PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
AGAMA
ADALAH NASEHAT
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ
النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ
وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ .
[رواه
البخاري ومسلم]
Dari Abu Ruqoyah Tamim Ad Daari radhiallahuanhu,
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Agama adalah
nasehat, kami berkata : Kepada siapa ? beliau bersabda : Kepada Allah,
kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpan kaum muslimin dan rakyatnya. (Riwayat
Bukhori dan Muslim)
Pelajaran :
1. Agama Islam berdiri
tegak diatas upaya saling menasihati, maka harus selalu saling menasihati
diantara masing-masing individu muslim.
2. Nasihat wajib
dilakukan sesuai kemampuannya.
Pembahasan
Menyampaikan kebenaran kepada orang lain
merupakan beban yang harus dilakukan, beban itu disebut dengan amar ma’ruf nahi
mungkar yaitu mengajak orang berbuat baik dan melarang dari kemungkaran, bahasa
yang tepatnya adalah Dakwah Ilallah yaitu mengajak orang ke jalan Allah. “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” [Ali Imran: 110].
Dalam sebuah hadits disebutkan
bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya: “Apakah kita akan dihancurkan walaupun di
antara kita terdapat orang-orang sholihin.”? Rasulullah saw. menjawab, “Ya”,
bila terdapat banyak kebobrokan atau keburukan. Allah swt. menegaskan dalam
surat Huud ayat 117 yang artinya: Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan
membinasakan negeri-negeri secara zhalim sedang penduduknya orang-orang yang
melakukan ishlah (perbaikan).
Di antara ciri manusia yang
tidak akan merugi adalah sebagaimana yang diungkap dalam surat Al-Ashr, yaitu
senantiasa saling menasihati dengan kebenaran (saling menasihati untuk
melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah) dan saling menasihati
dengan kesabaran (maksudnya saling menasihati untuk bersabar menanggung musibah
atau ujian). Surat ini amat penting sehingga ada riwayat dari Imam At-Thabrani
dari Ubaidillah bin Hafsh yang menyatakan bahwa dua orang sahabat nabi bila
bertemu, maka tidak berpisah kecuali membaca surat Al-Ashr, kemudian
mengucapkan salam untuk perpisahan.
Imam As-Syafi’i pernah
mengatakan: “Seandainya manusia mau merenungi kandungan surat Al-Ashr,
pasti cukuplah itu bagi kehidupan mereka.”.
Di antara hak seorang muslim
dengan muslim lainnya adalah bila dimintai nasihat oleh saudaranya tentang
sesuatu maka ia harus memberinya, dalam artian ia harus menjelaskan kepada
saudaranya itu apa yang baik dan benar. Dalam sebuah hadits disebutkan:“Bila
salah seorang dari kamu meminta nasihat kepada saudaranya maka hendaknya (yang
diminta) memberi nasihat.” (HR Bukhari)
Dalam hadits lain disebutkan:“Agama
adalah nasihat bagi Allah, bagi Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan
untuk para orang awamnya.” ( H.R Bukhari)
Maksud hadits di atas
adalah:Agama adalah nasihat, maksudnya bahwa sendi dan tiang tegaknya agama
adalah nasihat. Tanpa saling menasihati antara umat Islam maka agama tidak akan
tegak.
Agama adalah nasihat bagi
Allah swt. artinya: Sendi agama adalah beriman kepada-Nya, tunduk dan berserah
diri kepada-Nya lahir dan batin, mencintai-Nya dengan beramal shalih dan
mentaati-Nya, menjauhi semua larangan-Nya serta berusaha untuk mengembalikan
orang-orang yang durhaka agar bertaubat dan kembali kepada-Nya.
Agama adalah nasihat bagi
Rasulullah saw. maksudnya: sendi tegaknya agama adalah dengan meyakini kebenaran
risalahnya, mengimani semua ajarannya, mengagungkannya, mendukung agamanya
menghidupkan sunnah-sunnahnya dengan mempelajarinya dan mengajarkannya,
berakhlaq dengan akhlaqnya, mencintai keluarganya, sahabatnya dan para
pengikutnya.
Agama adalah nasihat bagi para
pemimpin umat Islam, maksudnya adalah bahwa tegaknya agama dengan mendukung dan
mentaati mereka dalam kebenaran, mengingatkan mereka dengan kelembutan bila
lalai atau lengah, meluruskan mereka bila salah.
Agama adalah nasihat bagi
orang awam dari umat Islam (rakyat biasa bukan pemimpin), maksudnya bahwa
tegaknya agama hanyalah dengan memberikan kasih sayang kepada orang-orang
kecil, memperhatikan kepentingan mereka, mengajari apa-apa yang bermanfaat bagi
mereka dan menjauhkan semua hal yang membahayakan mereka dsb.[Budayakan Saling
Menasehati, dakwatuna.com 14/5/2009
| 20 Jumadil Awal 1430 H].
Dr.
Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw,
menyatakan, Dalam banyak hadits, Rasulullah mendorong untuk menyampaikan ajaran
beliau kepada orang yang tidak tahu.
Pada suatu hari, Zaid bin Tsabit
terlihat baru saja keluar dari istana Marwan pada tengah hari. Orang-orang yang
melihatnya berkata satu sama lain, “Dia
dipanggil pada waktu seperti ini tentu karena ada masalah yang ditanyakan
kepadanya.” Orang-orangpun akhirnya mendatanginya dan bertanya. Kemudian Zaid
menjawab,”Benar, dia menanyai saya tentang beberapa hal yang penah saya dengar
dari Rasulullah saw. Saya pernah mendengar beliau bersabda,”Semoga Allah
mencerahkan seseorang yang mendengarkan sebuah hadits dari saya, menghafalnya,
lalu menyampaikannya kepada orang lain. Karena barangkali ada orang yang
membawa ilmu dan menyampaikannya kepada orang yang lebih mampu mencerna ilmu
itu dibandingkan dirinya. Dan barangkali ada orang yang membawa ilmu tapi dia
sendiri tidak memahaminya” [HR. Tirmidzi].
Abu Darda berkata bahwa Rasulullah
saw, bersabda,”Semoga Allah mencerahkan
seseorang yang mendengarkan suatu hadits dari saya lalu menyampaikannya kepada
orang lain sebagaimana ia mendengarnya. Betapa banyak orang yang diberi tahu
lebih faham dari orang yang mendengar lansung. Ada tiga hal yang tidak membuat
sakit hati seseorang muslim; ikhlas dalam beramal, memberi nasehat kepada
setiap muslim, dan senantiasa bersama dengan jamaah kaum muslimin, sebab doa
mereka selalu melindungi mereka.” [HR. Ad Darimi].[Gema Insani, 2007, hal
40].
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin
Baz ditanya : Jika kita telah berusaha mencegah gunjingan dan hasutan di antara
manusia, adakalanya orang yang kita ajak kepada kebaikan dan kita cegah dari
keburukan itu malah mencela dan marah kepada kita. Apakah kita berdosa karena
kemarahannya, walaupun itu salah seorang orang tua kita? Apakah kita tetap
harus mencegah mereka atau membiarkan hal yang tidak kita perlukan dalam hal
ini? Kami mohon jawaban, semoga Allah menunjuki Syaikh.
Jawaban; Di antara
kewajiban-kewajiban terpenting adalah amar ma'ruf dan nahi mungkar (mengajak
kepada kebaikan dan mencegah keburukan), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala."Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian
mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar." [At-Taubah : 71].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,"Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran maka
hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya,
jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman".
Dan masih banyak lagi ayat-ayat dan
hadits-hadits lainnya yang menunjukkan wajibnya menegakkan amar ma'ruf dan nahi
mungkar serta tercelanya orang yang meninggalkannya. Maka hendaknya anda
sekalian, setiap mukmin dan mukminah, menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar,
walaupun orang yang anda ingkari itu marah, bahkan sekalipun mereka mencerca
kalian, kalian harus tetap sabar, sebagaimana para rasul alaihis Salam dan yang
mengikuti mereka dengan kebaikan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada NabiNya "Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai
keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar" [Al-Ahqaf : 35]
Dan firmanNya"Dan bersabarlah,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." [Al-Anfal : 46]Serta
firmanNya yang menceritakan Luqmanul Haqim, bahwa ia berkata kepada anaknya.“Hai
anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah)." [Luqman : 17]
Tidak diragukan lagi, bahwa lurus
dan konsistennya masyarakat adalah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian
karena amar ma'ruf dan nahi mungkar, dan bahwa rusak serta berpecah belahnya
masyarakat yang mengakibatkan potensialnya kedatangan siksaan yang bisa menimpa
semua orang adalah disebabkan oleh meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar.
Sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa
beliau bersabda,"Sesungguhnya manusia itu bila melihat kemungkaran tapi
tidak mengingkarinya, maka dikhaivatirkan Allah akan menimpakan siksaNya yang
juga menimpa mereka.”.
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun telah
memperingatkan para hambaNya dengan sejarah kaum kuffar Bani Israil yang
disebutkan dalam firmanNya, "Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani
Israil dengan lisan Daud dan (Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan
mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak
melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa
yang selalu mereka perbuat itu." [Al-Ma'idah : 78-79]
Semoga Allah menunjuki semua kaum
muslim, baik penguasa maupun rakyat jelata untuk tetap menegakkan kewajiban ini
dengan sebaik-baiknya, dan semoga Allah memperbaiki kondisi mereka dan menyelamatkan
semuanya dari faktor-faktor yang bisa mendatangkan kemurkaanNya.[ Syaikh Abdul
Aziz bin Abdullah bin Baz, Mengajak Kepada Kebaikan Harus Dilaksanakan Walaupun Yang Diajaknya Marah,
almanhaj.or.id, Kamis, 21 Juni 2007 14:44:38 WIB].
Sebenarnya menyampaikan kebenaran
tidaklah besar resikonya karena kita hanya menyampaikannya saja, sedangkan
untuk diterima atau tidak apa yang kita sampaikan itu urusan orang tersebut,
tapi nahi mungkar yaitu mencegah kemungkaran memang mengandung resiko, sebab
kita akan berhadapan lansung dengan pelakunya bahkan akan terjadi tindakan
prontal untuk saling melumpuhkan.H.Muh.Nur Abdurrahman mengungkapkan beberapa
kasus yang berkaitan dengan menyampaikan kebenaran kepada orang lain, ada cara
dan taktiknya agar kebenaran itu diterima oleh orang lain.
Menghimbau atau mengajak di satu
pihak dengan menyuruh dan mencegah di lain pihak mempunyai perbedaan yang
menyolok. Kalau yang dihadapi di luar jalur kontrol kita, maka kita tidak dapat
menyurhnya ataupun mencegahnya. Kita hanya dapat menyuruh ataupun mencegah
seseorang apabila dia itu di dalam jalur kontrol kita. Contohnya si Ali yang
bupati dalam kedudukannya sebagai bupati dapat memerintah ataupun menyuruh si
Alwi yang camat dalam urusan pemerintahan, oleh karena si Alwi yang camat
berada dalam garis komando si Ali yang bupati. Akan tetapi si Ali yang sama
tidak dapat memerintah si Alwi dalam hal pergi memancing ikan, karena dalam hal
ini si Alwi sebagai individu tidak lagi berada dalam jalur kontrol si Ali
sebagai individu. Maka sebagai individu si Ali paling-paling hanya dapat
mengajak ataupun menghimbau si Alwi sebagai seorang individu untuk pergi
memancing.
Saya teringat suatu kejadian satu
generasi sebelum saya, seorang muballigh datang kepada seorang gallarang yang peminum
yang sedang minum. Muballigh tersebut langsung melarang si gallarang minum
tuak. "Hai tuan gallarang jangan minum tuak, itu haram", muballigh
melarang. "Apa nukana (apa katamu)", bentak sang gallarang, "he
Anu alleanga' ballo' siguci (bawa kemari seguci tuak)". Kemudian tuak
seguci itu dituangkan ke tubuh sang muballigh. "He, ini mandilah
tuak". Ada pula seorang imam kalau ia mendapat laporan di sebuah tempat
ada pattujuang, maksudnya pesta minum tuak, yang istilah sekarang tuak party,
sang imam mendatangi tempat itu lalu menantang mereka: "Inai rewa anrinni
(siapa yang berani melawan di sini)". Dan kalau jagonya peminum ada
yang berani, sang imam yang juga jago silat, dalam tempo yang singkat, namun
sengit, segera dapat melumpuhkan si jago tuak. Setelah pertarungan itu selesai,
sang imam baru mengeluarkan perintah melarang minum minuman keras itu.
Pada kasus yang pertama, sang
muballigh seharusnya mengaplikasikan fungsionalisasi ajaran Islam itu dengan
cara menghimbau. Untuk itu ada metodenya menurut Al Quran:
Ud'u ila- sabiyli rabbika bi
lhikmati wa lmaw'idzati lhasanati wa jadiluhum billatiy hiya ahsan, himbaulah
ke dalam jalan Maha Pengaturmu dengan bijak dan informasi yang jelas dan
berdiskusilah dengan mereka itu dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan pada kasus yang kedua,
sang imam lebih dahulu menanamkan wibawa untuk meletakkan para peminum itu di
bawah jalur kontrol sang imam. Sesudah jalur kontrol itu diperolehnya barulah
ia melarang minum tuak. Jadi sang imam dalam rangka fungsionalisasi ajaran Islam
ia memakai jalur nahie munkar mencegah kemungkaran, dengan mekanisme
pertarungan fisik.
Maka menyeru kepada kebaikan itu
dihadapkan kepada mereka yang diluar jalur kontrol, dengan metode da'wah:
bijak, informasi yang baik dan diskusi. Sedangkan menyuruh yang ma'ruf utamanya
mencegah yang mungkar haruslah diciptakan jalur kontrol terlebih dahulu,
tegasnya penting adanya mekanisme yang menutup kesempatan berbuat curang.
Ibarat mekanisme berupa tudung saji untuk melindungi makanan atau sajian dari
terkaman kucing. Jadi fungsionalisasi ajaran Islam itu haruslah berupa gabungan
antara memperbaiki niat manusia dengan yad'uwna ila lkhayr, dan mekanisme untuk
menutup kesempatan dalam rangka nahi mungkar, oleh karena berbuat jahat itu
penyebabnya adalah kombinasi antara niat yang jahat dan kesempatan yang terbuka
lebar.[H.Muh.Nur Abdurrahman, Menghimbau Kepada Kebaikan, Menyuruh yang
Ma'ruf dan Mencegah yang Mungkar Makassar, 13 Juni 1993].
Suatu ketika cucu Rasulullah yang
bernama Hasan dan Husen menyaksikan seorang nenek yang sedang berwudhu, namun
wuhdu'nya tidaklah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah, untuk
menegur nenek ini tentu suatu hal mustahil, maka mereka mendatangi nenek itu
pada waktu yang lain sambil pura-pura bertengkar, sang nenek berperan sebagai
penengah. Mereka mengatakan bahwa setiap berwudhu' selalu ribut karena
masing-masing saling menyalahkan, Hasan menyatakan bahwa cara wudhu'nya yang
baik dan sebaliknya Husen juga mengaku dialah yang paling benar. Akhirnya secara bergiliran
keduanya memperagakan kemampuannya berwudhu' sedangkan sang nenek bertindak
sebagai juri. Ketika keduanya sudah menampilkan praktek berwudhu' di hadapan
sang nenek, lansung sang nenek menangis dan mengatakan bahwa kedua cucu Rasul
itu bagus dan benar cara wudhu'nya sedangkan nenek yang salah, mulai saat itu
sang nenek memperbaiki cara berwudhu'nya.
Pada suatu hari Rasulullah
kedatangan seorang tamu dari pegunungan, dia datang lansung masuk masjid dan
buang air kecil di pojok masjid itu, melihat hal demikian sahabat pada marah,
ada yang akan menebas kepalanya, ada pula yang menawarkan diri untuk mengusir
orang itu dari masjid, semuanya marah melihat kelakuan pemuda pegunungan itu.
Rasulullah lalu mengambil seember air dan menyiram bekas pipis itu kemudian
mendekatinya dan bertanya,"Apa yang anda lakukan dan anda mau
kemana". Pemuda itu mengatkan bahwa dia sedang mencari seorang Nabi
bernama Muhammad, maka berkenalanlah dia dengan Rasul terus menyatakan diri
sebagai muslim.
Ketika akan kembali ke desanya sang
pemuda itu berdo'a,"Ya Allah kita saya sudah bertemu dengan nabi-Mu dan
saya telah sebagai muslim, ya Allah masukkanlah saya dan Muhammad ke dalam
syurga-Mu, sedangkan yang marah-marah tadi jangan".
Allah berfirman dalam surat Ali Imran 3;159,”Maka disebabkan rahmat Allah dan karena
Allahlah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi keras, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itulah maafkan mereka, mohonlah ampun
bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya’.
Menyampaikan kebenaran kepada orang
lain, kalaulah orang lain tersebut lebih rendah usianya dari kita, lebih rendah
atau selevel pendidikannya, mungkin juga lebih rendah status sosialnya maka
mudah kita untuk menyampaikannya, tapi menyampaikan kebenaran kepada orang yang
lebih tinggi social dan pendidikannya dari kita sangatlah sulit bisa dilakukan,
karena takut atau segan sehingga kebenaran itu tidak tersampaikan. Namun amar
ma’ruf nahi mungkar bukan hanya dengan lisan atau bertatap muka saja tapi dapat
dilakukan dengan dialok bersama, bertanya tentang sesuatu hal dalam sebuah
pengajian padahal kita sudah tahu jawabnya, tapi jawaban itu sebenarnya untuk
orang lain yang juga hadir.
Dakwah atau menyampaikan kebenaran
juga bisa dengan meminjamkan buku-buku, majalah atau bahan bacaan yang menarik,
sehingga kebenaran itu akan sampai kepada orang lain melalui aktivitas membaca,
bahan bacaan adalah guru yang bijaksana, dia akan merubah pemikiran seseorang,
memberi ilmu kepada seseorang yang membacanya tanpa merasa digurui. Wallahu A’lam
[Cubadak Solok, 27 Februari 2012.M/ 05 Rabi’ul Akhir 1433.H].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar