PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
BERPEGANG
TEGUH KEPADA SUNNAH
عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَاريةَ رَضي الله عنه قَالَ
: وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ،
وَذَرِفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ، فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَأَنَّهَا
مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَأَوْصِنَا، قَالَ : أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ
وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ
عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً.
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ
عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
[رَوَاه
داود والترمذي وقال : حديث حسن صحيح]
Terjemah hadits / ترجمة
الحديث :
Dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariah
radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam
memberikan kami nasehat yang membuat hati kami bergetar dan air mata kami
bercucuran. Maka kami berkata : Ya Rasulullah, seakan-akan ini merupakan
nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “ Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah ta’ala,
tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah
seorang budak. Karena di antara kalian yang hidup (setelah ini) akan
menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap
ajaranku dan ajaran Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah
(genggamlah dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara
yang diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat “(Riwayat Abu Daud
dan Turmuzi, dia berkata : hasan shahih)
Pelajaran:
1. Bekas yang dalam dari
nasehat Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam jiwa para shahabat. Hal
tersebut merupakan tauladan bagi para da’i di jalan Allah ta’ala.
2. Taqwa merupakan yang
paling penting untuk disampaikan seorang muslim kepada muslim lainnya, kemudian
mendengar dan ta’at kepada pemerintah selama tidak terdapat didalamnya maksiat.
3. Keharusan untuk
berpegang teguh terhadap sunnah Nabi dan sunnah Khulafaurrasyidin, karena
didalamnya terdapat kemenangan dan kesuksesan, khususnya tatkala banyak terjadi
perbedaan dan perpecahan.
4. Hadits ini
menunjukkan tentang sunnahnya memberikan wasiat saat berpisah karena di
dalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
5. Larangan untuk
melakukan hal yang baru dalam agama (bid’ah) yang tidak memiliki landasan dalam
agama.
Pembahasan;
Seorang mukmin harus menjadikan Al Qur’an
dan Sunnah sebagai landasannya dalam beramal dalam kehidupan sehari-hari, bila
kedua hal ini dijadikan sebagai pegangan maka dijamin oleh Rasul tidak akan
tersesat selamanya. Konsekwensi mengamalkan Al Qur’an dan Sunnah adalah
meninggalkan segala hal yang tidak sesuai dengannya, meninggalkan syirik dan
menjauhi bid’ah.
Bid’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang diadakan tanpa
ada contoh sebelumnya. Ini bisa dilihat dalam firman Allah:“Allah-lah Pencipta
langit dan bumi”.(QS Al Baqarah 117).Maksudnya,
Allah yang menciptakan langit dan bumi, tanpa didahului suatu contoh apapun.
Bid’ah menurut syara’, sebagaimana penjelasan Ibnu
Taimiyah Rahimahullah: Bid’ah adalah sesuatu yang menyelisihi atau menyimpang
dari Al-Qur’an atau As-Sunnah dan ijma’ salaful ummah, baik i’tiqadat
(sesuatu yang harus diyakini) maupun ibadah (sesuatu yang harus diamalkan).
Imam Syatibi dalam kitab “Al-I’tisham” menjelaskan bahwa
bid’ah adalah mengadakan cara agama yang dibikin-bikin, yang diadakan (oleh
manusia), yang menyerupai syariah. Dan yang dimaksud dengan perilaku tersebut
adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Bid’ah itu ada dua: menyangkut keduniaan dan
menyangkut agama. Bid’ah (penciptaan) yang mengenai keduniaan itu boleh, selama
tidak bertentangan dengan Islam. Misalnya mengadakan pembangunan, menciptakan
teknologi baru dsb.
Adapun bid’ah yang menyangkut agama itu haram, tidak
dibolehkan. Karena, agama itu harus berdasarkan wahyu dari Allah SWT. Manusia
tidak berhak membuat syari’at (peraturan agama). Itu hanya hak Allah SWT. Maka
membuat bid’ah dalam agama itu melanggar hak Allah SWT. Hingga Nabi
Muhammad SAW menegaskan:“Wa iyyaakum wa muhdatsaatil umuuri fainna kulla
muhdatsatin bid’atun wa kulla bid’atin dholaalah.”“Dan jauhilah olehmu hal-hal
(ciptaan) yang baru (dalam agama). Maka sesungguhnya setiap hal (ciptaan)
baru (dalam agama) itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Abu daud dan At-Tirmidzi, dia berkata
Hadits hasan shahih).
Muhammad bin Husain Al-Jizani memaknai bid’ah itu dengan
pengertian sebagai berikut;
[1]. Pengertian bid’ah dalam kacamata bahasa (lughah) lebih
umum dibanding makna syar’inya. Antara dua makna ini ada keumuman dan
kekhususan yang mutlak, karena setiap bid’ah syar’iyyah masuk dalam pengertian
bid’ah lughawiyyah, namun tidak sebaliknya, karena sesungguhnya sebagian bid’ah
lughawiyyah seperti penemuan atau pengada-adaan yang sifatnya materi tidak
termasuk dalam pengertian bid’ah secara syari’at.
[2]. Jika dikatakan bid’ah secara mutlak, maka itu adalah
bid’ah yang dimaksud oleh hadits “Setiap bid’ah itu sesat”, dan bid’ah
lughawiyyah tidak termasuk di dalamnya, oleh sebab itu sesungguhnya bid’ah
syar’iyyah disifati dengan dlalalah (sesat) dan mardudah (ditolak). Pemberian
sifat ini sangat umum dan menyeluruh tanpa pengecualian, berbeda dengan bid’ah
lughawiyyah, maka jenis bid’ah ini tidak termasuk yang dimaksud oleh hadits :
“Setiap bid’ah itu sesat”, sebab bid’ah lughawiyyah itu tidak bisa
diembel-embeli sifat sesat dan celaan serta serta tidak bisa dihukumi ‘ditolak
dan batil’.[Komparasi Makna Bid'ah Secara Lughawi Dan Syar'i, almanhaj.or.id, Kamis,
27 Mei 2004 08:44:55 WIB].
Artinya semua bid’ah itu sesat karena berkaitan dengan
aqidah, ibadah dan akhlak, sedangkan yang berkaitan dengan urusan keduniaan
walaupun terdapat hal yang baru maka itu tidaklah bid’ah, begitu juga halnya
tidak dapat dikatakan dengan bid’ah hasanah, karena secara bahasa dan syar’i,
semua bid’ah itu sesat dan menyesatkan, kalau sesat dan menyesatkan dimana
hasanahnya.
Dr.
Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw,
menyatakan tentang Memegang sunnah dengan erat ;
Al Irbadh bin Saariyah menceritakan
bahwa pada suatu hari, usai shalat dhuha, Rasulullah saw, menyampaikan nasehat
kepada kami. Petuah yang beliau sampaikan membuat kami menangis dan hati kami
tergetar. Saat itu seorang hadirin berkata,”Ini seperti petuah seseorang yang
hendak pergi meninggalkan keluarganya. Apa pesan anda kepada kami wahai
Rasulullah?
Beliau bersabda,”Aku berwasiat
kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan taat kepada pemimpin walaupun ia
seorang budak hitam. Diantara kalian nanti yang berumur panjang pasti akan
menyaksikan banyak perselisihan. Jauhilah hal-hal bid’ah, sebab bid’ah itu
sesat. Barangsiapa menyaksikan hal itu, hendaklah ia berpegang kepada sunnahku
dan sunnah para Khulafaur Rasyidin. Peganglah erat-erat sunnah tersebut” [HR.
Tirmidzi].[Gema Insani, 2007, hal 24].
Karena telah tegas dan jelasnya dalil-dalil serta banyaknya ayat
yang menunjukkan wajibnya mentaati Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Maka
Allah mengancam orang-orang yang bermaksiat atau tidak mau taat kepadanya
dengan neraka jahannam.
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. (al-Jin: 23)
Bahkan Allah juga mengancam orang-orang yang menyelisihi
perintah rasul dengan fitnah kekufuran dan kesesatan di samping adzab yang
pedih dalam ucapan-Nya: Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami
masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
(an-Nisa’: 115)
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah (kekafiran) atau ditimpa azab yang pedih. (an-Nuur: 63)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan
kesesatan yang nyata. (al-Ahzab: 36)
[Dikutip dari Bulletin Dakwah Manhaj Salaf edisi 10/Tahun I tgl
14 November 2003, penulis Ustadz Muhammad Umar As Sewed, judul asli
"Wajibnya Mengamalkan Sunnah".)
Kejayaan,kebahagiaan,kebaikan,kelurusan,keselamatan,kepemimpinan,keberuntungan,
dan kepeloporan umat ini tergantung pada keistiqomahanmya terhadap Kitab Suci
Tuhannya dan Sunnah Nabinya. Bukti-bukti yang mendukung hal ini terlihat jelas
di dalam nash-nash syara’ (Al-Qur’an dan Hadits) dan peristiwa-peristiwa
sejarah. Sebab, ketika umat memegang teguh keislamannya yang benar, mengikuti
petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah, dan menelusuri jejak-jejak kenabian, timur dan
barat mendekat padanya, kehormatan dan ajarannya terjaga, selalu bersatu dan
masyarakatnya tidak bisa ditembus oleh serangan bid’ah dan hawa nafsu.
Setelah kurun demi kurun, masa demi masa, dan tahun demi
tahun berlalu, umat ini pun dilanda perpecahan dan perselisihan tentang urusan
agamanya.
Di tengah kealpaan para pembela kebenaran, kelengahan para
penjaga agama, dan kelalaian anak-anak Sunnah, beragam akidah menyimpang
menyusup ke dalam benteng pertahanannya. Itulah yang merusak modal paling
berharga yang dimiliki umat, yaitu keyakinannya, ittiba’nya dan
kecintaannya kepada Rasul-Nya. Akibatnya, umat terpecah belah menjadi sekian
banyak kelompok dan golongan. Manusia diombang-ambingkan oleh hawa nafsu dan
perselisihan. Madzhab-madzhab dan bendera-bendera golongan bermunculan. Aliran
dan tujuan bermacam-macam. Fitnah dan cobaan merajalela. Maka umat pun tersesat
selama berabad-abad. Sehingga loyalitas umat kepada akidahnya semakin lama
semakin lemah. Dan hati mereka pun dirasuki rasa suka mengikuti musuh.
Kondisi itu semakin gawat di zaman ini, dimana fitnah
semakin kuat, cobaan susul- menyusul, ujian datang silih berganti,
bendera-bendera kelompok bercampur-aduk dan aliran-aliran berpadu-padan.
Sementara panji-panji serangan terhadap agama dan keyakinan umat telah
diangkat, gunung berupa dakwah kepada kesesatan meletus, badai pembenaran
kesesatan berhembus kencang, dan taufan penghinaan terhadap Sunnah Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meluncur deras. Semua itu menghantam umat dalam
waktu yang sama. Hal itu tentu saja membuat tanggung jawab pembela Sunnah dan
pengawal agama semakin berat. Mereka harus bangun dari tidur panjangnya,
menyadari kelengahannya, menghentikan kesibukannya dengan hal-hal yang parsial,
dan bergerak untuk membela Sunnah Nabinya. Yaitu dengan mempelajari,
mengamalkan, mengajarkan, mendakwahkan. Lalu berjuang untuk menjelaskannya,
tabah dalam menghadapi segala rintangan yang menghadang, dan berusaha
menjabarkan hal yang bertentangan dengannya. Juga mengungkap kekeliruannya dan
menerangkan kesalahannya. Sehingga manusia mendapat penjelasan yang memadai
tentang masalah yang dihadapinya. Sungguh, ini adalah cara terbaik untuk
mendekatkan diri (beribadah) kepada Allah.
Imam Yahya bin Yahya An-Naisaburi guru Al-Buhkari dan Muslim
rahimahumullah berkata: ‘ Membela As-Sunnah lebih baik dari pada jihad
(di medan perang).
Dan Abu Ubaid Al-Qosim bin Sullam Rahimahullah berkata : ‘
Orang yang mengikuti Sunnah laksana orang yang menggenggam bara api. Saat ini
menurutku, ia lebih baik daripada mengayunkan pedang di jalan Allah.
Melihat kelemahan yang menimpa banyak masyarakat dan
penyimpangan yang terjadi pada sejumlah persepsi keislaman di dalam benak
banyak orang, sehingga berkas-berkas bercampur aduk, timbangan-timbangan
terjungkir balik, ukuran-ukuran berantakan, dan perameter-perameter simpang
siur, maka yang ma’ruf di anggap munkar, yang munkar dianggap ma’ruf. Sunnah
dianggap bid’ah dan bid’ah dianggap Sunnah kecuali orang-orang yang dirahmati
Allah. Adalah sebuah keniscayaan apabila anak-anak Islam, pengusung metode yang
benar, ahli Sunnah Wal Jama’ah, dan para pengikut generasi Salaf bergerak
dengan cara memberikan penjelasan tentang hal-hal tersebut tanpa
berbelit-belit. Kemudian membuka fakta yang sebenarnya tanpa basa-basi,
menerangkan mana yang tambahan dan mana yang otentik (asli), mana yang benar
dan serius, mana yang salah dan sekedar senda gurau, memberikan perhatian
khusus terhadap masalah-masalah akidah, Sunnah dan ittiba’, membatalkan semua
pendapat dan syubhat (kerancuan) yang bertentangan dengannya, menunjukkan semua
metode dan symbol serta melawannya, dan membuka kedok musuh-musuhnya, baik
dalam skala individu, kelompok, maupun institusi. Karena kebenaran lebih berhak
diikuti. [Artikel Khutbah Jum'at, Siapa Yang Peduli Pada Sunnah Sekarang ?Kamis,
02 Desember 10 dikutip dari Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi
pertama, ElBA Al-Fitrah, Surabaya . Diposting oleh Yusuf Al-Lomboky].
Banyak sunnah Rasulullah yang telah hilang dari ummat ini,
dikala ada yang melaksanakannya maka siap-siaplah untuk mendapat julukan
fanatik, ekstrim hingga teroris. Seperti yang memanjang jenggot, memakai baju
gamis dan sorban, memendekkan celana hingga mata kaki serta memakai jilbab yang
agak panjang, itu semuanya merupakan sunnah Rasulullah. Ujud kecintaan kepada
Rasulullah itu diantaranya adalah melaksanakan sunnahnya melalui keteladanan
yang dicontohkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Allah SWT menjelaskan dalam
firman-Nya, "Dan sesungguhnya Rasul Allah itu menjadi ikutan (tauladan)
yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui Allah di hari
kemudian dan yang mengingati Allah sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab [33]: 21). Seakan ayat ini menyatakan bahwa tidak usah
kita melakukan apapun kecuali ada contohnya dari Rasulullah.
Ketika misalnya, rumah tangga
keluarga kita berantakan, maka solusi terbaiknya adalah dengan mencontoh Rasul
dalam mengemudikan bahtera rumah tangganya. Subhanallah, siapapun yang mampunyai referensi Rasulullah dalam
perilaku sehari-harinya, maka hidupnya seperti seorang yang punya katalog yang
sangat mudah di akses, segalanya serba tertuntun.
Begitu pentingnya tauladan
ini. Itulah sebabnya mengapa P4 gagal di Indonesia? Padahal dimana-mana
dilakukan penataran, berbagai metode dan pola digunakan, biaya pun keluar
miliaran rupiah, tapi mengapa tidak berhasil merubah pola pikir masyarakat?
Jawabannya mudah saja, menurut yang saya pahami dari Dr. Ruslan Abdul Ghani
yang menyatakan bahwa salah satu penyebab utamanya adalah karena tidak ada
contohnya. Siapa sekarang orang Indonesia yang paling Pancasilais sehingga layak
ditauladani perilakunya? Belum ada!
Karenanya berbahagialah umat
Islam yang mempunyai tauladan Rasulullah SAW, dalam dirinya semua aspek
kehidupan telah ada reperensinya. Mau duduk, bertemu dengan kawan, bertemu
dengan orang kaya, bercakap dengan orang papa, berhubungan dengan pejabat,
semua telah ada contohnya, termasuk bagaimana teknik menghadapi penjahat.
Semuanya sudah jelas, bahkan sampai hal yang paling sederhana seperti di kamar
kecil yang paling tersembunyi sekalipun, semua ada tuntunannya.[Manajemen
Qalbu, Rasul
Panutan Ummat ,K.H. Abdullah Gymnastiar].
Orang yang menentang sunnah
walaupun mereka tidak melakukan bid’ah maka telah melenceng dari ajaran islam,
bahkan mereka dapat dikatakan dengan ornag-orang yang ingkar sunnah, padahal
dalam praktek ibadah kita tidak bisa hanya mengacu kepada keterangan Al Qur’an
saja, Al Qur’an hanya membicarakan suatu masalah secara global sedangkan
rinciannya, teknis dan prakteknya tertuang dalam sunnah yang diajarkan oleh
Rasulullah.
Oleh
karena itu barangsiapa yang menolak sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam berarti dia menolak perintah-perintah Allah di atas dan akan terkena
ancaman-ancaman tersebut. Para ulama menganggap para pengingkar-pengingkar
sunnah sebagai seorang yang kafir dan murtad, telah keluar dari ikatan
keislaman. Hukum bagi mereka dalam pemerintahan Islam adalah diminta taubat
selama tiga hari, jika tidak mau bertaubat maka dipenggal lehernya.
Perhatikanlah
ucapan salah seorang ulama yaitu Imam Suyuthi: “Ketahuilah semoga Allah merahmati
kalian, barangsiapa mengingkari hadits-hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam,
baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan (dengan syarat-syarat yang sudah
ma’ruf) sebagai hujjah, maka dia telah kafir, keluar dari keislaman dan
digabungkan bersama Yahudi dan Nashrani atau orang-orang yang Allah kehendaki
dari kelompok-kelompok orang kafir.
Para
ulama juga telah memperingatkan kaum muslimin untuk berhati-hati dari ahlul
bid’ah seperti mereka. Tidak duduk di majelis mereka, tidak bergaul dengan
mereka, tidak mendengarkan ucapan mereka dan tidak berjalan bersamanya.
Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam sudah mengisyaratkan akan munculnya manusia sejenis
mereka dalam sabda beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam, ketika beliau
mengharamkan beberapa perkara seperti keledai jinak, binatang bertaring dan
lain-lain pada perang Khaibar. Kemudian beliau berkata:Sebentar lagi akan
muncul salah seorang kalian yang mendustakanku, dalam keadaan bersandar ketika
disampaikan kepadanya haditsku dia berkata: “Antara kami dan kalian adalah
al-Qur'an. Apa yang kita dapati di dalamnya halal, kita halalkan. Dan apa yang
kita dapati di dalamnya haram, kita haramkan.” Ketahuilah sesungguhnya apa yang
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam haramkan seperti apa yang Allah haramkan.
(HSR. Hakim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih)
Dikatakan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mengharamkan seperti Allah mengharamkan
karena beliau adalah utusan Allah yang Allah perintahkan kepada manusia untuk
mentaatinya. Maka perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam merupakan
perintah Allah dan larangannya merupakan larangan Allah.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
bersabda:Barangsiapa yang taat kepadaku, berarti dia taat kepada Allah. Dan
barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, berarti dia bermaksiat kepada Allah (HR.
Bukhari Muslim)
Perlu
diketahui bahwa barisan para pengingkar sunnah ada berbagai macam jenisnya. Ada
yang mengingkarinya secara keseluruhan dan menamakan dirinya Qur’aniyyun
(Golongan Qur’an), tetapi lebih dikenal dengan Ingkarus Sunnah (Golongan
pengingkar Sunnah), karena memang tidak pantas disebut golongan al- Qur’an.
Kelompok ini telah dikafirkan oleh para ulama.
Ada pula yang mengingkarinya tidak secara
keseluruhan. Mereka beranggapan bahwa hal-hal yang haram hanyalah dalam
al-Qur'an. Demikian pula hal-hal yang wajib hanya apa yang diperintahkan oleh
Allah. Adapun kalau Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam melarang, maka
bukanlah haram tetapi makruh saja; dan kalau Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam memerintahkan sesuatu, maka hal itu bukan wajib, tapi anjuran saja.
Pendapat seperti ini banyak beredar di
kalangan masyarakat kaum muslimin. Padahal konsekwensi dari pendapat ini sangat
mengerikan. Mereka akan menghalalkan binatang bertaring seperti kucing dan
anjing dengan dalih karena tidak terdapat dalam al-Qur'an. Mereka juga akan
mengatakan bahwa shalat tidak harus seperti yang biasa kita lakukan, tapi cukup
dilakukan pada pagi dan petang sebagaimana dalam al-Qur'an, karena rincian tata
cara shalat hanya ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang menurut
mereka tidak wajib. Demikian pula emas dan sutera tidak haram bagi laki-laki,
namun hanya makruh saja dan pendapat-pendapat yang menyimpang lainnya.
Untuk
mereka ini kita ingatkan bahwa hukum asal dari perintah Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam adalah wajib, kecuali jika ada dalil lain yang menurunkannya
menjadi mustahab (anjuran). Sebaliknya hukum asal dari larangan Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam adalah haram, kecuali ada dalil lain yang
menurunkannya menjadi makruh. Inilah kaidah ushul fiqh yang dipahami dan
diikuti oleh para ulama sejak salafus shalih.
Ada
pula jenis pengingkar sunnah yang menolak sebagian sunnah dan menerima
sebagiannya. Yaitu para ashhabur ra'yi (rasionalis) yang menolak semua hadits-
hadits yang menurut mereka bertentangan dengan akal. Kelompok inipun tidak
kalah sesatnya, ia termasuk para penerus kesesatan mu’tazilah yang mendahulukan
akal di atas dalil al-Qur’an dan as-Sunnah. (Dikutip dari Bulletin Dakwah Manhaj
Salaf edisi 10/Tahun I tgl 14 November 2003, penulis Ustadz Muhammad Umar As
Sewed, judul asli "Wajibnya Mengamalkan Sunnah".).
Tanpa
sunnah yang kita ikuti maka tidak jelas apa yang harus kita kerjakan dalam
kehidupan ini, padahal kehadiran Rasulullah di dunia ini memandu ummatnya agar
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari secara utuh atau kaffah,
tanpa mengikuti sunnah Rasulullah maka Islam Kaffah yang dimaksud maka sulit
untuk bisa kita ambil formulasinya sebagai rujukan. Dalam hal shalat beliau
menyatakan,”Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat’’ artinya
kesempurnaan shalat itu berangkat dari contoh teladan dari beliau. Ketika akan
melaksanakan ibadah haji juga begitu, beliau menyatakan,”ambillah dariku tata
cara melaksanakan ibadah haji”, bahkan semua praktek ibadah semuanya harus
mengikuti sunnah Rasulullah, praktek ibadah yang tidak berangkat dari sunnah
maka itu adalah bid’ah, bid’ah mengantarkan seseorang kepada kesesatan,
sedangkan kesesatan mengajak orang ke
neraka, peganglah dan amalkan sunnah bila ingin hidup tetap dalam jalan yang
benar, Wallahu A’lam [Cubadak
Solok, 26 Februari 2012.M/ 04 Rabi’ul Akhir 1433.H].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar