Kamis, 28 November 2013

78.36 Memberikan Nafkah Kepada Para Keluarga



RIYADUSH SHALIHIN
[DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH]
                

Memberikan Nafkah Kepada Para Keluarga
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Rezeki manusia sudah ditentukan Allah sejak zaman azali, namun demikian dia hanya diwajibkan untuk berusaha mencarinya dengan penuh ketekunan dan kesabaran, walaupun turunnya rezeki itu lambat kepadanya maka tidak merubah ketaatan kepada Allah dengan melakukan transaksi maksiat," Sesungguhnya Ruhul Qudus (malaikat Jibril) membisikkan dalam benakku bahwa jiwa tidak akan wafat sebelum lengkap dan sempurna rezekinya. Karena itu hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan memperbaiki mata pencaharianmu. Apabila datangnya rezeki itu terlambat, janganlah kamu memburunya dengan jalan bermaksiat kepada Allah karena apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan ketaatan kepada-Nya. (HR.AbuZardanAlHakim).
 
Apapun profesi seseorang tidak jadi masalah karena sesuai dengan kapasitasnya dia akan memperoleh imbalan dari kerjanya, yang dilakukan secara baik, rapi dan profesional serta bertanggungjawab, bahkan kerjanya itu dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk keluarga disamakan dengan seorang muajhid "Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. (HR. Ahmad)

 
Siapapun yang telah melangkahkan kakinya,  mengayunkan tangannya, mencurahkan tenaganya, memeras keringatnya karena mengerjakan suatu pekerjaan yang berat sekalipun untuk kebutuhan pribadi dan keluarganya maka tidaklah sia-sia, selain memperoleh pahala dari Allah dia juga akan diampuni, tentu semuanya dilandasi dengan keimanan yang mantap dan  amal yang disertai keikhlasan, "Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah" (HR. Ahmad)
 
Semua manusia punya salah dan dosa, yang harus diupayakan agar dosa dan kesalahan itu dapat hapus karena akan mengganggu perjalanan kehidupan seseorang hingga akherat kelak, ada dosa yang dapat hapus dari satu shalat ke shalat lainnya, ada dosa yang bisa diampuni dari satu jum'at ke jumat lainnya dan dari satu Ramadhan ke Ramadhan berikutnya dari satu umrah ke umrah selanjutnya, kesusahan mencari nafkah dapat juga menghapuskan dosa seseorang sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah "Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus (ditebus) dengan pahala shalat, sedekah atau haji namun hanya dapat ditebus dengan kesusah-payahan dalam mencari nafkah'' (HR. Ath-Thabrani)

            Hikmah dari kemampuan mencari nafkah [qadirun alal kasbi] yaitu dapat memenuhi kebutuhan pribadi sehingga terjauh dari mengharapkan pemberian dari orang lain, hidupnya mandiri bahkan mampu untuk membantu orang yang membutuhkan, digambarkan dalam hadits Rasulullah, seorang lelaki yang sibuk setiap waktu untuk beribadah di masjid, sementara semua kebutuhannya dibiayai oleh adiknya, maka Rasuk menyatakan, adikmu lebih baik darimu, "Seorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya maka itu lebih baik dari seorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak. (Mutafaq'alaih).

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 36 dengan judulMemberikan Nafkah Kepada Para Keluarga”

Allah Ta'ala berfirman: "Dan menjadi kewajiban ayah untuk mencukupkan keperluan rezeki - makan minum - serta pakaian dangan secara baik -sepantasnya - kepada ibu yang menyusukan anaknya." (al-Baqarah: 233).

Allah Ta'ala berfirman lagi:"Hendaklah orang yang mampu itu memberikan nafkahnya sesuai dengan kemampuannya dan barangsiapa yang terbatas rezekinya, maka bendaklah memberikan nafkabnya sesuai dengan pemberian Allah kepadanya. Allah tidak memaksakan kepada seseorang melainkan sesuai dengan karunia yangdiberikan olehNya kepada orang itu." (at-Thalaq: 7).

Juga Allah Ta'ala berfirman: "Dan segala sesuatu apapun yang engkau semua nafkahkan, maka Allah tentu menggantinya." (Saba': 39)

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sebuah dinar yang engkau belanjakan untuk perjuangan fisabilillah, sebuah dinar yang engkau belanjakan untuk seseorang hambasahaya - lalu dapat segera merdeka, sebuah dinar yang engkau sedekahkan kepada seseorang miskin dan sebuah dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, maka yang terbesar pahalanya ialah yang engkau nafkahkan kepada keluargamu itu." (Riwayat Muslim)

Dari Abu Abdillah (ada yang mengatakan namanya itu ialah Abu Abdirrahman) yaitu Tsauban bin Bujdud, yakni hambasahaya Rasulullah s.a.w., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seutama-utama dinar yang dinafkahkan oleh seseorang lelaki ialah dinar yang dinafkahkan kepada keluarganya, dan juga dinar yang dinafkahkan kepada kendaraannya untuk berjuang fi-sabilillah dan pula yang dinafkahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk berjuang fisabilillah juga." (Riwayat Muslim)

Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya bertanya: "Ya Rasulullah, adakah saya dapat memperoleh pahala jikalau saya menafkahi anak-anak Abu Salamah dan saya tidak membiarkan mereka berpisah begini begitu - yakni bercerai berai ke sana ke mari untuk mencari nafkahnya sendiri-sendiri, sebab hanyasanya mereka itu anak-anak saya juga - karena Abu Salamah adalah suaminya Ummu Salamah." Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, engkau memperoleh pahala dari apa yang engkau nafkahkan kepada anak-anak itu." (Muttafaq 'alaih)

Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a. dalam Hadisnya yang panjang yang sudah kami uraikan sebelum ini dalam permulaan kitab, yaitu dalam bab niat, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda kepadanya - Sa'ad - yaitu: "Sesungguhnya engkau tiada menafkahkan sesuatu nafkahpun yang dengannya itu dengkau mencari keridhaan Allah, melainkan engkau pasti diberi pahala karena pemberian nafkahmu tadi, sampaipun sesuatu yang engkau jadikan untuk makanan mulut isterimu." (Muttafaq 'alaih)
  Dari Mas'ud al-Badri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jikalau seseorang lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan niat mengharapkan keridhaan Allah, maka apa yang dinafkahkan itu adalah sebagai sedekah baginya - yakni mendapat -kan pahala seperti orang yang bersedekah." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abdullah bin'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Cukuplah seseorang menanggung dosa, jikalau ia menyia-nyiakan orang yang wajib ditanggung makannya."

Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lain. Dan juga diriwayatkanoleh Imam Muslim dalam shahihnya dengan pengertian sebagaimana di atas itu, yaitu sabda Rasulullah s.a.w.: "Cukuplah seseorang itu menanggung dosa, jikalau ia menahan - tidak memberikan makan - kepada orang yang menjadi miliknya - tanggungannya."

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tiada suatu haripun yang semua hamba Allah berpagi-pagi padahari itu, melainkan ada dua malaikat yang turun - kebumi, yang satu berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang memberikan nafkah akan gantinya," sedang yang lainnya berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan - hartanya dan enggan menafkahkan akan kerusakan - menjadi habis samasekali." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tangan bagian atas itu lebih baik dari tangan bagian bawah - yakni yang memberi lebih baik daripada yang diberi. Dan mulailah dahulu dengan orang yang menjadi keluargamu. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar keperluan - yakni bahwa dirinya sendiri sudah cukup untuk kepentingannya dan kepentingan keluarganya. Barangsiapa yang menahan diri - tidak sampai meminta sekalipun miskin, maka Allah akan mencukupkan kebutuhannya dan barangsiapa yang merasa kaya - merasa cukup dengan apa yang ada disisinya, maka Allah akan membuatnya kaya - cukup dari segala keperluannya." (Riwayat Bukhari).

Rasulullah bersabda, "Allah memberi rezeki kepada hambaNya sesuai dengan kegiatan dan kemauan kerasnya serta ambisinya"HR. Aththusi)
 
Rasulullah bersabda "Mata pencaharian paling afdhol adalah berjualan dengan penuh kebajikan dan dari hasil keterampilan tangan" (HR. Al-Bazzar dan Ahmad)
 
Rasulullah bersabda,"Sebaik-baik mata pencaharian ialah hasil keterampilan tangan seorang buruh apabila dia jujur (ikhlas). (HR. Ahmad)

Hasil usaha  sendiri kemudian dinikmati  mendatangkan kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri walaupun tidak banyak, daripada banyak tapi hasil pencaharian orang lain, yaitu hasil dari pemberian, apalagi hasil dari meminta-minta, Rasulullah menyatakan,"Tiada makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangan sendiri'' (HR.Bukhari), salah satu hikmah kenapa Nabi Muhammad mampu menolak tawaran dari  pamannya Abu Thalib berkaitan dengan datangnya kafir Quraisy yang menawarkan agar tidak lagi menyebarkan da'wah islam maka beliau akan diberi tiga hal yaitu harta yang banyak sehingga jadi orang kaya di Mekkah, diangkap sebagai pemimpin dan dicarikan wanita cantik sebagai isterinya, tapi hal itu dia tolak dengan ucapan “Wahai paman, seandainya mereka meletakkan bulan di pundakku sebelah kiri dan matahari sebelah kananku, agar aku meninggalkan da’wah ini, sungguh tidak akan berhenti sehingga aku mendapatkan kejayaan islam atau aku binasa karenanya”.

Kenapa Muhammad berani begitu kepada pamannya ? karena dia tinggal di rumah pamannya tidak gratis, dia ikut bekerja mencari nafkah, sejak kecil bekerja mengembalakan kambing dan setelah remaja hingga dewasa dia berdagang dengan Abu Thalib, artinya punya penghasilan dengan bekerja akan menimbulkan kemerdekaan dari pribadi seseorang, tidak mudah ditekan atau dijajah orang lain.

Bagi  orang yang dibukakan pintu rezeki melalui usaha apapun yang menguntungkan maka sebaiknya ditekuni dengan maksimal, "Apabila dibukakan bagi seseorang pintu rezeki maka hendaklah dia melestarikannya"(HR. Al-Baihaqi) Yakni senantiasa bersungguh-sungguh dan konsentrasi di bidang usaha tersebut, serta jangan suka berpindah-pindah ke pintu-pintu rezeki lain atau berpindah-pindah usaha karena di khawatirkan pintu rezeki yang sudah jelas dibukakan tersebut menjadi hilang dari genggaman karena kesibukkan nya mengurus usaha yang lain. Seandainya memang mampu maka hal tersebut tidak mengapa.

Walaupun pahala melaksanakan shalat fajar lebih baik dari dunia dan isinya, ditambah lagi dengan melaksanakan shalat subuh maka untuk mencari nafkah mengais rezeki Allah dalam berpagi-pagi sangat dianjurkan, selesai shalat subuh bersiap-siaplah untuk bertebaran di muka bumi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah dalam beberapa hadits; "Seusai shalat fajar (subuh) janganlah kamu tidur sehingga melalaikan kamu untuk mencari rezeki"(HR. Ath-Thabrani)

 
"Bangunlah pagi hari untuk mencari rezeki dan kebutuhan-kebutuhanmu. Sesungguhnya pada pagi hari terdapat barakah dan keberuntungan''           HR. Ath-Thabrani dan Al-Bazzar)

 
"Ya Allah, berkahilah umatku pada waktu pagi hari mereka (bangun fajar). (HR. Ahmad).

            Walaupun seseorang mempunya harta yang banyak, tidak akan habis dimakan tujuh generasi, fasilitas hidup sudah tersedia lengkap, anak-anaknyapun sudah berhasil dengan penghasilan yang tidak sedikit, setiap bulan mendapat kiriman dari sang anak walaupun tidak diminta, selain itu sebagai manusia berapalah yang dapat dimakan setiap hari, tapi tidaklah enak kalau hidup hanya berdiam saja padahal fisik sehat dan masih kuat, tidak punya aktivitas sama artinya dengan mati, orang yang bekerja memang lelah tapi lebih lelah lagi orang yang menganggur, lebih jauh lagi Rasulullah menyatakan tentang orang yang tidak bekerja, " Pengangguran menyebabkan hati keras (keji dan membeku). (HR. Asysyihaab). Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 04 Zulqaidah 1434.H/09 September 2013].



Tidak ada komentar:

Posting Komentar