PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
DALIL
HARAM DAN HALAL TELAH JELAS
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا
أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ
اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ
وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ
الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ
حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي
الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا
فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
[رواه
البخاري ومسلم]
Terjemah hadits / ترجمة
الحديث :
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir
radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: Sesungguhnya yang
halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat
perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang
banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan
agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka
akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang
menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk
memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap
raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan.
Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka
baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh;
ketahuilah bahwa dia adalah hati “.
(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Catatan :
· Hadits ini merupakan salah
satu landasan pokok dalam syari’at. Abu Daud berkata : Islam itu berputar dalam
empat hadits, kemudian dia menyebutkan hadits ini salah satunya.
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1. Termasuk sikap wara’
adalah meninggalkan syubhat .
2.
Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.
3.
Menjauhkan perbuatan dosa kecil karena hal tersebut dapat menyeret seseorang
kepada perbuatan dosa besar.
4.
Memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan
fisik.
5.
Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati.
6.
Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang
diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan.
7.
Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana
dan cara ke arah sana.
8.
Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.
Pembahasan
Mencari nafkah [ma'isyah] adalah aktivitas manusia dalam rangka memenuhi
kehidupannya dengan bekerja, apapun jenis pekerjaan yang ditekuni selama baik
dan halal adalah terpuji, apakah sebagai pedagang, petani, buruh, pegawai
negeri, anggota dewan, polisi, tentara ataupun pengacara hingga menteri ataupun
Presiden, kegiatan ini banyak mengandung
pahala didalamnya, dengan ma'isyah seseorang berupaya untuk mencari yang halal
karena memang demikian anjurannya,"Mencari rezeki yang
halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa,
dll)''. (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi).
Dalam
kehidupan sehari-hari Rasulullah mencontohkan kepada ummatnya pentingnya
mencari rezeki yang halal, sebab barang haram akan mempengaruhi mental dan
kepribadian seseorang. Idealnya, biarlah kita kaya raya asal semua diperoleh
dari yang halal, namun sangat rusak seseorang bila sedikit atau banyak hartanya
bergelimang dengan haram, baik haram zatnya, cara memperolehnya atau
membelanjakannya, Allah memperingatkan kita semuanya melalui nabinya; “Hai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”[Al
Baqarah 2;172]
Penyembahan kepada Allah harus dibuktikan dengan usaha yang bersih yaitu
menghasilkan rezeki yang halal, bagi seorang mukmin sudah nampak baginya rezeki
yang halal atau yang haram, sudah terang benderang tentang kedua itu,
Rasulullah bersabda," Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas,
dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak
jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa
yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan
agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti
penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya.
Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah
sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya.
Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik,
maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh
tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati." (HR. Bukhari)
Peluang untuk meraup harta yang
haram itu banyak sekali seperti mencuri, mengurangi timbangan dan takaran atau
yang lebih populer disebut dengan korupsi, semua level pekerjaan membuka
peluang itu, disamping mental seseorang juga karena sistim pemerintahan itu
membuka kesempatan yang luas untuk berbuat demikian. Seiring dengan itu korupsi
terjadi karena sistim yang sangat longgar berada pada instansi sebuah negara
sehingga suap menyuap, uang pelicin, uang tip, uang lelah dan uang lembur
hingga pungutan liar dan sebangsanya.
Seorang
sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw: "Apabila aku shalat semua yang
fardhu (yang wajib / shalat lima waktu) dan puasa pada bulan Ramadhan,
menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram dan tidak lebih dari itu,
apakah aku bisa masuk surga?" Nabi Saw menjawab, "Ya." (HR.
Muslim)
Jauh sebelumnya
Wakil Presiden RI pertama yaitu Dr. Muhammad Hatta telah menyatakan bahwa
korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya, mengakar dan sulit diberantas.
Apalagi rezim yang berkuasa memberi peluang untuk itu dengan istilah-istilah
indah, seperti; “kebocoran” ,atau “salah prosedur”. Sehingga orang tidak takut
mengerjakan perbuatan itu, bahkan ada pula yang menyebutnya sebagai “pekerjaan
sampingan”,nauzibillahi minzalik.
Perbuatan suap menyuap pada
ghalibnya beredar di kalangan pejabat-pejabat yang punya wewenang. Dengan alat
wewenangnya itu diloloskannyalah apa-apa yang dihajatkan oleh si penyogok buat
suatu kepentingan. Dengan harapan supaya di hasilkan apa yang dihajatkannya
maka si penyuap memberikan apa-apa yang patut menggembirakan hati seorang
pejabat. Bisa berupa uang, benda-benda berharga atau barang dan
perhiasan serta makanan
Jadi suap menyuap itu terjadi dari dua pihak yang
sama-sama ada kepeningan. Yakni kepentingan menerima ”uang sogok” di satu pihak
dan kepentingan menerima “kelolosan hajat” di pihak lain. Perbuatan main suap
dan menerima suap dilarang keras oleh Syara’
Agama Islam. Dihitung berdosa besar di sisi Allah SWT.
Menurut catatan sejarah pergaulan antar bangsa, bahwa
perangai suka menyogok adalah perangai-perangai kaum Yahudi dan China
perantauan. Asal mulanya dua bangsa ini di mana-mana tempat selalu diperlakukan
semena-mena oleh yang berwajib. Dalam banyak hal mereka selalu menjumpai
kesulitan dan ketidak-lancaran. Maka supaya lancar tiap urusan itu,
dipergunakanlah uang buat melancarkannya, menyogok.
Rentetan
bencana dan musibah yang terjadi belakangan ini disebabkan prilaku korup para
pemangku kebijakan di negeri ini. Selama prilaku ini masih lestari, bencana
akan terus terjadi silih berganti. Pernyataan ini disampaikan Ketua Umum PP
Muhammadiyah Din Syamsuddin di gedung DPR/MPR, Rabu (27/10/2010). Dia
menjelaskan, prilaku korupsi inilah yang mengundang laknat Allah turun ke bumi.
"Hadits Nabi menjelaskan, Allah melaknat penyuap dan yang disuap. Kalau
ada budaya penyuapan, itu menyebabkan laknat. Apalagi korupsi yang kakaknya
suap," jelasnya. Dia mengatakan, saat ini Indonesia sudah nyaris jadi
negara bencana. Setiap hari, ada saja musibah yang terjadi di belahan
Nusantara. "Jangan salahkan posisi geografis, jangan salahkan alam. Tapi
salahkan manusia yang ada di atas bumi itu," tukasnya.
Din
menambahkan, bencana ini juga terjadi mungkin karena para pemimpin bangsa yang
telah terjebak pada kemusyrikan (menduakan tuhan) dan membiarkan maksiat
merajarela. Sebab, bencana yang terjadi bukan baru-baru ini saja, tapi sudah
lama. "Sejak tahun 2000-an bencana ini terus jadi. Jadi jangan dianggap
ringan. Jangan-jangan kita telah terjebak dalam kemusyrikan," jelasnya.
Kemusyrikan
ini bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Bentuk tidak langsungnya,
jelas Din, seperti pemimpin yang menganggap dirinya serba bisa, serba mampu
sehingga mengesampingkan kekuasaaan Allah. Karena itu, Din mengajak pada
pemimpin untuk segera ber-muhasabah. [zul,Padang Today] "Janganlah
kamu mengagumi orang yang terbentang kedua lengannya menumpahkan darah. Di sisi
Allah dia adalah pembunuh yang tidak mati. Jangan pula kamu mengagumi orang
yang memperoleh harta dari yang haram. Sesungguhnya bila dia menafkahkannya
atau bersedekah maka tidak akan diterima oleh Allah dan bila disimpan hartanya
tidak akan berkah. Bila tersisa pun hartanya akan menjadi bekalnya di
neraka."(HR.
Abu Dawud)
Bagaimana tidak terjadi bencana dan musibah di negeri ini, malah kalau tidak terjadi bencana bukan itu berarti Allah mengasihi umatnya tapi menunda untuk beberapa saat memberikan kesempatan untuk bertaubat bagi yang sadar atau juga memberi kesempatan kepada yang rakus harta untuk berlarut-larut dengan kejahatannya itu. Secara manusiawi kita bisa melihat pekerjaan seseorang di tengah masyarakat sehingga dapat kita mengukur harta yang dimilikinya, tapi dia memiliki rumah yang bagus ibarat istana ada di beberapa tempat, dua tiga orang anaknya kuliah di luar negeri, depositonya sekian milyar, sawah dan ladang dapat dimiliki hanya dalam beberapa tahun saja, sekali lagi padahal usahanya biasa-biasa saja, sehingga dapat diperkirakan hasilnya.
Kepastian itu akan terungkap setelah
terjadi penangkapan oleh aparat yang berwenang seperti Kepolisian atau Komite Pemberantasan Korupsi sebagaimana
kasus Bank Centuri [2009] yang merugikan
rakyat ratusan milyar dan Gayus Tambunan
[2010] yang mengkorup uang pajak dengan melibatkan sekian aparat padahal
dia hanya seorang pegawai biasa di perpajakan, itulah mental korupsi, selain
berani untuk merampas harta secara ilegal juga berani untuk mengamankan dirinya
dengan menyuap penegak hukum sehingga hukum bisa dibeli dengan kekayaannya
itu. Rasulullah bersabda, "Bagi
tiap sesuatu terdapat ujian dan cobaan, dan ujian serta cobaan terhadap umatku
ialah harta-benda." (HR. Tirmidzi) "Akan datang bagi manusia
suatu jaman dimana orang tidak peduli apakah harta yang diperolehnya halal atau
haram."(HR. Bukhari)
Harta dan kekayaan membuat orang kalap untuk meraihnya, karena ingin hidup senang dengan kemewahan dan mudah sekali silau dengan kekayaan orang lain sehingga berlomba-lombalah untuk mengejarnya dengan ucapan,"Mencari yang haram saja sulit apalagi mencari yang halal", Rasulullah menyatakan dalam haditsnya ,"Janganlah kamu mengagumi orang yang terbentang kedua lengannya menumpahkan darah. Di sisi Allah dia adalah pembunuh yang tidak mati. Jangan pula kamu mengagumi orang yang memperoleh harta dari yang haram. Sesungguhnya bila dia menafkahkannya atau bersedekah maka tidak akan diterima oleh Allah dan bila disimpan hartanya tidak akan berkah. Bila tersisa pun hartanya akan menjadi bekalnya di neraka" (HR. Abu Dawud)
Mencuri, mengambil harta orang lain, maling dan korupsi serta sebangsanya adalah prilaku tidak terpuji, agama manapun tidak membenarkan hal ini apalagi agama islam, sehingga para maling, para koruptor layak dihukum seberat-beratnya, di Cina, Singapura dan Jepang bila ada pejabat yang mengkorup uang negara maka dia dihukum gantung atau dihukum tembak sehingga menimbulkan efek jera bagi generasi berikutnya, karena korupsi memang perbuatan selain akan merusak pribadi sipelaku juga merugikan rakyat dan bangsanya, " Sesungguhnya Ruhul Qudus (malaikat Jibril) membisikkan dalam benakku bahwa jiwa tidak akan wafat sebelum lengkap dan sempurna rezekinya. Karena itu hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan memperbaiki mata pencaharianmu. Apabila datangnya rezeki itu terlambat, janganlah kamu memburunya dengan jalan bermaksiat kepada Allah karena apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan ketaatan kepada-Nya" (HR. Abu Zar dan Al Hakim)
Negeri ini akan tetap menerima musibah
dari atas prilaku para pejabatnya yang sudah menggasak uang rakyat untuk
kepentingan pribadi, kalaupun mereka dihukum itupun hanya sebatas formalitas
saja, walaupun siang hari sang koruptor mendekam di penjara tapi malam harinya
dia bisa bebas kemana saja karena diapun membesarkan para koruptor di Lapas dan
oknum Polri dengan menyogok uang ratusan juta,
jadi uang hasil korupsi dibagi-bagikan kepada oknum pejabat untuk
mengamankan koruptor, memang mental maling, mencuri, pungli dan korup sudah
menjadi mental bangsa ini, kita lihatlah sejak dari tukang parkir, tukang sobek
karcis di loket bioskop mengambil peluang ini untuk mengumpulkan rezeki dengan
cara mengkorup hasil yang dia peroleh, apalagi jabatan lain sejak dari Kepala
Daerah, hingga Anggota Dewan sampai
Menteri dan Presiden banyak peluang untuk itu, artinya semakin tinggi jabatan
seeorang semakin besar peluang untuk meraup kekayaan melalui korupsi, wallahu a'lam, [Cubadak Solok,
5 Zulhijjah 1431.H/ 12 Nofember 2010.M]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar