RIYADUSH
SHALIHIN
[DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH]
Bersikap Lemah-lembut Kepada Anak Yatim
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Seseorang akan mudah diterima oleh masyarakat bila
penampilannya penuh dengan kejernihan hati, keceriaan, tidak kusut dan kaku
tapi luwes sehingga mudah bergaul dengan siapapun, namun demikian tetap menjaga
diri dengan adab-adab islam, kehadirannya disana boleh beda tapi istimewa
dibandingkan yang lain, sebagaimana pendapat lama, bila masuk ke kandang
kambing mengembek, jangan ketika masuk ke kandang kambing jadi kambing atau
masuk ke kandang kerbau jadi kerbau, ibarat orang orang memancing, tukang
pancing yang dilarikan ikan, Rasulullah bersabda, ”Janganlah kamu menganggap hina sedikitpun dari suatu kebaikan,
meskipun hanya dengan menjumpai saudaramu dengan muka manis” [HR. Muslim].
Dr.
Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw,
menyatakan tentang Bersikap Lemah Lembut ;
Ummul
Mu’minin Aisyah ra, menceritakan bahwa suatu hati beberapa orang Yahudi lewat
di hadapan Rasulullah saw, mereka lalu [pura-pura memberi salam] tetapi dengan
berkata,”As Saam ‘alaikum” [semoga kebinasaan menimpamu]”, mendengar ucapan
mereka tersebut, Aisyah langsung membalas, “Semoga hal [kebinasaan] itu justru
menimpa kalian dan semoga Allah swt, melaknat dan murka kepada kalian”,
mendengar hal itu, Rasulullah saw, lalu menegur seraya berkata,”Jangan begitu,
wahai Aisyah. Bersikap lembutlah dan hindarilah sifat keras dan kasar”, Aisyah
lalu berkata,”Tidakkah engkau mendengar ucapan mereka tadi?”, Rasulullah balik
bertanya,”Tidakkah engkau mendengarkan ucapanku? Aku telah membalas ucapan
mereka tersebut [dengan permohonan yang sama] dan permohonanku itulah yang akan
dikabulkan Allah swt, sebaliknya salam [permohonan] mereka terhadapku [agar
mendapatkan kebinasaan] tidak akan dikabulkan.” [HR. Bukhari].
Senada
dengan hadits Ibnu Majah diatas, Imam Muslim juga meriwayatkan sabda Rasulullah
saw, “Siapa yang tidak bersikap lemah
lembut maka ia diharamkan dari kebaikan” [HR. Muslim].[Gema Insani, 2007, hal
131].
Kepada non muslim saja kita dianjurkan untuk
bersikap baik, santun dan lemah lembut dengan tidak mengorbankan aqidah, karena
interaksi atau muamalah berjalan berdasarkan sifat kemanusiaan, tapi ketika
bicara masalah iman dan ibadah kita memang harus jelas perbedaannya sehingga
jelas mana yang ukhuwah insaniyah yaitu sebatas hubungan persaudaraan sesama manusia
dan mana yang ukhuwah islamiyah.
Apalagi sesama muslim walaupun mereka adalah anak-anak yatim, anak-anak
perempuan dan orang yang lemah, kaum fakir miskin dan orang-orang cacat.
Rasulullah mengajak ummatnya untuk bersikap lemah lembut dan merendahkan diri
kepada mereka.
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 33
dengan judul “Bersikap Lemah-lembut
Kepada Anak Yatim, Anak-Anak Perempuan Dan Orang Lemah Yang Lain-lain, Kaum
Fakir Miskin, Orang-orang Cacat, Berbuat Baik Kepada Mereka, Mengasihi,
Merendahkan Diri Serta Bersikap Merendah Kepada Mereka”
Allah Ta'ala berfirman:"Dan
tundukkanlah sayapmu - yakni bersikap merendahlah kepada sesama kaum
mu'minin," (al-Hijr: 88).
Allah Ta'ala berfirman
pula:"Dan sabarkanlah dirimu beserta orang-orang yang menyeru Tuhannya
di waktu pagi dan sore yang mereka itu menginginkan keridhaan Allah dan
janganlah engkau hindarkan pandanganmu terhadap mereka itu, karena engkau
menginginkan keindahan hiasan keduniaan." (al-Kahf: 28).
Allah Ta'ala berfirman
lagi:"Maka terhadap anak yatim, janganlah engkau bersikap kasar dan
kepada peminta-peminta, janganlah engkau membentak-bentak." [1][26] (ad-Dhuha: 9-10).
Juga Allah Ta'ala
berfirman:"Adakah engkau mengetahui siapa orang yang mendustakan Dia -
Islam atau hari pembaiasan di akhirat - itu? yang sedemikian itu ialah orang
yang tidak menghiraukan keadaan anak yatim dan tidak menyuruh - orang lain atau
jiwanya sendiri - untuk memberi makan kepada orang miskin." (al-Ma'un:
1-3)
Dari Sa'ad bin Abu
Waqqash r.a., katanya: "Kita beserta Nabi s.a.w. dan kita semua ada enam
orang - selain beliau s.a.w.
Kaum musyrikin lalu
berkata: "Usirlah orang-orang enam itu, supaya mereka tidak berani -
bersikap tidak sopan - kepada kita. Enam orang itu ialah saya - yang merawikan
Hadis ini, Ibnu Mas'ud, seorang dari kabilah Hudzail, Bilal dan dua orang lagi
yang tidak saya sebut namanya. Mereka ini dianggap tidak setaraf derajatnya
oleh kaum musyrikin kalau duduk-duduk bersama mereka. Hal itu mengesan sekali
dalam jiwa Rasulullah s.a.w. sedalam yang dikehendaki oleh Allah pengesanannya.
Beliau mengusikkan itu dalam jiwanya, kemudian turunlah firman Allah - yang
artinya: "Janganlah engkau mengusir
orang-orang yang menyeru kepada Tuhannya di waktu pagi dan sore yang mereka itu
sama menginginkan keridhaan Allah belaka." (al-An'am: 52) (Riwayat
Muslim).
Dari Abu Hurairah,yaitu
'A-idz bin 'Amr, al-Muzani dan ia termasuk golongan yang menyaksikan Bai'atur
Ridhwan r.a. bahwasanya Abu Sufyan mendatangi Salman, Shuhaib, Bilal dalam
sekelompok sahabat. Mereka lalu berkata: "Pedang-pedang Allah belum lagi
bertindak terhadap musuh Allah sebagaimana tindakan yang semestinya - yang
dimaksudkan musuh Allah ialah Abu Sufyan itu, sebab di kala itu ia masih
menjadi kafir.
Abu Bakar berkata:
"Adakah engkau mengucapkan itu kepada sesepuh Quraisy dan penghulu
mereka" - Abu Bakar berkata ini karena mengharapkan supaya Abu Sufyan
masuk Islam, bukan hendak melukai hati para sahabat yang berkata di atas.
Abu Bakar lalu
mendatangi Nabi s.a.w. kemudian memberitahukan apa yang terjadi itu. Nabi
s.a.w. bersabda: "Hai Abu Bakar, barangkali engkau menyebabkan mereka
menjadi marah - sebab ucapanmu itu. Jikalau engkau menyebabkan mereka marah,
niscayalah engkau menyebabkan juga kemurkaan Tuhanmu." Kemudian Abu Bakar
mendatangi orang-orang tadi lalu berkata: "Wahai saudara-saudaraku, saya
telah menyebabkan engkau semua menjadi marah, bukan." Mereka menjawab:
"Tidak. Semoga Allah memberikan pengampunan padamu, hai saudaraku."
(Riwayat Muslim).
Dari
Sahl bin Sa'ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Saya dan
orang yang memelihara anak yatim itu dalam syurga seperti ini." Beliau
mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan antara
keduanya itu." (Riwayat Bukhari).
Dari Abu Hurairah r.a.,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Pemelihara anak yatim, baik miliknya sendiri
atau milik lainnya, saya - Nabi s.a.w. - dan ia adalah seperti kedua jari ini
di dalam syurga." Yang merawikan Hadis ini yakni Malik bin Anas
mengisyaratkan dengan menggunakan jari telunjuk serta jari tengahnya. (Riwayat
Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a.
pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Bukannya orang miskin itu
orang yang ditolak oleh orang lain ketika meminta sebiji atau dua biji kurma,
atau ketika meminta sesuap atau dua suap makanan. Tetapi hanyasanya orang
miskin yang sebenar-benarnya ialah orang yang enggan meminta-minta - sekalipun
sebenarnya ia membutuhkan." (Muttafaq 'alaih).
Dari Abu Hurairah r.a. juga dari Nabi s.a.w.,
sabdanya: "Orang yang berusaha untuk kepentingan seseorang janda atau
orang miskin itu seperti orang yang berjihad fi-sabilillah," dan saya -
yang merawikan Hadrs ini - mengira bahwa beliau s.a.w. juga bersabda: "Dan
seperti pula seorang yang melakukan shalat malam yang tidak pernah letih -
yakni setiap malam melakukannya, juga seperti orang berpuasa yang tidak pernah
berbuka - yakni berpuasa terus setiap harinya." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah r.a.
lagi dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Seburuk-buruk makanan ialah makanan
walimah yang tercegah - yakni tidak diundang - orang yang ingin mendatanginya
yaitu kaum fakir-miskin, sebab membutuhkannya, tetapi diundanglah orang yang
tidak ingin mendatanginya - yaitu kaum kaya raya sebab sudah sering makan
enak-enak. Namun demikian barangsiapa yang tidak mengabulkan undangan walimah -
pengantin - itu, maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya."
(Riwayat Muslim).
Dalam riwayat kedua
kitab shahih Bukhari dan Muslim juga disebutkan
demikian yaitu dari Abu
Hurairah r.a., Nabi s.a.w. bersabda: "Sejelek-jelek makanan ialah
makanan walimah yang diundanglah ke situ orang-orang kaya dan ditinggalkanlah
orang-orang fakir-miskin."
Dari Anas r.a. dari Nabi
s.a.w., sabdanya: "Barangsiapa
yang menanggung segala keperluan dua gadis - dan mencukupkan makan minumnya,
pakaiannya, pendidikannya, dan lain-lain - sampai keduanya meningkat usia
baligh, maka ia datang pada hari kiamat, saya - Nabi Muhammad s.a.w. - dan ia
adalah seperti kedua jari ini dan beliau mengumpulkan jari-jarinya."
(Riwayat Muslim).
Dari
Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Ada seorang wanita masuk ke tempatku
dan beserta wanita itu ada dua anak gadisnya. Wanita itu meminta sesuatu,
tetapi tidak menemukan sesuatu apapun di sisiku selain sebiji kurma saja,
Kemudian itulah yang kuberikan padanya, lalu wanita tadi membaginya menjadi dua
untuk kedua anaknya itu, ia sendiri tidak makan sedikitpun dari kurma tersebut.
Selanjutnya ia berdiri lalu keluar. Nabi s.a.w. kebetulan masuk di tempatku
pada waktu itu, lalu saya beritahukanlah hal tadi. Beliau s.a.w. terus
bersabda: "Barangsiapa yang diberi cobaan
sesuatu dari gadis-gadis seperti ini, lalu berbuat baik kepada mereka, maka
gadis-gadis itulah yang akan menjadi tabir untuknya dari siksa neraka."
(Muttafaq 'alaih)
Dari Aisyah radhiallahu
'anha pula, katanya: "Saya didatangi oleh seorang wanita miskin yang
membawa kedua anak gadisnya, lalu saya memberikan makanan kepada mereka itu
berupa tiga biji buah kurma. Wanita itu memberikan setiap sebiji kurma itu
kepada kedua anaknya.sebuah seorang dan sebuah lagi diangkatnya ke mulutnya -
hendak dimakan sendiri. Tiba-tiba kedua anaknya itu meminta supaya diberikan
saja yang sebuah itu untuk mereka makan pula lalu wanita tadi memotong buah
kurma yang hendak dimakan itu menjadi dua buah dan diberikan pada kedua
anaknya. Keadaan wanita itu amat mengherankan saya, maka saya beritahukan apa
yang diperbuat wanita itu kepada Rasulullah s.a.w., kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan untuk wanita itu akan masuk syurga karena kelakuannya tadi dan akan
dimerdekakan pula dari siksa neraka." (Riwayat Muslim)
Dari Abu Syuraih, yaitu
Khuwailid bin 'Amr al-Khuza'i r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya sangat
memberatkan dosa - kesalahan -orang yang menyia-nyiakan haknya dua golongan
yang lemah, yaitu anak yatim dan orang perempuan."
Dari Mus'ab bin Sa'ad
bin Abu Waqqash radhfallahu 'anhuma, katanya: "Sa'ad merasa bahwasanya ia
memiliki kelebihan keutamaan dari orang-orang yang sebawahnya, kemudian Nabi
s.a.w. bersabda:"Bukankah engkau semua tidak akan memperoleh pertolongan
atau rezeki melainkan dengan sebab usaha dari orang-orang yang lemah dari
kalanganmu semua itu."
Dari Abuddarda', yaitu
'Uwaimir r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w.
bersabda:"Carilah untukmu orang-orang yang lemah, sebab hanyasanya engkau
semua diberi rezeki serta pertolongan dengan sebab orang-orang yang lemah di
kalangan engkau semua itu."
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad yang baik.
Hadis di atas menurut
riwayat Imam an-Nasa'i berbunyi:
"Hanyasanya ummat ini dapat memperoleh
pertolongan - Allah Ta'ala - dengan sebab kaum yang lemah dari golongan mereka
- kaum Muslimin."
Mengapa demikian? Dalam
penafsirannya disebutkan bahwa kaum yang dha'if, lemah dan dipandang tidak
berharga oleh umumnya masyarakat itulah yang justeru banyak yang dikabulkan
doanya, karena mereka ikhlas dalam berdoa lebih khusyu' dalam mengerjakan
ibadat karena hati mereka sudah kosong samasekali dari pemikiran perihal
keduniawiyahan, sebab memang tidak memiliki kelebihan-kelebihan.
Oleh sebab itu kita yang
dari golongan berada, apalagi yang hartawan, jangan sekali-kali menganggap
hina-dina kepada mereka itu, sebab kefakiran dan kelemahan dalam hal harta
benda itu memang bukan suatu cela. Mereka seyogyanya kita tolong sesuai dengan
kemampuan kita, agar suka membantu kita berdoa untuk memperoleh rezeki yang
halal. Mereka tentu suka mendoakan orang yang kasih-sayang kepada mereka, sebab
kalau ada rezeki yang kita peroleh, merekapun pasti akan merasakan bagiannya.
Jadi sebagaimana orang yang tegap dan kuat merasa memiliki kelebihan dengan
keberaniannya, maka kaum yang lemah itupun memiliki kelebihan di sisi Allah
Ta'ala dengan doa yang mereka panjatkan yang mustajab (terkabul) kehadhirat
Allah serta dengan keikhlasannya.
Ketika Rasulullah SAW duduk bersama para
sahabatnya, seorang pendeta Yahudi bernama Zaid bin Sa'nah masuk menerobos
shaf, lalu menarik kerah baju Rasul dengan keras seraya berkata kasar,
"Bayar utangmu, wahai Muhammad, sesungguhnya turunan Bani Hasyim adalah
orang-orang yang selalu mengulur-ulur pembayaran utang."
Umar bin Khattab RA langsung berdiri dan
menghunus pedangnya. "Wahai Rasulullah, izinkan aku menebas batang
lehernya." Rasulullah SAW berkata, "Bukan berperilaku kasar seperti
itu aku menyerumu. Aku dan Yahudi ini membutuhkan perilaku lembut. Perintahkan
kepadanya agar menagih utang dengan sopan dan anjurkan kepadaku agar membayar
utang dengan baik."
Tiba-tiba pendeta Yahudi berkata,
"Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, aku datang kepadamu bukan
untuk menagih utang. Aku datang sengaja untuk menguji akhlakmu. Tapi, aku telah
membaca sifat-sifatmu dalam Kitab Taurat. Semua sifat itu telah terbukti dalam
dirimu, kecuali satu yang belum aku coba, yaitu sikap lembut saat marah. Dan
aku baru membuktikannya sekarang. Oleh sebab itu, aku bersaksi tiada Tuhan yang
wajib disembah selain Allah dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad adalah
utusan Allah. Adapun piutang yang ada padamu, aku sedekahkan untuk orang Muslim
yang miskin."
Itulah kemuliaan akhlak Rasulullah, sang
teladan yang telah dipuji Allah sebagai nabi dengan akhlaknya berada di atas
semua akhlak yang agung. Kelembutan dan kesabaran dijadikan sebagai manhaj
dalam berdakwah. Ucapannya lembut, sikapnya lembut, dan perilakunya dalam semua
aktivitas dakwahnya adalah kelembutan, kecuali sikap yang membutuhkan
ketegasan. Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu
Solok, 02 Zulqaidah 1434.H/07 September 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar