Rabu, 20 November 2013

33. Wajib Menunjukkan Bukti



PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

WAJIB MENUNJUKKAN BUKTI

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم : لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ، لاَدَّعَى رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ، لَكِنَّ الْبَيِّنَةَ عَلَى الْمُدَّعِيْ وَالْيَمِيْنَ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ
[حديث حسن رواه البيهقي وغيره هكذا، وبعضه في الصحيحين]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Ibnu Abbas radhiallahuanhuma, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Seandainya setiap pengaduan manusia diterima, niscaya setiap orang akan mengadukan harta suatu kaum dan darah mereka, karena itu (agar tidak terjadi hal tersebut) maka bagi pendakwa agar mendatangkan bukti dan sumpah bagi yang mengingkarinya(Hadits hasan riwayat Baihaqi dan lainnya yang sebagiannya terdapat dalam As Shahihain)
Pelajaran yang terdapat dalaam hadits / الفوائد من الحديث :
1.     Seorang hakim harus meminta dari kedua orang yang bersengketa sesuatu yang dapat menguatkan pengakuan mereka.
2.     Seorang hakim tidak boleh memutuskan sebuah perkara dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
3.     Pada dasarnya seseorang bebas dari tuduhan hingga terbukti perbuatan jahatnya.
4.     Seorang hakim harus berusaha keras untuk mengetahui permasalahan sebenarnya dan menjelaskan hukumnya berdasarkan apa yang tampak baginya.
5.     Bersumpah hanya diperbolehkan atas nama Allah.
Pembahasan;

Hadits ini pada riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Ibnu Abu Mulaikah mengatakan :“Ibnu ‘Abbas menulis bahwa sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah menetapkan sumpah untuk orang yang menyangkal dakwaan”.

Pada riwayat lain disebutkan sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :“Sekiranya manusia dikabulkan apa saja yang menjadi pengakuannya, niscaya orang-orang akan mudah menuntut darah orang lain, harta orang lain. Akan tetapi, sumpah itu untuk orang yang menyangkal dakwaan”.

Penulis kitab Al Arbain berkata : “Hadits ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shahihnya dengan sanad bersambung dari riwayat Ibnu ‘Abbas. Begitu pula riwayat para penyusun Kitab Sunnan dan lain-lainnya”. Ushaili berkata : “Bila marfu’nya Hadits ini dengan kesaksian Imam Bukhari dan Imam Muslim, maka tidaklah ada artinya anggapan bahwa Hadits ini mauquf”. Penilain semacam itu tidak berarti berlawanan dan tidak juga menyalahi.

Hadits ini merupakan salah satu pokok hukum Islam dan sumber pegangan yang terpenting di kala terjadi perselisihan dan permusuhan antara orang-orang yang bersengketa. Suatu perkara tidak boleh diputuskan semata-mata berdasarkan pengakuan atau tuntutan dari seseorang.

Sabda beliau “niscaya orang-orang akan menuntut darah orang lain atau hartanya” dipakai oleh sebagian orang sebagai dasar untuk membatalkan pendapat Imam Malik, yang mengatakan perlunya mendengarkan pengaduan korban yang mengatakan bahwa seseorang telah melukai saya atau saya mempunyai tuntutan darah kepada seseorang. Sebab, jika orang yang sedang sakit mengadu “Seseorang mempunyai pinjaman kepadaku satu dinar atau satu dirham” Tidak boleh diperhatikan, maka pengaduan korban “Saya mempunyai tuntutan darah kepada orang lain” lebih patut untuk tidak diperhatikan. Dengan demikian, alasan tersebut tidak benar untuk membantah pendapat Imam Malik dalam masalah ini karena Imam Malik tidak mendasarkan pelaksaan qishash atau denda hanya pada perkataan penggugat atau sumpah korban, tetapi menjadikan pengakuan korban “Saya mempunyai tuntutan darah kepada sseorang” sebagai keterangan tambahan yang menguatkan bukti penggugat, sampai orang yang digugat berani bersumpah ketika ia mengingkarinya, sebagaimana yang berlaku pada berbagai macam keterangan tambahan.

Sabda beliau : “Akan tetapi, sumpah itu untuk orang yang menyangkal (dakwaan)” menjadi kesepakatan para ulama untuk menyumpah penyangkalan orang yang didakwa dalam urusan harta. Akan tetapi, dalam urusan lain mereka masih berbeda pendapat. Sebagian ulama menyatakan hal ini wajib berlaku kepada setiap orang yang menyangkal dakwaan di dalam sesuatu hak, dalam thalaq, dalam pernikahan, atau dalam pembebasan budak berdasarkan pada keumuman Hadits ini. Jika orang yang didakwa tidak mau bersumpah, mak a tuduhannya dipenuhi.

Abu Hanifah berkata : “Sumpah itu diberlakukan dalam kasus thalaq, nikah, dan pembebasan budak. Jika tidak mau bersumpah, maka tuduhannya dipenuhi”. Dan dia berkata : “Dalam kasus pidana tidak boleh digunakan sumpah (sebagai alat bukti)”. [Nakusihta, Jumat, 14 September 2012]

Bukti adalah segala sesuatu yang menunjukkan kepada yang benar. Dengan demikian bukti itu sangat banyak macamnya dan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan waktu dan tempat.

Bukti dibutuhkan pada setiap pengakuan. Maka pengakuan tanpa bukti tidak dihiraukan. Namun ada kalanya meski penuduh tidak membawa bukti dibutuhkan sumpah dari yang dituduh jika dia mengingkarinya.

Hakim tidak boleh memutuskan berdasarkan yang dia ketahui, tetapi harus berdasarkan bukti-bukti. Mana yang lebih kuat buktinya itulah ysng dia menangkan meskipun dia tahu bahwa yang buktinya lebih kuat telah berbuat curang. Maka dalam perselisihan, keputusan hakim tidak mesti benar. Oleh karena itu tidak boleh bagi seorang mengambil hak orang lain dengan alasan karena hakim memenangkannya. Dia menjadikan keputusan hakim sebagai kebenaran, padahal dia tahu bahwa dirinyalah yang bersalah.[Al Hikmah, July 20, 2008 - Posted by attanzil].

Pada suatu hari Khalifah Ali bin Abi Thalib kehilangan baju besinya, kemudian ia mendapatkannya pada seorang Nasrani, Ali mengadukan hal itu kepada Qadhi atau Hakim Syuraih untuk diadili, ketika di pengadilan terjadilah dialok;

Ali       ; Baju besi ini saya yang  punya, saya tidak pernah menjualnya dan tidak
              pernah menghadiahkan kepada siapapun.
Qadhi  : Bagaimana jawabanmu tentang dakwaan Amirul Mukminin?
Nasrani: Baju besi ini saya yang punya, tetapi saya tidak bermaksud menuduh 
              Amirul Mukminin itu berdusta.
Qadhi  : Adakah Amirul Mukminin mempunyai bukti dan saksi bahwa baju ini milik
              Amirul Mukminin ?
Ali       : Syuraih benar, saya tidak dapat mengemukakan saksi dan bukti.

            Qadhi menyerahkan baju itu kepada orang Nasrani karena Ali tidak dapat menunjukkan bukti dan saksinya. Dengan langkah tenang Nasrani itu meninggalkan raung sidang, tetapi sesampai di pintu dia masuk lagi dan berkata,"Hukum yang tuan Qadhi putuskan itu adalah benar yang pernah dilakukan para nabi, saya naik saksi di hadapan Allah bahwa ini adalah hukum keadilan, dan mulai sekarang saya nyatakan diri saya sebagai muslim, baju ini memang engkau yang punya hai Amirul Mukminin, yang terlepas dari tanganmu ketika engkau pergi perang Shiffin.

            Nasrani yang telah muslim tadi tampil ke depan menyerahkan baju besi itu kepada Ali, Alipun menyambut baju itu lalu berkata,"Oleh sebab engkau sekarang saudaraku dalam islam, maka baju ini kuhadiahkan kepadamu". 

Begitu tegasnya hakim untuk menolak dakwaan Ali bin Abi Thalib walaupun dia seorang Khalifah, tapi ketika tidak bisa memberikan bukti maka dakwaan itu tidak dapat diterima. wallahu a'lam [Cubadak Solok, 20032010]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar