RIYADUSH
SHALIHIN
[DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH]
Memberikan Petunjuk Kepada Kebaikan
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Apapun
pekerjaan yang dilakukan manusia maka hal itu biasa, tapi pekerjaan da'wah adalah pekerjaan yang luar biasa karena ini
merupakan pekerjaan para nabi, da'i meneruskan pekerjaan nabi ini hingga hari
akhir, alangkah mulianya kita bila mengemban pekerjaan para nabi; "Dia
Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah
kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang
kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya). [Asy Syura 42;13].
Semua
pekerjaan yang dilakukan manusia selama untuk kebaikan adalah baik, tapi dari
sekian pekerjaan itu ada pekerjaan yang mulia dihadapan Allah yaitu berda'wah.
Da'wah adalah pekerjaan yang paling tinggi nilainya, da'wah adalah pekerjaan
orang-orang piihan yaitu nabi dan rasul maka juru da'wah adalah orang yang
mulia setelah nabi dan rasul karena mereka melakukan pekerjaan rasul; "Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk
orang-orang yang menyerah diri?"[Fushilat 41;33]
Rasulullah bersabda;"Orang yang paling tinggi
kedudukannya disisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak
berkeliling di muka bumi dengan memberi nasehat kepada manusia" [HR.
Thahawi]
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 20
dengan judul “Memberikan
Petunjuk Kepada Kebaikan Dan Mengajak Ke Arah Hidayat Atau Ke Arah Kesesatan”
Allah Ta'ala berfirman:"Dan berdakwahlah menuju jalan
Tuhanmu." (al-Haj 76 atau al-Qashash).
Allah Ta'ala berfirman
lagi:"Dan berdakwahlah menuju jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan
nasihat yang baik." (an-Nahl: 125).
Allah Ta'ala juga
berfirman:"Dan tolong-menolonglah engkau semua atas kebajikan dan
ketaqwaan." (al-Maidah: 2).
Allah Ta'ala berfirman
pula:"Hendaklah ada di antara engkau semua itu suatu golongan yang
berdakwah menuju kebaikan." (ali-lmran: 104)
Dari Abu Mas'ud yaitu
'Uqbah bin 'Amral-Anshari al-Badri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Barangsiapa
yang memberikan petunjuk atas kebaikan, maka baginya adalah seperti pahala
orang yang melakukan kebaikan itu." (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang mengajak ke arah kebaikan,
maka ia memperoleh pahala sebagaimana pahala-pahala orang-orang yang
mengikutinya, tanpa dikurangi sedikitpun dan dari pahala-pahala mereka yang
mencontohnya itu, sedang barangsiapa yang mengajak kearah keburukan, maka ia
memperoleh dosa sebagaimana dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa
dikurangi sedrkitpun dari dosa-dosa mereka yang mencontohnya itu."
(Riwayat Muslim).
Dari Abul Abbas yaitu
Sahl bin Sa'ad as-Sa'idi r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda pada hari
perang Khaibar: "Niscayalah saya akan memberikan bendera ini esok hari
kepada seseorang yang Allah akan memberikan kemenangan di atas kedua tangannya.
Ia mencintai Allah dan RasulNya dan ia juga dicintai Allah dan RasulNya."
Malam harinya
orang-orang - para sahabat - sama bercakap-cakap berbisik-bisik, siapa
di antara mereka
yang akan diberi bendera itu. Setelah pagi hari
menjelma, orang-orang sama pergi ke tempat
Rasulullah s.a.w. semuanya mengharapkan
agar supaya bendera itu diberikan padanya. Kemudian beliau s.a.w.
bersabda: "Di manakah Ali bin Abu Thalib?" Kepada beliau dikatakan: "Ya
Rasulullah, ia sakit kedua matanya." Beliau bersabda lagi: "Bawalah
ia kemari." Ali didatangkan di
hadapan beliau s.a.w. kemudian Rasulullah s.a.w. berludah ke kedua
matanya dan mendoakan untuk kesembuhannya, lalu iapun sembuhlah - kedua
matanya, seolah-olah tidak pernah
sakit sebelumnya.
Selanjutnya beliau
s.a.w. memberikan bendera itu padanya. Ali r.a. berkata: "Ya
Rasulullah, apakah saya wajib memerangi mereka
hingga mereka menjadi seperti kita semua - yakni masuk
Islam?" Beliau s.a.w. menjawab: "Berjalanlah perlahan-lahan - tidak
tergesa-gesa, sehingga engkau datang
di halaman perkampungan mereka.
Kemudian ajaklah mereka itu
untuk masuk Islam dan beritahukanlah kepada mereka apa-apa yang wajib atas diri
mereka dari hak-haknya Allah Ta'ala yang perlu dipenuhi. Demi Allah, niscayalah
jikalau Allah memberikan petunjuk dengan sebab usahamu akan seseorang - satu
orang saja, maka hal itu lebih baik bagimu daripada memiliki unta-unta yang
merah-merah - kiasan harta yang amat dicintai oleh bangsa Arab." (Muttafaq
'alaih).
Dari Anas r.a.
bahwasanya seorang pemuda dari suku Aslam berkata: "Ya Rasulullah,
sesungguhnya saya ini ingin mengikuti peperangan, tetapi saya tidak mempunyai
sesuatu yang saya gunakan sebagai persiapan - bekal." Beliau s.a.w. lalu
bersabda: "Datanglah pada si Fulan itu, sebab ia telah bersiap-siap -
dengan bekalnya - tetapi kemudian sakit." Pemuda itu mendatangi orang
tersebut dan berkata: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. mengucapkan salam
padamu," dan pemuda itu berkata lagi: "Berikanlah kepada saya
bekal-bekal yang telah Tuan siapkan." Orang tersebut lalu berkata- kepada
isterinya: "Hai Fulanah,berikanlah pada orang ini apa-apa yang telah saya
siapkan untuk bekal - dalam perang. Janganlah bekal itu engkau tahan sedikitpun,demi
Allah, janganlah bekal itu engkau tahan sedikitpun, supaya engkau memperoleh
berkah dalam bekal - yang diberikan tadi." (Riwayat Muslim).
Allah
memberi tugas berat kepada siapa saja yang telah menyandang predikat muslim dan
da’i untuk meluruskan pandangan ummat agar berberak bersama islam dan berjalan
menuju jalan Allah, dalam surat An Nahl 16;125 diterangkan, ”Ajaklah manusia itu ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran
yang baik serta beragumentasilah dengan mereka dengan cara yang baik pula”.
Rasulullah menegaskan kepada ummatnya, ”Sampaikanlah apa yang telah anda terima
dariku meskipun hanya satu ayat”. Ini menunjukkan betapa pentingnya da’wah
demi keselamatan hidup manusia di dunia hingga akherat. Bahkan seorang syaikh
bernama Dr. Musthafa Mashur menyatakan, ”Nahnu
Du’at qabla kulli syai’” artinya kami adalah da’i sebelum menjadi sesuatu
apapun.
Ketika berda'wah kita juga harus berhati-hati karena
makna da'wah itu asalnya adalah mengajak, kalau mengajak tentu dengan cara yang
santun agar orang mau untuk mengikuti ajakan kita; "Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." [An Nahl 16;125].
Suatu ketika cucu Rasulullah yang
bernama Hasan dan Husen menyaksikan seorang nenek yang sedang berwudhu, namun
wuhdu'nya tidaklah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah, untuk
menegur nenek ini tentu suatu hal mustahil, maka mereka mendatangi nenek itu
pada waktu yang lain sambil pura-pura bertengkar, sang nenek berperan sebagai
penengah. Mereka mengatakan bahwa setiap berwudhu' selalu ribut karena
masing-masing saling menyalahkan, Hasan menyatakan bahwa cara wudhu'nya yang
baik dan sebaliknya Husen juga mengaku dialah yang paling benar. Akhirnya secara bergiliran
keduanya memperagakan kemampuannya berwudhu' sedangkan sang nenek bertindak
sebagai juri. Ketika keduanya sudah menampilkan praktek berwudhu' di hadapan
sang nenek, lansung sang nenek menangis dan mengatakan bahwa kedua cucu Rasul
itu bagus dan benar cara wudhu'nya sedangkan nenek yang salah, mulai saat itu
sang nenek memperbaiki cara berwudhu'nya.
Pada suatu hari Rasulullah
kedatangan seorang tamu dari pegunungan, dia datang lansung masuk masjid dan
buang air kecil di pojok masjid itu, melihat hal demikian sahabat pada marah,
ada yang akan menebas kepalanya, ada pula yang menawarkan diri untuk mengusir
orang itu dari masjid, semuanya marah melihat kelakuan pemuda pegunungan itu.
Rasulullah lalu mengambil seember air dan menyiram bekas pipis itu kemudian
mendekatinya dan bertanya,"Apa yang anda lakukan dan anda mau
kemana". Pemuda itu mengatkan bahwa dia sedang mencari seorang Nabi
bernama Muhammad, maka berkenalanlah dia dengan Rasul terus menyatakan diri
sebagai muslim.
Ketika akan kembali ke desanya sang
pemuda itu berdo'a,"Ya Allah kini saya sudah bertemu dengan nabi-Mu dan
saya telah sebagai muslim, ya Allah masukkanlah saya dan Muhammad ke dalam
syurga-Mu, sedangkan yang marah-marah tadi jangan".
Allah
berfirman dalam surat Ali Imran 3;159, ”Maka
disebabkan rahmat Allah dan karena Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap kasar lagi keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itulah maafkan mereka, mohonlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya’.
Seorang anak
baru saja tamat dari perguruan Islam dengan bekal ilmu agama yang cukup mapan
ditambah pula dengan ilmu pengetahuan umum lainnya. Problem utama yang akan
dihadapi adalah keluarganya. Tentu saja ilmu yang telah diterimanya akan
diterapkan dalam keluarga yang keislamannya masih dilapisi oleh khurafat,
tahyul, bid’wah dan syirik. Ketegasan si anak dalam hal ini tetap akan
ditentang oleh orangtuanya karena di hati orangtua telah berkarat ajaran yang
dilapisi tradisi berhala. Ketika anak berkata kepada orangtuanya tentang islam
yang sebenarnya sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan Hadits akan ditolak dengan
ucapan, ”Nak ini ajaran nenek moyang kita
dahulu, kamu belum tahu karena masih kecil, kan baru kemaren tamat sekolah”,
pasti tantangan pertama adalah keluraga.
Dalam menyampaikan kebenaran pada kelompok ramai atau
masyarakat tidaklah begitu sulit dan sedikit resiko atau beban mentalnya tetapi
untuk keluarga sendiri terlalu banyak kendala apalagi merombak suatu tradisi,
memang bicara kebenaran dalam keluarga akan ditentang oleh anak dan isteri.
Orang lain mudah tersentuh dengan dalil dan ajakan dari seseorang, tapi untuk
menyentuh hati anak dan isteri terlalu sulit sebagaimana sebuah riwayat yang
terjadi di masa Khalifah Umar bin Khattab dan hal ini memang terjadi pada diri
beliau sendiri.
Pada
suatu hari seorang sahabat ingin datang kepada Umar mengadukan peristiwa dia
dengan keluarganya yaitu sang isteri yang tidak bisa dibentuk atau diarahkan ke
jalan yang benar, pertengkaran selalu terjadi dalam rumah tangga. Kalaulah satu
minggu ada tujuh hari, hanya satu hari saja adanya gencatan senjata [damai].
Dia datang dengan maksud minta nasehat Umar, bagaimana atau resep apa yang
bagus untuk mengatasi hal itu.
Baru
saja dia sampai di pintu gerbang rumah Umar, dia dikejutkan oleh keributan
dalam rumah tersebut. Jelas betul bahwa keributan itu dialami oleh Umar dan
isterinya, dia perhatikan agak lama akhirnya mengambil kesimpulan untuk
mengurungkan niatnya kembali saja pulang. Rupanya Umar melihat tamu di luar
yang akan pulang, dipanggilnya tamu itu dipersilahkan masuk serta terjadilah
dialoq, ”Maksud kedatangan saya yaitu ingin minta nasehat Amirul Mukminin untuk
keluarga kami, saya begitu sulit memberikan kebenaran dan menunjukkan isteri
saya, sehingga sering dalam rumah terjadi pertikaian pendapat yang diakhiri
dengan pertengkaran. Tapi setelah sampai disini saya melihat dalam rumah
khalifah seperti apa yang saya alami, sehingga saya batalkan maksud saya”.
Mendengar keluhan sahabatnya itu Umar
menjawab, ”Saya memang orang yan ditakuti dalam masyarakat, orang segan kepada
saya, tetapi setelah berada di rumah maka saya adalah orang yang lemah,
keluarga saya terutama isteri tidak akut dan segan kepada saya, kita senasib ya
sahabat”.
Itulah sebuah gambaran bahwa keperkasaan seorang suami,
kehebatannya di masyarakat belum tentu perkasa dan hebat dalam rumah tangga
untuk menyampaikan misi da’wahnya. Tantangan ini selalu hadir dan dihadapi oleh
da’i atau mubaligh, penentang misinya kebanyakan adalah orang yang dicintainya
serta lebih dekat dengannya. Apakah seorang da’i tersebut akan tetap
berda’wah atau mundur karena dia tidak
mampu membina keluarganya. Tidaklah demikian sebagaimana dengan nabi Nuh
bersama kaumnya walaupun anaknya sendiri menentang, bagaimana nabi Ibrahim
meskipun dimusuhi oleh ayahnya sendiri dan bagaimana dengan nabi Muhammad yang
selalu dikejar bahkan nyaris dibunuh oleh Abu Lahab seorang pamannya, orang
yang dekat denganya yang seharusnya menerima dukungan dan pembelaan.
Jalan dakwah ini pasti dipenuhi dengan beragam kesulitan,
hambatan, rintangan, tribulasi. Para aktifisnya akan berhadapan dengan beragam mihnah,
sebagaimana para dai generasi sebelumnya sejak Rasulullah dan para sahabatnya,
tabi’in, tabiit tabi’in, dan seterusnya.
Di antara mihnah itu ada yang berupa ejekan, gelombang
fitnah, teror fisik, manisnya rayuan, tekanan keluarga, keterbatasan ekonomi,
kemapanan, sampai kekuasaan. Kader dakwah harus tegar dalam menghadapi semua mihnah
itu.
Agar tegar dalam menghadapi ejekan, sadarilah bahwa ejekan
kepada Rasulullah jauh lebih hebat; maka biarkan saja semua orang mengejek,
tidak perlu diladeni. Agar tegar dalam
menghadapi fitnah, tetaplah bekerja dan beramal maka umat akan tahu siapa yang
benar dan siapa yang tukang fitnah. Agar tegar dalam menghadapi teror fisik,
tawakallah kepada Allah dan berdoalah senantiasa, di samping persiapan lain
yang juga perlu dilakukan oleh struktur dakwah. Agar tegar dalam menghadapi
manisnya rayuan, jagalah keikhlasan dan senantiasa memperbarui niat, waspada
dan tetap bersama jamaah.
Agar tegar dalam menghadapi tekanan keluarga, ketegasan
harus diutamakan . Iman tidak bisa ditukar dengan keluarga, jika memang itu
pilihannya. Agar tegar dalam kondisi kekurangan/keterbatasan ekonomi, bersabar
adalah kuncinya. Kekuatan ukhuwah sesama aktivis dakwah juga berperan penting
untuk menjaga kita tetap tegar. Agar tegar dalam kemapanan harus memiliki paradigma
semakin banyak kekayaan, semakin banyak kontribusi bagi dakwah. Maka yang
diteladani adalah Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Agar tegar di
puncak kekuasaan, kelurusan orientasi perjuangan, ketaatan pada manhaj dakwah
Rasulullah dan keyakinan akan janji-janji-Nya. Dan pada semua mihnah,
kedekatan dengan Allah dan tawakal kepada-Nya merupakan kunci utama agar tegar
di jalan dakwah![Abu Nida, Resensi Buku, Tegar di Jalan Dakwah,
dakwatuna.com.13/12/2010 | 06 Muharram 1432 H].
Kemangan da’wah tidaklah datang
dengan sendirinya, dia harus diperjuangkan melalui kerja yang nyata, pengerahan
dana yang tidak sedikit, selain itu kemenangan da’wah tidak terlepas dari
amal-amal harian yang harus dikerjakan oleh para pendukung da’wah ini.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah pasti menolong
orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi
Maha perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh
berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan.” (QS al-Hajj: 40-41)
Ini adalah janji yang Allah ungkapkan berulang kali. Di
surat Muhammad, Allah bersabda:Hai
orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad: 7)
Siapapun yang konsekuen membela agama ini Allah member
jaminan kemenangan. “Jika Allah menolong kamu, Maka tak adalah orang yang dapat
mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), Maka
siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?
karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.”
Ayat di atas adalah janji Allah yang pasti terjadi. Hati
yang beriman, jiwa yang penuh dengan cahaya bashirah akan menangkap firman
Allah ini sebagai jaminan yang pasti dipenuhi. Tidak tersisa sedikitpun
keraguan bahwa pembela agama Allah pasti akan mendapatkan kemenangan.
Tapi ternyata Allah memberikan criteria yang cukup
spesifik. Sederhana dan jelas. Empat kriterianya: mendirikan sholat, menunaikan
zakat, memerintahkan kepada yang ma’ruf, dan melarang dari yang munkar.[Fahmi
Islam Jiwanto, MA , Syarat Kemenangan
Dalam Dakwah, Dakwatuna; 17/1/2008 | 07 Muharram 1429 H].
Dakwah itu memang tidak seusia manusia, dia akan tetap
bergulir dari satu generasi hingga generasi berikutnya tanpa bisa dihalangi
oleh siapapun, sejarah telah mengungkapkan kepada kita, bahwa siapa saja yang
menentang dakwah pasti binasa cepat ataupun lambat. Orang yang berkecimpung
dalam dakwah selain mendapatkan ujian berbagai macam jenisnya diapun
mendapatkan pahala dari Allah sama sebagaimana pahala orang yang mengikuti
dakwahnya, bahkan bila dia mampu untuk
menunjuki seseorang kepada hidayah, karena dia seseorang mendapat
hidayah maka pahalanya seperti unta merah, kalau sekarang mungkin seukuran
mobil mewah, yang akan diterima oleh para da’i, Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 29 Syawal 1434.H/05 September 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar