Jumat, 22 November 2013

69.27 Kasih-sayang kepada Kaum Muslimin




RIYADUSH SHALIHIN
[DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH]


Kasih-sayang kepada Kaum Muslimin
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Sebagai ummat Muhammad Saw, tentu saja harus mempunyai identitas atau jati diri sebagai bukti yang dapat diperlihatkan di masyarakat bahkan di hadapan Allah kelak. Dapat diibaratkan kita mengikuti suatu rombongan perjalanan yang resmi, tapi tidak ada tanda pengenal tentu saja akan mengalami kesulitan dalam perjalanan walaupun kita mengaku ikut rombongan, namun bukti yang dapat meyakinkan tidak ada, demikian pula ummat Nabi Muhammad bukan sekedar mengaku saja, tapi harus ada identitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

            Jati diri Nabi Saw, dan ummat pendukungnya dapat dibaca dalam surat Al Fath, surat ke 48 ayat 29, ”Muhammad itu adalah utusan Allah,dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras [tegas] terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka [sesama muslim], kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud”.

Ciri ummat Islam, yaitu kasih sayang kepada sesamanya, yang tua menyayangi yang muda, yang muda hormat kepada yang tua, sikaya membantu simiskin, sementara simiskin mendoakan yang kaya. Bukannya ummat Islam yang  saling tekan dan tindas, yang pintar menjual yang bodoh, sikuat menekan yang lemah. Ummat Islam harus saling asah, asih, asuh, bukan saling gasak, gesek dan gosok.

 Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 27 dengan judul ‘’Mengagungkan Kehormatan-Kehormatan Kaum Muslimin Dan Uraian Tentang Hak-hak Mereka Serta Kasih-sayang Dan Belas-kasihan Kepada Mereka’’

Allah Ta'ala berfirman:"Dan  barangsiapa  yang mengagungkan peraturan suci dari Allah, maka itulah yang lebih baik baginya di sisi Tuhannya." (al-Haj: 30).

Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan barangsiapa yang mengagungkan tanda-tanda suci - yakni agama Allah, maka sesungguhnya perbuatan sedemikian itu adalah karena ketaqwaan hati." (al-Haj: 32).

Lagi Allah Ta'ala berfirman:Dan  tundukkantah sayapmu - bersikap sopan santunlah -dap kaum mu'minin" (al-Hijr: 88).

Allah Ta'ala juga berfirman: "Barangsiapa yang membunuh seseorang manusia bukan karena sebagai hukuman membunuh orang atau dengan sebab membuat kerusakan di bumi - merampok dan lain-lain, maka ia seolah-olah membunuh manusia seluruhnya dan barangsiapa memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya." (al-Maidah: 32).

Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang mu'min terhadap mu'min yang lain itu adalah sebagai bangunan yang sebagiannya   mengokohkan kepada bagian yang lainnya," dan beliau s.a.w. menjalinkan antara jari-jarinya." (Muttafaq 'alaih)

Dalam menguraikan Hadis di atas. Imam al-Qurthubi berkata sebagai berikut: "Apa yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w. itu adalah sebagai suatu tamsil perumpamaan yang isi kandungannya adalah menganjurkan dengan sekeras-kerasnya agar seorang mu'min itu selalu memberikan pertolongan kepada sesama mu'minnya, baik pertolongan apapun sifatnya (asal bukan yang ditujukan untuk sesuatu kemungkaran), Ini adalah suatu perintah yang dikokohkan yang tidak boleh tidak, pasti kita laksanakan.

Perumpamaan yang dimaksudkan itu adalah sebagai suatu bangunan yang tidak mungkin sempurna dan tidak akan berhasil dapat dimanfaatkan atau digunakan, melainkan wajiblah yang sebagian dari bangunan itu mengokohkan dan erat-erat saling pegang-memegang dengan yang bagian lain. Jikalau tidak demikian, maka bagian-bagian dari bangunan itu pasti berantakan sendiri-sendiri dan musnahlah apa yang dengan susah payah didirikan.

Begitulah semestinya kaum Muslimin dan mu'minin antara yang seorang dengan yang lain, antara yang sekelompok dengan yang lain, antara yang satu bangsa dengan yang lain. Masing-masing tidak dapat berdiri sendiri, baik dalam urusan keduniaan, keagamaan dan keakhiratan, melainkan dengan saling tolong-menolong, bantu-membantu serta kokoh-mengokohkan. Manakala hal-hal tersebut di atas tidak dilaksanakan baik-baik, maka jangan diharapkan munculnya keunggulan dan kemenangan, bahkan sebaliknya yang akan terjadi, yakni kelemahan seluruh ummat Islam, tidak dapat mencapai kemaslahatan yang sesempurna-sempurnanya, tidak kuasa pula melawan musuh-musuhnya ataupun menolak bahaya apapun yang menimpa tubuh kaum Muslimin secara keseluruhan. Semua itu mengakibatkan tidak sempurnanya ketertiban dalam urusan kehidupan duniawiyah, juga urusan diniyah (keagamaan) dan ukhrawiyah. Malahan yang pasti akan ditemui ialah kemusnahan, malapetaka yang bertubi-tubi serta bencana yang tiada habis-habisnya.

Dari Abu Musa r.a. juga, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang berjalan di sesuatu tempat dari masjid-masjid kita atau pasar-pasar kita sedang ia membawa anak-anak panah, maka hendaklah memegang atau menutupi ujung-ujungnya dengan tapak tangannya, sebab dikuatirkan akan mengenai seseorang dari kaum Muslimin dengan sesuatu yang dibawanya tadi." (Muttafaq 'alaih)

Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perumpamaan kaum Mu'minin dalam hal saling sayang-menyayangi, saling kasih-mengasrhi dan saling iba-mengibai itu adalah bagaikan sesosok tubuh. Jikalau salah satu anggota dari tubuh itu ada yang merasa sakit, maka tertarik pula seluruh tubuh - karena ikut merasakan sakitnya - dengan berjaga - tidak tidur - serta merasa panas." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mencium al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma dan di dekat beliau s.a.w. itu ada seorang bernama al-Aqra' bin Habis, lalu al-Aqra'berkata: "Saya ini mempunyai sepuluh orang anak, belum pernah saya mencium seseorangpun dari mereka itu." Rasulullah s.a.w. lalu memperhatikan orang itu, kemudian bersabda: "Barangsiapa yang tidak menaruh belas kasihan - kepada sesamanya, maka tidak dibelas kasihani - oleh Allah." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:"Jikalau seseorang dari engkau semua bersembahyang menjadi imamnya orang banyak, maka hendaklah meringankannya, sebabdi kalangan para makmum itu ada orang lemah, ada orang sakit dan ada pula yang berusia tua. Tetapi jikalau bersembahyang sendirian -munfarid, maka hendaklah memperpanjangkan shalatnya itu sekehendak hatinya." (Muttafaq 'alaih)

Dari Aisyah radhiallahu 'anha juga, katanya: "Nabi s.a.w. melarang para sahabat melakukan puasa wishal - tidak berbuka dalam malam hari puasa, sehingga dua hari puasa dijadikan satu dan terus berpuasa saja. Larangan ini adalah karena belas-kasihan kepada mereka. Para sahabat bertanya: "Sesungguhnya Tuan sendiri suka berpuasa wishal." Beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya ini tidaklah seperti keadaanmu semua, karena sesungguhnya saya ini diberi makan serta minum oleh Tuhanku." (Muttafaq 'alaih) Artinya ialah: Saya itu diberi kekuatan seperti orangyang makan dan minum.

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang Muslim adalah saudaranya orang Muslim lainnya. Janganlah ia menganiayanya, jangan pula menyerahkannya kepada musuhnya. "Barangsiapa memberi pertolongan akan hajat saudaranya, maka Allah selalu menolongnya dalam hajatnya. Dan barangsiapa memberi kelapangan kepada seseorang Muslim dari sesuatu kesusahan, maka Allah akan melapangkan orang itu dari sesuatu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi cela seseorang Muslim, maka Allah akan menutupi cela orang itu pada hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seorang Muslim adalah saudaranya orang Muslim yang lain. Janganlah ia berkhianat kepada saudaranya itu dan jangan pula mendustainya, juga jangan menghinakannya - juga enggan memberikan pertolongan padanya bila diperlukan. Setiap Muslim terhadap Muslim lainnya itu adalah haram kehormatannya - tidak boleh dinodai, haram hartanya - tidak boleh dirampas - dan haram darahnya - tidak boleh dibunuh tanpa dasar kebenaran. Ketaqwaan itu di sini - dalam hati. Cukuplah seseorang itu menjadi orang jelek, jikalau ia menghinakan saudaranya yang sama Muslimnya."

Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua hasad-menghasad, jangan pula kicuh-mengicuh, jangan benci-membenci, jangan seteru-menyeteru dan jangan pula setengah dari engkau semua itu menjual atas jualannya orang lain. Dan jadilah hamba Allah sebagai saudara. Seorang Muslim itu adalah saudara orang Muslim yang lain. Janganlah ia menganiaya saudaranya, jangan merendahkannya dan jangan   menghinakannya   -   enggan   memberikan   pertolongan padanya. Ketaqwaan itu ada di sini - dan beliau menunjuk ke arah dadanya sampar tiga kali. Cukuplah seseorang itu menjadi orang jelek, jikalau ia menghinakan saudaranya sesama Muslimnya. Setiap orang Muslim terhadap orang Muslim yang lain itu haram darahnya, hartanya dan kehormatannya." (Riwayat Muslim).

 Dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidaklah sempurna keimanan seseorang dari engkau semua itu, sehingga ia mencintai untuk diterapkan kepada saudaranya sebagaimana ia mencintai kalau itu diterapkan untuk dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih)

Dari Anas r.a. juga, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tolonglah saudaramu itu, baik ia sebagai orang yang menganiaya atau yang dianiaya." Ada seorang lelaki bertanya: "Ya Rasulullah, saya dapat menolongnya jikalau ia memang dianiaya. Tetapi bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau ia sebagai orang yang menganiaya? Bagaimanakah cara saya menolongnya itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Hendaklah ia engkau cegah atau engkau larang dari perbuatan penganiayaannya itu, sebab demikian itulah cara menolongnya." (Riwayat Bukhari)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:"Haknya seorang Muslim terhadap orang Muslim yang lain itu ada lima perkara yaitu menjawab salam, meninjau yang sakit, mengikuti jenazahnya, mengabulkan undangannya dan bertasymit kepada yang bersin - yakni kalau seseorang bersin dan mengucapkan Alhamdulillah, maka yang mendengar hendaklah mentasymitkan - mendoakan - dengan mengucapkan: Yarhamukalhh, artinya: Semoga Allah merahmatimu, kemudian yang bersin itu menjawab: Yahdikumullah wa yushtihu balakum, artinya: Semoga Allah memberi petunjuk padamu dan memperbaiki hatimu." (Muttafaq 'alaih).

Dalam riwayat Muslim disebutkan demikian:"Hak seorang Muslim terhadap orang Muslim lainnya itu ada enam perkara, yaitu jikalau engkau bertemu dengannya, maka berilah salam kepadanya, jikalau ia mengundangmu, maka kabulkanlah undangannya, jikalau ia meminta nasihat kepadamu, maka berilah ia nasihat, jikalau ia bersin kemudian mengucapkan Alhamdulillah, maka tasymitkanlah ia, jikalau ia sakit, tinjaulah ia dan jikalau ia meninggal dunia, maka ikutilah jenazahnya." (Riwayat Muslim).

Menurut Imam Al Ghazali, ummat Islam itu ibarat dua tangan yang kompak, ketika tangan kanan berayun ke depan maka yang kiri mengalah ke belakang dan sebaliknya sehingga enak dipandang. Sungguh tidak serasi dipandang bila tangan kanan dan kiri tidak saling pengertian, ketika berjalan keduanya ingin kedepan atau keduanya ingin ke belakang, lebih luas ummat Islam diibaratkan pula seperti lima jari pada satu tangan yang bersatu, bila lima jari bersatu dapat berbuat sesuatu, tapi kalau bercerai tidak satupun beban yang dapat diangkat.

Ibu jari adalah simbul penguasa atau umara/ pemerintah yang punya tugas mengayomi, membina, membimbing dan mensejahterakan rakyatnya. Tidak ubahnya sebagai seorang itu, keadilan akan ditegakkan walaupn yang melakukan orang terpandang, kebenaran akan dibela meskipun penguasa atau pemerintah.

Jari telunjuk adalah para hartawan yang dermawan, dengan hartanya dia mampu menunjuk bangunan yang terbengkalai, fakir miskin dan anak yatim dapat dia bantu. Hartawan yang dermawanlah yang dapat berperan sebagai jari telunjuk untuk menjalin kasih sesama ummat bukan hartawan yang kikir lagi bakhil.

Orang yang dilambangkan dengan jari tengah adalah para ulama yang berperan sebagai penyampai denyut nadi ummat melalui fatwanya yang berdasarkan Al ur’an dan Hadits.  Letaknya di tengah mempunyai makna yang dalam artinya. Dia tidak boleh terlalu rapat dengan penguasa dan terlalu kental dengan orang kaya. Karena kehadirannya membela kepentingan rakyat dan ummat serta menegakkan kebenaran dengan ajaran Allah. Kalau dia terlalu dekat dengan penguasa dan orang kaya dapat mengaburkan misi yang diembannya, apalagi dia rela diperalat sehingga fatwa yang disampaikannya sesuai dengan pesan sponsor dari penguasa dan konglomerat.

Ulama yang diharapkan adalah ulama yang dapat menjalin persahabatan dengan lapisan masyarakat manapun tapi tetap tegar dan tegas dengan prinsip da’wah yaitu menyampaikan kebenaran walaupun pahit dirasakannya. Dia mampu untuk mengatakan hitam walaupun dipaksa untuk mengatakan putih. Dia tidak bisa berkata haram kalau hal tersebut halal dan sebaliknya.

Jari manis adalah keindahan. Letak cincin berlian disini. Dia ibarat pemuda yang dihiasi dengan berbagai keindahan cita-cita dan harapan, baik orang tua, agama maupun bangsa. Kehadirannya di tengah masyarakat harus bermanfaat bagi kelansungan hidup suatu bangsa melalui bidang pendidikan atau keterampilan yang dimiliki.

Jari yang terakhir adalah kelingking. Kedudukannya pada urutan terakhir dan bentuknyapun paling kecil di bandingkan dengan jari lain. Tapi perannya tidak dapat diabaikan begitu saja. Dia adalah kaum ibu dan wanita. Posisinya bukan hanya segi tiga; dapur, kasur dan sumur saja, tapi pada zaman sekarang telah merambah ke dunia yang pada umumnya dilakukan oleh lelaki. Satu sisi dia disebut dengan wanita yang berperan ganda.

Sebagai pendamping suami, peran ganda wanita mengamankan kedudukan suami dari segala macam rongrongan yang dapat melemahkan keteguhan pendirian dan pengabdiannya. Sebagai ibu, peran ganda wanita dapat menyumbangkan pada negara putra-putri yang berguna dan berbudi luhur. Dan terakhir sebagai ibu rumah tangga yang harmonis, sakinah dan mawaddah yaitu rumah tangga yang tenang dan tentram. Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 02 Zulqaidah 1434.H/07 September 2013].



Tidak ada komentar:

Posting Komentar