PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
WALI
ALLAH
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي
وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ
أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي
يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ
كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ،
وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي
لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ
[رواه البخاري]
Terjemah
hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah
radhiallahuanhu berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
Sesungguhya Allah ta’ala berfirman : Siapa yang memusuhi waliku maka Aku telah
mengumumkan perang dengannya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku
yang lebih aku cintai kecuali dengan beribadah dengan apa yang telah Aku
wajibkan kepadanya. Dan hambaku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil
(perkara-perkara sunnah di luar
yang fardhu) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah mencintainya maka
Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang
dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan
kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku niscaya akan
aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi “
Riwayat Bukhori.
Pelajaran
yang dapat diambil dari hadits/الفوائد من الحديث:
1.
Besarnya kedudukan seorang wali, karena dirinya diarahkan dan dibela oleh Allah
ta’ala.
2.
Perbuatan-Perbuatan fardhu merupakan perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah
ta’ala .
3.
Siapa yang kontinyu melaksanakan sunnah dan menghindar dari perbuatan maksiat
maka dia akan meraih kecintaan Allah ta’ala.
4.
Jika Allah ta’ala telah mencintai seseorang maka dia akan mengabulkan doanya.
Pembahasan:
Masyarakat islam dimanapun berada apalagi di perkampungan
masih menghargai orang-orang yang dianggap mempunyai ilmu agama dan pengamalan
agama yang cukup baik, mereka masih menghargai orang-orang yang shaleh bahkan
pengakuan itu kadangkala dilakukan berlebih-lebihan karena orang shaleh
tersebut mempunyai kelebihan dari segi mistik atau nampak memiliki karomah yang
disebut demgan keramat sampai dijuluki sebagai wali, walaupun penafsiran itu
tidaklah tepat.
Pengertian
wali menurut bahasa adalah sahabat dekat, penolong,pengikut, orang taat
dan pecinta, sedangkan menurut istilah
wali artinya orang yang ditolong Allah urusan-urusannya dan dikaruniai inayah-Nya karena kesalehannya;"Ingatlah,
Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka
selalu bertakwa" [Yunus 10;62-63]
Ibnu Taimiyyah berkata,"Dan yang utama di hadapan
wali-wali Allah adalah para Nabi-Nya, dan yang utama dikalangan nabi-nabi-Nya
adalah para rasul-rasul-Nya dan yang utama di kalangan para rasul-Nya adalah
Ulul Azmi". Ulul Azmi artinya
orang yang memiliki ketabahan yang luar biasa dalam menjalankan tugas da'wah,
mereka adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad Saw.
Diantara kelebihan para wali itu menurut masyarakat
adalah karena adanya hal-hal ghaib yang diketahuinya seperti tahu musibah dan
bencana apa yang akan terjadi, dia tahu saat kapan kematiannya datang, wali itu
pandai meramal nasib seseorang, melakukan pengobatan dan dapat memberikan
berkah kepada pengikutnya, dengan penafsiran hal yang demikian membuat makna
yang sebenarnya tentang wali menjadi bias, padahal Rasulullah dan ulama
memberikan kriteria tentang wali itu sesuai dengan kehendak Allah.
Wali bukanlah jabatan melainkan martabat ketaqwaam yang
dapat diraih oleh orang-orang yang bertaqwa, Imam Syafii mengatakan; "Andaikata
kalian melihat orang yang dapat terbang di udara atau berjalan di air, jangan
kalian menjuluki orang itu wali sebelum kalian melihat dengan nyata pengamalannya
tentang Kitab dan Sunnah".
Para wali mendapat karamah atau kemuliaan dari Allah
sebagaimana kisah Ashabul Kahfi 18;9-22, kisah Maryam 9;25, kisah tiga orang
yang terkurung dalam gua dan kisah Juraij.
Orang yang
dikatakan dengan wali itu adalah orang yang memiliki ciri-ciri khas sebagai
berikut;
- Ilmunya sesuai dengan Al Qur'an dan Sunnah
Bila ada orang yang mengaku sebagai wali tapi ilmunya
bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah maka orang itu bukanlah wali, karena
jangankan wali sedangkan muslim biasa saja harus ilmunya sesuai dengan dua
petunjuk itu.
- Ma'rifah atau kenal dengan Allah sebagai Rab dan Ilah.
Orang yang tidak kenal dengan Allah sebagai Tuhan yang
menciptakan dan tidak kenal Alalh sebagai Ilah yang wajib disembah, bahkan
mengajak manusia untuk menyembah yang lain, termasuk mengajak orang untuk
menyembah dirinya maka dia bukanlah wali.
- Shaleh artinya mereka adalah orang yang tidak pernah absen dengan ibadah yang sesuai dengan syariat.
Wali ada orang yang shaleh, artinya orang yang aqidahnya
bersih, ibadah sesuai dengan syariat, pemikirannya tidak terkontaminasi
oleh pemikiran lain dan orang yang
mempunyai akhlak yang baik, selain itu maka dia bukanlah wali walaupun dia
shalat.
- Mereka adalah orang-orang yang bertaqwa kepada Allah.
Orang yang disebut sebagai wali itu adalah orang yang
bertaqwa kepada Allah setelah melalui kehidupan muslim, mukmin,muhsin dan
mukhlis yang baik, fase itu membuktikan bahwa setiap waktu iman semakin meningkat
dan kedekatannya kepada Allah selalu terjalin dengan baik.
Dari sekian
pemahaman masyarakat terhadap wali, maka banyak sekali anggapan yang salah
terhadap wali sehingga dapat merusak aqidah seseorang seperti;
1.Wali tersebut dapat tugas khusus dari Allah sebagaimana
rasul.
Padahal tugas
para rasul tidak dapat digantikan oleh siapapun dalam rangka mengajak ummatnya
untuk menegakkan kalimat tauhid dan mengamalkan ketauhidan itu dengan amal
ibadah.
2.Wali tersebut maksum dari dosa.
Semua manusia tidak
lepas dari perbuatan salah dan dosa, hanya para nabi saja yang maksum yaitu
terlepas dari perbuatan dosa. Padahal wali tersebut tidak pernah dinyatakan
demikian oleh Allah dan Rasul.
3.Wali boleh menyimpang dari syariat asal hatinya bersih.
Rasul saja
walaupun hatinya bersih tidak boleh menyimpang dari syariat, semakin bersih
hatinya semakin banyak ibadah dan semakin tunduk kepada Allah.
4.Wali telah sampai pada hakekat sehingga tidak perlu
syariat.
Syariat adalah
kewajiban semua ummat termasuk para nabi dan rasul, sungguh tidak tepat bila
sudah sampai pada derajat hakekat lalu menghindari syariat, kenapa keistimewaan itu tidak
diberikan kepada nabi.
5.Meminta berkah kepadanya dengan mencium tangannya atau
memakan sisa makanannya.
Disinilah letak
janggalnya sikap seorang muslim yang memperlakukan muslim lainnya dengan
berlebih-lebihan, kalau memang yang dikatakan wali itu mempunyai ilmu yang
dalam, mengamalkan agama dengan baik, boleh dihormati tapi tidak sampai meminta
berkah kepadanya dengan mencium tangan atau memakan sisa makanannya.
6.Terlalu mencintai wali tersebut lebih dari mencintai
Allah dan rasul-Nya
Padahal Allah meletakan cinta mukmi itu kepada tiga hal
yang paling tinggi, yaitu mencintai Allah, Rasul dan berjihad di jalannya,
setelah itu baru boleh mencintai yang lain seperti guru, orangtua dan saudara,
dalam surat Al Baqarah 2;165 Allah berfirman; "Dan diantara manusia ada
orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah".
Wajar saja
bila bencana dan musibah selalu melanda negeri ini karena ummatnya salah
menempatkan seseorang sebagai wali, andaikata wali yang dinyatakan wali itu
memang wali maka janganlah memperlakukannya lebih dari memperlakukan Rasulullah
apalagi telah menempatkan para wali itu diatas Allah, dengan izinnya Allah
menentukan hamba-Nya yang shaleh, yang taat dan semakin taqwa sebagai wali,
bukan untuk disanjung oleh manusia, tidak melakukan penyembahan kepadanya dan
tidak pula untuk kebanggaan dalam hidupnya, tapi wali itu untuk menjadikan
dirinya semakin dekat kepada Allah, wallahu a'lam.[Cubadak
Solok, 28 Zulqaidah 1431.H/ 5 Nofember 2010.M]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar