Jumat, 22 November 2013

67.25 Perintah Menunaikan Amanat




RIYADUSH SHALIHIN
[DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH]

Perintah Menunaikan Amanat       
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Dalam Hadits Qudsi riwayat Abu Syaikh dari Ibnu Abbas, dijelaskan bahwa Allah berfirman; "Wahai Adam, sesungguhnya Aku telah menawarkan amanat kepada langit dan bumi, namun mereka tidak mampu. Apakah kamu sanggup memikul dengan segala akibatnya ? Adam berkata,"Apa yang saya dapat dari padanya?" Allah menerangkan,"Jika engkau sanggup memikulnya, engkau akan diberi pahala, tetapi jika engkau menyia-nyiakannya, engkau akan disiksa, Adam berkata,"Baiklah, saya dapat memikulnya dengan segala akibatnya, Tidak berapa lama kemudian [sekitar selama waktu antara shalat subuh dan ashar ia berada di syurga] terjadilah peristiwa dengan syaitan, sehingga ia dikeluarkan dari syurga".

Allah berfirman dalam surat Al Ahzab 33;72 "Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat  kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh".

Firman Allah dalam surat An Nisa 4;58 "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat"

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui." (QS al-Anfal [8]: 27).

Ayat ini menegaskan syariat luhur bernama amanah. Berasal dari kata amuna, ya'munu, amanatan, amanah berarti jujur dan dapat dipercaya. Berkembang menjadi kata aminah yang berarti aman tenteram. Lalu muncul derivasi lain, 'aamanah', artinya 'saling percaya'. 

Dari gramatikal amanah ini lahir pemahaman bahwa kejujuran akan memberi rasa aman bagi semua pihak sehingga lahir rasa saling percaya. Saat seseorang memelihara amanah sama halnya dengan menjaga harga dirinya, sekaligus sebagai satu rumpun kata dan makna dengan 'iman'. Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada iman bagi yang tidak amanah (tidak jujur dan tak bisa dipercaya), dan tidak ada dien bagi yang tidak menepati janji." (HR Baihaqi).

Di antara indikator seseorang yang sukses dalam hidup adalah ketika dia mampu menjaga harkat dan martabat dirinya. Dan itu artinya ia cerdas mengelola amanah. [Hikmah dari Arifin Ilham: Menjaga Amanah, Friday, 29 April 2011 10:16 WIB].

Dalam suatu majlis seorang pemuda Badui bertanya pada Rasul : “Ya Rasul, kapan kiamat itu datang?”. Kemudian Rasul bersabda : “Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat.” Orang itu lalu bertanya lagi: “Bagaimana hilangnya amanah itu?” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (Hadits riwayat Buchari dan Muslim)

Ada dua poin penting yang terkandung dalam kisah di atas, pertama pemimpin haruslah amanah, kedua pemimpin haruslah orang tepat, sesuai keahlian dan kemampuannya. Jika hal itu tidak dipenuhi, maka kehancuran (kiamat) akan terjadi.
Hal itu pula yang selalu merisaukan nabi Umar Bin Khatab saat diangkat menjadi khalifah. Pahlawan perang yang terkenal gagah perkasa ini selalu mengevaluasi diri setelah shalat malam. Beliau menangis mohon ampun dan petunjuk Allah Swt agar ia mampu bersikap adil dan amanah dalam menjalankan tugas sebagai khalifah.

Suatu kali apa yang ia kuatirkan itu terjadi juga, beliau mendapat informasi bahwa beliau telah berlaku tidak adil, ada satu keluarga rakyat beliau yang kelaparan. Umar langsung mendatangi keluarga itu dan setelah yakin kebenaran informasi itu beliau langsung memanggul sendiri sekarung gandum untuk diserahkan ke keluarga tersebut.

Umar sangat terkejut dengan kejadian itu, air matanya berurai. Ia sadar bahwa kepemimpinannya harus ia pertanggung jawabkan di dunia, juga akhirat. [Irwan Prayitno, Bisakah Kita Amanah? Selasa, 22/02/2011].

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 25 dengan judulPerintah Menunaikan Amanat”
 Allah Ta'ala berfirman:"Sesungguhnya Allah itu memerintahkan kepada engkau semua supaya engkau semua menunaikan - memberikan - amanat kepada ahlinya - pemiliknya." (an-Nisa': 58).

Allah Ta'ala berfirman pula:"Sesungguhnya Kami [1][18]telah memberikan amanat  kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi mereka enggan memikulnya dan merasa takut terhadap itu, sedang manusia suka memikulnya, sesungguhnya manusia itu amat menganiaya serta bodoh sekalian.” (al-Ahzab: 72)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:"Tanda orang munafik itu tiga macam yaitu jikalau berkata dusta, jikalau berjanji menyalahi - tidak menepati - dan jikalau diamanati - dipercaya untuk memegang sesuatu amanat - lalu berkhianat." (Muttafaq 'alaih).
Dalam riwayat lain disebutkan-dengan tambahan: "Sekalipun ia berpuasa, bersembahyang dan menyangka bahwa ia seorang muslim."

Dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w., memberitahukan kepada kita dua Hadis, yang sebuah sudah saya ketahui sedang yang lainnya saya menanti-nantikan. Beliau s.a.w. memberitahukan kepada kita bahwasanya amanat itu turun dalam dasar asli dari hati orang-orang, kemudian turunlah al-Quran. Orang-orang itu lalu mengetahuinya dari al-Quran dan mengetahuinya pula dari as-Sunnah. Selanjutnya beliau s.a.w. memberitahukan kepada kita tentang lenyapnya amanat itu, beliau s.a.w. bersabda: “Seseorang itu tidur setiduran, lalu diambillah amanat itu dari hatinya, kemudian tertinggallah bekasnya itu bagaikan bekas yang ringan. Selanjutnya ia tidur seketiduran lagi, lalu diambillah amanat itu dari hatinya, kemudian tertinggallah bekasnya bagaikan lepuhnya tangan - sehabis mengerjakan sesuatu. Jadi seperti suatu bara api yang engkau gelindingkan pada kakimu, kemudian melepuhlah, engkau lihat ia meninggi, tetapi tidak ada apa-apanya." Di kala menceriterakan ini beliau s.a.w. mengambil sebuah kerikil lalu digelindingkan ke arah kakinya.

"Kemudian berpagi-pagi orang-orang sama berjual-beli, maka hampir saja tiada seorangpun yang suka menunaikan amanat, sampai-sampai dikatakan: "Bahwasanya di kalangan Bani Fulan itu ada seorang yang amat baik memegang amanat - terpercaya, sehingga kepada orang tersebut dikatakan: "Alangkah giatnya ia bekerja, alangkah indah pekerjaannya, alangkah pula cerdiknya. Padahal dalam hatinya sudah tidak ada lagi keimanan sekalipun hanya seberat timbangan biji sawi.

"Niscayalah akan datang padaku suatu zaman, sayapun tidak memperdulikan, manakah di antara engkau semua yang saya beri bai'at. Jikalau ia seorang muslim, hendaklah kembali saja agamanya itu kepadaku - supaya tidak berkhianat - dan jikalau ia seorang Nasrani atau Yahudi, baiklah walinya saja yang kembali padaku -supaya amanat itu dipikulnya dan lenyaplah tanggungan beliau s.a.w. daripadanya. Adapun pada hari ini, maka saya tidak pernah membai'at seseorang di antara engkau semua, melainkan si Fulan dan si Fulan itu saja." (Muttafaq 'alaih)

Dari Hudzaifah dan Abu Hurairah radhiallahu 'anhuma, keduanya berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Tabarakawa Ta'ala mengumpulkan seluruh manusia lalu berdirilah kaum mu'minin sehingga didekatkanlah syurga untuk mereka. Mereka mendatangi Adam shalawatullah 'alaih, lalu berkata: "Hai bapak kita, mohonkanlah untuk kita supaya syurga itu dibuka." Adam menjawab: "Bukankah yang menyebabkan keluarnya engkau semua dari syurga itu, tiada lain kecuali kesalahan bapakmu semua ini. Bukan aku yang dapat berbuat sedemikian itu. Pergilah ke tempat anakku Ibrahim, kekasih Allah."

Beliau s.a.w. meneruskan: "Selanjutnya Ibrahim berkata: "Bukannya aku yang dapat berbuat sedemikian itu, hanyasanya aku ini sebagai kekasih dari belakang itu, dari belakang itu - maksudnya untuk sampai ke tingkat yang setinggi itu tidak dapat aku melakukannya .Pergilah menuju Musa yang Allah telah berfirman kepadanya secara langsung." Mereka mendatangi Musa, lalu Musa berkata: "Bukannya aku yang dapat berbuat sedemikian itu. Pergilah ke tempat Isa, sebagai kalimatullah - disebut demikian karena diwujudkan dengan firman Allah: Kunduna abin artinya "Jadilah tanpa ayah - dan juga sebagai ruhullah - maksudnya mempunyai ruh dari Allah dan dengannya dapat menghidupkan orang mati atau hati yang mati." Seterusnya setelah didatangi Isa berkata: "Bukan aku yang dapat berbuat sedemikian itu." Kemudian mereka mendatangi Muhammad s.a.w., lalu Muhammad berdiri - di bawah 'Arasy - dan untuknya diizinkan memohonkan sesuatu.

Pada saat itu amanat dan kekeluargaan dikirimkan, keduanya berdiri di kedua tepi Ash-Shirath - jembatan, yaitu sebelah kanan dan kiri. Maka orang yang pertama-tama dari engkau semua itu melaluinya sebagai cepatnya kilat."
Siapa yang memiliki kesempurnaan sifat amanah, maka ia telah menyempurnakan agamanya, dan siapa yang tidak memilikinya maka ia telah membuang agamanya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Bazzar, dan juga Ath-Thabrani dari hadis Anas bin Malik dan dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani dalam Sahih al-Jami’, beliau menngatakan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Tidak ada iman (dengan sempurna) bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menjaga janjinya.”

Oleh karena itu, sifat amanah menjadi sifat para nabi dan rasul. Perhatikanlah Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ketika mengisahkan tentang Nabi Nuh, Hud, dan Salih  Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (QS. Asy-Syu’ara: 107-108).

Demikian juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, bahwa semakin berkurang sifat amanah, maka semakin berkurang juga cabang keimanan.
Allah mencabut sifat amanah dari hati seseorang dengan sebab meremehkan kewajiban agama dan khianat terhadap hak-hak orang lain. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan, “Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (QS. Ash-Shaf: 5)

Dari sini, jelaslah bahwa tauhid dan memberantas kesyirikan adalah amanah, amar makruf nahi mungkar adalah amanah, harta adalah amanah yang tidak boleh dipakai untuk kemaksiatan, mata kita adalah amanah yang harus dijaga dari memandang yang haram, dan seluruh anggota tubuh kita adalah amanah yang harus dijaga dan dipelihara dari keburukan dan kemaksiatan.

Demikian juga keluarga dan anak-anak, mereka merupakan amanah yang harus ditunaikan dengan mendidik mereka dengan pendidikan Islam, dan jangan dibiarkan hancur oleh globalisasi yang menerpanya.
Ingatlah janji Allah kepada orang yang menunaikan amanah dan hak-haknya yang dijelaskan dalam firman-Nya,“Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Mu’minun: 8-11)

Ingat juga dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis yang hasan,“Berilah jaminan kepadaku enam perkara, niscaya aku jamin bagi kalian surga; apabila salah seorang kalian berbicara maka jangan berdusta, apabila berjanji jangan mengingkari, apabila diberi amanah jangan berkhianat, dan tundukkanlah pandangan kalian, peliharalah kemaluan kalian serta jagalah tangan-tangan kalian.” (HR. Ahmad)

Perlu diingat oleh kita semua, bahwa menyia-nyiakan dan tidak menunaikan amanah, memiliki implikasi buruk pada keadaan seseorang dan dapat menjadi sebab kerusakan masyarakat. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang waktu kiamat? Beliau menjawab,“Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” (HR. Al-Bukhari). [Tunaikanlah Amanah oleh Tim Kajian Dakwah Al Hikmah].

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali  Allah mengharamkan surga untuknya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Terkait dengan hadits ini, Imam Fudhail bin Iyadh menuturkan, “Hadits ini merupakan ancaman bagi siapa saja yang diserahi Allah SWT untuk  mengurus urusan  kaum Muslim, baik urusan agama maupun dunia, kemudian ia berkhianat. Jika seseorang berkhianat terhadap suatu urusan yang telah diserahkan kepadanya maka ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan dijauhkan dari surga. Penelantaran itu bisa berbentuk tidak menjelaskan urusan-urusan agama kepada umat, tidak menjaga syariah Allah dari unsur-unsur yang bisa merusak kesuciannya, mengubah-ubah makna ayat-ayat Allah dan mengabaikan hudûd (hukum-hukum Allah). Penelantaran itu juga bisa berwujud pengabaian terhadap hak-hak umat, tidak menjaga keamanan mereka, tidak berjihad untuk mengusir musuh-musuh mereka dan tidak menegakkan keadilan di tengah-tengah mereka.  Setiap orang yang melakukan hal ini dipandang telah berkhianat kepada umat.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim).

Kekuasaan adalah amanah. Amanah adalah taklif hukum dari Allah SWT. Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Pada dasarnya, amanah adalah taklif (syariah Islam) yang harus dijalankan dengan sepenuh hati, dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Jika ia melaksanakan taklif tersebut maka ia akan mendapatkan pahala di sisi Allah.  Sebaliknya, jika ia melanggar taklif  tersebut maka ia akan memperoleh siksa.” (Ibnu Katsir, Tafsîr Ibnu Katsîr, III/522).

Sikap amanah seorang penguasa terlihat dari tatacaranya dalam mengurusi masyarakat berdasarkan aturan-aturan Allah. Ia juga berusaha dengan keras untuk menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang luhur dan sifat-sifat kepemimpinan. Penguasa amanah tidak akan membiarkan berlakunya sistem kufur seperti demokrasi yang bertentangan dengan Islam. Ia pun tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada Islam dan kaum Muslim. [Mendambakan Penguasa Amanah Media Ummat; Sunday, 22 November 2009 19:48].

            Sikap amanah selain harus dimiliki oleh seorang pemimpin juga harus dimiliki oleh semua ummat, karena hal ini merupakan kepribadian seorang muslim. Kita semua punya kewajiban untuk menunaikan amanah terhadap diri kita sendiri, amanah kepada anak dan isteri, amanah terhadap pekerjaan yang kita geluti dan amanah terhadap masyarakat.  Orang yang amanah sangat disegani oleh masyarakat dimanapun dia berada, tapi bila amanah sudah dikhianati maka berlakulah pendapat yang menyatakan “Sekali lancung keujian seumur hidup  orang tidak percaya”, selain itu orang yang tidak amanah termasuk dalam kategori seorang munafiq sebagaimana sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa ciri-ciri orang munafiq itu ada tiga, bila berkata dusta,, bila berjanji mungkir dan bila diberi amanah dia khianat, Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 01 Zulqaidah 1434.H/06 September 2013].







Tidak ada komentar:

Posting Komentar