PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
BERBUAT
BAIK DALAM SEGALA URUSAN
عَنْ أَبِي يَعْلَى شَدَّاد ابْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا
ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ
وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ .
[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترحمة
الحديث :
Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus radhiallahuanhu
dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya Allah
telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu . Jika kalian
membunuh maka berlakulah baik dalam hal tersebut. Jika kalian menyembelih
berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian mengasah pisaunya dan
menyenangkan hewan sembelihannya. (Riwayat Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1. Syariat Islam
menuntut perbuatan ihsan kepada setiap makhluk termasuk diantaranya adalah
hewan.
2. Tidak boleh menyiksa
dan merusak tubuh sebagai sasaran dan tujuan, tidak juga boleh menyayat-nyayat
orang yang dihukum qishash.
3.
Termasuk ihsan juga berbuat baik terhadap hewan ternak dan belas kasih
terhadapnya. Tidak boleh membebaninya diluar kemampuannya serta tidak
menyiksanya saat menyembelihnya.
Pembahasan;
Selama manusia
hidup di dunia ini maka selama itu pula kita akan dihadapkan oleh berbagai
masalah, apakah masalah pribadi, masalah keluarga, masalah agama, masalah
negara bahkan hingga masalah dunia. Kita tidak bisa lari dari masalah karena
hidup ini penuh dengan masalah, namun yang dibutuhkan adalah menyelesaikan masalah
itu dengan baik dan secara bijaksana.
Ada masalah yang harus diselesaikan
secara cepat dan tepat karean menyangkut hajat orang banyak, ada masalah yang
ditunda penyelesaiannya karena momennya belum tetap, namun ada juga masalah
yang tidak perlu diselesaikan karean dia akan selesai dengan sendirinya.
Umumnya para pejabat di negara kita ini
adalah orang-orang yang dituntut untuk menyelesaikan masalah yang ditinggalkan
oleh pejabat terdahulu, namun kelak dia akan meninggalkan masalah pula bagi
generasi berikutnya. Sikap terpuji dikala ada masalah adalah menyelesaikannya
dengan baik, sesuai dengan prosedur yang berlaku sebagaimana pendapat yang
mengatakan, “Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah”.
Satu ketika disaat Nabi Muhammad
masih muda, dia melihat banyaknya orang Quraisy sedang berkumpul di depan
Ka’bah, mereka sedang membicarakan penyelesaian tentang jatuhnya batu hitam atau yang disebut dengan Hajar
Aswad dari tempatnya semula, masing-masing suku merasa punya hak untuk
meletakkan kembali batu hitam itu pada tempatnya, tidak ada yang mengalah,
semuanya mempertahankan pendapatnya sehingga hampir saja terjadi baku hantam
diantara mereka.
Disaat itulah tampil Muhammad
memberikan solusi dengan baik, beliau berpendapat bahwa yang berhak untuk
meletakkan batu itu adalah besok pagi waktunya, siapa saja yang datang pagi
hari lebih dahulu maka dialah yang berhak untuk meletakkannya, pendapat
Muhammad ini disepakati, maka bubarlah kerumuman itu, mereka semuanya pulang
dengan fikiran tenang dan merancang strategi untuk bisa jadi orang pertama yang
hadir di depan Ka’bah besok pagi.
Waktu berjalan hingga datanglah
subuh, tak satupun diantara mereka yang dapat datang pertama kali di lokasi
yang disepakati itu, setelah semuanya hadir, ternyata orang yang pertama hadir
di depan Ka’bah itu adalah Muhammad sehingga mereka rela kalau Muhammad yang
meletakkan batu hitam itu di tempatnya.
Kekuasaan ketika itu ada di tangan
Muhammad, tapi dia tidak mau berlaku egois, sikap mulia adalah, dia bentangkan
selembar kain panjang, lalu dia angkat batu hitam itu, diletakkan di atas kain
panjang, lalu dia suruh semua kepala suku atau kabilah untuk memegang
ujung-ujung kain, kemudian diangkatlah bersama-sama batu hitam itu pada
tempatnya. Dengan kejadian itu, semua suku dapat diredam ambisiusnya, persatuan
dapat dijaga dan perpecahan dapat dicegah. Dengan kejadian itu nama Muhammad
semakin harum sehingga sejak itu dia diberi gelar dengan “Al Amin” yaitu orang
yang dapat dipercaya.
Dr.
Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw,
menyatakan;
Rasulullah
saw, bersabda,”Dahulu ada dua orang perempuan yang masing-masing memiliki
seorang anak. Suatu hari, seekor srigala datang lalu membawa lari anak salah
seorang dari perempuan itu. Salah seorang lalu berkata,”Sesungguhnya yang
dibawa lari oleh serigala itu adalah anakmu.” Akan tetapi yang lain
menjawab,”Tidak namun anakmulah yang dibawanya lari.” Keduanya kemudian sepakat
untuk meminta keputusan tentang perselisihan itu kepada Nabi Dawud as, beliau
ternyata memenangkan perempuan yang lebih tua. [merasa belum puas] mereka lalu
mengadukan permasalahan tersebut kepada nabi Sulaiman as. Kemudian Sulaiman as,
berkata,”Bawakan kepadaku sebilah pedang. Aku akan potong bayi ini agar
masing-masing kalian mendapat setengahnya”, mendengar ucapan tersebut,
perempuan yang lebih muda langsung berteriak,”Jangan, semoga Allah merahmatimu.
Berikan saja bayi ini kepada perempuan itu.” Ketika melihat hal itu, nabi
Sulaiman kemudian memutuskan bahwa bayi itu adalah milik perempan yang lebih
muda.”[HR. Bukhari] [Gema Insani, 2007, hal 168].
Ketika ada kabar Rasulullah telah
wafat, Umar bin Khattab tidak menerima kabar itu, dia mengayun-ayunkan
pedangnya dan akan memenggal kepala siapa saja yang menyatakan Rasul telah
meninggal, setelah Abu Bakar membacakan ayat dan menjelaskan kedudukan
Rasulullah sebagai manusia biasa yang juga akan mengalami kematian, barulah
Umar menerimanya, hal ini karena rasa cintanya kepada Nabi Muhammad.
Sudah melampaui bataskah Umar
ketika ia berkeyakinan bahwa Muhammad tidak mati, ketika mengajak orang lain
supaya juga yakin seperti dia? Tidak! Para
sarjana sekarang mengatakan kepada kita, bahwa matahari akan terus memercik
sepanjang abad sebelum tiba waktunya ia habis hilang sama sekali. Akan
percayakah orang pada pendapat ini tanpa ia ragukan lagi kemungkinannya?
Matahari yang memancarkan sinar dan kehangatan sehingga karenanya alam ini
hidup, bagaimana akan habis, bagaimana akan padam sesudah itu kemudian alam ini
masih akan tetap ada? Muhammad pun tidak kurang pula dari matahari itu
sinarnya, kehangatannya, kekuatannya. Seperti matahari yang telah melimpahkan
jasa, Muhammad pun telah pula melimpahkan jasa. Seperti halnya dengan matahari
yang telah berhubungan dengan alam, jiwa Muhammad pun telah pula berhubungan
dengan semesta alam ini, dan selalu sebutan Muhammad s.a.w. mengharumkan alam
ini keseluruhannya. Jadi tidak heran apabila Umar yakin bahwa Muhammad tidak
mungkin akan mati. Dan memang benar ia tidak mati, dan tidak akan mati.
Usama b. Zaid yang telah melihat Nabi pagi itu pergi ke mesjid, seperti orang-orang Islam yang lain dia pun menduga bahwa Nabi sudah sembuh. Bersama-sama dengan anggota pasukan yang hendak diberangkatkan ke Syam yang sementara itu pulang ke Medinah, sekarang ia kembali menggabungkan diri dengan markas yang di Jurf. Perintah sudah dikeluarkan supaya pasukannya itu siap-siap akan berangkat. Tetapi dalam pada itu, tiba-tiba ada orang yang datang menyusulnya, dengan membawa berita sedih tentang kematian Nabi. Ia membatalkan niatnya akan berangkat dan pasukannya diperintahkan kembali semua ke Medinah. Ia pergi ke rumah Aisyah dan ditancapkannya benderanya di depan pintu rumah itu, sambil menantikan keadaan Muslimin
Sebenarnya Muslimin sendiri dalam keadaan bingung. Setelah mereka mendengar pidato Abu Bakr dan yakin sudah bahwa Muhammad sudah wafat, mereka lalu terpencar-pencar. Golongan Anshar lalu menggabungkan diri kepada Said b. ‘Ubada di Saqifa Banu Sa’ida; Ali b. Abi Talib, Zubair ibn’l-‘Awwam dan Talha b. ‘Ubaidillah menyendiri pula di rumah Fatimah; pihak Muhajirin, termasuk Usaid b. Hudzair dari Banu ‘Abd’l-Asyhal menggabungkan diri kepada Abu Bakr.
Sementara Abu Bakr dan Umar dalam keadaan demikian, tiba-tiba ada orang datang menyampaikan berita kepada mereka, bahwa Anshar telah menggabungkan diri kepada Sa’d b. ‘Ubada, dengan menambahkan bahwa: Kalau ada masalah yang perlu diselesaikan dengan mereka, segera susullah mereka, sebelum keadaan jadi berbahaya. Rasulullah s.a.w. masih di dalam rumah, belum lagi selesai (dimakamkan) dan keluarganya juga sudah menutupkan pintu. “Baiklah,” kata Umar menujukan kata-katanya kepada Abu Bakr. “Kita berangkat ke tempat saudara-saudara kita dari Anshar itu, supaya dapat kita lihat keadaan mereka.”
Ketika di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan dua orang baik-baik dari kalangan Anshar, yang kemudian menceritakan kepada pihak Muhajirin itu tentang adanya orang-orang yang sedang mengadakan persepakatan. “Tuan-tuan mau ke mana?” tanya dua orang itu. Setelah diketahui bahwa mereka akan menemui orang-orang Anshar, kedua orang itu berkata: “Tidak ada salahnya tuan-tuan tidak mendekati mereka. Saudara-saudara Muhajirin, selesaikanlah persoalan tuan-tuan.” “Tidak, kami akan menemui mereka,” kata Umar.
Lalu mereka meneruskan perjalanan sampai di Serambi Banu Sa’ida. Di tengah-tengah mereka itu ada seorang laki-laki yang sedang berselubung. “Siapa ini?” tanya Umar bin’l-Khattab. “Sa’d b. ‘Ubada,” jawab mereka. “Dia sedang sakit.” Setelah pihak Muhajirin duduk, salah seorang dari Anshar berpidato. Sesudah mengucapkan syukur dan puji kepada Tuhan ia berkata: “Kemudian daripada itu. Kami adalah Ansharullah dan pasukan Islam, dan kalian dari kalangan Muhajirin sekelompok kecil dari kami yang datang ke mari mewakili golongan tuan-tuan. Ternyata mereka itu mau menggabungkan kami dan mengambil hak kami serta mau memaksa kami.”
Yang demikian ini memang merupakan jiwa Anshar sejak masa hidup Nabi. Oleh karena itu, begitu Umar mendengar kata-kata tersebut ia ingin segera menangkisnya. Tetapi oleh Abu Bakr ditahan, sebab sikapnya yang keras sangat dikuatirkan. “Sabarlah, Umar!” katanya. Kemudian ia memulai pembicaraannya, ditujukan kepada Anshar: “Saudara-saudara! Kami dari pihak Muhajirin orang yang pertama menerima Islam, keturunan kami baik-baik, keluarga kami terpandang, kedudukan kami baik pula. Di kalangan Arab kamilah yang banyak memberikan keturunan, dan kami sangat sayang kepada Rasulullah. Kami sudah Islam sebelum tuan-tuan dan di dalam Qu’ran juga kami didahulukan dari tuan-tuan; seperti dalam firman Tuhan ‘Orang-orang yang terdahulu dan mula-mula (masuk Islam), dari Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dalam melakukan kebaikan.’ (Qur’an, 9:100)
Jadi kami Muhajirin dan tuan-tuan adalah Anshar, saudara-saudara kami seagama, bersama-sama menghadapi rampasan perang dan mengeluarkan pajak serta penolong-penolong kami dalam menghadapi musuh. Apa yang telah tuan-tuan katakan, bahwa segala kebaikan ada pada tuan-tuan, itu sudah pada tempatnya. Tuan-tuanlah dari seluruh penghuni bumi ini yang patut dipuji. Dalam hal-ini orang-orang Arab itu hanya mengenal lingkungan Quraisy ini. Jadi dari pihak kami para amir dan dari pihak tuan-tuan para wazir.”
Ketika itu salah seorang dari kalangan Anshar ada yang marah, lalu berkata: “Saya tongkat lagi senjata.5 Saudara-saudara Quraisy, dari kami seorang amir dan dari tuan-tuan juga seorang amir.” “Dari kami para amir dan dari tuan-tuan para wazir,” kata Abu Bakr. “Saya menyetujui salah seorang dari yang dua ini untuk kita. Berikanlah ikrar tuan-tuan kepada yang mana saja yang tuan-tuan sukai.”
Lalu
ia mengangkat tangan Umar bin’l-Khattab dan tangan Abu ‘Ubaida bin’l-Jarrah,
sambil dia duduk di antara dua orang itu. Lalu timbul suara-suara ribut dan
keras. Hal ini dikuatirkan akan membawa pertentangan. Ketika itu Umar lalu
berkata dengan suaranya yang lantang: “Abu Bakr, bentangkan tanganmu!”
Abu
Bakr membentangkan tangan dan dia diikrarkan seraya kata
Umar: “Abu Bakr, bukankah Nabi sudah menyuruhmu, supaya engkaulah yang memimpin Muslimin bersembahyang? Engkaulah penggantinya (khalifah). Kami akan mengikrarkan orang yang paling disukai oleh Rasulullah di antara kita semua ini.”
Kata-kata ini ternyata sangat menyentuh hati Muslimin yang hadir, karena benar-benar telah dapat melukiskan kehendak Nabi sampai pada hari terakhir orang melihatnya. Dengan demikian pertentangan di kalangan mereka dapat dihilangkan. Pihak Muhajirin datang memberikan ikrar, kemudian pihak Anshar juga memberikan ikrarnya.
Umar: “Abu Bakr, bukankah Nabi sudah menyuruhmu, supaya engkaulah yang memimpin Muslimin bersembahyang? Engkaulah penggantinya (khalifah). Kami akan mengikrarkan orang yang paling disukai oleh Rasulullah di antara kita semua ini.”
Kata-kata ini ternyata sangat menyentuh hati Muslimin yang hadir, karena benar-benar telah dapat melukiskan kehendak Nabi sampai pada hari terakhir orang melihatnya. Dengan demikian pertentangan di kalangan mereka dapat dihilangkan. Pihak Muhajirin datang memberikan ikrar, kemudian pihak Anshar juga memberikan ikrarnya.
Akhlak
mulia dalam Islam diantaranya adalah menyikapi permasalahan dengan baik, dengan
cara ini akan mendapatkan kemudahan hidup pribadi, keluarga ataupun
bermasyarakat. Begitu banyaknya masalah yang dihadapi dengan cara emosional dan
egoistis sehingga mendatangkan kemudaratan yang lebih besar, itulah makanya
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar itu harus dilakukan
secara bijaksana, jangan sampai amar ma’ruf dan nahyi mungkar yang dilakukan
justru mendatangkan kerusakan lain yang lebih besar.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang bersabda.“Barangsiapa di antara kalian yang menyaksikan suatu kemungkaran
maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan
lisannya, maka jika ia tidak mampu dengan hatinya dan itulah selemah-lemah
iman”.
Dari hadits ini, pengubahan terhadap
kemungkaran itu melalui tiga tahapan.
Tahapan Pertama : Pengubahan dengan
tangan
Jika anda berkuasa merubah
kemungkaran dengan tangan anda, maka lakukanlah. Dan hal itu memungkinkan
dilakukan oleh seseorang jika kemungkaran tersebut terjadi di rumahnya dan
dialah yang berkuasa di rumah itu, maka dia dalam kondisi ini dapat mengingkari
kemungkaran tersebut dengan tangannya.
Maka seandainya seseorang masuk ke
dalam rumahnya lalu ia menemukan alat musik, karena itu adalah rumahnya, anak
itu anaknya, dan keluarga itu adalah keluarganya, maka memungkinkan baginya
untuk merubah kemungkaran tersebut dengan tangannya, seperti dengan mematahkan
alat tersebut karena ia mampu melakukannya.
Tahapan Kedua : Pengubahan dengan
lisan
Jika ia tidak mampu mengubah
kemungkaran dengan tangannya maka dapat berpindah pada tahapan yang kedua yaitu
pengubahan kemungkaran dengan lisan. Dan pengubahan dengan lisan (dapat
dilakukan) dengan dua cara.
Pertama : Dengan mengatakan kepada
pelaku kemungkaran, ‘Tinggalkanlah kemungkaran ini’, dan berbicara dengannya
serta memarahinya jika kondisi menuntut demikian.
Kedua : Jika ia tidak dapat
melakukan hal tersebut maka hendaklah ia menyampaikan kepada para penguasa
(waliyul amri).
Tahapan Ketiga : Pengubahan dengan
hati
Jika ia tidak sanggup melakukan
pengubahan terhadap kemungkaran degan tangan atau dengan lisan maka hendaknya
ia megingkarinya dengan hati dan itu merupakan selemah-lemah keimanan.
Pengingkaran dengan hati adalah dengan membenci kemungkaran itu dan membenci
keberadaannya serta menginginkan agar ia tidak ada.
Disini terdapat satu point yang
harus kita perhatikan, dan ia diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits ini : ‘Barangsiapa di antara kalian yang melihat”.
Penglihatan disini ; apakah ia
adalah penglihatan dengan mata atau berdasarkan pengetahuan atau secara
sangkaan ? Adapun secara sangkaan maka tentu bukanlah yang dimaksud di sini,
karena tidak boleh memberi sangkaan yang buruk terhadap seorang muslim!!
Jika demikian maka yang tersisa
adalah penglihatan/pandangan dengan mata atau berdasarkan pengetahuan.
Dengan mata : Maksudnya jika
seseorang melihat (langsung) kemungkaran tersebut. Adapun berdasarkan
pengetahuan : Jika ia (hanya) mendengar namun tidak melihatnya, atau jika
seseorang yang dapat dipercaya memberitahukannya tentang (kemungkaran)
tersebut.
Disini jelaslah bagi kita bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menginginkan agar kita tidak
tergesa-gesa dalam menghukumi seseorang dalam kemungkaran hingga kita
melihatnya.[Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin , Sikap Seorang
Muslim Terhadap Maksiat Yang Tersebar Di Negeri Kaum Muslimin ?almanhaj.or.idSelasa, 25 April 2006 08:43:43 WIB].
Sudah
berhari-hari orang Yahudi itu berjalan menuju Madinah. Ia ingin menemui
Khalifah Umar bin Khattab, Amirulmukminin. Ia banyak mendengar kabar bahwa
bahwa Amirul Mukminin seorang yang terkenal bersungguh-sungguh menegakkan
keadilan. Jauh-jauh ia datang dari Mesir dengan sebuah harapan, Khalifah mau
memperhatikan nasibnya yang tertindas.
Baru ketika
matahari condong ke barat, ia tiba di Madinah. Walaupun badannya terasa letih,
namun air mukanya tampak berseri. Ia gembira telah sampai di negeri
Amirulmukminin yang aman. Dengan tergopoh-gopoh, orang Yahudi itu memasuki
halaman rumah Umar bin Khattab, lalu meminta izin pada prajurit yang sedang
berjaga.
"Jangan-jangan.....Khalifah tidak mau
menerimaku....," katanya dipenuhi rasa cemas. Ia menunggu di luar
pintu.Prajurit masuk menemui khalifah Umar.
"Wahai Amirul Mukminin, ada orang
Yahudi ingin menghadap Tuan<" sahut prajurit. "Bawalah ke
hadapanku," Perintah Khalifah.
Orang Yahudi pun
masuk disertai pengawal. Ada ketenangan di hati orang Yahudi ketika melihat
Khalifah yang begitu lembut dan perhatian. Bertambah terperanjat orang Yahudi
itu, ternyata Amirul Mukminin menjamunya dengan aneka makanan dan minuman.
"Saat ini kau adalah tamuku, silahkan
nikmati jamuannya," sambut Khalifah. Rupanya benar.....apa yang kudengar
tentang Khalifah, kata orang Yahudi dalam Hati.
Setelah dijamu
layaknya tamu dari jauh, Khalifah meminta kepada orang Yahudi untuk
menyampaikan maksud kedatangannya. "Ya Amirul Mukminin, saya ini orang
miskin...," kata orang Yahudi memulai pembicaraan. Amirul Mukminin
mendengarkannya dengan penuh perhatian. "Di Mesir, kami punya sebidang
tanah," lanjut orang Yahudi.
"Ya..lalu, ada apa? Tanya Amirul
Mukminin. "Tanah itu satu-satunya milik saya yang sudah lama saya tinggali
bersama anak dan istri saya. Tapi gubernur mau membangun Masjid yang besar di
daerah itu. Gubernur akan menggusur tanah dan rumah saya itu....," tutur
orang Yahudi sedih, matanya berkaca-kaca. "Kami yang sudah miskin ini mau
pindah kemana? Jika semua milik kami digusur oleh gubernur.....tolonglah saya
yang lemah ini, saya minta keadilan dari Tuan."
Orang Yahudi
memohon dengan memelas. "Oh, begitu ya? Tanah dan rumahmu mau digusur oleh
gubernurku," kata Amirul Mukminin mengangguk-angguk.
Khalifah Umar
tampak merenung. Ia sedang berpikir keras memecahkan masalah yang dihadapi
orang Yahudi.
"Kau tidak bermaksud menjual menjual
rumah dan tanahmu, hai Yahudi?" tanya Khalifah.
"Tidak!"orang Yahudi
menggelengkan kepalanya.
"Sebab cuma itulah harta kami. Saya
tidak rela melepasnya kepada siapapun....," Orang Yahudi tetap pada
pendiriannya.
"Baik-baik, aku akan membantumu,"
kata Amirul Mukminin. Hati orang Yahudi merasa lega karena Amirulmukminin mau
membantu kesusahannya.
"Hai, Yahudi," kata khalifah
kemudian. "Tolong ambilkan tulang di bak sampah itu!" perintahnya.
"Maaf, Tuan menyuruh saya mengambil
tulang itu....?"tanya orang Yahudi ragu. Ia tidak mengerti untuk apa
tulang yang sudah dibuang harus diambil lagi. Namun, ia menuruti juga perintah
Khalifah.
"Ini tulangnya, Tuan. "Orang
Yahudi menyerahkan tulang unta kepada khalifah.
Lalu, Khalifah
Umar membuat garis lurus dan gambar pedang pada tulang itu.
"Serahkan tulang ini pada gubernur
Mesir!" kata Amirul Mukminin lagi.
Orang Yahudi
menatap tulang yang ada. Garis lurus dan gambar pedangnya itu. Ia tidak puas.
Kedatangannya menghadap khalifah untuk mendapat keadilan,tetapi khalifah hanya
memberinya tulang untuk diserahkan kepada gubernur.
" Ya Amirulmukminin, jauh-jauh saya
datang minta tuan membereskan masalah saya, tapi tuan malah memberi tulang ini
kepada gubernur...?" sahut orang yahudi.
" Serahkan saja tulang itu!"
jawab khalifah pendek. Orang yahudi tidak membantah lagi. Iapun bertolak ke
mesir dengan dipenuhi beribu pertanyaan dikepalanya.
" Aneh.... Khalifah Umar Menyuruhku
untuk memberikan tulang ini pada gubernur....,"
gumamnya
sepanjang perjalanan kenegrinya. Setibanya di mesir, orang yahudi bergegas
menuju kediaman gubernur.
" Wahai Tuan Gubernur, saya orang
yahudi yang tanahnya akan kau gusur itu, " kata orang yahudi. " Oh
kau rupanya., ada apa lagi?" kata gubernur.
" Saya baru saja menghadap
Amirulmukminin," kata orang yahudi. " Lantas ada apa?"
" Saya disuruh memberikan tulang ini
...."
Orang yahudipun
segera menyerahkan tulang onta ke tangan gubernur. Diperiksanya tulang itu
baik-baik. Wajah gubernur berubah pucat. Tubuhnya gemetar. Keringat dingin
mengucur di dahinya ketika melihat gambar pada tulang itu. Sebuah garis lurus
dan gambar pedang yang dibuat khalifah Umarsudah membuat hati gubernur
ketakutan bukan main.
" Hai, pengawal!" tiba-tiba ia
berteriak keras.
" Serahkan tanah orang yahudi ini
sekarang juga! Batalkan rencana menggusur rumah dan tanahnya! Kita cari tempat
lain untuk membangun masjid," kata gubernur.
Orang yahudi
menjadi heran dibuatnya. Ia dungguh tidak mengerti dengan perubahan keputusan
gubenur yang kan mengembalikan tanah miliknya. Hanya dengan melihat tulang yang
bergmbar pedang dan garis lurus dari kh;ifah tadi, gubernur tampak sangat
ketakutan.
" Hai,, Yahudi! Sekarang juga ku
kembalikan tanah dan milikmu.tinggallah engkau dan keluargamu disana sesuka
hati....," sahut gubernur terbata-bata.
Pesan dalam
tulang itu dirasakan gubernur seakan-akan khalifah Umar berada dihadapannya
dengan wajah yang amat marah. Ya! Gubernur merasa seolah-olah dicambuk dan
ditebas lehernya oleh Amirulmukminin.
" Tuan Gubernur ada apa sebenarnya?
Apa yang terjadi....? Kenapa tuan tampak ketakutan melihat tulang yang ada
garis lurusdan gambar pedang itu....? Padahal Amirulmukminin tidak mengatakan
apa-apa?" tanya orang yahudi masih tak mengerti.
" Hai, Yahudi Tahukah kau?
Sesungguhnya Amirulmukminin sudah memberi peringatan keras padaku lewat tulang
ini," kata Gubernur.
Orang yahudi
bertambah heran saja.
Sesungguhnya
tulang ini membawa sebuah pesan peringatan.
Garis lurus,
artinya Khalifah Umar memintaku agar aku sungguh-sungguh menegakkan keadilan
terhadap siapapun. Dan gambar Pedang, artinya kalau aku tidak berlaku adil,
maka khalifah akan bertindak. Aku haris menjadi penguasa yang adil sebelum aku
yang menjadi tulang belulang...." Gubernur mencertakan isi pesan yang
terkandung dalam tulang onta itu.
Kini orang
yahudi pun mengerti semuanya. Betapa ia sangat kagum kepada Amirulmukminin yang
sungguh-sungguh memperhatikan nasib orng tertindas seperti dirinya meskipun ia
bukan dari kaum muslimin.
"Tuan Gubernur, saya sangat kagum pada
Amirulmikminin dan keadila yang diberikan pemerintah islam. Karenanya, saya
ingin menjadi orang Muslim. Saat ini saya rela melepaskan tanah itu karena
Allah semata."
Tanpa ragu
sedikitpun orang yahudi itu langsung bersahabat dan merelakan tanahnya untuk
didirikan sebuah masjid.
Begitu
mulianya akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya,sehingga
ketika masalah itu disikapi dengan baik akan menjadikan orang lain juga baik
karenanya, betapapun besarnya masalah yang hadir pada diri manusia maka
seharusnya diselesaikan secara baik, disikapi secara adil dan bijak, karena
memang hadirnya kita di dunia ini untuk menyelesaikan masalah bukan lari dari
masalah, lari dari masalah bukan menyelesaikan masalah akan tetapi malah akan
mendatangkan masalah baru bagi pelakunya seperti orang yang tidak sanggup
menghadapi masalah pribadi dan keluarganya sehingga rela melakukan bunuh diri,
ketika kematian merenggutnya betul masalahnya tidak berlanjut, tapi dia
dihadang dengan masalah baru hingga berlanjut ke akherat yaitu masalah bunuh
diri, Wallahu A’lam [Cubadak Solok, 07 Maret 2012.M/ 14 Rabi’ul Akhir
1433.H].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar