Rabu, 20 November 2013

27. Jauhi Perbuatan Yang Meresahkan



PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

JAUHI PERBUATAN YANG MERESAHKAN
عَنْ النَّوَّاسِ بنِ سَمْعَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَاْلإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ . [رَوَاهُ مُسْلِم] .
وَعَنْ وَابِصَةَ بْنِ مَعْبَد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جِئْتَ تَسْألُ عَنِ الْبِرِّ قُلْتُ : نَعَمْ، قَالَ : اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ، الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَاْلإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ "
[حديث حسن رويناه في مسندي الإمامين أحمد بن حنبل والدارمي بإسناد حسن]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث  :
Dari Nawwas bin Sam’an radhiallahuanhu, dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda : “Kebaikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah apa yang terasa mengaggu jiwamu dan engkau tidak suka jika diketahui  manusia “ (Riwayat Muslim)
Dan dari Wabishah bin Ma’bad radhiallahuanhu dia berkata : Saya mendatangi Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, lalu beliau bersabda : Engkau datang untuk menanyakan kebaikan ?, saya menjwab : Ya. Beliau bersabda : Mintalah pendapat dari hatimu, kebaikan adalah apa yang jiwa dan hati tenang karenanya, dan dosa adalah apa yang terasa mengganggu jiwa dan menimbulkan keragu-raguan dalam dada, meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.
(Hadits hasan kami riwayatkan dari dua musnad Imam Ahmad bin Hanbal dan Ad Darimi dengan sanad yang hasan)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1.     Tanda perbuatan dosa adalah timbulnya keragu-raguan dalam jiwa dan tidak suka kalau hal itu diketahui orang lain.
2.     Siapa yang ingin melakukan suatu perbuatan maka hendaklah dia menanyakan hal tersebut pada dirinya
3.     Anjuran untuk berakhlak mulia karena akhlak yang mulia termasuk unsur kebaikan yang sangat besar.
4.     Hati seorang mu’min akan tenang dengan perbuatan yang halal dan gusar dengan perbuatan haram.
5.     Melihat terlebih dahulu ketetapan hukum sebelum mengambil tindakan. Ambillah yang paling dekat dengan ketakwaan dan kewara’an dalam agama.
6.     Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam  ketika menyampaikan sesuatu kepada para shahabatnya selalu mempertimbangkan kondisi mereka.
7.     Perhatian Islam terhadap pendidikan sisi agama yang bersifat internal dalam hati orang beriman dan meminta keputusannya sebelum mengambil tindakan.
Pembahasan;
Dalam kehidupan masyarakat tidaklah selamanya kita menikmati hidup dalam suasana aman dan nyaman tapi kadangkala ada-ada saja yang menyebabkan terjadinya persengketaan dan konflik baik antara pribadi, antara kelompok masyarakat hingga antara bangsa yang mengusung persoalan kepada peperangan, bila hal itu dibiarkan tentu saja mengakibatkan jatuhnya korban yang tidak dapat dielakkan.

Sebelum kedatangan Rasulullah Saw sebagai penyampai risalah kebenaran dari Allah Swt, ibarat suluh yang menembus kegelapan, zaman itu disebut dengan zaman kebodohan. Bodoh bukan berarti dalam seala hal, dalam ilmu pengetahuan, perdagangan atau sastra. Karena bangsa Arab telah melakukan hubungan dagang dengan bangsa-bangsa di luar Jazirah Arab, dengan pula halnya dibidang sastra bangsa Arab sangat mahir. Bahkan diadakan suatu pesta khusus untuk menulis dan membaca syair-syair, kepada pemenangnya mereka diberi penghormatan untuk menggantungkan syairnya di dinding Ka’bah.

            Kebodohan yang mereka anut adalah kebodohan dalam bidang aqidah dan kemanusiaan. Batu tak berdaya mereka angkat sebagai sembahan, hutang darah dibayar dengan darah, hutang nyawa tebusannya nyawa, istilah maaf tidak ada dalam kamus mereka. Antara suku  satu dengan suku lainnya terjadi permusuhan dan saling dengki, rasa kebencian antara satu dengan lainnya disebabkan perbedaan tempat lahir dan kabilah.

            Permusuhan yang berkobar diantara suku sangat dahsyat, hanya sedikit persoalan dapat mengakibatkan meruncingnya permusuhan dan hancurnya satu kabilah. Rasa kemanusiaan dan persaudaraan tidak tercermin dalam kehidupan masyarakat, apalagi jiwa gotong royong, rasa kasih sayang terhadap lainnya. Yang tinggi pada saat itu adalah kelompok saya, suku lain rendah di matanya, egonya terlalu diperturutkan.Peristiwa diatas terukir dalam surat Ali Imran pada ayat 103; ”Ingatlah akan nikmat Allah terhadap kamu, yaitu ketika kamu dahulu itu bermusuh-musuhan satu sama lain, maka dipersatukannya di antara hati-hati kamu sehingga dengan nikmat-Nya itu menjadikan kamu bersaudara”.

            Ketika da’wah datang membawa persaudaraan, dipersatukanlah ummat dalam satu cahaya kebenaran di bawah lentera Ilahi sebagai nikmat yang amat besar.

            Maka pada saat da’wah Islam tersiar, yang tampak adalah manusia sama derajatnya, kabilah, suku, keturunan hidup berdampingan, betapapun besar perpecahan, perselisihan, permusuhan bahkan peperangan, dengan nikmat Allah berupa agamanya Islam, maka api yang berkobar sirna dengan turunnya tetesan  nikmat Allah, selamatlah ummat dari bahaya perpecahan, permusuhan dan peperanganpun bertukar menjadi ummat bersaudara, berkasih-kasihan dan  cinta mencintai, Allah berfirman;”Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat” [Al Hujurat 49;10].

            Dengan ayat diatas maka ummat yang beriman dalam pengakuan kebenaran risalah yang dibawa Rasulullah, mereka hidup bersaudara, tidak layak dan pantas antara saudara satu dengan saudara lainnya terjadi perpecahan, perselisihan yang mendorong permusuhan dan peperangan.

Banyak persoalan yang dapat menimbulkan retaknya persaudaraan, hilangnya kepercayaan dan sirnanya rasa kasih dan sayang. Dalam surat Al Hujurat ayat 12 Allah memberikan tiga larangan kepada orang-orang beriman, agar tetap kokohnya persatuan dan terpelihara persaudaraan, untuk menghindarkan perpecahan, firman Allah, ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain” [Al Hujurat 49;12].

            Andaikata terjadi perpecahan dan perselisihan, maka kewajiban bagi mukmin lainnya untuk mendamaikan, bukan malah menyiramkan minyak di tengah api yang tengah berkobar. Allah sangat keras ancamannya kepada orang-orang yang berpecah belah dan bermusuhan, firman Allah;”Dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang berpecah belah dan bertikaian, setelah datang bukti-bukti keterangan kepada mereka, dan mereka itulah yang akan mendapatkan siksa yang besar” [Ali Imran 3;105].

            Nyatalah ummat Islam diwajibkan bersatu, dilarang berpecah belah. Bersatu bukan asal bersatu saja, akan tetapi tetap bersatu dengan berpegang teguh kepada tali Allah ,dan tali hubungan yang baik dengan manusia, bila hal ini terjadi maka konflik akan teredam dengan sendirinya, itulah makanya sikap dan tindakan kepada sesama muslim harus sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah, karena memang salah satu tugas beliau hadir di dunia ini untuk memperbaiki akhlak manusia.
          
            Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kalian saling hasut, saling najsy (memuji barang dagangan secara berlebihan), saling benci, saling berpaling, dan janganlah sebagian di antara kalian berjual beli kepada orang yang sedang berjual beli dengan sebagian yang lain, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak menganiaya, tidak mengecewakannya, dan tidak menghinanya. Takwa itu ada disini -beliau menunjuk ke dadanya tiga kali- Sudah termasuk kejahatan seseorang bila ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim bagi muslim lainnya adalah haram baik darahnya, hartanya dan kehormatannya."[Riwayat Muslim].

           Konflik bukanlah hal yang kita harapkan, sejak awal sudah diantisipasi dengan arahan dan nasehat dari Rasulullah dan larangan Allah agar ummat ini menghindari konflik, persaudaraan, persahabatan dan perdamaian adalah hal yang terpuji, tapi kadangkala egoisme, kesombongan dan keangkuhan dapat memicu dan memacu konflik, maka sikap pribadi muslim adalah berupaya untuk menyelesaikan konflik itu dengan baik sesuai dengan prosedur yang berlaku, upaya untuk meredam konflik dan menyelesaikan konflik itu dinilai sebagai sedekah yang bernilai pahala dalam islam sebagaimana hadits Rasulullah, Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi setiap hari selagi matahari masih terbit. Mendamaikan dua orang (yang berselisih) adalah sedekah, menolong orang hingga ia dapat naik kendaraan atau mengangkatkan barang bawaan ke atas kendaraannya merupakan sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, setiap langkah kaki yang engkau ayunkan menuju ke masjid adalah sedekah dan menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu, atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan juga merupakan sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

           Dalam Islam, usaha mendamaikan pihak-pihak yang berseteru merupakan ajaran dasar yang bersifat sosial. Upaya damai itu dalam Alquran dikaitkan dengan iman dan takwa sebagai bentuk kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya. "Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu. Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu adalah orang-orang yang beriman." (QS Al-Anfal [8]: 1).

          Upaya damai itu, dalam ayat di atas, dinamakan dengan ishlah, yang secara bahasa bermakna memperbaiki sesuatu (ja`l-u al-syay'i shalahan). Menurut Zamachsyari, ishlah itu merupakan kelanjutan logis dari iman, dan menjadi kewajiban manusia. Jadi, tidak ada iman dalam arti yang sebenarnya manakala kita tidak memiliki kepedulian untuk membangun kerukunan dan keharmonisan dalam masyarakat.

            Rasul SAW menerangkan, usaha mendamaikan kelompok masyarakat yang bertikai itu merupakan kebaikan yang derajatnya lebih tinggi daripada puasa, shalat, dan sedekah. Sebaliknya, rusaknya keharmonisan dan komunikasi antarkelompok masyarakat tersebut dipandang sebagai al-haliqah, yaitu sesuatu yang merusak dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan. (HR Abu Daud dan Ahmad dari Abu Darda).

   Keterlibatan seorang mukmin dalam meredam dan menyelesaikan konflik yang terjadi haruslah dengan cara adil, tidak berat sebelah, bantulah saudara kita yang dizhalimi juga membantu saudara yang zhalim, secara etisnya diampaikan oleh Rasulullah dalam Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Dua orang pemuda, yang satu dari golongan Muhajirin dan yang lain dari kaum Ansar, saling berbaku-hantam.
Seorang dari kaum Muhajirin berteriak: Wahai kaum Muhajirin! Dan seorang dari Ansar juga berteriak: Wahai orang-orang Ansar! Kemudian keluarlah Rasulullah saw. dan berkata: Ada apa ini? Kenapa harus berteriak dengan seruan jahiliah? Mereka menjawab: Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah! Kecuali ada dua pemuda yang berkelahi sehingga seorang dari keduanya memukul tengkuk yang lain. Rasulullah saw. bersabda: Kalau demikian, tidak apa-apa! Tapi hendaklah seseorang itu menolong saudaranya yang lain baik yang zalim maupun yang dizalimi. Kalau ia berbuat kezaliman hendaklah dicegah karena begitulah cara memberikan pertolongan kepadanya dan apabila dizalimi maka hendaklah ia membelanya. (Shahih Muslim )

Ketegasan untuk menjauhkan konflik, permusuhan dan kezhaliman dari saudara sesama muslim merupakan implementasi dari sikap kasih sayang, senasib dan sepenanggungan dalam ujud ukhuwah islamiyyah, karena memang keberadaan muslim satu dengan lainnya ibarat sebuah tubuh yang saling merasakan apa yang diderita oleh yang lain, Hadis riwayat Nukman bin Basyir ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam. (Shahih Muslim)

Banyak kerugian yang akan diderita oleh ummat islam bila terjadi konflik antara pemeluknya, padahal islam adalah agama yang membawa perdamaian bahkan seorang muslim itu diibaratkan seperti hewan lebah, yang mengeluarkan sesuatu bermanfaat bagi manusia yaitu berupa madu, lebah kalau hinggap pada ranting yang paling rapuh sekalipun maka ranting itu tidak akan patah, itulah karakter muslim, pribadinya seperti lebah, wallahu a'lam[Cubadak Solok, 23 Zulhijjah 1431.H/30 Nofember 2010.M].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar