PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
BERKATA
YANG BAIK ATAU DIAM
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah hadits / ترجمة
الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan
tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Pelajaran
:
1.
Iman terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari.
2.
Islam menyerukan kepada sesuatu yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih
sayang dikalangan individu masyarakat muslim.
3.
Termasuk kesempurnaan iman adalah perkataan yang baik dan diam dari selainnya .
4.
Berlebih-lebihan dalam pembicaraan dapat menyebabkan kehancuran, sedangkan
menjaga pembicaraan merupakan jalan keselamatan.
5.
Islam sangat menjaga agar seorang muslim berbicara apa yang bermanfaat dan
mencegah perkataan yang diharamkan dalam setiap kondisi.
6.
Tidak memperbanyak pembicaraan yang diperbolehkan, karena hal tersebut dapat
menyeret kepada perbuatan yang diharamkan atau yang makruh.
7.
Termasuk kesempurnaan iman adalah menghormati tetangganya dan memperhatikanya
serta tidak menyakitinya.
8.
Wajib berbicara saat dibutuhkan, khususnya jika bertujuan menerangkan yang haq
dan beramar ma’ruf nahi munkar.
9.
Memuliakan tamu termasuk diantara kemuliaan akhlak dan pertanda komitmennya
terhadap syariat Islam.
10. Anjuran untuk
mempergauli orang lain dengan baik.
Pembahasan;
Lidah adalah
senjata manusia untuk berbicara menyampaikan maksud dalam bentuk bahasa,
dengan kemahiran lisah seseorang dapat terangkat derajatnya di masyarakat,
karena mampu menyalurkan maksud serta jeritan hati umat, dengan lidah da’wah
dapat dilakukan sampai kepada propaganda dan obral barang di pasar. Efek positif memang banyak, tetapi
banyak pula segi negatifnya, karena lidah ada orang terlempar jauh dari
masyarakat sampai terbenam ke penjara. Rasulullah bersabda, "Kebanyakan
dosa anak Adam karena lidahnya'' (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)
Rasulullah bersabda,"Barangsiapa
banyak bicara maka banyak pula salahnya dan barangsiapa banyak salah maka
banyak pula dosanya, dan barangsiapa banyak dosanya maka api neraka lebih utama
baginya. (HR. Ath-Thabrani)
Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, sesungguhnya
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barang siapa yang
beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau
diam. Dan barang
siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan
tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat
hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Pada hadits di atas menunjukkan ada 2 hak yang
harus ditunaikan, yaitu hak Allah dan hak hamba. Penunaian hak Allah porosnya
ada pada senantiasa merasa diawasi oleh Allah. Di antara hak Allah yang paling
berat untuk ditunaikan adalah penjagaan lisan. Adapun penunaian hak hamba,
yaitu dengan memuliakan orang lain. Menjaga lisan bisa dilakukan dengan 2 cara,
yaitu dengan berkata baik atau kalau tidak mampu maka diam. Dengan demikian
diam kedudukannya lebih rendah dari pada berkata baik, namun masih lebih baik
dibandingkan dengan berkata yang tidak baik. Berkata baik terkait dengan 3 hal,
seperti tersebut dalam surat An-Nisa’ 4:114 "Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena
mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang
besar".
Imam Sya'bi heran
melihat salah seorang muridnya diam saja setelah lama diberi pelajaran, lalu
dia menanyakan, dan dijawab oleh muridnya; "Aku diam maka aku selamat,
aku mendengarkan maka aku tahu. Sesungguhnya manusia itu mempunyai bagian
masing-masing. Di telinganya bagian itu untuknya, di lidahnya bagian itu untuk
orang lain".
Sya'ir
Arab menyatakan; "Seorang tertimpa celaka karena terpelesst lidahnya,
dan tidaklah ia kena bahaya karena terpeleset kakinya, bila terpeleset karena
perkataan bisa saja ia kehilangan kepalanya, tetapi terpeleset hanya kakinya,
ia kaan sembuh kembali dalam waktu singkat"[Syair Ibnnu Asyikit].
Seorang
Sufi berkata, "Manusia yang paling sering tertimpa bahaya dan paling
banyak dapat kesusahan adalah lidah yang lepas dan hati yang tertutup. Ia tidak
dapat berdiam diri, dan kalau berkata tidak bisa yang baik-baik"
Ketika Rasulullah
sedang duduk-duduk dengan para sahabat memberikan beberapa wejangan sebagai
bekal dalam hidup yang dijadikan Allah dunia sebagai jembatan menyeberangi
tempat yang kekal lagi mulia, yaitu akherat. Rasulullah mengangkat suatu
persoalan di tengah para sahabatnya dengan sabda,”Sebentar lagi akan lewat seorang manusia yang telah ditetapkan Allah
sebagai ahli syurga kelak”.
Para sahabat penasaran, siapa gerangan yang dimaksud itu.
Semua sama-sama menanti ingin tahu. Salah seorang sahabat beliau yang bernama Abuzar Al Ghifari semakin penasaran
setelah ditunjuki orang tersebut yang memang lewat didepan mereka. Karena
penasarannya maka diikutilah tokoh yang
dimaksud dengan menyempatkan diri menginap di rumahnya. Dia ingin tahu amalan
apa saja yang dilakukan sehingga dikatakan oleh Rasululah sebagai calon
penduduk syurga.
Setelah mendapat persetujuan dari tuan rumah, Abuzar
diizinkan menginap untuk beberapa malam. Tetapi selama dia berada di rumah itu
tidak nampak olehnya amalan yang luar biasa; puasa sunnah juga tidak rutin.
Waktu shalat dilakukannya seperti biasa, sedekahpun demikian sesuai dengan
kemampuan, bahkan shalat tahajudnyapun tidak setiap malam.
Pemandangan inilah yang disaksikan oleh Abuzar,
seolah-olah Rasululah salah terka terhadap orang yang dimaksud karena tidaklah
berlebihan dalam beribadah. Rasa penasarannya semakin besar setelah meliha
sendiri, sehingga sebelum pamit dengan memberanikan diri dia tanyakan langsung
prihal yang pernah dikatakan Rasulullah Saw. Tuan rumah tidak banyak komentar,
dia mengatakan, ”Hanya satu perbuatan
saya yang dapat melindungi amalan saya yang lain yaitu mampu menahan lidah,
tidak sebarangan berucap yang mengakibatkan orang lain tersinggung atau sakit
hati, juga tidak mudah mempergunjingkan orang lain dalam situasi apapun”.
Itulah pengakuan tuan rumah bahwa lidahnya terpelihara dengan menjaga
kemaksiatan, lidahnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik saja sesuai
dengan perintah Allah. Rasulullah bersabda, "Siapa yang memberi jaminan
kepadaku untuk memelihara di antara rahangnya (mulut) dan di antara kedua
pahanya (kemaluan) niscaya aku menjamin baginya surga.''(HR. Bukhari).
Rukun islam
yang pertama yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, disini peran lidah sangat
penting sekali diantaranya; Syahadat adalah ucapan ringan dan mudah dilafazkan tapi besar timbangan
amalnya, itu baru ucapan apalagi mengamalkannya, zikir yang paling
tinggi nilainya adalah kalimat ini, perjuangan yang paling agung adalah
menegakkan kalimat ini, itulah makanya Nabi Ibrahim harus berhadapan dengan
Namrudz, Nabi Musa harus bersiteru dengan Fir’aun serta Nabi Muhammad harus
berlainan aqidah dengan pamannya, dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang hadir kepada seorang raja
yang zalim untuk menyatakan kebenaran [tauhid] lalu dia dibunuh maka itulah
kematian yang mulia”.
Jalan mengantarkan manusia ke syurga juga adalah
kalimat syahadat sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh
Bukhari “Barangsiapa yang akhir
katanya,”Laa Ilaaha Ilallah”, 'Tiada Tuhan selain Allah' niscaya dia masuk
surga.(HR. Abu Dawud)
Yang
dimaksud dengan hadits ini bukanlah sekedar ucapan, tapi diiringi dengan amal
perbuatan, mustahil kiranya orang yang amal hariannya jauh dari kalimat tauhid
lalu ketika meninggal dapat membaca kalimat ini, demikian pula sebaliknya orang
yang seluruh potensi hidupnya menjalankan kalimat syahadat, lalu saat kematian
dia tidak sempat membaca kalimat ini tentu tidak dapat dikatakan hidupnya
sia-sia, jangan kita melihat orang meninggal dari sebab kematiannya, walaupun
pecah dan hancur tubuhnya kemudian dimakan hewan buas pula, tapi selama ini
hidupnya memperjuangkan kalimat ini, maka Insya Allah baiklah kematiannya.
Kemarahan bisa menaikkan emosi seseorang, meninggi tensi, mata merah menyala, hidung mendengus, kata-kata yang keluar tanpa terkontrol lagi sehingga membuat suasana tidak kondusif yang akhirnya merusak pergaulan, menjauhkan sahabat dan banyak kerugian yang diterima, Rasulullah menyarankan kepada kita, "Apabila ada orang yang mencaci-maki kamu tentang apa yang dia ketahui pada dirimu, janganlah kamu mencaci-maki dia tentang apa yang kamu ketahui pada dirinya karena pahalanya untuk kamu dan kecelakaan untuk dia. (HR. Ad-Dailami)
Dalam pergaulan, kita memang memerlukan vitamin S yaitu "sanjungan", pujian yang ditujukan kepada seseorang dalam rangka menyenangkan hati orang yang diajak bicara, karena memang manusia senang mendapat pujian dari orang lain dan itu manusiawi, tapi tidak selamanya pujian itu baik, bisa membuat yang dipuji tidak lagi rasional dalam bertindak. Rasulullah memperingatkan kita, "Berhati-hatilah dalam memuji (menyanjung-nyanjung), sesungguhnya itu adalah penyembelihan"(HR.Bukhari) "Seorang memuji-muji kawannya di hadapan Nabi Saw, lalu beliau berkata kepadanya, "Waspadalah kamu, sesungguhnya kamu telah memenggal lehernya, sesungguhnya kamu telah memenggal lehernya (diucapkan berulang-ulang)".(HR.Ahmad) "Taburkanlah pasir ke wajah orang-orang yang suka memuji dan menyanjung-nyanjung.(HR.Muslim)
Seorang muslim untuk
menunjukkan baiknya kemusliman seseorang, Nabi mengungkapkan dengan cara
meninggalkan hal-hal yang tidak ada manfaatnya, apalagi jelas-jelas pekerjaan
tersebut memang dilarang dalam Islam seperti menggunjing atau ghibah,
Rasulullah bersabda, "Tahukah kamu apa ghibah itu? Para sahabat
menjawab, "Allah dan rasulNya lebih mengetahui." Beliau bersabda,
"Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu hal-hal yang dia tidak
sukai."(HR.
Muslim)
Karena memang kepribadian seorang muslim itu mulia, dia mampu menjaga "Syahwatul kalam''nya, pembicaraan yang disampaikan adalah pembicaraan yang mengandung manfaat, diupayakan untuk meninggalkan ucapan yang mengandung laghwi [sia-sia] apalagi yang mengandung mudharat bagi dirinya ataupun bagi orang lain, "Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk."(HR.BukharidanAlHakim)
Semua manusia mempunyai salah dan dosa, baik yang besar ataupun kecil, dosa dan kesalahan yang dilakukan manusia, ada yang harus melalui qishahs [pembalasan] melalui persidangan ataupun dosa tersebut ditutup Allah dalam rangka memberikan rahmat kepada pelaku dosa, tapi yang berdosa tadi karena tidak menjaga lisannya sehingga dia dengan bangga mengumbar kesalahannya kepada orang lain, sehingga yang seharusnya menjadi rahasia dia dengan Allah saja akhirnya menjadi rahasia umum, Rasulullah bersabda," Semua umatku diampuni kecuali yang berbuat (keji) terang-terangan yaitu yang melakukannya pada malam hari lalu ditutup-tutupi oleh Allah, tetapi esok paginya dia membeberkan sendiri dengan berkata, "Hai Fulan, tadi malam aku berbuat begini...begini." Dia membuka tabir yang telah disekat oleh Allah Azza wajalla.''(Mutafaq'alaih)
Orang yang banyak mengumbar lisannya, tidak menjaga ucapan, tidak berhemat dalam berbicara, pandai bersilat lidah dalam segala pembicaraan, lebih banyak ngomong dari pada bekerja adalah watak orang-orang munafiq, "Yang paling aku takutkan bagi umatku adalah orang munafik yang pandai bersilat lidah" (HR.AbuYa'la).
Karena memang kepribadian seorang muslim itu mulia, dia mampu menjaga "Syahwatul kalam''nya, pembicaraan yang disampaikan adalah pembicaraan yang mengandung manfaat, diupayakan untuk meninggalkan ucapan yang mengandung laghwi [sia-sia] apalagi yang mengandung mudharat bagi dirinya ataupun bagi orang lain, "Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk."(HR.BukharidanAlHakim)
Semua manusia mempunyai salah dan dosa, baik yang besar ataupun kecil, dosa dan kesalahan yang dilakukan manusia, ada yang harus melalui qishahs [pembalasan] melalui persidangan ataupun dosa tersebut ditutup Allah dalam rangka memberikan rahmat kepada pelaku dosa, tapi yang berdosa tadi karena tidak menjaga lisannya sehingga dia dengan bangga mengumbar kesalahannya kepada orang lain, sehingga yang seharusnya menjadi rahasia dia dengan Allah saja akhirnya menjadi rahasia umum, Rasulullah bersabda," Semua umatku diampuni kecuali yang berbuat (keji) terang-terangan yaitu yang melakukannya pada malam hari lalu ditutup-tutupi oleh Allah, tetapi esok paginya dia membeberkan sendiri dengan berkata, "Hai Fulan, tadi malam aku berbuat begini...begini." Dia membuka tabir yang telah disekat oleh Allah Azza wajalla.''(Mutafaq'alaih)
Orang yang banyak mengumbar lisannya, tidak menjaga ucapan, tidak berhemat dalam berbicara, pandai bersilat lidah dalam segala pembicaraan, lebih banyak ngomong dari pada bekerja adalah watak orang-orang munafiq, "Yang paling aku takutkan bagi umatku adalah orang munafik yang pandai bersilat lidah" (HR.AbuYa'la).
Banyak kesempatan yang diberikan
Allah kepada ummat Islam untuk meraih pahala dalam seluruh asfek kehidupannya
diantaranya ialah menjaga lisan, ringan memang program ini tapi sulit sekali
untuk merealisasikannya, namun demikian diberikan pahala yang besar bagi orang
yang mampu melakukannya, itulah hikmahnya kenapa Allah memberikan dua mata, dua
telinga dan satu mulut agar lebih banyak melihat dan mendengar sehingga
memperoleh ilmu yang bermanfaat, wallahu a'lam.[Cubadak Solok, 22 Syawal
1431.H/ 1 Oktober 2010.M].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar