RIYADUSH
SHALIHIN
[DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH]
Hak Suami Atas Isteri (Yang Wajib
Dipenuhi Oleh Isteri)
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Nabi Besar
Muhammad Saw memberikan penghargaan yang sangat tinggi kepada wanita yang dapat
memberikan ketenangan kepada suaminya, perhatikanlah hadits berikut; ”Sesungguhnya nabi ketika ditanya tentang
perempuan manakah yang terbaik, beliau menjawab, ialah yang menyenangkan bila
dilihat suaminya, diikutinya suruhan suaminya dan tidak diselewengkannya
dirinya dan harta suaminya ke jalan yang tidak disukainya”.
Hadits ini menggambarkan seorang wanita yang tahu harga
diri dan tahu fungsi dirinya terhadap suaminya. Pakaian bersih, dandanan
teratur dan rapi, tentu akan menyenangkan suami, dapat menimbulkan nafsu
syahwat suami sewaktu-waktu yang akan membawa hubungan yang lebih rapat dan
dapat pula memberikan ketenangan yang lebih sempurna.
Isteri yang shalehah berarti seorang wanita yang tahu
kewajibannya terhadap Tuhannya dan terhadap suaminya, sehingga si suami
betul-betul merasa yakin bahwa isterinya hanyalah buat dirinya sendiri saja.
Segala yang dilakukannya adalah untuk memberikan kesenangan dan ketenangan
suaminya. Badan yang lelah pulang kerja dapat dikuatkan di dalam rumah tangga
oleh isteri yang shalehah. Rumah tangga yang rapi, makan yang teratur dan
sesuai dengan selera. Si isteri tahu bahwa sebagai perangsang seksual. Ia tidak
akan berpakaian yang mencolok di hadapan
laki-laki lain yang bukan suaminya, sehingga menjadi teransang olehnya. Tingkah
lakunya, cara ia berbicara, tidak akan menggoda laki-laki lain.
Imam An Nawawi
dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 35 dengan judul
“Hak
Suami Atas Isteri (Yang Wajib Dipenuhi Oleh Isteri)”
Allah Ta'ala berfirman:"Kaum
lelaki itu adalah pemimpin-pemimpin atas kaum wanita - isteri-isterinya, karena
Allah telah meleblhkan sebagian mereka dari yang lainnya, juga karena kaum
lelaki itu telah menafkahkan dari sebagian hartanya. Oleh sebab itu kaum wanita
yang shalihah ialah yang taat serta menjaga dirinya di waktu ketiadaan
suaminya, sebagaimana yang diperintah untuk menjaga dirinya itu oleh
Allah." (an-Nisa':34).
Menilik isi yang
tersirat dalam ayat di atas, maka Allah Ta'ala sudah memberikan ketentuan yang
tidak dapat diubah-ubah atau sudah merupakan sunatullah, yaitu bahwa
keharmonian rumahtangga itu, manakafa lelaki dapat menguasai seluruh hal-ihwal
rumahtangga, dapat mengatur dan mengawasi isteri sebagai kawan hidupnya dan
menguasai segala sesuatu yang masuk dalam urusan rumahtangganya itu sebagaimana
pemerintah yang baik, pasti dapat menguasai dan mengatur sepenuhnya perihal
keadaan rakyat.
Manakala ini terbalik,
misalnya isteri yang menguasai suami, atau sama-sama berkuasanya, sehingga
seolah-olah tidak ada pengikut dan yang diikuti, tidak ada pengatur dan yang
diatur, sudah pasti keadaan rumahtangga itu menemui kericuan dan tidak mungkin
ada ketenangan dan ketenteraman di dalamnya.
Ringkasnya para suamilah
yang wajib menjadi Qawwaamuun, yakni penguasa, khususnya kepada
isterinya. Ini dengan jelas diterangkan oleh Allah perihal sebab-sebabnya,
yaitu kaum lelakilah yang dikaruniai Allah Ta'ala akal yang cukup sempurna,
memiliki kepandaian dalam mengatur dan menguasai segala persoalan, juga
kekuatannyapun dilebihkan oleh Allah bila dibandingkan dengan kaum wanita, baik
dalam segi pekerjaan ataupun peribadatan dan ketaatan kepada Tuhan. Selain itu
suami mempunyai pertanggunganjawab penuh untuk mencukupi nafkah seluruh isi
rumahtangga itu.
Oleh sebab itu isteri
itu baru dapat dianggap shalihah, apabila ia selalu taat pada Allah,
melaksanakan hak-hak suami, memelihara diri di waktu suaminya tidak di rumah
dan tidak seenaknya saja dalam hal memberikan harta yang menjadi milik suaminya
itu. Dengan demikian isteri itupun pasti akan dilindungi oleh Allah dalam
segala hal dan keadaan, juga ditolong untuk dapat melaksanakan tanggungjawabnya
yang dipikulkan kepadanya mengenai urusan rumahtangganya itu.
Dari Abu Hurairah r.a.,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya
ketempat tidurnya, tetapi isteri itu tidak mendatangi ajakannya tadi, lalu
suami itu menjadi marah pada malam harinya itu, maka para malaikat melaknati -
mengutuk - isteri itu sampai waktu pagi." (Muttafaq 'alaih).
Dalam riwayat Imam
Bukhari dan Imam Muslim yang lain lagi, disebutkan demikian: "Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Apabila
seseorang isteri meninggalkan tempat tidur suaminya pada malam harinya, maka ia
dilaknat oleh para malaikat sampai waktu pagi."
Dalam riwayat lain lagi
disebutkan sabda Rasulullah s.a.w. demikian:Demi Zat yang jiwaku ada di dalam
genggaman kekuasaanNya, tiada seseorang lelakipun yang mengajak isterinya untuk
datang di tempat tidurnya, lalu isteri itu menolak ajakannya, melainkan semua
penghuni yang ada di langit - yakni para malaikat - sama murka pada wanita itu
sehingga suaminya rela padanya - yakni mengampuni kesalahannya."
Dari Abu Hurairah r.a.
pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tiada halal - yakni haram - bagi seorang isteri
untuk berpuasa - sunnat - sedangkan suaminya menyaksikan - yakni ada, melainkan
dengan izin suaminya itu dan tidak halal mengizinkan seseorang lelaki lainpun
untuk masuk rumahnya - baik lelaki lain mahramnya atau bukan, kecuali dengan
izin suaminya." (Muttafaq 'alaih).
Dari
Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w. sabdanya:"Semua orang dari
engkau sekalian itu adalah penggembala dan semuanya saja akan ditanya perihal
penggembalaannya. Seorang amir - pamong peraja - adalah penggembala, orang
lelaki juga penggembala pada keluarga rumahnya, orang perempuan pun penggembala
pada rumah suaminya serta anaknya. Maka dari itu semua orang dari engkau
sekalian itu adalah penggembala dan semua saja akan ditanya perihal
penggembalaannya." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Ali, yaitu
Thalq bin Ali r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seseorang lelaki
mengajak isterinya untuk keperluannya - masuk ke tempat tidur - maka wajiblah
isteri itu mendatangi - mengabulkan - kehendak suaminya itu, sekalipun di saat
itu isteri tadi sedang ada di dapur." Diriwayatkan
oleh Imam-Imam Termidzi dan an-Nasa'i dan Termidzi berkata bahwa ini adalah
Hadis hasan.
Dari Abu Hurairah r.a.
dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Andaikata saya boleh menyuruh seseorang untuk
bersujud kepada orang lain, niscayalah saya akan menyuruh isteri supaya
bersujud kepada suaminya."
Dari Ummu Salamah
radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Mana saja
wanita yang meninggal dunia sedang suaminya rela padanya - tidak sedang mengkal
padanya, maka wanita itu akan masuk syurga." Diriwayatkan oleh Imam
Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Dari Usamah bin Zaid
radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya:"Saya tidak meninggalkan
sesuatu fitnah sepeninggalku nanti yang fitnah itu Iebih besar bahayanya untuk
dihadapi oleh kaum lelaki, Iebih hebat dari fitnah yang ditimbulkan oleh karena
persoalan orang-orang perempuan." (Muttafaq 'alaih]
Dari
Mu'az bin Jabal r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidaklah seseorang
isteri itu menyakiti pada suaminya di dunia - baik hati atau badannya,
melainkan isterinya yang dari bidadari yang membelalak matanya itu berkata:
"Janganlah engkau menyakiti ia, semoga engkau mendapat siksa Allah.
Hanyasanya ia di dunia itu adalah sebagai tamu bagimu, yang hampir sekali akan
berpisah denganmu untuk menemui kita." Diriwayatkan
oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Suatu kisah
sederhana dibawah ini menggambarkan sebuah tipe kedudukan wanita sebagai ibu
rumah tangga karena ia dituntut suatu kesiapan dan persiapan diri dengan
berbagai ilmu yang dapat dijangkaunya. Didalam problem rumah dibutuhkan
dasar-dasar ilmu kesehatan, ilmu ekonomi, keuangan, pendidikan, pengajaran,
masak memasak, keterampilan serta seni mengurus rumah tangga.
Sekelumit kisah Asma binti Abu Bakar As Siddiq, isteri Az
Zubair bin Awwam. Asma saudara kandung Aisyah mendapat gelar ”Zatun Nitaqain” dari Rasulullah. Ia
menyatakan tentang dirinya, ”Saya
melayani Zubair dalam segala urusan rumah tangga saya yang melatih kudanya,
memberikannya makan dan minum, menjahit timba yang bocor, menyiram tanaman
serta memanggulnya sendiri kacang-kacangan”. Itulah Asma yang terkenal
peranannya dalam sejarah Hijrah Nabi Saw sebagai Dzatun Nitaqain yang merobek
stagennya menjadikan dua bagian, satu bagian sebagai pengikat bekal makanan
untuk nabi dan ayahnya yang sedang singgah hijrah di gua Tsur, dan stagen satu
lagi untuk dirinya.
Tidak diragukan lagi bahwa rumah tangga muslim adalah
inti dari masyarakat yang baik, maka wajiblah diperhatikan dengan memelihara
ikatan perkawinan islam dengan ikatan yang benar jauh dari kesan sia-siaan
untuk mewujudkan tujuan-tujuan luhur yang penuh kasih sayang dan ketenangan
jiwa yang sekaligus merupakan salah satu kebesaran Allah yang menunjukkan kesempurnaan
kekuasaan-Nya sebagaimana gambaran firman Allah, ”Dan diantara tanda-tanda-Nya bahwa ia menjadikan isteri bagimu yang
sebangsa denganmu , supaya boleh kamu diam bersama dia serta saling mengasihi
dan mencintai” [Ar Rum;21].
Prinsip-prinsip pengaturan rumah tangga dan segenap
peraturannya bersumber dari syariat Islam, maka oleh karenanya tidaklah ia
tunduk pada masa permulaan kepada suatu perubahan asing dan pengaruh pemerintah
disaat rumah tangga islam terjaga oleh aqoid keimanan pada setiap muslim. Telah
nampak sekarang bahwa tidaklah rumah tangga bisa terjaga kecuali bila
dipersenjatai dengan senjata ilmu agama dan aqoid keimanan yang menyangku
syariat sehingga dengan demikian ia tetap terlindung dari gelombang-gelombang
atheisme dan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan orang-orang yang
berusaha menyebarkan kerusakan di bumi, ”Pastilah
Allah menolong barangsiapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi
Gagah Perkasa”.
Hendaknya kita kaum muslimin memperhatikan pendidikan kepada
rumah tangga tentang aqoid keimanan agama yang benar dan mempersenjatainya
dengan senjata taqwa supaya berpegang teguh pada sebab yang kuat
dari akhlak yaitu rasa malu, kesucian diri dan harga diri sehingga
terbentuklah masyarakat yang baik. Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 04 Zulqaidah 1434.H/09 September 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar