Jumat, 22 November 2013

62.20 Memberikan Petunjuk Kepada Kebaikan




RIYADUSH SHALIHIN
[DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH]



Memberikan Petunjuk Kepada Kebaikan
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Apapun pekerjaan yang dilakukan manusia maka hal itu biasa, tapi pekerjaan da'wah  adalah pekerjaan yang luar biasa karena ini merupakan pekerjaan para nabi, da'i meneruskan pekerjaan nabi ini hingga hari akhir, alangkah mulianya kita bila mengemban pekerjaan para nabi; "Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). [Asy Syura 42;13].

Semua pekerjaan yang dilakukan manusia selama untuk kebaikan adalah baik, tapi dari sekian pekerjaan itu ada pekerjaan yang mulia dihadapan Allah yaitu berda'wah. Da'wah adalah pekerjaan yang paling tinggi nilainya, da'wah adalah pekerjaan orang-orang piihan yaitu nabi dan rasul maka juru da'wah adalah orang yang mulia setelah nabi dan rasul karena mereka melakukan pekerjaan rasul; "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"[Fushilat 41;33]

            Rasulullah bersabda;"Orang yang paling tinggi kedudukannya disisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak berkeliling di muka bumi dengan memberi nasehat kepada manusia" [HR. Thahawi]

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 20 dengan judulMemberikan Petunjuk Kepada Kebaikan Dan Mengajak Ke Arah Hidayat Atau Ke Arah Kesesatan”
 Allah Ta'ala berfirman:"Dan berdakwahlah menuju jalan Tuhanmu." (al-Haj 76 atau al-Qashash).

Allah Ta'ala berfirman lagi:"Dan berdakwahlah menuju jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik." (an-Nahl: 125).

Allah Ta'ala juga berfirman:"Dan tolong-menolonglah engkau semua atas kebajikan dan ketaqwaan." (al-Maidah: 2).

Allah Ta'ala berfirman pula:"Hendaklah ada di antara engkau semua itu suatu golongan yang berdakwah menuju kebaikan." (ali-lmran: 104)

Dari Abu Mas'ud yaitu 'Uqbah bin 'Amral-Anshari al-Badri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memberikan petunjuk atas kebaikan, maka baginya adalah seperti pahala orang yang melakukan kebaikan itu." (Riwayat Muslim)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengajak ke arah kebaikan, maka ia memperoleh pahala sebagaimana pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa dikurangi sedikitpun dan dari pahala-pahala mereka yang mencontohnya itu, sedang barangsiapa yang mengajak kearah keburukan, maka ia memperoleh dosa sebagaimana dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa dikurangi sedrkitpun dari dosa-dosa mereka yang mencontohnya itu." (Riwayat Muslim).

Dari Abul Abbas yaitu Sahl bin Sa'ad as-Sa'idi r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda pada hari perang Khaibar: "Niscayalah saya akan memberikan bendera ini esok hari kepada seseorang yang Allah akan memberikan kemenangan di atas kedua tangannya. Ia mencintai Allah dan RasulNya dan ia juga dicintai Allah dan RasulNya."

Malam harinya orang-orang - para sahabat - sama bercakap-cakap  berbisik-bisik,  siapa  di  antara   mereka  yang  akan  diberi bendera itu. Setelah pagi hari menjelma, orang-orang sama pergi ke tempat  Rasulullah s.a.w.  semuanya  mengharapkan  agar supaya bendera itu diberikan padanya. Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Di manakah Ali bin Abu Thalib?" Kepada beliau dikatakan: "Ya Rasulullah, ia sakit kedua matanya." Beliau bersabda lagi: "Bawalah ia kemari." Ali didatangkan di  hadapan beliau s.a.w. kemudian Rasulullah s.a.w. berludah ke kedua matanya dan mendoakan untuk kesembuhannya, lalu iapun sembuhlah - kedua matanya, seolah-olah  tidak  pernah  sakit  sebelumnya. 

Selanjutnya  beliau  s.a.w. memberikan bendera itu padanya. Ali r.a. berkata: "Ya Rasulullah, apakah  saya wajib memerangi  mereka  hingga  mereka  menjadi seperti kita semua - yakni masuk Islam?" Beliau s.a.w. menjawab: "Berjalanlah perlahan-lahan - tidak tergesa-gesa, sehingga engkau datang   di   halaman   perkampungan   mereka.   Kemudian   ajaklah mereka itu untuk masuk Islam dan beritahukanlah kepada mereka apa-apa yang wajib atas diri mereka dari hak-haknya Allah Ta'ala yang perlu dipenuhi. Demi Allah, niscayalah jikalau Allah memberikan petunjuk dengan sebab usahamu akan seseorang - satu orang saja, maka hal itu lebih baik bagimu daripada memiliki unta-unta yang merah-merah - kiasan harta yang amat dicintai oleh bangsa Arab." (Muttafaq 'alaih).

Dari Anas r.a. bahwasanya seorang pemuda dari suku Aslam berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya ini ingin mengikuti peperangan, tetapi saya tidak mempunyai sesuatu yang saya gunakan sebagai persiapan - bekal." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Datanglah pada si Fulan itu, sebab ia telah bersiap-siap - dengan bekalnya - tetapi kemudian sakit." Pemuda itu mendatangi orang tersebut dan berkata: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. mengucapkan salam padamu," dan pemuda itu berkata lagi: "Berikanlah kepada saya bekal-bekal yang telah Tuan siapkan." Orang tersebut lalu berkata- kepada isterinya: "Hai Fulanah,berikanlah pada orang ini apa-apa yang telah saya siapkan untuk bekal - dalam perang. Janganlah bekal itu engkau tahan sedikitpun,demi Allah, janganlah bekal itu engkau tahan sedikitpun, supaya engkau memperoleh berkah dalam bekal - yang diberikan tadi." (Riwayat Muslim).

Allah memberi tugas berat kepada siapa saja yang telah menyandang predikat muslim dan da’i untuk meluruskan pandangan ummat agar berberak bersama islam dan berjalan menuju jalan Allah, dalam surat An Nahl 16;125 diterangkan, ”Ajaklah manusia itu ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta beragumentasilah dengan mereka dengan cara yang baik pula”.

            Rasulullah menegaskan kepada ummatnya, ”Sampaikanlah apa yang telah anda terima dariku meskipun hanya satu ayat”. Ini menunjukkan betapa pentingnya da’wah demi keselamatan hidup manusia di dunia hingga akherat. Bahkan seorang syaikh bernama Dr. Musthafa Mashur menyatakan, ”Nahnu Du’at qabla kulli syai’” artinya kami adalah da’i sebelum menjadi sesuatu apapun.

Ketika berda'wah kita juga harus berhati-hati karena makna da'wah itu asalnya adalah mengajak, kalau mengajak tentu dengan cara yang santun agar orang mau untuk mengikuti ajakan kita; "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." [An Nahl 16;125].

Suatu ketika cucu Rasulullah yang bernama Hasan dan Husen menyaksikan seorang nenek yang sedang berwudhu, namun wuhdu'nya tidaklah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah, untuk menegur nenek ini tentu suatu hal mustahil, maka mereka mendatangi nenek itu pada waktu yang lain sambil pura-pura bertengkar, sang nenek berperan sebagai penengah. Mereka mengatakan bahwa setiap berwudhu' selalu ribut karena masing-masing saling menyalahkan, Hasan menyatakan bahwa cara wudhu'nya yang baik dan sebaliknya Husen juga mengaku dialah yang   paling benar. Akhirnya secara bergiliran keduanya memperagakan kemampuannya berwudhu' sedangkan sang nenek bertindak sebagai juri. Ketika keduanya sudah menampilkan praktek berwudhu' di hadapan sang nenek, lansung sang nenek menangis dan mengatakan bahwa kedua cucu Rasul itu bagus dan benar cara wudhu'nya sedangkan nenek yang salah, mulai saat itu sang nenek memperbaiki cara berwudhu'nya.

            Pada suatu hari Rasulullah kedatangan seorang tamu dari pegunungan, dia datang lansung masuk masjid dan buang air kecil di pojok masjid itu, melihat hal demikian sahabat pada marah, ada yang akan menebas kepalanya, ada pula yang menawarkan diri untuk mengusir orang itu dari masjid, semuanya marah melihat kelakuan pemuda pegunungan itu. Rasulullah lalu mengambil seember air dan menyiram bekas pipis itu kemudian mendekatinya dan bertanya,"Apa yang anda lakukan dan anda mau kemana". Pemuda itu mengatkan bahwa dia sedang mencari seorang Nabi bernama Muhammad, maka berkenalanlah dia dengan Rasul terus menyatakan diri sebagai muslim.

Ketika akan kembali ke desanya sang pemuda itu berdo'a,"Ya Allah kini saya sudah bertemu dengan nabi-Mu dan saya telah sebagai muslim, ya Allah masukkanlah saya dan Muhammad ke dalam syurga-Mu, sedangkan yang marah-marah tadi jangan".

Allah berfirman dalam surat Ali Imran 3;159, ”Maka disebabkan rahmat Allah dan karena Allahlah kamu berlaku  lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itulah maafkan mereka, mohonlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya’.

Seorang anak baru saja tamat dari perguruan Islam dengan bekal ilmu agama yang cukup mapan ditambah pula dengan ilmu pengetahuan umum lainnya. Problem utama yang akan dihadapi adalah keluarganya. Tentu saja ilmu yang telah diterimanya akan diterapkan dalam keluarga yang keislamannya masih dilapisi oleh khurafat, tahyul, bid’wah dan syirik. Ketegasan si anak dalam hal ini tetap akan ditentang oleh orangtuanya karena di hati orangtua telah berkarat ajaran yang dilapisi tradisi berhala. Ketika anak berkata kepada orangtuanya tentang islam yang sebenarnya sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan Hadits akan ditolak dengan ucapan, ”Nak ini ajaran nenek moyang kita dahulu, kamu belum tahu karena masih kecil, kan baru kemaren tamat sekolah”, pasti tantangan pertama adalah keluraga.

            Dalam menyampaikan kebenaran pada kelompok ramai atau masyarakat tidaklah begitu sulit dan sedikit resiko atau beban mentalnya tetapi untuk keluarga sendiri terlalu banyak kendala apalagi merombak suatu tradisi, memang bicara kebenaran dalam keluarga akan ditentang oleh anak dan isteri. Orang lain mudah tersentuh dengan dalil dan ajakan dari seseorang, tapi untuk menyentuh hati anak dan isteri terlalu sulit sebagaimana sebuah riwayat yang terjadi di masa Khalifah Umar bin Khattab dan hal ini memang terjadi pada diri beliau sendiri.

            Pada suatu hari seorang sahabat ingin datang kepada Umar mengadukan peristiwa dia dengan keluarganya yaitu sang isteri yang tidak bisa dibentuk atau diarahkan ke jalan yang benar, pertengkaran selalu terjadi dalam rumah tangga. Kalaulah satu minggu ada tujuh hari, hanya satu hari saja adanya gencatan senjata [damai]. Dia datang dengan maksud minta nasehat Umar, bagaimana atau resep apa yang bagus untuk mengatasi hal itu.

            Baru saja dia sampai di pintu gerbang rumah Umar, dia dikejutkan oleh keributan dalam rumah tersebut. Jelas betul bahwa keributan itu dialami oleh Umar dan isterinya, dia perhatikan agak lama akhirnya mengambil kesimpulan untuk mengurungkan niatnya kembali saja pulang. Rupanya Umar melihat tamu di luar yang akan pulang, dipanggilnya tamu itu dipersilahkan masuk serta terjadilah dialoq, ”Maksud kedatangan saya yaitu ingin minta nasehat Amirul Mukminin untuk keluarga kami, saya begitu sulit memberikan kebenaran dan menunjukkan isteri saya, sehingga sering dalam rumah terjadi pertikaian pendapat yang diakhiri dengan pertengkaran. Tapi setelah sampai disini saya melihat dalam rumah khalifah seperti apa yang saya alami, sehingga saya batalkan maksud saya”.

             Mendengar keluhan sahabatnya itu Umar menjawab, ”Saya memang orang yan ditakuti dalam masyarakat, orang segan kepada saya, tetapi setelah berada di rumah maka saya adalah orang yang lemah, keluarga saya terutama isteri tidak akut dan segan kepada saya, kita senasib ya sahabat”.

            Itulah sebuah gambaran bahwa keperkasaan seorang suami, kehebatannya di masyarakat belum tentu perkasa dan hebat dalam rumah tangga untuk menyampaikan misi da’wahnya. Tantangan ini selalu hadir dan dihadapi oleh da’i atau mubaligh, penentang misinya kebanyakan adalah orang yang dicintainya serta lebih dekat dengannya. Apakah seorang da’i tersebut akan tetap berda’wah  atau mundur karena dia tidak mampu membina keluarganya. Tidaklah demikian sebagaimana dengan nabi Nuh bersama kaumnya walaupun anaknya sendiri menentang, bagaimana nabi Ibrahim meskipun dimusuhi oleh ayahnya sendiri dan bagaimana dengan nabi Muhammad yang selalu dikejar bahkan nyaris dibunuh oleh Abu Lahab seorang pamannya, orang yang dekat denganya yang seharusnya menerima dukungan dan pembelaan.

Jalan dakwah ini pasti dipenuhi dengan beragam kesulitan, hambatan, rintangan, tribulasi. Para aktifisnya akan berhadapan dengan beragam mihnah, sebagaimana para dai generasi sebelumnya sejak Rasulullah dan para sahabatnya, tabi’in, tabiit tabi’in, dan seterusnya.
Di antara mihnah itu ada yang berupa ejekan, gelombang fitnah, teror fisik, manisnya rayuan, tekanan keluarga, keterbatasan ekonomi, kemapanan, sampai kekuasaan. Kader dakwah harus tegar dalam menghadapi semua mihnah itu.

Agar tegar dalam menghadapi ejekan, sadarilah bahwa ejekan kepada Rasulullah jauh lebih hebat; maka biarkan saja semua orang mengejek, tidak perlu diladeni. Agar tegar dalam menghadapi fitnah, tetaplah bekerja dan beramal maka umat akan tahu siapa yang benar dan siapa yang tukang fitnah. Agar tegar dalam menghadapi teror fisik, tawakallah kepada Allah dan berdoalah senantiasa, di samping persiapan lain yang juga perlu dilakukan oleh struktur dakwah. Agar tegar dalam menghadapi manisnya rayuan, jagalah keikhlasan dan senantiasa memperbarui niat, waspada dan tetap bersama jamaah. 

Agar tegar dalam menghadapi tekanan keluarga, ketegasan harus diutamakan . Iman tidak bisa ditukar dengan keluarga, jika memang itu pilihannya. Agar tegar dalam kondisi kekurangan/keterbatasan ekonomi, bersabar adalah kuncinya. Kekuatan ukhuwah sesama aktivis dakwah juga berperan penting untuk menjaga kita tetap tegar. Agar tegar dalam kemapanan harus memiliki paradigma semakin banyak kekayaan, semakin banyak kontribusi bagi dakwah. Maka yang diteladani adalah Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Agar tegar di puncak kekuasaan, kelurusan orientasi perjuangan, ketaatan pada manhaj dakwah Rasulullah dan keyakinan akan janji-janji-Nya. Dan pada semua mihnah, kedekatan dengan Allah dan tawakal kepada-Nya merupakan kunci utama agar tegar di jalan dakwah![Abu Nida,  Resensi Buku, Tegar di Jalan Dakwah, dakwatuna.com.13/12/2010 | 06 Muharram 1432 H].

            Kemangan da’wah tidaklah datang dengan sendirinya, dia harus diperjuangkan melalui kerja yang nyata, pengerahan dana yang tidak sedikit, selain itu kemenangan da’wah tidak terlepas dari amal-amal harian yang harus dikerjakan oleh para pendukung da’wah ini.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS al-Hajj: 40-41)

Ini adalah janji yang Allah ungkapkan berulang kali. Di surat Muhammad, Allah bersabda:Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad: 7)

Siapapun yang konsekuen membela agama ini Allah member jaminan kemenangan. “Jika Allah menolong kamu, Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.”
Ayat di atas adalah janji Allah yang pasti terjadi. Hati yang beriman, jiwa yang penuh dengan cahaya bashirah akan menangkap firman Allah ini sebagai jaminan yang pasti dipenuhi. Tidak tersisa sedikitpun keraguan bahwa pembela agama Allah pasti akan mendapatkan kemenangan.

Tapi ternyata Allah memberikan criteria yang cukup spesifik. Sederhana dan jelas. Empat kriterianya: mendirikan sholat, menunaikan zakat, memerintahkan kepada yang ma’ruf, dan melarang dari yang munkar.[Fahmi Islam Jiwanto, MA , Syarat Kemenangan Dalam Dakwah, Dakwatuna; 17/1/2008 | 07 Muharram 1429 H].

Dakwah itu memang tidak seusia manusia, dia akan tetap bergulir dari satu generasi hingga generasi berikutnya tanpa bisa dihalangi oleh siapapun, sejarah telah mengungkapkan kepada kita, bahwa siapa saja yang menentang dakwah pasti binasa cepat ataupun lambat. Orang yang berkecimpung dalam dakwah selain mendapatkan ujian berbagai macam jenisnya diapun mendapatkan pahala dari Allah sama sebagaimana pahala orang yang mengikuti dakwahnya, bahkan bila dia mampu untuk  menunjuki seseorang kepada hidayah, karena dia seseorang mendapat hidayah maka pahalanya seperti unta merah, kalau sekarang mungkin seukuran mobil mewah, yang akan diterima oleh para da’i, Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 29 Syawal 1434.H/05 September 2013].




Tidak ada komentar:

Posting Komentar