Rabu, 20 November 2013

15. Berkata Yang Baik Atau Diam



PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

BERKATA YANG BAIK ATAU DIAM
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Pelajaran :
1.     Iman terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari.
2.     Islam menyerukan kepada sesuatu yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang dikalangan individu masyarakat muslim.
3.     Termasuk kesempurnaan iman adalah perkataan yang baik dan diam dari selainnya .
4.     Berlebih-lebihan dalam pembicaraan dapat menyebabkan kehancuran, sedangkan menjaga pembicaraan merupakan jalan keselamatan.
5.     Islam sangat menjaga agar seorang muslim berbicara apa yang bermanfaat dan mencegah perkataan yang diharamkan dalam setiap kondisi.
6.     Tidak memperbanyak pembicaraan yang diperbolehkan, karena hal tersebut dapat menyeret kepada perbuatan yang diharamkan atau yang makruh.
7.     Termasuk kesempurnaan iman adalah menghormati tetangganya dan memperhatikanya serta tidak menyakitinya.
8.     Wajib berbicara saat dibutuhkan, khususnya jika bertujuan menerangkan yang haq dan beramar ma’ruf nahi munkar.
9.     Memuliakan tamu termasuk diantara kemuliaan akhlak dan pertanda komitmennya terhadap syariat Islam.
10. Anjuran untuk mempergauli orang lain dengan baik.
Pembahasan;
Lidah adalah  senjata manusia untuk berbicara menyampaikan maksud dalam bentuk bahasa, dengan kemahiran lisah seseorang dapat terangkat derajatnya di masyarakat, karena mampu menyalurkan maksud serta jeritan hati umat, dengan lidah da’wah dapat dilakukan sampai kepada propaganda dan obral barang di  pasar. Efek positif memang banyak, tetapi banyak pula segi negatifnya, karena lidah ada orang terlempar jauh dari masyarakat sampai terbenam ke penjara. Rasulullah bersabda, "Kebanyakan dosa anak Adam karena lidahnya'' (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

           Rasulullah bersabda,"Barangsiapa banyak bicara maka banyak pula salahnya dan barangsiapa banyak salah maka banyak pula dosanya, dan barangsiapa banyak dosanya maka api neraka lebih utama baginya. (HR. Ath-Thabrani)
Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Pada hadits di atas menunjukkan ada 2 hak yang harus ditunaikan, yaitu hak Allah dan hak hamba. Penunaian hak Allah porosnya ada pada senantiasa merasa diawasi oleh Allah. Di antara hak Allah yang paling berat untuk ditunaikan adalah penjagaan lisan. Adapun penunaian hak hamba, yaitu dengan memuliakan orang lain. Menjaga lisan bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan berkata baik atau kalau tidak mampu maka diam. Dengan demikian diam kedudukannya lebih rendah dari pada berkata baik, namun masih lebih baik dibandingkan dengan berkata yang tidak baik. Berkata baik terkait dengan 3 hal, seperti tersebut dalam surat An-Nisa’ 4:114 "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar".

Imam Sya'bi heran melihat salah seorang muridnya diam saja setelah lama diberi pelajaran, lalu dia menanyakan, dan dijawab oleh muridnya; "Aku diam maka aku selamat, aku mendengarkan maka aku tahu. Sesungguhnya manusia itu mempunyai bagian masing-masing. Di telinganya bagian itu untuknya, di lidahnya bagian itu untuk orang lain".
           
Sya'ir Arab menyatakan; "Seorang tertimpa celaka karena terpelesst lidahnya, dan tidaklah ia kena bahaya karena terpeleset kakinya, bila terpeleset karena perkataan bisa saja ia kehilangan kepalanya, tetapi terpeleset hanya kakinya, ia kaan sembuh kembali dalam waktu singkat"[Syair Ibnnu Asyikit].

Seorang Sufi berkata, "Manusia yang paling sering tertimpa bahaya dan paling banyak dapat kesusahan adalah lidah yang lepas dan hati yang tertutup. Ia tidak dapat berdiam diri, dan kalau berkata tidak bisa yang baik-baik"

Ketika Rasulullah sedang duduk-duduk dengan para sahabat memberikan beberapa wejangan sebagai bekal dalam hidup yang dijadikan Allah dunia sebagai jembatan menyeberangi tempat yang kekal lagi mulia, yaitu akherat. Rasulullah mengangkat suatu persoalan di tengah para sahabatnya dengan sabda,”Sebentar lagi akan lewat seorang manusia yang telah ditetapkan Allah sebagai ahli syurga kelak”.

            Para sahabat penasaran, siapa gerangan yang dimaksud itu. Semua sama-sama menanti ingin tahu. Salah seorang sahabat beliau yang bernama Abuzar Al Ghifari semakin penasaran setelah ditunjuki orang tersebut yang memang lewat didepan mereka. Karena penasarannya  maka diikutilah tokoh yang dimaksud dengan menyempatkan diri menginap di rumahnya. Dia ingin tahu amalan apa saja yang dilakukan sehingga dikatakan oleh Rasululah sebagai calon penduduk syurga.

            Setelah mendapat persetujuan dari tuan rumah, Abuzar diizinkan menginap untuk beberapa malam. Tetapi selama dia berada di rumah itu tidak nampak olehnya amalan yang luar biasa; puasa sunnah juga tidak rutin. Waktu shalat dilakukannya seperti biasa, sedekahpun demikian sesuai dengan kemampuan, bahkan shalat tahajudnyapun tidak setiap malam.

            Pemandangan inilah yang disaksikan oleh Abuzar, seolah-olah Rasululah salah terka terhadap orang yang dimaksud karena tidaklah berlebihan dalam beribadah. Rasa penasarannya semakin besar setelah meliha sendiri, sehingga sebelum pamit dengan memberanikan diri dia tanyakan langsung prihal yang pernah dikatakan Rasulullah Saw. Tuan rumah tidak banyak komentar, dia mengatakan, ”Hanya satu perbuatan saya yang dapat melindungi amalan saya yang lain yaitu mampu menahan lidah, tidak sebarangan berucap yang mengakibatkan orang lain tersinggung atau sakit hati, juga tidak mudah mempergunjingkan orang lain dalam situasi apapun”. Itulah pengakuan tuan rumah bahwa lidahnya terpelihara dengan menjaga kemaksiatan, lidahnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik saja sesuai dengan perintah Allah. Rasulullah bersabda, "Siapa yang memberi jaminan kepadaku untuk memelihara di antara rahangnya (mulut) dan di antara kedua pahanya (kemaluan) niscaya aku menjamin baginya surga.''(HR. Bukhari).

Rukun islam yang pertama yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, disini peran lidah sangat penting sekali diantaranya; Syahadat adalah ucapan ringan dan mudah dilafazkan tapi besar timbangan amalnya, itu baru ucapan apalagi mengamalkannya, zikir yang paling tinggi nilainya adalah kalimat ini, perjuangan yang paling agung adalah menegakkan kalimat ini, itulah makanya Nabi Ibrahim harus berhadapan dengan Namrudz, Nabi Musa harus bersiteru dengan Fir’aun serta Nabi Muhammad harus berlainan aqidah dengan pamannya, dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang hadir kepada seorang raja yang zalim untuk menyatakan kebenaran [tauhid] lalu dia dibunuh maka itulah kematian yang mulia”.

Jalan mengantarkan manusia ke syurga juga adalah kalimat syahadat sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari “Barangsiapa yang akhir katanya,”Laa Ilaaha Ilallah”, 'Tiada Tuhan selain Allah' niscaya dia masuk surga.(HR. Abu Dawud)

Yang dimaksud dengan hadits ini bukanlah sekedar ucapan, tapi diiringi dengan amal perbuatan, mustahil kiranya orang yang amal hariannya jauh dari kalimat tauhid lalu ketika meninggal dapat membaca kalimat ini, demikian pula sebaliknya orang yang seluruh potensi hidupnya menjalankan kalimat syahadat, lalu saat kematian dia tidak sempat membaca kalimat ini tentu tidak dapat dikatakan hidupnya sia-sia, jangan kita melihat orang meninggal dari sebab kematiannya, walaupun pecah dan hancur tubuhnya kemudian dimakan hewan buas pula, tapi selama ini hidupnya memperjuangkan kalimat ini, maka Insya Allah baiklah kematiannya.

           Kemarahan bisa menaikkan emosi seseorang, meninggi tensi, mata merah menyala, hidung mendengus, kata-kata yang  keluar tanpa terkontrol lagi sehingga membuat suasana tidak kondusif yang akhirnya merusak pergaulan, menjauhkan sahabat dan banyak kerugian yang diterima, Rasulullah menyarankan kepada kita, "Apabila ada orang yang mencaci-maki kamu tentang apa yang dia ketahui pada dirimu, janganlah kamu mencaci-maki dia tentang apa yang kamu ketahui pada dirinya karena pahalanya untuk kamu dan kecelakaan untuk dia. (HR. Ad-Dailami)

            Dalam pergaulan, kita memang memerlukan vitamin S yaitu "sanjungan", pujian yang ditujukan kepada seseorang dalam rangka menyenangkan hati orang yang diajak bicara, karena memang manusia senang mendapat pujian dari orang lain dan itu manusiawi, tapi tidak selamanya pujian itu baik, bisa membuat yang dipuji tidak lagi rasional dalam bertindak. Rasulullah memperingatkan kita, "Berhati-hatilah dalam memuji (menyanjung-nyanjung), sesungguhnya itu adalah penyembelihan"(HR.Bukhari) "Seorang memuji-muji kawannya di hadapan Nabi Saw, lalu beliau berkata kepadanya, "Waspadalah kamu, sesungguhnya kamu telah memenggal lehernya, sesungguhnya kamu telah memenggal lehernya (diucapkan berulang-ulang)".(HR.Ahmad) "Taburkanlah pasir ke wajah orang-orang yang suka memuji dan menyanjung-nyanjung.(HR.Muslim)

           Seorang muslim untuk menunjukkan baiknya kemusliman seseorang, Nabi mengungkapkan dengan cara meninggalkan hal-hal yang tidak ada manfaatnya, apalagi jelas-jelas pekerjaan tersebut memang dilarang dalam Islam seperti menggunjing atau ghibah, Rasulullah bersabda, "Tahukah kamu apa ghibah itu? Para sahabat menjawab, "Allah dan rasulNya lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu hal-hal yang dia tidak sukai."(HR. Muslim)

          Karena memang kepribadian seorang muslim itu mulia, dia mampu menjaga "Syahwatul kalam''nya, pembicaraan yang disampaikan adalah pembicaraan yang mengandung manfaat, diupayakan untuk meninggalkan ucapan yang mengandung laghwi [sia-sia] apalagi yang mengandung mudharat bagi dirinya ataupun bagi orang lain, "Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk."(HR.BukharidanAlHakim)

         Semua manusia mempunyai salah dan dosa, baik yang besar ataupun kecil, dosa dan kesalahan yang dilakukan manusia, ada yang harus melalui qishahs [pembalasan] melalui persidangan ataupun dosa tersebut ditutup Allah dalam rangka memberikan rahmat kepada pelaku dosa, tapi yang berdosa tadi karena tidak menjaga lisannya sehingga dia dengan bangga mengumbar kesalahannya kepada orang lain, sehingga yang seharusnya menjadi rahasia dia dengan Allah saja akhirnya menjadi rahasia umum, Rasulullah bersabda," Semua umatku diampuni kecuali yang berbuat (keji) terang-terangan yaitu yang melakukannya pada malam hari lalu ditutup-tutupi oleh Allah, tetapi esok paginya dia membeberkan sendiri dengan berkata, "Hai Fulan, tadi malam aku berbuat begini...begini." Dia membuka tabir yang telah disekat oleh Allah Azza wajalla.''(Mutafaq'alaih)

         Orang yang banyak mengumbar lisannya, tidak menjaga ucapan, tidak berhemat dalam berbicara, pandai bersilat lidah dalam segala pembicaraan, lebih banyak ngomong dari pada bekerja adalah watak orang-orang munafiq, "Yang paling aku takutkan bagi umatku adalah orang munafik yang pandai bersilat lidah" (HR.AbuYa'la).

            Banyak kesempatan yang diberikan Allah kepada ummat Islam untuk meraih pahala dalam seluruh asfek kehidupannya diantaranya ialah menjaga lisan, ringan memang program ini tapi sulit sekali untuk merealisasikannya, namun demikian diberikan pahala yang besar bagi orang yang mampu melakukannya, itulah hikmahnya kenapa Allah memberikan dua mata, dua telinga dan satu mulut agar lebih banyak melihat dan mendengar sehingga memperoleh ilmu yang bermanfaat, wallahu a'lam.[Cubadak Solok, 22 Syawal 1431.H/ 1 Oktober 2010.M].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar