Kamis, 21 November 2013

38. Wali Allah



PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

WALI  ALLAH
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ
[رواه البخاري]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhya Allah ta’ala berfirman : Siapa yang memusuhi waliku maka Aku telah mengumumkan perang dengannya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih aku cintai kecuali dengan  beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hambaku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah di luar yang fardhu) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku niscaya akan aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi “ Riwayat Bukhori.
Pelajaran yang dapat diambil dari hadits/الفوائد من الحديث:
1.     Besarnya kedudukan seorang wali, karena dirinya diarahkan dan dibela oleh Allah ta’ala.
2.     Perbuatan-Perbuatan fardhu merupakan perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah ta’ala .
3.     Siapa yang kontinyu melaksanakan sunnah dan menghindar dari perbuatan maksiat maka dia akan meraih kecintaan Allah ta’ala.
4.     Jika Allah ta’ala telah mencintai seseorang maka dia akan mengabulkan doanya.
Pembahasan:
Masyarakat islam dimanapun berada apalagi di perkampungan masih menghargai orang-orang yang dianggap mempunyai ilmu agama dan pengamalan agama yang cukup baik, mereka masih menghargai orang-orang yang shaleh bahkan pengakuan itu kadangkala dilakukan berlebih-lebihan karena orang shaleh tersebut mempunyai kelebihan dari segi mistik atau nampak memiliki karomah yang disebut demgan keramat sampai dijuluki sebagai wali, walaupun penafsiran itu tidaklah tepat.

Pengertian wali menurut bahasa adalah sahabat dekat, penolong,pengikut, orang taat dan  pecinta, sedangkan menurut istilah wali artinya orang yang ditolong Allah urusan-urusannya dan  dikaruniai inayah-Nya karena kesalehannya;"Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa" [Yunus 10;62-63]

            Ibnu Taimiyyah berkata,"Dan yang utama di hadapan wali-wali Allah adalah para Nabi-Nya, dan yang utama dikalangan nabi-nabi-Nya adalah para rasul-rasul-Nya dan yang utama di kalangan para rasul-Nya adalah Ulul  Azmi". Ulul Azmi artinya orang yang memiliki ketabahan yang luar biasa dalam menjalankan tugas da'wah, mereka adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad Saw.

            Diantara kelebihan para wali itu menurut masyarakat adalah karena adanya hal-hal ghaib yang diketahuinya seperti tahu musibah dan bencana apa yang akan terjadi, dia tahu saat kapan kematiannya datang, wali itu pandai meramal nasib seseorang, melakukan pengobatan dan dapat memberikan berkah kepada pengikutnya, dengan penafsiran hal yang demikian membuat makna yang sebenarnya tentang wali menjadi bias, padahal Rasulullah dan ulama memberikan kriteria tentang wali itu sesuai dengan kehendak Allah.

            Wali bukanlah jabatan melainkan martabat ketaqwaam yang dapat diraih oleh orang-orang yang bertaqwa, Imam Syafii mengatakan; "Andaikata kalian melihat orang yang dapat terbang di udara atau berjalan di air, jangan kalian menjuluki orang itu wali sebelum kalian melihat dengan nyata pengamalannya tentang Kitab dan Sunnah".

            Para wali mendapat karamah atau kemuliaan dari Allah sebagaimana kisah Ashabul Kahfi 18;9-22, kisah Maryam 9;25, kisah tiga orang yang terkurung dalam gua dan kisah Juraij.

Orang yang dikatakan dengan wali itu adalah orang yang memiliki ciri-ciri khas sebagai berikut;
  1. Ilmunya sesuai dengan Al Qur'an dan Sunnah
Bila ada orang yang mengaku sebagai wali tapi ilmunya bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah maka orang itu bukanlah wali, karena jangankan wali sedangkan muslim biasa saja harus ilmunya sesuai dengan dua petunjuk itu.

  1. Ma'rifah atau kenal dengan Allah sebagai Rab dan Ilah.
Orang yang tidak kenal dengan Allah sebagai Tuhan yang menciptakan dan tidak kenal Alalh sebagai Ilah yang wajib disembah, bahkan mengajak manusia untuk menyembah yang lain, termasuk mengajak orang untuk menyembah dirinya maka dia bukanlah wali.

  1. Shaleh artinya mereka adalah orang yang tidak pernah absen dengan ibadah yang sesuai dengan syariat.
Wali ada orang yang shaleh, artinya orang yang aqidahnya bersih, ibadah sesuai dengan syariat, pemikirannya tidak terkontaminasi oleh  pemikiran lain dan orang yang mempunyai akhlak yang baik, selain itu maka dia bukanlah wali walaupun dia shalat.

  1. Mereka adalah orang-orang yang bertaqwa kepada Allah.
Orang yang disebut sebagai wali itu adalah orang yang bertaqwa kepada Allah setelah melalui kehidupan muslim, mukmin,muhsin dan mukhlis yang baik, fase itu membuktikan bahwa setiap waktu iman semakin meningkat dan kedekatannya kepada Allah selalu terjalin dengan baik.

Dari sekian pemahaman masyarakat terhadap wali, maka banyak sekali anggapan yang salah terhadap wali sehingga dapat merusak aqidah seseorang seperti;

1.Wali tersebut dapat tugas khusus dari Allah sebagaimana rasul.
      Padahal tugas para rasul tidak dapat digantikan oleh siapapun dalam rangka mengajak ummatnya untuk menegakkan kalimat tauhid dan mengamalkan ketauhidan itu dengan amal ibadah.

2.Wali tersebut maksum dari dosa.
      Semua manusia tidak lepas dari perbuatan salah dan dosa, hanya para nabi saja yang maksum yaitu terlepas dari perbuatan dosa. Padahal wali tersebut tidak pernah dinyatakan demikian oleh Allah dan Rasul.

3.Wali boleh menyimpang dari syariat asal hatinya bersih.
      Rasul saja walaupun hatinya bersih tidak boleh menyimpang dari syariat, semakin bersih hatinya semakin banyak ibadah dan semakin tunduk kepada Allah.

4.Wali telah sampai pada hakekat sehingga tidak perlu syariat.
      Syariat adalah kewajiban semua ummat termasuk para nabi dan rasul, sungguh tidak tepat bila sudah sampai pada derajat hakekat lalu menghindari  syariat, kenapa keistimewaan itu tidak diberikan kepada nabi.

5.Meminta berkah kepadanya dengan mencium tangannya atau memakan sisa makanannya.
      Disinilah letak janggalnya sikap seorang muslim yang memperlakukan muslim lainnya dengan berlebih-lebihan, kalau memang yang dikatakan wali itu mempunyai ilmu yang dalam, mengamalkan agama dengan baik, boleh dihormati tapi tidak sampai meminta berkah kepadanya dengan mencium tangan atau memakan sisa makanannya.

6.Terlalu mencintai wali tersebut lebih dari mencintai Allah dan rasul-Nya
Padahal Allah meletakan cinta mukmi itu kepada tiga hal yang paling tinggi, yaitu mencintai Allah, Rasul dan berjihad di jalannya, setelah itu baru boleh mencintai yang lain seperti guru, orangtua dan saudara, dalam surat Al Baqarah 2;165 Allah berfirman; "Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah".

Wajar saja bila bencana dan musibah selalu melanda negeri ini karena ummatnya salah menempatkan seseorang sebagai wali, andaikata wali yang dinyatakan wali itu memang wali maka janganlah memperlakukannya lebih dari memperlakukan Rasulullah apalagi telah menempatkan para wali itu diatas Allah, dengan izinnya Allah menentukan hamba-Nya yang shaleh, yang taat dan semakin taqwa sebagai wali, bukan untuk disanjung oleh manusia, tidak melakukan penyembahan kepadanya dan tidak pula untuk kebanggaan dalam hidupnya, tapi wali itu untuk menjadikan dirinya semakin dekat kepada Allah, wallahu a'lam.[Cubadak Solok, 28 Zulqaidah 1431.H/ 5 Nofember 2010.M]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar