaan serta serta tidak bisa dihukumi ‘ditolak dan batil’.[Komparasi Makna Bid'ah Secara Lughawi Dan Syar'i, almanhaj.or.id, Kamis, 27 Mei 2004 08:44:55 WIB].

Artinya semua bid’ah itu sesat karena berkaitan dengan aqidah, ibadah dan akhlak, sedangkan yang berkaitan dengan urusan keduniaan walaupun terdapat hal yang baru maka itu tidaklah bid’ah, begitu juga halnya tidak dapat dikatakan dengan bid’ah hasanah, karena secara bahasa dan syar’i, semua bid’ah itu sesat dan menyesatkan, kalau sesat dan menyesatkan dimana hasanahnya.

Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan tentang Memegang sunnah dengan erat ;
                Al Irbadh bin Saariyah menceritakan bahwa pada suatu hari, usai shalat dhuha, Rasulullah saw, menyampaikan nasehat kepada kami. Petuah yang beliau sampaikan membuat kami menangis dan hati kami tergetar. Saat itu seorang hadirin berkata,”Ini seperti petuah seseorang yang hendak pergi meninggalkan keluarganya. Apa pesan anda kepada kami wahai Rasulullah?
            Beliau bersabda,”Aku berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan taat kepada pemimpin walaupun ia seorang budak hitam. Diantara kalian nanti yang berumur panjang pasti akan menyaksikan banyak perselisihan. Jauhilah hal-hal bid’ah, sebab bid’ah itu sesat. Barangsiapa menyaksikan hal itu, hendaklah ia berpegang kepada sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin. Peganglah erat-erat sunnah tersebut” [HR. Tirmidzi].[Gema Insani, 2007, hal 24].

Karena telah tegas dan jelasnya dalil-dalil serta banyaknya ayat yang menunjukkan wajibnya mentaati Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Maka Allah mengancam orang-orang yang bermaksiat atau tidak mau taat kepadanya dengan neraka jahannam.

Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (al-Jin: 23)

Bahkan Allah juga mengancam orang-orang yang menyelisihi perintah rasul dengan fitnah kekufuran dan kesesatan di samping adzab yang pedih dalam ucapan-Nya: Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (an-Nisa’: 115)

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah (kekafiran) atau ditimpa azab yang pedih. (an-Nuur: 63)

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (al-Ahzab: 36) [Dikutip dari Bulletin Dakwah Manhaj Salaf edisi 10/Tahun I tgl 14 November 2003, penulis Ustadz Muhammad Umar As Sewed, judul asli "Wajibnya Mengamalkan Sunnah".)
Kejayaan,kebahagiaan,kebaikan,kelurusan,keselamatan,kepemimpinan,keberuntungan, dan kepeloporan umat ini tergantung pada keistiqomahanmya terhadap Kitab Suci Tuhannya dan Sunnah Nabinya. Bukti-bukti yang mendukung hal ini terlihat jelas di dalam nash-nash syara’ (Al-Qur’an dan Hadits) dan peristiwa-peristiwa sejarah. Sebab, ketika umat memegang teguh keislamannya yang benar, mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah, dan menelusuri jejak-jejak kenabian, timur dan barat mendekat padanya, kehormatan dan ajarannya terjaga, selalu bersatu dan masyarakatnya tidak bisa ditembus oleh serangan bid’ah dan hawa nafsu. 

Setelah kurun demi kurun, masa demi masa, dan tahun demi tahun berlalu, umat ini pun dilanda perpecahan dan perselisihan tentang urusan agamanya.
Di tengah kealpaan para pembela kebenaran, kelengahan para penjaga agama, dan kelalaian anak-anak Sunnah, beragam akidah menyimpang menyusup ke dalam benteng pertahanannya. Itulah yang merusak modal paling berharga yang dimiliki umat, yaitu keyakinannya, ittiba’nya dan kecintaannya kepada Rasul-Nya. Akibatnya, umat terpecah belah menjadi sekian banyak kelompok dan golongan. Manusia diombang-ambingkan oleh hawa nafsu dan perselisihan. Madzhab-madzhab dan bendera-bendera golongan bermunculan. Aliran dan tujuan bermacam-macam. Fitnah dan cobaan merajalela. Maka umat pun tersesat selama berabad-abad. Sehingga loyalitas umat kepada akidahnya semakin lama semakin lemah. Dan hati mereka pun dirasuki rasa suka mengikuti musuh. 

Kondisi itu semakin gawat di zaman ini, dimana fitnah semakin kuat, cobaan susul- menyusul, ujian datang silih berganti, bendera-bendera kelompok bercampur-aduk dan aliran-aliran berpadu-padan. Sementara panji-panji serangan terhadap agama dan keyakinan umat telah diangkat, gunung berupa dakwah kepada kesesatan meletus, badai pembenaran kesesatan berhembus kencang, dan taufan penghinaan terhadap Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meluncur deras. Semua itu menghantam umat dalam waktu yang sama. Hal itu tentu saja membuat tanggung jawab pembela Sunnah dan pengawal agama semakin berat. Mereka harus bangun dari tidur panjangnya, menyadari kelengahannya, menghentikan kesibukannya dengan hal-hal yang parsial, dan bergerak untuk membela Sunnah Nabinya. Yaitu dengan mempelajari, mengamalkan, mengajarkan, mendakwahkan. Lalu berjuang untuk menjelaskannya, tabah dalam menghadapi segala rintangan yang menghadang, dan berusaha menjabarkan hal yang bertentangan dengannya. Juga mengungkap kekeliruannya dan menerangkan kesalahannya. Sehingga manusia mendapat penjelasan yang memadai tentang masalah yang dihadapinya. Sungguh, ini adalah cara terbaik untuk mendekatkan diri (beribadah) kepada Allah. 

Imam Yahya bin Yahya An-Naisaburi guru Al-Buhkari dan Muslim rahimahumullah berkata: ‘ Membela As-Sunnah lebih baik dari pada jihad (di medan perang). 

Dan Abu Ubaid Al-Qosim bin Sullam Rahimahullah berkata : ‘ Orang yang mengikuti Sunnah laksana orang yang menggenggam bara api. Saat ini menurutku, ia lebih baik daripada mengayunkan pedang di jalan Allah.
Melihat kelemahan yang menimpa banyak masyarakat dan penyimpangan yang terjadi pada sejumlah persepsi keislaman di dalam benak banyak orang, sehingga berkas-berkas bercampur aduk, timbangan-timbangan terjungkir balik, ukuran-ukuran berantakan, dan perameter-perameter simpang siur, maka yang ma’ruf di anggap munkar, yang munkar dianggap ma’ruf. Sunnah dianggap bid’ah dan bid’ah dianggap Sunnah kecuali orang-orang yang dirahmati Allah. Adalah sebuah keniscayaan apabila anak-anak Islam, pengusung metode yang benar, ahli Sunnah Wal Jama’ah, dan para pengikut generasi Salaf bergerak dengan cara memberikan penjelasan tentang hal-hal tersebut tanpa berbelit-belit. Kemudian membuka fakta yang sebenarnya tanpa basa-basi, menerangkan mana yang tambahan dan mana yang otentik (asli), mana yang benar dan serius, mana yang salah dan sekedar senda gurau, memberikan perhatian khusus terhadap masalah-masalah akidah, Sunnah dan ittiba’, membatalkan semua pendapat dan syubhat (kerancuan) yang bertentangan dengannya, menunjukkan semua metode dan symbol serta melawannya, dan membuka kedok musuh-musuhnya, baik dalam skala individu, kelompok, maupun institusi. Karena kebenaran lebih berhak diikuti. [Artikel Khutbah Jum'at, Siapa Yang Peduli Pada Sunnah Sekarang ?Kamis, 02 Desember 10 dikutip dari Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi pertama, ElBA Al-Fitrah, Surabaya . Diposting oleh Yusuf Al-Lomboky].

Banyak sunnah Rasulullah yang telah hilang dari ummat ini, dikala ada yang melaksanakannya maka siap-siaplah untuk mendapat julukan fanatik, ekstrim hingga teroris. Seperti yang memanjang jenggot, memakai baju gamis dan sorban, memendekkan celana hingga mata kaki serta memakai jilbab yang agak panjang, itu semuanya merupakan sunnah Rasulullah. Ujud kecintaan kepada Rasulullah itu diantaranya adalah melaksanakan sunnahnya melalui keteladanan yang dicontohkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya, "Dan sesungguhnya Rasul Allah itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui Allah di hari kemudian dan yang mengingati Allah sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab [33]: 21). Seakan ayat ini menyatakan bahwa tidak usah kita melakukan apapun kecuali ada contohnya dari Rasulullah.

Ketika misalnya, rumah tangga keluarga kita berantakan, maka solusi terbaiknya adalah dengan mencontoh Rasul dalam mengemudikan bahtera rumah tangganya. Subhanallah, siapapun yang mampunyai referensi Rasulullah dalam perilaku sehari-harinya, maka hidupnya seperti seorang yang punya katalog yang sangat mudah di akses, segalanya serba tertuntun.

Begitu pentingnya tauladan ini. Itulah sebabnya mengapa P4 gagal di Indonesia? Padahal dimana-mana dilakukan penataran, berbagai metode dan pola digunakan, biaya pun keluar miliaran rupiah, tapi mengapa tidak berhasil merubah pola pikir masyarakat? Jawabannya mudah saja, menurut yang saya pahami dari Dr. Ruslan Abdul Ghani yang menyatakan bahwa salah satu penyebab utamanya adalah karena tidak ada contohnya. Siapa sekarang orang Indonesia yang paling Pancasilais sehingga layak ditauladani perilakunya? Belum ada!

Karenanya berbahagialah umat Islam yang mempunyai tauladan Rasulullah SAW, dalam dirinya semua aspek kehidupan telah ada reperensinya. Mau duduk, bertemu dengan kawan, bertemu dengan orang kaya, bercakap dengan orang papa, berhubungan dengan pejabat, semua telah ada contohnya, termasuk bagaimana teknik menghadapi penjahat. Semuanya sudah jelas, bahkan sampai hal yang paling sederhana seperti di kamar kecil yang paling tersembunyi sekalipun, semua ada tuntunannya.[Manajemen Qalbu, Rasul Panutan Ummat ,K.H. Abdullah Gymnastiar].

Orang yang menentang sunnah walaupun mereka tidak melakukan bid’ah maka telah melenceng dari ajaran islam, bahkan mereka dapat dikatakan dengan ornag-orang yang ingkar sunnah, padahal dalam praktek ibadah kita tidak bisa hanya mengacu kepada keterangan Al Qur’an saja, Al Qur’an hanya membicarakan suatu masalah secara global sedangkan rinciannya, teknis dan prakteknya tertuang dalam sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah.

Oleh karena itu barangsiapa yang menolak sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berarti dia menolak perintah-perintah Allah di atas dan akan terkena ancaman-ancaman tersebut. Para ulama menganggap para pengingkar-pengingkar sunnah sebagai seorang yang kafir dan murtad, telah keluar dari ikatan keislaman. Hukum bagi mereka dalam pemerintahan Islam adalah diminta taubat selama tiga hari, jika tidak mau bertaubat maka dipenggal lehernya.

Perhatikanlah ucapan salah seorang ulama yaitu Imam Suyuthi: “Ketahuilah semoga Allah merahmati kalian, barangsiapa mengingkari hadits-hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan (dengan syarat-syarat yang sudah ma’ruf) sebagai hujjah, maka dia telah kafir, keluar dari keislaman dan digabungkan bersama Yahudi dan Nashrani atau orang-orang yang Allah kehendaki dari kelompok-kelompok orang kafir. 

Para ulama juga telah memperingatkan kaum muslimin untuk berhati-hati dari ahlul bid’ah seperti mereka. Tidak duduk di majelis mereka, tidak bergaul dengan mereka, tidak mendengarkan ucapan mereka dan tidak berjalan bersamanya.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sudah mengisyaratkan akan munculnya manusia sejenis mereka dalam sabda beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam, ketika beliau mengharamkan beberapa perkara seperti keledai jinak, binatang bertaring dan lain-lain pada perang Khaibar. Kemudian beliau berkata:Sebentar lagi akan muncul salah seorang kalian yang mendustakanku, dalam keadaan bersandar ketika disampaikan kepadanya haditsku dia berkata: “Antara kami dan kalian adalah al-Qur'an. Apa yang kita dapati di dalamnya halal, kita halalkan. Dan apa yang kita dapati di dalamnya haram, kita haramkan.” Ketahuilah sesungguhnya apa yang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam haramkan seperti apa yang Allah haramkan. (HSR. Hakim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih) 

Dikatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mengharamkan seperti Allah mengharamkan karena beliau adalah utusan Allah yang Allah perintahkan kepada manusia untuk mentaatinya. Maka perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam merupakan perintah Allah dan larangannya merupakan larangan Allah.

 Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:Barangsiapa yang taat kepadaku, berarti dia taat kepada Allah. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, berarti dia bermaksiat kepada Allah (HR. Bukhari Muslim)

Perlu diketahui bahwa barisan para pengingkar sunnah ada berbagai macam jenisnya. Ada yang mengingkarinya secara keseluruhan dan menamakan dirinya Qur’aniyyun (Golongan Qur’an), tetapi lebih dikenal dengan Ingkarus Sunnah (Golongan pengingkar Sunnah), karena memang tidak pantas disebut golongan al- Qur’an. Kelompok ini telah dikafirkan oleh para ulama.

 Ada pula yang mengingkarinya tidak secara keseluruhan. Mereka beranggapan bahwa hal-hal yang haram hanyalah dalam al-Qur'an. Demikian pula hal-hal yang wajib hanya apa yang diperintahkan oleh Allah. Adapun kalau Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam melarang, maka bukanlah haram tetapi makruh saja; dan kalau Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan sesuatu, maka hal itu bukan wajib, tapi anjuran saja.
 Pendapat seperti ini banyak beredar di kalangan masyarakat kaum muslimin. Padahal konsekwensi dari pendapat ini sangat mengerikan. Mereka akan menghalalkan binatang bertaring seperti kucing dan anjing dengan dalih karena tidak terdapat dalam al-Qur'an. Mereka juga akan mengatakan bahwa shalat tidak harus seperti yang biasa kita lakukan, tapi cukup dilakukan pada pagi dan petang sebagaimana dalam al-Qur'an, karena rincian tata cara shalat hanya ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang menurut mereka tidak wajib. Demikian pula emas dan sutera tidak haram bagi laki-laki, namun hanya makruh saja dan pendapat-pendapat yang menyimpang lainnya.

Untuk mereka ini kita ingatkan bahwa hukum asal dari perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah wajib, kecuali jika ada dalil lain yang menurunkannya menjadi mustahab (anjuran). Sebaliknya hukum asal dari larangan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah haram, kecuali ada dalil lain yang menurunkannya menjadi makruh. Inilah kaidah ushul fiqh yang dipahami dan diikuti oleh para ulama sejak salafus shalih.
Ada pula jenis pengingkar sunnah yang menolak sebagian sunnah dan menerima sebagiannya. Yaitu para ashhabur ra'yi (rasionalis) yang menolak semua hadits- hadits yang menurut mereka bertentangan dengan akal. Kelompok inipun tidak kalah sesatnya, ia termasuk para penerus kesesatan mu’tazilah yang mendahulukan akal di atas dalil al-Qur’an dan as-Sunnah. (Dikutip dari Bulletin Dakwah Manhaj Salaf edisi 10/Tahun I tgl 14 November 2003, penulis Ustadz Muhammad Umar As Sewed, judul asli "Wajibnya Mengamalkan Sunnah".).

Tanpa sunnah yang kita ikuti maka tidak jelas apa yang harus kita kerjakan dalam kehidupan ini, padahal kehadiran Rasulullah di dunia ini memandu ummatnya agar mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari secara utuh atau kaffah, tanpa mengikuti sunnah Rasulullah maka Islam Kaffah yang dimaksud maka sulit untuk bisa kita ambil formulasinya sebagai rujukan. Dalam hal shalat beliau menyatakan,”Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat’’ artinya kesempurnaan shalat itu berangkat dari contoh teladan dari beliau. Ketika akan melaksanakan ibadah haji juga begitu, beliau menyatakan,”ambillah dariku tata cara melaksanakan ibadah haji”, bahkan semua praktek ibadah semuanya harus mengikuti sunnah Rasulullah, praktek ibadah yang tidak berangkat dari sunnah maka itu adalah bid’ah, bid’ah mengantarkan seseorang kepada kesesatan, sedangkan kesesatan mengajak orang  ke neraka, peganglah dan amalkan sunnah bila ingin hidup tetap dalam jalan yang benar,  Wallahu A’lam [Cubadak Solok, 26 Februari 2012.M/ 04 Rabi’ul Akhir 1433.H]. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar