PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
PERBUATAN
BAIK ADALAH SHADAQAH
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ،
كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ،
وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ
عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَبِكُلِّ
خُطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى عَنِ
الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah hadits / ترجمة
الحديث :
Dari
Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda : Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari
dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang
bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan
lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah
sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan
menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah
sedekah.(Riwayat Bukhori dan Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد
من الحديث :
1. Bersyukur kepada
Allah ta’ala setiap hari atas kesehatan anggota badan.
2. Allah telah
menjadikan -sebagai rasa syukur terhadap ni’mat-Nya- setiap anggota badan
untuk menolong hamba-hamba Allah ta’ala, bersedekah kepada mereka dengan menggunakannya
sesuai kemaslahatannya.
3. Temasuk sedekah
adalah : Menahan tangan dan lisan untuk tidak menyakiti orang lain, justru
seharusnya digunakan untuk menunaikan hak-hak setiap muslim.
4. Jasad harus
dikeluarkan zakatnya sebagaimana harta ada zakatnya. Zakat badan adalah
melakukan perbuatan baik, bersedekah dan pintu-pintunya banyak.
5. Anjuran untuk
mendamaikan kedua belah fihak, tolong menolong, mengucapkan kalimat yang baik,
berjalan menuju shalat dan menyingkirkan penghalang dari shalat.
6. Anjuran untuk
membersihkan sarana-sarana umum.
7. Anjuran untuk
melakukan keadilan, karena dengan keadilanlah ditegakkan langit dan bumi.
Pembahasan;
Harta yang dimiliki
seseorang bukanlah mutlak semuanya menjadi hak miliknya, dibalik tu terdapat
harta anak yatim, harta fakir miskin, serta untuk keperluan kaum muslimin
lainnya.
Dua ayat dibawah ini merupakan pijakan untuk mengeluarkan nilai lebih yang kita
miliki yaitu;
1.Surat Al Baqarah 2;261
”Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan
harta mereka pada jalan Allah, adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. dan Allah melipatgandakan
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah itu luas pemberian-Nya dan Dia
amat Mengetahui”.
2.Surat Ali Imran 3;92
”Kamu belum lagi mencapai kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa
yang kamu sukai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan [dermakan] itu Allah
Mengetahui”.
Harta yang dikeluarkan di jalan Allah seperti membantu
kelancaran suatu pendidikan, membebaskan fakir miskin dari kesengsaraan,
membantu anak yatim, maka itu bukanlah pengeluaran yang sia-sia, akan tetapi
Allah akan menghitung dan memperhitungkan pahalanya yang sangat banyak, yang
diibaratkan sebutir biji yang menghasilkan tujuh ratus kebaikan. Allah sendiri
mengatakan bukanlah atau belum mencapai suatu kebajikan seandainya orang yang
beriman belum menafkahkan dari sebagian
harta yang paling dicintainya dan masih disukainya.
Sifat manusia yang tidak terpuji yaitu memberikan sesuatu
kepada orang lain barang yang tidak lagi disukainya, buah-buahan yang sudah
layu, makanan yang sudah basi, pakaian bekas yang sudah compang camping, yang
jelas tidak disukainya lagi baru
diberikan kepada orang lain.
Dr.
Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw,
menyatakan;
Rasulullah
saw, bersabda,”Tanah akan memakan seluruh tubuh manusia [didalam kubur nanti]
kecuali sepotong tulang kecil yang berada di bagian paling bawah tulang
punggungnya.” Salah seorang sahabat bertanya,”Seperti apakah besarnya, wahai
Rasulullah saw?” beliau menjawab,”Seperti biji sawi. Dari tulang itulah kalian
akan ditumbuhkan [diciptakan] kembali.” [HR. Ahmad].
Beliau
juga bersabda,” Di dalam tubuh manusia terdapat tiga ratus enam puluh persendian.
Setiap hari dia minimal harus mengeluarkan satu sedekah bagi masing-masing
presendian itu.” Para sahabat bertanya,”Siapa yang akan sanggup berbuat seperti
itu ya Rasulullah saw?” beliau menjawab,”[Perbuatan baik sekecil apapun yang
kalian lakukan aalah sedekah baginya] seperti menimbun dahak yang terlihat di
lantai masjid atau menyingkirkan benda yang dapat membahayakan orang lain dari
tengah jalan. Jika kalian tidak dapat melakukannya maka shalat dhuha dua rakaat
sudah mencukupi [sebagai gantinya].” [HR. Ahmad]. [Gema insani, 2007, hal 89].
Ketika
Rasulullah Saw mengeluarkan fatwa untuk mendermakan harta di jalan Allah,
terdapata seorang sahabat yang sangat papa. Jangankan untuk sedekah, sedangkan
untuk diri sendiri dia tidak punya. Sahabat itu berkata, ”Ya, Rasulullah,
bolehlah Abu Bakar, Umar atau Usman bersenang hati untuk berderma di jalan
Allah, tapi kami ini ya Rasul, orang yang pada dan sangat miskin, apa yang
harus kami berikan ?”
Kemudian Rasulullah memberikan kabar gembira bahwa sedekah
bukan sebatas harta yang harus dimiliki, salah satu sabda beliau yang
diriwayatkan oleh Ahmad, ”Setiap diri diwajibkan sedekah kepadanya tiap hari
dikala terbitnya matahari, diantaranya;
1.Jika ia mendamaikan orang yang bermusuhan dengan adil,
itulah sedekah.
2.Bila ia menolong seseorang untuk menaiki binatang
tunggangannya, berarti sedekah.
3.Mengangkatkan barang-barang ke atas kendaraan itu juga
sedekah.
4.Menyingkirkan rintangan duri di jalan adalah sedekah.
5.Ucapan yang baik kepada keluarga dan orang lain adalah
sedekah.
6.Dan setiap langkah
seorang untuk mendirkan shalat adalah sedekah.
7.Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.”
Disamping hadits diatas, juga terdapat sabda Rasulullah
Saw yang mengatakan,”Setiap tasbih, setiap tahmid, setiap takbir dan setiap
tahlil adalah sedekah”. Sebagai saluran nilai lebih dari yang dimiliki oleh
seorang hamba bila ia miskin, maka terlebih dahulu ialah dirinya sendiri, jika
ada kelebihan jalan keluarnya ialah buat keluarga, untuk kaum kerabat, setelah
itu barulah untuk keperluan lainnya, selama masih untuk membuktikan ketaatan kepada Allah.
Sedekah yang diberikan tadi bukan hanya khusus ditujukan
kepada manusia saja, bahkan sedekah yang diberikan kepada hewanpun akan
menerima imbalan dari Allah. Nabi Muhammad Saw pernah menceritakan dalam sebuah
hadits yang mengatakan bahwa pada masa
dahulu terdapat seorang anjing yang sedang kehausan di pinggir perigi [kolam],
dia berputar-putar di pinggir kolan tersebut dengan amat letihnya. Ketika itu
juga datanglah seorang pelacur Bani Israil. Dengan perasaan tulus dan ibu
dibukanya sepatunya, kemudian disauknya air dengan sepatu tersebut. Anjing
itupun minum dengan senangnya, hausnya lepas, kemudian dia berlalu meninggalkan
pelacur seorang diri. Kata Nabi, Allah memperhitungkan dan mengampuni dosanya”.
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat
Rasulullah saw. berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya
telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat,
mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan
kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan
untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah
sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh
pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan
intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia
mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika
ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga
jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Hadits ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan beberapa
Muhajirin yang fakir, dimana mereka ‘terpaksa’ meninggalkan harta benda mereka
di Mekah, sehingga mereka merasa tidak dapat bershadaqah. Ketika pertanyaan
mereka terlontar ke Rasulullah saw., beliau memberikan jawaban yang dapat
menenangkan jiwa dan pikiran mereka.
Hadits ini muncul dengan latar belakang ‘kegundahan hati’
para sahabat, manakala mereka merasa tidak dapat optimal dalam beribadah kepada
Allah swt.. Karena mereka merasa bahwa para sahabat-sahabat yang memiliki
kelebihan harta, kemudian menshadaqahkan hartanya tersebut, tentulah akan
mendapatkan derajat yang lebih mulia di sisi Allah swt.. Sebab mereka
melaksanakan shalat, puasa, namun mereka bersedekah, sedangkan kami tidak bersedekah,
kata para sahabat ini.
Akhirnya Rasulullah saw. sebagai seorang murabbi sejati memberikan motivasi serta dorongan agar mereka tidak putus asa, dan sekaligus memberikan jalan keluar bagi para sahabat ini. Jalan keluarnya adalah bahwa mereka dapat bershadaqah dengan apa saja, bahkan termasuk dalam hubungan intim suami istri. Oleh karenanya tersirat bahwa Rasulullah saw. meminta kepada mereka agar padai-pandai mencari peluang ‘pahala’ dalam setiap aktivitas kehidupan sehari-hari, agar semua hal tersebut di atas terhitung sebagai shadaqah.
Secara umum shadaqah memiliki pengertian menginfakkan harta
di jalan Allah swt.. Baik ditujukan kepada fakir miskin, kerabat keluarga,
maupun untuk kepentingan jihad fi sabilillah. Makna shadaqah memang sering
menunjukkan makna memberikan harta untuk hal tertentu di jalan Allah swt.,
sebagaimana yang terdapat dalam banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Di antaranya
adalah Al-Baqarah (2): 264 dan Al-Taubah (9): 60.
Kedua ayat di atas menggambarkan bahwa shadaqah memiliki makna
mendermakan uang di jalan Allah swt. Bahkan pada ayat yang kedua, shadaqah
secara khusus adalah bermakna zakat. Bahkan banyak sekali ayat maupun hadits
yang berbicara tentang zakat, namun diungkapkan dengan istilah shadaqah.
Secara bahasa, shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti
benar. Dan menurut Al-Qadhi Abu Bakar bin Arabi, benar di sini adalah benar
dalam hubungan dengan sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan. Dalam
makna seperti inilah, shadaqah diibaratkan dalam hadits: “Dan shadaqah itu
merupakan burhan (bukti).” (HR. Muslim)
Antara zakat, infak, dan shadaqah memiliki pengertian
tersendiri dalam bahasan kitab-kitab fiqh. Zakat yaitu kewajiban atas sejumlah
harta tertentu dalam waktu tertentu dan untuk kelompok tertentu.Infak memiliki
arti lebih luas dari zakat, yaitu mengeluarkan atau menafkahkan uang. Infak ada
yang wajib, sunnah dan mubah. Infak wajib di antaranya adalah zakat, kafarat,
infak untuk keluarga dan sebagainya. Infak sunnah adalah infak yang sangat
dianjurkan untuk melaksanakannya namun tidak menjadi kewajiban, seperti infak
untuk dakwah, pembangunan masjid dan sebagainya. Sedangkan infak mubah adalah
infak yang tidak masuk dalam kategori wajib dan sunnah, serta tidak ada anjuran
secara tekstual ayat maupun hadits, diantaranya seperti infak untuk mengajak
makan-makan dan sebagainya.
Shadaqah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak. Karena
shadaqah tidak hanya berarti mengeluarkan atau mendermakan harta. Namun
shadaqah mencakup segala amal atau perbuatan baik. Dalam sebuah hadits
digambarkan, “Memberikan senyuman kepada saudaramu adalah shadaqah.”
Makna shadaqah yang terdapat dalam hadits di atas adalah
mengacu pada makna shadaqah di atas. Bahkan secara tersirat shadaqah yang
dimaksudkan dalam hadits adalah segala macam bentuk kebaikan yang dilakukan
oleh setiap muslim dalam rangka mencari keridhaan Allah swt. Baik dalam bentuk
ibadah atau perbuatan yang secara lahiriyah terlihat sebagai bentuk taqarrub
kepada Allah swt., maupun dalam bentuk aktivitas yang secara lahiriyah tidak
tampak seperti bertaqarrub kepada Allah, seperti hubungan intim suami istri,
bekerja, dsb. Semua aktivitas ini bernilai ibadah di sisi Allah swt.
Rasulullah saw. dalam hadits di atas menjelaskan tentang
cakupan shadaqah yang begitu luas, sebagai jawaban atas kegundahan hati para
sahabatnya yang tidak mampu secara maksimal bershadaqah dengan hartanya, karena
mereka bukanlah orang yang termasuk banyak hartanya.[Makna Shadaqah, Nuasa Islam.Mujahidah, 21 Desember 2010].
Sedekah
yang dikeluarkan oleh hamba Allah dalam bentuk berbagai kebaikan, bukan hanya
mendapatkan pahala dari Allah dan membantu meringankan beban fakir miskin, maka
sedekah juga mengandung beberapa balasan kebaikan dari Allah diantaranya
mencegah dari neraka, meredam kemarahan
Allah dan menjauhkan pelakunya dari kematian yang buruk. Hal ini diungkapkan
oleh Drs. Ahmad Yani dalam nuansaislam,com.
Mencegah Neraka
Setiap hari, doa
yang kita panjatkan adalah meminta agar dihindarkan dari azab neraka. Sesudah
berdo’a tentu saja setiap kita harus berusaha dalam kehidupan di dunia ini.
Salah satu usaha yang harus kita lakukan adalah bersedekah dari harta yang kita
miliki meskipun harta kita sedikit sehingga bisa jadi kitapun masih amat
membutuhkannya. Karenanya di dalam Islam bersedekah tidak dinilai berdasarkan besar
dan kecilnya, tapi penilaian Allah swt adalah menurut kemampuan seseorang,
karenamya Rasulullah saw tidak menganggap remeh sedekah seseorang meskipun
nilainya kecil bila hal itu memang dikeluarkan sudah sesuai dengan kemampuannya
dan ini bisa mencegah seseorang masuk neraka, dalam satu hadits Rasulullah saw
bersabda: Jauhkanlah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan (sedekah)
sebutir kurma (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu,
Allah swt memperingatkan kita agar jangan sampai bermegah-megahan dan meninbum
harta sehingga tidak mau mensedekahkannya, Allah swt berfirman: Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), Dan janganlah begitu,
kelak kamu akan Mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim.
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. Kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu) (QS At- Takatsur/102:1-8).
Memadamkan Kemarahan Allah
Dalam perjalanan
sejarah umat manusia, tidak sedikit orang yang telah dimurkai Allah swt karena
sikap dan prilakunya yang membuat Allah swt murka kepada mereka. Ketika
seseorang punya harta, ia menyombongkan diri dengan kekayaannya itu dan
akibatnya ia menjadi bakhil atau kikir, Qarun telah merasakan akibat dari
kemarahan Allah swt yang menimpa dirinya, Allah swt menceritakan di dalam Al-Qur’an:
Maka kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada
baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia
termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang
yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai,
benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dia kehendaki dari
hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya
atas kita benar-benar dia Telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak
beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah)" (QS
Al-Qashash/28:81-82).
Oleh karena itu,
agar harta yang kita miliki tidak mendatangkan kesengsaraan bagi kita, maka
sebagiannya harus kita sedekahkan sehingga bila hal ini kita lakukan dengan
keikhlasan, maka hal itu akan menjauhkan kita dari kemarahan Allah swt
sebagaimana Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya sedekah akan memadamkan
kemarahan Tuhan dan menghindarkan dari kematian yang buruk (HR. Tirmidzi).
Menghindarkan Kematian Yang Buruk.
Setiap kita
pasti ingin mati dalam keadaan husnul khaatimah yakni mati yang baik,
mati yang dicapai dalam ketundukan dan kepatuhan kepada Allah swt. Karena
kematian bisa terjadi kapan saja, maka setiap saat kita dutuntut selalu berada
dalam ketundukan dan kepatuhan lepada Allah swt sebagaimana firman-Nya: Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam (QS Ali Imran/3:102).
Agar kita bisa
terhindar dari kematian yang buruk, maka salah satu yang harus kita lakukan
adalah bersedekah dari harta yang kita miliki, hal ini karena disamping orang
yang kita sedekahi akan mendo’akan kebaikan kita, kitapun akan selalu
berorientasi pada kebaikan, karenanya di dalam hadits di atas, keutamaan
sedekah yang amat penting bagi kita adalah dapat menghindarkan kita dari
kematian yang buruk (suu’ul khaatimah).
Keutamaan yang
begitu besar bagi orang yang bersedekah membuat para sahabat sangat bersemangat
untuk melakukannya meskipun mereka juga amat membutuhkan apa yang hendak mereka
sedekahkan itu. Sikap ukhuwah atau persaudaraan sesama muslim memang
ditunjukkan dalam bentuk mengutamakan orang lain ketimbang dirinya sendiri.[Drs. H. Ahmad, Fadhilah Sedekah
(Bagian I) ,
www.nuansaislam.com
Selasa, 27 April 2010 02:30].
Begitu
besarnya fadhilah dari sedekah dan demikian banyaknya kebaikan yang akan
diperoleh oleh pelakunya, sehingga sedekah itu sangat digencarkan oleh generasi
terdahulu bahkan dibulan Ramadhan diibaratkan sedekahnya Rasulullah itu seperti
kencangnya angina, artinya demikian ringanya beliau dalam memberikan sedekah
kepada yang berhak menerimanya. Walaupun sedekah yang diberikan tidak harus
menunggu kaya atau hanya orang kaya saja yang dapat melakukannya, tapi nyatanya
sedekah dapat dilakukan oleh siapa saja semampunya, bahkan hingga senyum yang
manis dikala bertemu dengan saudara sesame muslim, tutur kata yang baik kepada
mereka itu juga merupakan sedekah, maka
selayaknya setiap hari kita disunnahkan untuk bersedekah sebanyak persendian
yang ada pada kita, Wallahu A’lam [Cubadak Solok, 04 Maret 2012.M/ 11
Rabi’ul Akhir 1433.H].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar