RIYADUSH
SHALIHIN
[DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH]
Perintah Menunaikan Amanat
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Dalam Hadits Qudsi riwayat Abu
Syaikh dari Ibnu Abbas, dijelaskan bahwa Allah berfirman; "Wahai Adam,
sesungguhnya Aku telah menawarkan amanat kepada langit dan bumi, namun mereka
tidak mampu. Apakah kamu sanggup memikul dengan segala akibatnya ? Adam
berkata,"Apa yang saya dapat dari padanya?" Allah
menerangkan,"Jika engkau sanggup memikulnya, engkau akan diberi pahala,
tetapi jika engkau menyia-nyiakannya, engkau akan disiksa, Adam
berkata,"Baiklah, saya dapat memikulnya dengan segala akibatnya, Tidak
berapa lama kemudian [sekitar selama waktu antara shalat subuh dan ashar ia
berada di syurga] terjadilah peristiwa dengan syaitan, sehingga ia dikeluarkan
dari syurga".
Allah berfirman dalam surat Al
Ahzab 33;72 "Sesungguhnya kami
Telah mengemukakan amanat kepada langit,
bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh".
Firman Allah dalam surat An
Nisa 4;58 "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat"
"Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui." (QS al-Anfal
[8]: 27).
Ayat
ini menegaskan syariat luhur bernama amanah. Berasal dari kata amuna,
ya'munu, amanatan, amanah berarti jujur dan dapat dipercaya. Berkembang
menjadi kata aminah yang berarti aman tenteram. Lalu muncul derivasi lain, 'aamanah',
artinya 'saling percaya'.
Dari
gramatikal amanah ini lahir pemahaman bahwa kejujuran akan memberi rasa aman
bagi semua pihak sehingga lahir rasa saling percaya. Saat seseorang memelihara
amanah sama halnya dengan menjaga harga dirinya, sekaligus sebagai satu rumpun
kata dan makna dengan 'iman'. Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda,
"Tidak ada iman bagi yang tidak amanah (tidak jujur dan tak bisa
dipercaya), dan tidak ada dien bagi yang tidak menepati janji."
(HR Baihaqi).
Di
antara indikator seseorang yang sukses dalam hidup adalah ketika dia mampu
menjaga harkat dan martabat dirinya. Dan itu artinya ia cerdas mengelola
amanah. [Hikmah dari Arifin Ilham: Menjaga Amanah, Friday, 29 April 2011 10:16
WIB].
Dalam suatu majlis seorang
pemuda Badui bertanya pada Rasul : “Ya Rasul, kapan kiamat itu datang?”.
Kemudian Rasul bersabda : “Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah
terjadinya kiamat.” Orang itu lalu bertanya lagi: “Bagaimana hilangnya amanah
itu?” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan
kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (Hadits riwayat Buchari dan
Muslim)
Ada dua poin penting yang
terkandung dalam kisah di atas, pertama pemimpin haruslah amanah, kedua
pemimpin haruslah orang tepat, sesuai keahlian dan kemampuannya. Jika hal itu
tidak dipenuhi, maka kehancuran (kiamat) akan terjadi.
Hal itu pula yang selalu
merisaukan nabi Umar Bin Khatab saat diangkat menjadi khalifah. Pahlawan perang
yang terkenal gagah perkasa ini selalu mengevaluasi diri setelah shalat malam.
Beliau menangis mohon ampun dan petunjuk Allah Swt agar ia mampu bersikap adil
dan amanah dalam menjalankan tugas sebagai khalifah.
Suatu kali apa yang ia
kuatirkan itu terjadi juga, beliau mendapat informasi bahwa beliau telah
berlaku tidak adil, ada satu keluarga rakyat beliau yang kelaparan. Umar
langsung mendatangi keluarga itu dan setelah yakin kebenaran informasi itu
beliau langsung memanggul sendiri sekarung gandum untuk diserahkan ke keluarga
tersebut.
Umar sangat terkejut dengan
kejadian itu, air matanya berurai. Ia sadar bahwa kepemimpinannya harus ia
pertanggung jawabkan di dunia, juga akhirat. [Irwan Prayitno, Bisakah Kita
Amanah? Selasa, 22/02/2011].
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab
25 dengan judul “Perintah Menunaikan Amanat”
Allah Ta'ala berfirman:"Sesungguhnya Allah itu
memerintahkan kepada engkau semua supaya engkau semua menunaikan -
memberikan - amanat kepada ahlinya - pemiliknya." (an-Nisa':
58).
Allah Ta'ala berfirman
pula:"Sesungguhnya Kami [1][18]telah memberikan
amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, tetapi mereka enggan memikulnya dan merasa takut terhadap itu,
sedang manusia suka memikulnya, sesungguhnya manusia itu amat menganiaya serta
bodoh sekalian.” (al-Ahzab: 72)
Dari Abu Hurairah r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:"Tanda orang munafik itu tiga macam
yaitu jikalau berkata dusta, jikalau berjanji menyalahi - tidak menepati - dan
jikalau diamanati - dipercaya untuk memegang sesuatu amanat - lalu
berkhianat." (Muttafaq 'alaih).
Dalam riwayat lain
disebutkan-dengan tambahan: "Sekalipun ia berpuasa, bersembahyang dan
menyangka bahwa ia seorang muslim."
Dari Hudzaifah bin
al-Yaman r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w., memberitahukan kepada kita dua
Hadis, yang sebuah sudah saya ketahui sedang yang lainnya saya
menanti-nantikan. Beliau s.a.w. memberitahukan kepada kita bahwasanya amanat
itu turun dalam dasar asli dari hati orang-orang, kemudian turunlah al-Quran.
Orang-orang itu lalu mengetahuinya dari al-Quran dan mengetahuinya pula dari
as-Sunnah. Selanjutnya beliau s.a.w. memberitahukan kepada kita tentang
lenyapnya amanat itu, beliau s.a.w. bersabda: “Seseorang itu tidur setiduran,
lalu diambillah amanat itu dari hatinya, kemudian tertinggallah bekasnya itu
bagaikan bekas yang ringan. Selanjutnya ia tidur seketiduran lagi, lalu
diambillah amanat itu dari hatinya, kemudian tertinggallah bekasnya bagaikan
lepuhnya tangan - sehabis mengerjakan sesuatu. Jadi seperti suatu bara api yang
engkau gelindingkan pada kakimu, kemudian melepuhlah, engkau lihat ia meninggi,
tetapi tidak ada apa-apanya." Di kala menceriterakan ini beliau s.a.w.
mengambil sebuah kerikil lalu digelindingkan ke arah kakinya.
"Kemudian
berpagi-pagi orang-orang sama berjual-beli, maka hampir saja tiada seorangpun
yang suka menunaikan amanat, sampai-sampai dikatakan: "Bahwasanya di
kalangan Bani Fulan itu ada seorang yang amat baik memegang amanat -
terpercaya, sehingga kepada orang tersebut dikatakan: "Alangkah giatnya ia
bekerja, alangkah indah pekerjaannya, alangkah pula cerdiknya. Padahal dalam
hatinya sudah tidak ada lagi keimanan sekalipun hanya seberat timbangan biji
sawi.
"Niscayalah akan
datang padaku suatu zaman, sayapun tidak memperdulikan, manakah di antara
engkau semua yang saya beri bai'at. Jikalau ia seorang muslim, hendaklah
kembali saja agamanya itu kepadaku - supaya tidak berkhianat - dan jikalau ia
seorang Nasrani atau Yahudi, baiklah walinya saja yang kembali padaku -supaya
amanat itu dipikulnya dan lenyaplah tanggungan beliau s.a.w. daripadanya.
Adapun pada hari ini, maka saya tidak pernah membai'at seseorang di antara
engkau semua, melainkan si Fulan dan si Fulan itu saja." (Muttafaq 'alaih)
Dari Hudzaifah dan Abu
Hurairah radhiallahu 'anhuma, keduanya berkata: "Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Allah
Tabarakawa Ta'ala mengumpulkan seluruh manusia lalu berdirilah kaum mu'minin
sehingga didekatkanlah syurga untuk mereka. Mereka mendatangi Adam
shalawatullah 'alaih, lalu berkata: "Hai bapak kita, mohonkanlah untuk
kita supaya syurga itu dibuka." Adam menjawab: "Bukankah yang
menyebabkan keluarnya engkau semua dari syurga itu, tiada lain kecuali
kesalahan bapakmu semua ini. Bukan aku yang dapat berbuat sedemikian itu.
Pergilah ke tempat anakku Ibrahim, kekasih Allah."
Beliau s.a.w.
meneruskan: "Selanjutnya Ibrahim berkata: "Bukannya aku yang dapat
berbuat sedemikian itu, hanyasanya aku ini sebagai kekasih dari belakang itu,
dari belakang itu - maksudnya untuk sampai ke tingkat yang setinggi itu tidak
dapat aku melakukannya .Pergilah menuju Musa yang Allah telah berfirman
kepadanya secara langsung." Mereka mendatangi Musa, lalu Musa berkata:
"Bukannya aku yang dapat berbuat sedemikian itu. Pergilah ke tempat Isa,
sebagai kalimatullah - disebut demikian karena diwujudkan dengan firman Allah: Kunduna
abin artinya "Jadilah tanpa ayah - dan juga sebagai ruhullah -
maksudnya mempunyai ruh dari Allah dan dengannya dapat menghidupkan orang mati
atau hati yang mati." Seterusnya setelah didatangi Isa berkata:
"Bukan aku yang dapat berbuat sedemikian itu." Kemudian mereka
mendatangi Muhammad s.a.w., lalu Muhammad berdiri - di bawah 'Arasy - dan
untuknya diizinkan memohonkan sesuatu.
Pada saat itu amanat dan
kekeluargaan dikirimkan, keduanya berdiri di kedua tepi Ash-Shirath - jembatan,
yaitu sebelah kanan dan kiri. Maka orang yang pertama-tama dari engkau semua
itu melaluinya sebagai cepatnya kilat."
Siapa yang memiliki kesempurnaan sifat amanah, maka ia telah
menyempurnakan agamanya, dan siapa yang tidak memilikinya maka ia telah
membuang agamanya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Bazzar, dan
juga Ath-Thabrani dari hadis Anas bin Malik dan dinilai sahih oleh Syekh
Al-Albani dalam Sahih al-Jami’, beliau menngatakan, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,“Tidak
ada iman (dengan sempurna)
bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang
tidak menjaga janjinya.”
Oleh karena itu, sifat amanah menjadi sifat para nabi dan
rasul. Perhatikanlah Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ketika
mengisahkan tentang Nabi Nuh, Hud, dan Salih “Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul
kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah
kepadaku.” (QS. Asy-Syu’ara: 107-108).
Demikian juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan, bahwa semakin berkurang sifat amanah, maka semakin berkurang juga
cabang keimanan.
Allah mencabut sifat amanah dari hati seseorang dengan sebab
meremehkan kewajiban agama dan khianat terhadap hak-hak orang lain. Sebagaimana
Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan, “Maka tatkala mereka berpaling
(dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik.” (QS. Ash-Shaf: 5)
Dari sini, jelaslah bahwa tauhid dan memberantas kesyirikan
adalah amanah, amar makruf nahi mungkar adalah amanah, harta adalah
amanah yang tidak boleh dipakai untuk kemaksiatan, mata kita adalah amanah yang
harus dijaga dari memandang yang haram, dan seluruh anggota tubuh kita adalah
amanah yang harus dijaga dan dipelihara dari keburukan dan kemaksiatan.
Demikian juga keluarga dan anak-anak, mereka merupakan
amanah yang harus ditunaikan dengan mendidik mereka dengan pendidikan Islam,
dan jangan dibiarkan hancur oleh globalisasi yang menerpanya.
Ingatlah janji Allah kepada orang yang menunaikan amanah dan
hak-haknya yang dijelaskan dalam firman-Nya,“Dan orang-orang yang memelihara
amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara
shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan
mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Mu’minun: 8-11)
Ingat juga dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadis yang hasan,“Berilah jaminan kepadaku enam perkara,
niscaya aku jamin bagi kalian surga; apabila salah seorang kalian berbicara
maka jangan berdusta, apabila berjanji jangan mengingkari, apabila diberi
amanah jangan berkhianat, dan tundukkanlah pandangan kalian, peliharalah
kemaluan kalian serta jagalah tangan-tangan kalian.” (HR. Ahmad)
Perlu diingat oleh kita semua, bahwa menyia-nyiakan dan
tidak menunaikan amanah, memiliki implikasi buruk pada keadaan seseorang dan dapat
menjadi sebab kerusakan masyarakat. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
pernah ditanya tentang waktu kiamat? Beliau menjawab,“Apabila amanah telah
disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” (HR. Al-Bukhari). [Tunaikanlah Amanah
oleh Tim Kajian Dakwah Al Hikmah].
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang penguasa diserahi
urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan
tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuknya.” (HR al-Bukhari dan
Muslim).
Terkait dengan hadits ini, Imam Fudhail bin Iyadh
menuturkan, “Hadits ini merupakan ancaman bagi siapa saja yang diserahi Allah
SWT untuk mengurus urusan kaum Muslim, baik urusan agama maupun
dunia, kemudian ia berkhianat. Jika seseorang berkhianat terhadap suatu urusan
yang telah diserahkan kepadanya maka ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan
dijauhkan dari surga. Penelantaran itu bisa berbentuk tidak menjelaskan
urusan-urusan agama kepada umat, tidak menjaga syariah Allah dari unsur-unsur
yang bisa merusak kesuciannya, mengubah-ubah makna ayat-ayat Allah dan
mengabaikan hudûd (hukum-hukum Allah). Penelantaran itu juga bisa berwujud
pengabaian terhadap hak-hak umat, tidak menjaga keamanan mereka, tidak berjihad
untuk mengusir musuh-musuh mereka dan tidak menegakkan keadilan di tengah-tengah
mereka. Setiap orang yang melakukan hal ini dipandang telah berkhianat
kepada umat.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim).
Kekuasaan adalah amanah. Amanah adalah taklif hukum dari
Allah SWT. Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Pada dasarnya, amanah adalah taklif
(syariah Islam) yang harus dijalankan dengan sepenuh hati, dengan cara
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Jika ia melaksanakan
taklif tersebut maka ia akan mendapatkan pahala di sisi Allah.
Sebaliknya, jika ia melanggar taklif tersebut maka ia akan memperoleh
siksa.” (Ibnu Katsir, Tafsîr Ibnu Katsîr, III/522).
Sikap amanah seorang penguasa terlihat dari tatacaranya
dalam mengurusi masyarakat berdasarkan aturan-aturan Allah. Ia juga berusaha
dengan keras untuk menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang luhur dan
sifat-sifat kepemimpinan. Penguasa amanah tidak akan membiarkan berlakunya
sistem kufur seperti demokrasi yang bertentangan dengan Islam. Ia pun tidak
mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada Islam dan kaum
Muslim. [Mendambakan Penguasa Amanah Media Ummat; Sunday, 22 November 2009
19:48].
Sikap
amanah selain harus dimiliki oleh seorang pemimpin juga harus dimiliki oleh
semua ummat, karena hal ini merupakan kepribadian seorang muslim. Kita semua
punya kewajiban untuk menunaikan amanah terhadap diri kita sendiri, amanah
kepada anak dan isteri, amanah terhadap pekerjaan yang kita geluti dan amanah
terhadap masyarakat. Orang yang amanah
sangat disegani oleh masyarakat dimanapun dia berada, tapi bila amanah sudah
dikhianati maka berlakulah pendapat yang menyatakan “Sekali lancung keujian
seumur hidup orang tidak percaya”,
selain itu orang yang tidak amanah termasuk dalam kategori seorang munafiq
sebagaimana sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa ciri-ciri orang munafiq itu
ada tiga, bila berkata dusta,, bila berjanji mungkir dan bila diberi amanah dia
khianat, Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 01 Zulqaidah
1434.H/06 September 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar