Rabu, 20 November 2013

26. Perbuatan Baik Adalah Shadaqah



PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

PERBUATAN BAIK ADALAH SHADAQAH
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
 Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan  lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah.(Riwayat Bukhori dan Muslim)
 Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث  :
1.     Bersyukur kepada Allah ta’ala setiap hari atas kesehatan anggota badan.
2.     Allah telah menjadikan -sebagai rasa syukur terhadap ni’mat-Nya- setiap anggota badan untuk menolong hamba-hamba Allah ta’ala, bersedekah kepada mereka dengan menggunakannya sesuai kemaslahatannya.
3.     Temasuk sedekah adalah : Menahan tangan dan lisan untuk tidak menyakiti orang lain, justru seharusnya digunakan untuk menunaikan hak-hak setiap muslim.
4.     Jasad harus dikeluarkan zakatnya sebagaimana harta ada zakatnya. Zakat badan adalah melakukan perbuatan baik, bersedekah dan pintu-pintunya banyak.
5.     Anjuran untuk mendamaikan kedua belah fihak, tolong menolong, mengucapkan kalimat yang baik, berjalan menuju shalat dan menyingkirkan penghalang dari shalat.
6.     Anjuran untuk membersihkan sarana-sarana umum.
7.     Anjuran untuk melakukan keadilan, karena dengan keadilanlah ditegakkan langit dan bumi.
Pembahasan;
Harta yang dimiliki seseorang bukanlah mutlak semuanya menjadi hak miliknya, dibalik tu terdapat harta anak yatim, harta fakir miskin, serta untuk keperluan kaum muslimin lainnya.

            Dua ayat dibawah ini merupakan pijakan  untuk mengeluarkan nilai lebih yang kita miliki yaitu;
1.Surat Al Baqarah 2;261
      ”Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka pada jalan Allah, adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. dan Allah melipatgandakan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah itu luas pemberian-Nya dan Dia amat Mengetahui”.

2.Surat Ali Imran 3;92  
      ”Kamu belum lagi mencapai kebajikan  sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu sukai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan [dermakan] itu Allah Mengetahui”.

            Harta yang dikeluarkan di jalan Allah seperti membantu kelancaran suatu pendidikan, membebaskan fakir miskin dari kesengsaraan, membantu anak yatim, maka itu bukanlah pengeluaran yang sia-sia, akan tetapi Allah akan menghitung dan memperhitungkan pahalanya yang sangat banyak, yang diibaratkan sebutir biji yang menghasilkan tujuh ratus kebaikan. Allah sendiri mengatakan bukanlah atau belum mencapai suatu kebajikan seandainya orang yang beriman  belum menafkahkan dari sebagian harta yang paling dicintainya dan masih disukainya.

            Sifat manusia yang tidak terpuji yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain barang yang tidak lagi disukainya, buah-buahan yang sudah layu, makanan yang sudah basi, pakaian bekas yang sudah compang camping, yang jelas tidak disukainya  lagi baru diberikan kepada orang lain.

Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan;
Rasulullah saw, bersabda,”Tanah akan memakan seluruh tubuh manusia [didalam kubur nanti] kecuali sepotong tulang kecil yang berada di bagian paling bawah tulang punggungnya.” Salah seorang sahabat bertanya,”Seperti apakah besarnya, wahai Rasulullah saw?” beliau menjawab,”Seperti biji sawi. Dari tulang itulah kalian akan ditumbuhkan [diciptakan] kembali.” [HR. Ahmad].

Beliau juga bersabda,” Di dalam tubuh manusia terdapat tiga ratus enam puluh persendian. Setiap hari dia minimal harus mengeluarkan satu sedekah bagi masing-masing presendian itu.” Para sahabat bertanya,”Siapa yang akan sanggup berbuat seperti itu ya Rasulullah saw?” beliau menjawab,”[Perbuatan baik sekecil apapun yang kalian lakukan aalah sedekah baginya] seperti menimbun dahak yang terlihat di lantai masjid atau menyingkirkan benda yang dapat membahayakan orang lain dari tengah jalan. Jika kalian tidak dapat melakukannya maka shalat dhuha dua rakaat sudah mencukupi [sebagai gantinya].” [HR. Ahmad]. [Gema insani, 2007, hal 89].

Ketika Rasulullah Saw mengeluarkan fatwa untuk mendermakan harta di jalan Allah, terdapata seorang sahabat yang sangat papa. Jangankan untuk sedekah, sedangkan untuk diri sendiri dia tidak punya. Sahabat itu berkata, ”Ya, Rasulullah, bolehlah Abu Bakar, Umar atau Usman bersenang hati untuk berderma di jalan Allah, tapi kami ini ya Rasul, orang yang pada dan sangat miskin, apa yang harus kami berikan ?”

            Kemudian Rasulullah memberikan kabar gembira bahwa sedekah bukan sebatas harta yang harus dimiliki, salah satu sabda beliau yang diriwayatkan oleh Ahmad, ”Setiap diri diwajibkan sedekah kepadanya tiap hari dikala terbitnya matahari, diantaranya;
1.Jika ia mendamaikan orang yang bermusuhan dengan adil, itulah sedekah.
2.Bila ia menolong seseorang untuk menaiki binatang tunggangannya, berarti sedekah.
3.Mengangkatkan barang-barang ke atas kendaraan itu juga sedekah.
4.Menyingkirkan rintangan duri  di jalan adalah sedekah.
5.Ucapan yang baik kepada keluarga dan orang lain adalah sedekah.
6.Dan setiap langkah  seorang untuk mendirkan shalat adalah sedekah.
7.Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.”

            Disamping hadits diatas, juga terdapat sabda Rasulullah Saw yang mengatakan,”Setiap tasbih, setiap tahmid, setiap takbir dan setiap tahlil adalah sedekah”. Sebagai saluran nilai lebih dari yang dimiliki oleh seorang hamba bila ia miskin, maka terlebih dahulu ialah dirinya sendiri, jika ada kelebihan jalan keluarnya ialah buat keluarga, untuk kaum kerabat, setelah itu barulah untuk keperluan lainnya, selama masih  untuk membuktikan ketaatan kepada Allah.

            Sedekah yang diberikan tadi bukan hanya khusus ditujukan kepada manusia saja, bahkan sedekah yang diberikan kepada hewanpun akan menerima imbalan dari Allah. Nabi Muhammad Saw pernah menceritakan dalam sebuah hadits yang mengatakan bahwa   pada masa dahulu terdapat seorang anjing yang sedang kehausan di pinggir perigi [kolam], dia berputar-putar di pinggir kolan tersebut dengan amat letihnya. Ketika itu juga datanglah seorang pelacur Bani Israil. Dengan perasaan tulus dan ibu dibukanya sepatunya, kemudian disauknya air dengan sepatu tersebut. Anjing itupun minum dengan senangnya, hausnya lepas, kemudian dia berlalu meninggalkan pelacur seorang diri. Kata Nabi, Allah memperhitungkan dan mengampuni dosanya”. 

Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw. berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Hadits ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan beberapa Muhajirin yang fakir, dimana mereka ‘terpaksa’ meninggalkan harta benda mereka di Mekah, sehingga mereka merasa tidak dapat bershadaqah. Ketika pertanyaan mereka terlontar ke Rasulullah saw., beliau memberikan jawaban yang dapat menenangkan jiwa dan pikiran mereka.

Hadits ini muncul dengan latar belakang ‘kegundahan hati’ para sahabat, manakala mereka merasa tidak dapat optimal dalam beribadah kepada Allah swt.. Karena mereka merasa bahwa para sahabat-sahabat yang memiliki kelebihan harta, kemudian menshadaqahkan hartanya tersebut, tentulah akan mendapatkan derajat yang lebih mulia di sisi Allah swt.. Sebab mereka melaksanakan shalat, puasa, namun mereka bersedekah, sedangkan kami tidak bersedekah, kata para sahabat ini.

Akhirnya Rasulullah saw. sebagai seorang murabbi sejati memberikan motivasi serta dorongan agar mereka tidak putus asa, dan sekaligus memberikan jalan keluar bagi para sahabat ini. Jalan keluarnya adalah bahwa mereka dapat bershadaqah dengan apa saja, bahkan termasuk dalam hubungan intim suami istri. Oleh karenanya tersirat bahwa Rasulullah saw. meminta kepada mereka agar padai-pandai mencari peluang ‘pahala’ dalam setiap aktivitas kehidupan sehari-hari, agar semua hal tersebut di atas terhitung sebagai shadaqah.
Secara umum shadaqah memiliki pengertian menginfakkan harta di jalan Allah swt.. Baik ditujukan kepada fakir miskin, kerabat keluarga, maupun untuk kepentingan jihad fi sabilillah. Makna shadaqah memang sering menunjukkan makna memberikan harta untuk hal tertentu di jalan Allah swt., sebagaimana yang terdapat dalam banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah Al-Baqarah (2): 264 dan Al-Taubah (9): 60.

Kedua ayat di atas menggambarkan bahwa shadaqah memiliki makna mendermakan uang di jalan Allah swt. Bahkan pada ayat yang kedua, shadaqah secara khusus adalah bermakna zakat. Bahkan banyak sekali ayat maupun hadits yang berbicara tentang zakat, namun diungkapkan dengan istilah shadaqah.

Secara bahasa, shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Dan menurut Al-Qadhi Abu Bakar bin Arabi, benar di sini adalah benar dalam hubungan dengan sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan. Dalam makna seperti inilah, shadaqah diibaratkan dalam hadits: “Dan shadaqah itu merupakan burhan (bukti).” (HR. Muslim)
Antara zakat, infak, dan shadaqah memiliki pengertian tersendiri dalam bahasan kitab-kitab fiqh. Zakat yaitu kewajiban atas sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu dan untuk kelompok tertentu.Infak memiliki arti lebih luas dari zakat, yaitu mengeluarkan atau menafkahkan uang. Infak ada yang wajib, sunnah dan mubah. Infak wajib di antaranya adalah zakat, kafarat, infak untuk keluarga dan sebagainya. Infak sunnah adalah infak yang sangat dianjurkan untuk melaksanakannya namun tidak menjadi kewajiban, seperti infak untuk dakwah, pembangunan masjid dan sebagainya. Sedangkan infak mubah adalah infak yang tidak masuk dalam kategori wajib dan sunnah, serta tidak ada anjuran secara tekstual ayat maupun hadits, diantaranya seperti infak untuk mengajak makan-makan dan sebagainya.

Shadaqah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak. Karena shadaqah tidak hanya berarti mengeluarkan atau mendermakan harta. Namun shadaqah mencakup segala amal atau perbuatan baik. Dalam sebuah hadits digambarkan, “Memberikan senyuman kepada saudaramu adalah shadaqah.”
Makna shadaqah yang terdapat dalam hadits di atas adalah mengacu pada makna shadaqah di atas. Bahkan secara tersirat shadaqah yang dimaksudkan dalam hadits adalah segala macam bentuk kebaikan yang dilakukan oleh setiap muslim dalam rangka mencari keridhaan Allah swt. Baik dalam bentuk ibadah atau perbuatan yang secara lahiriyah terlihat sebagai bentuk taqarrub kepada Allah swt., maupun dalam bentuk aktivitas yang secara lahiriyah tidak tampak seperti bertaqarrub kepada Allah, seperti hubungan intim suami istri, bekerja, dsb. Semua aktivitas ini bernilai ibadah di sisi Allah swt.
Rasulullah saw. dalam hadits di atas menjelaskan tentang cakupan shadaqah yang begitu luas, sebagai jawaban atas kegundahan hati para sahabatnya yang tidak mampu secara maksimal bershadaqah dengan hartanya, karena mereka bukanlah orang yang termasuk banyak hartanya.[Makna Shadaqah, Nuasa Islam.Mujahidah, 21 Desember 2010].

Sedekah yang dikeluarkan oleh hamba Allah dalam bentuk berbagai kebaikan, bukan hanya mendapatkan pahala dari Allah dan membantu meringankan beban fakir miskin, maka sedekah juga mengandung beberapa balasan kebaikan dari Allah diantaranya mencegah dari  neraka, meredam kemarahan Allah dan menjauhkan pelakunya dari kematian yang buruk. Hal ini diungkapkan oleh Drs. Ahmad Yani dalam nuansaislam,com.

Mencegah Neraka
Setiap hari, doa yang kita panjatkan adalah meminta agar dihindarkan dari azab neraka. Sesudah berdo’a tentu saja setiap kita harus berusaha dalam kehidupan di dunia ini. Salah satu usaha yang harus kita lakukan adalah bersedekah dari harta yang kita miliki meskipun harta kita sedikit sehingga bisa jadi kitapun masih amat membutuhkannya. Karenanya di dalam Islam bersedekah tidak dinilai berdasarkan besar dan kecilnya, tapi penilaian Allah swt adalah menurut kemampuan seseorang, karenamya Rasulullah saw tidak menganggap remeh sedekah seseorang meskipun nilainya kecil bila hal itu memang dikeluarkan sudah sesuai dengan kemampuannya dan ini bisa mencegah seseorang masuk neraka, dalam satu hadits Rasulullah saw bersabda: Jauhkanlah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan (sedekah) sebutir kurma (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, Allah swt memperingatkan kita agar jangan sampai bermegah-megahan dan meninbum harta sehingga tidak mau mensedekahkannya, Allah swt berfirman: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), Dan janganlah begitu, kelak kamu akan Mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) (QS At- Takatsur/102:1-8).
 
Memadamkan Kemarahan Allah
Dalam perjalanan sejarah umat manusia, tidak sedikit orang yang telah dimurkai Allah swt karena sikap dan prilakunya yang membuat Allah swt murka kepada mereka. Ketika seseorang punya harta, ia menyombongkan diri dengan kekayaannya itu dan akibatnya ia menjadi bakhil atau kikir, Qarun telah merasakan akibat dari kemarahan Allah swt yang menimpa dirinya, Allah swt menceritakan di dalam Al-Qur’an: Maka kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar dia Telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah)" (QS Al-Qashash/28:81-82).
Oleh karena itu, agar harta yang kita miliki tidak mendatangkan kesengsaraan bagi kita, maka sebagiannya harus kita sedekahkan sehingga bila hal ini kita lakukan dengan keikhlasan, maka hal itu akan menjauhkan kita dari kemarahan Allah swt sebagaimana Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya sedekah akan memadamkan kemarahan Tuhan dan menghindarkan dari kematian yang buruk (HR. Tirmidzi).
Menghindarkan Kematian Yang Buruk.
Setiap kita pasti ingin mati dalam keadaan husnul khaatimah yakni mati yang baik, mati yang dicapai dalam ketundukan dan kepatuhan kepada Allah swt. Karena kematian bisa terjadi kapan saja, maka setiap saat kita dutuntut selalu berada dalam ketundukan dan kepatuhan lepada Allah swt sebagaimana firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (QS Ali Imran/3:102).
Agar kita bisa terhindar dari kematian yang buruk, maka salah satu yang harus kita lakukan adalah bersedekah dari harta yang kita miliki, hal ini karena disamping orang yang kita sedekahi akan mendo’akan kebaikan kita, kitapun akan selalu berorientasi pada kebaikan, karenanya di dalam hadits di atas, keutamaan sedekah yang amat penting bagi kita adalah dapat menghindarkan kita dari kematian yang buruk (suu’ul khaatimah).
Keutamaan yang begitu besar bagi orang yang bersedekah membuat para sahabat sangat bersemangat untuk melakukannya meskipun mereka juga amat membutuhkan apa yang hendak mereka sedekahkan itu. Sikap ukhuwah atau persaudaraan sesama muslim memang ditunjukkan dalam bentuk mengutamakan orang lain ketimbang dirinya sendiri.[Drs. H. Ahmad, Fadhilah Sedekah (Bagian I) , www.nuansaislam.com Selasa, 27 April 2010 02:30].
Begitu besarnya fadhilah dari sedekah dan demikian banyaknya kebaikan yang akan diperoleh oleh pelakunya, sehingga sedekah itu sangat digencarkan oleh generasi terdahulu bahkan dibulan Ramadhan diibaratkan sedekahnya Rasulullah itu seperti kencangnya angina, artinya demikian ringanya beliau dalam memberikan sedekah kepada yang berhak menerimanya. Walaupun sedekah yang diberikan tidak harus menunggu kaya atau hanya orang kaya saja yang dapat melakukannya, tapi nyatanya sedekah dapat dilakukan oleh siapa saja semampunya, bahkan hingga senyum yang manis dikala bertemu dengan saudara sesame muslim, tutur kata yang baik kepada mereka itu juga  merupakan sedekah, maka selayaknya setiap hari kita disunnahkan untuk bersedekah sebanyak persendian yang ada pada kita, Wallahu A’lam [Cubadak Solok, 04 Maret 2012.M/ 11 Rabi’ul Akhir 1433.H]. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar