PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
PATUHI
PERINTAH DAN LARANGAN AGAMA
عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِي جُرْثُوْمِ بْنِ نَاشِرٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ
تَعَالَى فَرَضَ فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوْهَا، وَحَدَّ حُدُوْداً فَلاَ
تَعْتَدُوْهَا، وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلاَ تَنْتَهِكُوْهَا، وَسَكَتَ عَنْ
أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلاَ تَبْحَثُوا عَنْهَا.
[حديث حسن رواه الدارقطني وغيره] .
Dari Abi Tsa’labah Al Khusyani Jurtsum bin
Nasyir radhiallahuanhu, dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dia
berkata : Sesungguhnya Allah ta’ala telah menetapkan kewajiban-kewajiban, maka
janganlah kalian mengabaikannya, dan telah menetapkan batasan-batasannya
janganlah kalian melampauinya, Dia telah mengharamkan segala sesuatu, maka
janganlah kalian melanggarnya, Dia mendiamkan sesuatu sebagai kasih sayang buat
kalian dan bukan karena lupa jangan kalian mencari-cari tentangnya . (Hadits hasan riwayat Daruquthni
dan lainnya).
(Hadits ini
dikatagorikan sebagai hadits dho’if).
Lihat Qowa’id wa Fawa’id Minal Arbain An Nawawiah, karangan Nazim Muhammad
Sulthan, hal. 262. Lihat pula Misykatul Mashabih, takhrij Syaikh Al Albani, hadits no. 197, juz 1. Lihat
pula Jami’ Al Ulum wal Hikam, oleh
Ibnu Rajab).
Pembahasan;
Akhlak
terpuji seorang muslim diantaranya adalah penurut atau mudah diatur atas
segala aturan yang baik, selama aturan itu membawa kepada maslahat hidup
manusia maka mudah baginya untuk mengikuti, apalagi aturan itu datangnya dari
Allah Swt. Yang taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya hanya orang-orang
yang beriman dan bertaqwa saja.,”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul-Nya..”[An Nisa’ 4;59]
Ketaatan
seorang mukmin kepada Allah adalah mutlak, inilah inti dari tauhid, walaupun
beriman kepada Allah dengan mengutamakan ibadah tapi loyalitasnya kurang maka
keberadaan imannya dipertanyakan. Ketaatan seorang mukmin diukur oleh beberapa
hal;
Pertama,
ketaatan tanpa reserve yaitu ketaatan tanpa tawar menawar [24;51] berat maupun
ringan, dalam kondisi susah maupun senang semua itu akan dilakukan, ibarat
loyalnya seorang prajurit kepada komandannya, demikian pula seorang mukmin
sebenarnya adalah hizbullah atau pasukan Allah yang siap untuk dikirim
kemanapun juga demi melaksanakan tugas menegakkan agama Allah. ”Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin,
bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. "Kami
mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.’’ [An Nur 24;51]
Kedua,
ketaatan yang diminta juga adalah
ketaatan dalam semua lapangan kehidupan tanpa memisah-misahkannya antara satu
dengan lainnya, inilah yang disebut dengan kaffah yaitu melaksanakan syariat
islam secara integral dan menyeluruh [Al Baqarah 2;208]”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Ketiga,
ketaatan yang diharapkan adalah ketaatan yang tidak memilih-milih antara satu
hukum dengan lainnya, bukankah hukum islam itu satu dan utuh dan merupakan satu
kesatuan, satu saja kita ingkari berarti telah kafir terhadap semuanya;”Tidak ada satu keberatan
atas Nabi tentang apa yang ditetapkan Allah baginya”[ Al Ahzab 33;38] ”Tidak ada
suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya.
(Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang
telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti
berlaku,”
Keempat,
ketaatan yang diharapkan adalah ketaatan yang ajeg yaitu ketaatan yang
konsekwen, istiqamah dan mantap, jauh dari keragu-raguan, ibarat kokohnya bukit
karang di tengah lautan [Al Hasyr 59;7]
”Apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.
Dr.
Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw,
menyatakan tentang Penurut/mudah diatur;
Rasulullah
saw, selalu memesankan kepada umatnya agar bersikap mudah diatur, ramah, serta
berusaha mempermudah urusan orang lain karena hal tersebut akan berdampak
kepada berseminya rasa kasih sayang dan kedekatan. Jika masing-masing individu
dalam suatu masyarakat sudah merasa dekat dan sayang satu sama lain, maka akan
tercipta ketentraman dan kestabilan di dalamnya. Dalam hal ini Rasulullah saw,
bersabda,”Diharamkan dari api neraka setiap orang yang senantiasa bersikap
santun, lembut, serta dekat dengan orang banyak” [HR. Ahmad], [Gema Insani,
2007, hal 112].
Kepatuhan
dan ketaatan seorang muslim dalam menjalankan agamanya tidaklah semudah yang
kita sebutkan, banyak sekali yang menghalanginya seperti bisikan syaitan,
ajakan nafsu, rasa malas dan hal-hal lain sehingga ketaatannya kepada ajaran
Islam diabaikan.
ALLAH
SWT Mahatahu, bahwa kita memiliki kecenderungan lebih ringan kepada hawa nafsu
dan lebih berat kepada taat. Oleh karena itu, jika kita mendapat perintah dari
ALLAH, dalam bentuk apapun, si nafsu ada kecenderungan 'berat' melakukannya,
bahkan tak segan-segan untuk menolaknya. Misal; sholat, kecenderungannya ingin
dilambatkan. Shaf saja, orang yang berebutan shaf pertama itu tidak banyak,
amati saja bahwa shaf belakang cenderung lebih banyak diminati. Perintah sholat
banyak yang melakukan, tapi belum tentu semuanya tepat waktu, yang tepat waktu
juga belum tentu bersungguh-sungguh khusu'. Bahkan ada kalanya - mungkin kita
yang justru menikmati shalat dengan pikiran yang melantur, melayang-layang tak
karuan, sehingga tak jarang banyak program atau urusan duniawi lainnya yang
kita selesaikan dalam shalat. Dan yang lebih parah lagi, kita tidak merasa
bersalah.
Saat
menafkahkan rizki untuk sedekah, maka si nafsu akan membuat seakan-akan sedekah
itu akan mengurangi rizki kita, bahkan pada lintasan berikutnya sedekah ini
akan dianggap membuat kita tidak punya apa-apa. Padahal, sungguh sedekah tiak
akan mengurangi rizki, bahkan akan menambah rizki kita. Namun, karena nafsu
tidak suka kepada sedekah, maka jajan justru lebih disukai.
Sungguh,
kita telah diperdaya dengan rasa malas ini. Bahkan saat malas beribadah, otak
kita pun dengan kreatif akan segera berputar untuk mencari dalih ataupun alasan
yang dipandang "logis dan rasional". Sehingga apa-apa yang tidak kita
lakukan karena malas, seolah-olah mendapat legitimasi karena alasan kita yang
logis dan rasional itu, bukan semata-mata karena malas. Ah, betapa hawa nafsu
begitu pintar mengelabui kita. Lalu, bagaimana, cara kita mengatasi semua
kecenderungan negatif diri kita ini ?
Cara
paling baik yang harus kita lakukan adalah kegigihan kita melawan kemalasan
diri ini, karena kecenderungan malas kalau mau diikuti terus-menerus tidak akan
ada ujungnya, bahkan akan terus membelit kita menjadi seorang pemalas kelas
berat, naudzubillah. Berangkat ke Mesjid, maunya dilambat-lambat, maka lawan !
Berangkat saja. Ketika terlintas, nanti saja wudlunya di Mesjid. Lawan ! Di
Mesjid banyak orang, segera lakukan wudlu di rumah saja! Itu sunah. Sungguh
orang yang wudhu di rumah lalu bergegas melangkahkan kakinya ke Mesjid untuk
sholat, maka setiap langkahnya adalah penggugur dosa dan pengangkat derajat.
Sampai
di Mesjid paling nikmat duduk di tempat yang memudahkan dia keluar dari Mesjid,
bahkan kadangkala tak sungkan untuk menghalangi orang lewat. Lebih-lebih lagi
bila memakai sendal bagus, ia akan berusaha sedekat mungkin dengan sendalnya,
dengan alasan takut dicuri orang. Begitulah nafsu, sungguh bagi orang yang
ingin kebaikan, dia akan berusaha agar duduknya tidak menjadi penghalang bagi
orang lain. Maka akan dicarinyalah shaf yang paling depan, shaf yang paling
utama.
Sesudah
sholat, ketika mau dzikir, kadang terlintas urusan pekerjaan yang harus
diselesaikan, maka bagi yang tekadnya kurang kuat ia akan segera ngeloyor
pergi, padahal zikir tidak lebih dari sepuluh menit, ngobrol saja lima belas
menit masih dianggap ringan. Atau ada juga yang sampai pada tahap zikir,
diucapnya berulang-ulang, subhaanallah subhaanallah, tapi pikiran melayang
kemana saja. Anehnya lagi kalau memikirkan "Dia Si Jantung Hati",
konsentrasinya sungguh luar biasa. Kenapa misalnya, mengucap subhaanallah 33x yang
sadar mengucapkannya, cuma satu kali? Atau ingatlah saat kita akan berdoa,
kadang kita malas, ada saja alasan untuk tidak berdoa, walaupun dilakukan, akan
dengan seringkas mungkin. Padahal demi ALLAH dzikir-dzikir yang kita ucapkan
akan kembali pada diri kita juga.
Oleh
karena itu, bila muncul rasa malas untuk beribadah, itu berarti hawa nafsu
berupa malas sedang merasuk menguasai hati. Segeralah lawan dengan mengerahkan
segenap kemampuan yang ada, dengan cara segera melakukan ibadah yang dimalaskan
tersebut. Sekali lagi, bangun dan lawan ! Insya Allah itu akan lebih dekat
kepada ketaatan.[KH. Abdullah Gymnastiar, Manajemen Qalbu, Paksakan diri untuk
berbuat taat].
Ketaatan seorang muslim kepada Allah harus juga diujudkan
melalui ketaatan kepada yang lain seperti ketaatan kepada Rasul dan ketaatan
kepada orang-orang mukmin, ketaatan kepada orangtua dan ketaatan kepada para
pemimpin. Kita boleh taat kepada siapapun dalam rangka mentaati Allah, ketaatan
kepada siapapun tidak boleh bila ketaatan itu untuk bermaksiat kepada Allah.
AllOh
memeRintahkan kepada paRa pemimpin kaum muslimin untuk menunaikan beban di
pundak meReka beRupa amanat Rakyat. Hendaklah meReka
menegakkan hukum dengan adil, menegakkan hukuman dan mencegah ahli maksiat daRi
kemaksiatannya. Hendaklah meReka mempeRhatikan Rakyat, tidak membebani apa yang
membeRatkan umat. AllOh beRfiRman: ” dan
Rendahkanlah diRimu teRhadap ORang-ORang yang mengikutimu, yaitu ORang-ORang
yang beRiman. (QS. Asy-Syua’RO[26]: 215)
Demikian pula AllOh memeRintahkan
kepada Rakyat agaR mendengaR dan taat kepada pemimpin. Menaati meReka dalam
peRkaRa yang dipeRintahkan atau yang dilaRang, selagi peRintah itu tidak
memaksiati AllOh. AllOh beRfiRman: ”Hai
ORang-ORang yang beRiman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amRi di antaRa kamu. Kemudian jika kamu beRlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al QuRan) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benaR-benaR beRiman kepada Allah dan haRi kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’[4]: 59).
Kewajiban menaati pemimpin kaum
muslimin adalah sebuah aqidah dalam agama ini, yaitu keyakinan beRagama seORang
muslim kepada RObbnya. Apabila seORang penguasa atau pemimpin memeRintahkannya
dengan suatu peRintah maka wajib untuk dilaksanakan, selama tidak memaksiati
AllOh, dan jika pemimpin melaRang sesuatu, wajib untuk beRhenti dan
meninggalkannya.
Pemimpin adalah paRa ulama dan paRa
penguasa. Menaati meReka membawa kebaikan agama dan dunia, dan menyelisihi
meReka adalah keRusakan agama dan dunia. PaRa pemimpin adalah ibaRat peRisai,
melindungi jalan-jalan kaum muslimin daRi ORang-ORang yang ingin meRampOk,
mengambil haRta, membunuh atau meRusak kehORmatan, mencegah ORang yang ingin
meRusak keamanan, meReka memimpin Rakyat ketika beRjihad di jalan AllOh,
membela haRta dan kehORmatan.
KaRena peRtimbangan besaRnya manfaat
dan kebaikan ini, maka paRa ulama mengatakan wajibnya menaati penguasa walaupun
dia ORang yang fasiq. Apabila dia shOlat mengimami manusia wajib shOlat
beRsamanya.
Sebagaimana wajib menaati paRa
pemimpin maka wajib pula untuk menasehati meReka, menampakkan kebaikan meReka
dan menyembunyikan kejelekan meReka. HaRam beRbicaRa yang dapat menyebabkan
kemaRahan hati meReka. BaRangsiapa yang tidak mampu untuk menasehati, maka
dO’akanlah kebaikan bagi meReka.
Sebagaimana seluRuh waRga negaRa
wajib menaati pemimpin, demikian pula halnya dengan paRa pendatang. MeReka
wajib untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan negaRa beRupa syaRat-syaRat
bagi pendatang. Janganlah meReka membuat keRusakan di muka bumi, jangan
menyebaRkan peRkataan yang beRacun, jangan menipu ketika bekeRja. BaRangsiapa
yang menyelisihi syaRat-syaRat yang telah ditetapkan, atau membantu ORang untuk
menyelisihi syaRat-syaRat ini, maka dia telah beRmaksiat kepada pemimpin. Dalam
sebuah hadits RasulullOh beRsabda”
”BaRang siapa
yang menaatiku maka telah menaati AllOh. Dan baRangsiapa yang memaksiatiku maka
telah memaksiati AllOh. BaRangsiapa yang menaati pemimpin maka telah menaatiku,
dan baRang siapa yang memaksiati pemimpin maka telah memaksiatiku.’’ (HR. BukhaRi)
Dalam hadits yang lain ROsulullOh shOllallahu ‘alaihi wa
sallam beRsabda: ”Sesungguhnya akan ada sesudahku paRa pemimpin yang
mementingkan diRi sendiRi dan akan teRlihat suatu peRkaRa yang kalian ingkaRi.
PaRa shahabat beRtanya: “Wahai ROsulullOh
apa yang anda peRintahkan jika kami menjumpai hal itu?, Nabi menjawab;
Tunaikanlah hak yang diwajibkan atas kalian dan mintalah kepada AllOh hak
kalian.” (HR. Muslim,).
Dalam hadits yang lain ROsulullOh shOllallahu
‘alaihi wa sallam beRsabda, Wajib bagi seORang muslim untuk mendengaR dan taat
dalam peRkaRa apa yang dia senangi dan yang dibenci kecuali apabila dipeRintah
beRbuat maksiat. Apabila (pemimpin) memeRintahkan kemaksiatan, maka tidak usah
mendengaR dan taat.[Taat Kepada Pemimpin, Majalah Al-FuRqOn, Edisi 8 TahunVI (Mei 2007),Compiled by oRiDo™ ].
Para sahabat Rasulullah telah mencontohkan kepada kita
bagaimana ketaatan mereka kepada Allah, Rasul dan para pemimpinnya, sebagai
contoh dikala ada perintah untuk meninggalkan minuman khamar maka ketika itu
semua gentong, tempat-tempat air yang mengandung khamar ditumpahkan bahkan ada
gelas sedang berada di bibir mereka lansung dicampakkan, begitu ketika ada
perintah untuk memakai jilbab bagi para wanitanya, mereka lansung merobek kain
hordeng jendela dan taplak meja dijadikan sebagai jilbab untuk menutup aurat,
itu semua ujud dari ketaatan kepada perintah Allah.
Bila ummat islam tidak lagi mentaati Allah berarti mereka
berada dalam radius maksiat, kemaksiatan yang dilakukan mengundang bencana yang
berujud kepada kehancuran dan kesengsaraan.Sangat banyak
ayat Al-Qur’an bercerita tentang bagaimana Allah menghancurkan dan mengazab
umat-umat terdahulu. Di antaranya seperti yang Allah jelaskan dalam surat
Adz-Zdariyat [51] ayat 31 sampai 51. Dari
20 ayat tersebut dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :
- Allah mengazab umat Nabi Luth yang mengikutkan syahwat sex mereka yang menyimpang (homo sex) dan tidak mau peduli dengan sistem dan aturan Allah dalam menyalurkan hasrat sex mereka dan bahkan menyebarkannya kepada masyarakat luas sebagai sebuah kebenaran. Lalu Allah turunkan kepada mereka hujan batu bersal dari tanah yang bisa saja berasal dari gunung merapi saat itu. Lalu mereka terbakar, mati dan hancur semuanya kecuali satu keluarga yang Allah selamatkan, keluarga nabi Luth selain istrinya yang durhaka.
- Allah mengazab dan menghancurkan Fir’aun dan prajuritnya yang terkenal gagah perkasa. Betapa tidak, dengan kepongahanya, Fir’aun bukan hanya menolak dakwah nabi Musa, melainkan ingin membunuhnya dan mebrengus ajarannya yang datang dari Allah, dengan cara membunuh Musa dan pengikutnya. Namun, sesuai scenario Allah, Allah perintahkan Nabi Musa untuk lari ke pinggir laut merah agar Fir’aun dan pasukannya mengejar mereka ke sana. Tanpa diduga sama sekali oleh Fir’aun dan prajuritnya, di laut merah itulah tempat mereka menghembuskan nafas terakhir.. Inilah cara Allah menghancurkan pemimpin dan pasukannya yang sombong itu dan tidak mau bertaubat dan kembali kepda Allah.
- Kaum ‘Ad Allah hancurkan pula dengan angin kencang yang menusuk daging selama 7 malam dan delapan hari sehingga tercerabutlah tulang-tulang mereka dari daging sehingga mereka binasa semua dalam keadaan berglimpangan. Azab itu turun juga karena mereka durhaka kepada Allah dan Nabi-Nya.
- Kaum Tsamud juga Allah hancurkan dengan petir keras sekali sehingga mereka berjatuhan dan tidak mampu lagi bangkit untuk selama-lamanya. Azab ini juga Allah timpakan karena mereka membangkang kepada ajaran Allah dan Nabi-Nya.
- Demikian pula dengan kaum Nuh sebelum kaum-kaum tersebut. Mereka Allah hancurkan dengan menciptakan banjir besar sehingga mereka tenggelam semuanya, kecuali para pengikut nabuh Nuh yang beriman dan taat pada Allah dan nabi-Nya.
Dari
kisah kehancuran lima kaum tersebut di atas, penyebabnya hanya satu, yakni
membangkang kepada sistem dan aturan Allah yang diamanahkan kepada para
Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat mereka masing-masing. Pembangkangan
tersebut bisa melalui pola sex menyimpang (homosex dan lesby), atau disebabkan
penyimpangan lainnya seperti yang terkait dengan akidah yang dilakukan umat
nabi Nuh yang menyembah kuburan orang-orang sholeh, atau kesombongan yang
dilakukan oleh Fir’aun dan para pengikut dan pasukannya.
Disamping
itu, ayat-ayat tersebut bukan hanya menceritakan sebab-sebab kehancuran mereka,
akan tetapi juga memberikan solusi efektif agar tidak ditimpakan Allah berbagai
azab seperti yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu. Solusinya ialah :
kembali kepada Allah dengan berlari seperti yang Allah tawarkan pada ayat ke
50. Kembali kepada-Nya dengan mentaati semua perintah dan menjauhi semua
larangan-Nya. Sebagai bukti utama dan terutama dari kembali kepada Allah itu
ialah tidak menyekutukan-Nya dalam penciptaan dan perbutan-Nya (rububiyyah),
ibadah (uluhiyyah) dan nama-nama (nama-nama) dan sifat-sifat-Nya.
Inilah
satu-satunya solusi yang harus kita ambil jika kita ingin menyelamatkan negeri
dan umat ini dari azab Allah berupa berbagai bencana yang ditimpakan-Nya kepada
kita. Membangun satu gaya hidup menyimpang dari aturan Allah, apapun bentuknya,
adalah undangan turunnya azab Allah. Lalu babagimana dengan berbagai gaya hidup
menyimpang yang sekarang marak dilakukan oleh sebagian masyarakat kita?
Tentulah azab itu akan datang dengan berbagai macam pula. Sebelum terlambat,
mari kita berlari menuju Allah dengan mentaati semua sistemnya. Pada waktu yang
sama, kita buang jauh-jauh sistem hidup yang tidak diridhai Allah, bagaimanapun
beratnya. Dengan demikian insya Allah kita selamat dunia dan akhirat.[Ustadz Fathuddin Ja'far, MA, Berlarilah Kepada Allah, Eramuslim.com,
Rabu, 10/11/2010 17:34 WIB].
Orang
yang taat, patuh, menurut atas segala perintah Allah dan mudah diatur oleh
aturan yang benar maka hidupny akan selamat, kenapa banyak musibah kecelakaan
lalu lintas di jalan raya apalagi pada saat ramainya masa melakukan mudik di
hari lebaran, karana tidak patuh dengan aturan yang diberikan untuk pengendara,
seperti jangan ngebut di jalan raya, tidak terlalu banyak beban yang dibawa,
tidak mengkonsumsi narkoba dan miras apalagi saat mengendara. Bila aturan ini
diikuti oleh masyarakat maka dapat ditekan jumlah kecelakaan di jalan raya,
karena memang banyak masyarakat yang selamat di jalan raya karena mereka patuh
dengan aturan dan menurut dengan
undang-undang, demikian pula halnya, orang-orang yang akan selamat hidupnya di
alam akherat kelak adalah orang-orang yang patuh, taat, menurut dan mudah
diatur oleh aturan Allah, Wallahu A’lam [Cubadak Solok, 19 Februari 2012.M/ 26
Rabi’ul Awal 1433.H].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar