Rabu, 20 November 2013

30. Patuhi Perintah dan Larangan Agama



PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

PATUHI PERINTAH DAN LARANGAN AGAMA
عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِي جُرْثُوْمِ بْنِ نَاشِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى فَرَضَ فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوْهَا، وَحَدَّ حُدُوْداً فَلاَ تَعْتَدُوْهَا، وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلاَ تَنْتَهِكُوْهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلاَ تَبْحَثُوا عَنْهَا.
[حديث حسن رواه الدارقطني وغيره] .
Dari Abi Tsa’labah Al Khusyani Jurtsum bin Nasyir radhiallahuanhu, dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dia berkata : Sesungguhnya Allah ta’ala telah menetapkan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kalian mengabaikannya, dan telah menetapkan batasan-batasannya janganlah kalian melampauinya, Dia telah mengharamkan segala sesuatu, maka janganlah kalian melanggarnya, Dia mendiamkan sesuatu sebagai kasih sayang buat kalian dan bukan karena lupa jangan kalian mencari-cari tentangnya . (Hadits hasan riwayat Daruquthni dan lainnya).
            (Hadits ini dikatagorikan sebagai hadits dho’if). Lihat Qowa’id wa Fawa’id Minal Arbain An Nawawiah, karangan Nazim Muhammad Sulthan, hal. 262. Lihat pula Misykatul Mashabih, takhrij Syaikh Al Albani, hadits no. 197, juz 1. Lihat pula Jami’ Al Ulum wal Hikam, oleh Ibnu Rajab).
Pembahasan;
Akhlak  terpuji seorang muslim diantaranya adalah penurut atau mudah diatur atas segala aturan yang baik, selama aturan itu membawa kepada maslahat hidup manusia maka mudah baginya untuk mengikuti, apalagi aturan itu datangnya dari Allah Swt. Yang taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya hanya orang-orang yang beriman dan bertaqwa saja.,”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya..”[An Nisa’ 4;59]
Ketaatan seorang mukmin kepada Allah adalah mutlak, inilah inti dari tauhid, walaupun beriman kepada Allah dengan mengutamakan ibadah tapi loyalitasnya kurang maka keberadaan imannya dipertanyakan. Ketaatan seorang mukmin diukur oleh beberapa hal;

Pertama, ketaatan tanpa reserve yaitu ketaatan tanpa tawar menawar [24;51] berat maupun ringan, dalam kondisi susah maupun senang semua itu akan dilakukan, ibarat loyalnya seorang prajurit kepada komandannya, demikian pula seorang mukmin sebenarnya adalah hizbullah atau pasukan Allah yang siap untuk dikirim kemanapun juga demi melaksanakan tugas menegakkan agama Allah. ”Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.’’ [An Nur 24;51]

Kedua, ketaatan yang  diminta juga adalah ketaatan dalam semua lapangan kehidupan tanpa memisah-misahkannya antara satu dengan lainnya, inilah yang disebut dengan kaffah yaitu melaksanakan syariat islam secara integral dan menyeluruh [Al Baqarah 2;208]”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.

Ketiga, ketaatan yang diharapkan adalah ketaatan yang tidak memilih-milih antara satu hukum dengan lainnya, bukankah hukum islam itu satu dan utuh dan merupakan satu kesatuan, satu saja kita ingkari berarti telah kafir  terhadap semuanya;”Tidak ada satu keberatan atas Nabi tentang apa yang ditetapkan Allah baginya”[ Al Ahzab 33;38] ”Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku,”

Keempat, ketaatan yang diharapkan adalah ketaatan yang ajeg yaitu ketaatan yang konsekwen, istiqamah dan mantap, jauh dari keragu-raguan, ibarat kokohnya bukit karang di tengah lautan [Al Hasyr 59;7]

”Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.

Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan tentang Penurut/mudah diatur;
Rasulullah saw, selalu memesankan kepada umatnya agar bersikap mudah diatur, ramah, serta berusaha mempermudah urusan orang lain karena hal tersebut akan berdampak kepada berseminya rasa kasih sayang dan kedekatan. Jika masing-masing individu dalam suatu masyarakat sudah merasa dekat dan sayang satu sama lain, maka akan tercipta ketentraman dan kestabilan di dalamnya. Dalam hal ini Rasulullah saw, bersabda,”Diharamkan dari api neraka setiap orang yang senantiasa bersikap santun, lembut, serta dekat dengan orang banyak” [HR. Ahmad], [Gema Insani, 2007, hal 112].

Kepatuhan dan ketaatan seorang muslim dalam menjalankan agamanya tidaklah semudah yang kita sebutkan, banyak sekali yang menghalanginya seperti bisikan syaitan, ajakan nafsu, rasa malas dan hal-hal lain sehingga ketaatannya kepada ajaran Islam diabaikan.

            ALLAH SWT Mahatahu, bahwa kita memiliki kecenderungan lebih ringan kepada hawa nafsu dan lebih berat kepada taat. Oleh karena itu, jika kita mendapat perintah dari ALLAH, dalam bentuk apapun, si nafsu ada kecenderungan 'berat' melakukannya, bahkan tak segan-segan untuk menolaknya. Misal; sholat, kecenderungannya ingin dilambatkan. Shaf saja, orang yang berebutan shaf pertama itu tidak banyak, amati saja bahwa shaf belakang cenderung lebih banyak diminati. Perintah sholat banyak yang melakukan, tapi belum tentu semuanya tepat waktu, yang tepat waktu juga belum tentu bersungguh-sungguh khusu'. Bahkan ada kalanya - mungkin kita yang justru menikmati shalat dengan pikiran yang melantur, melayang-layang tak karuan, sehingga tak jarang banyak program atau urusan duniawi lainnya yang kita selesaikan dalam shalat. Dan yang lebih parah lagi, kita tidak merasa bersalah. 

Saat menafkahkan rizki untuk sedekah, maka si nafsu akan membuat seakan-akan sedekah itu akan mengurangi rizki kita, bahkan pada lintasan berikutnya sedekah ini akan dianggap membuat kita tidak punya apa-apa. Padahal, sungguh sedekah tiak akan mengurangi rizki, bahkan akan menambah rizki kita. Namun, karena nafsu tidak suka kepada sedekah, maka jajan justru lebih disukai. 

Sungguh, kita telah diperdaya dengan rasa malas ini. Bahkan saat malas beribadah, otak kita pun dengan kreatif akan segera berputar untuk mencari dalih ataupun alasan yang dipandang "logis dan rasional". Sehingga apa-apa yang tidak kita lakukan karena malas, seolah-olah mendapat legitimasi karena alasan kita yang logis dan rasional itu, bukan semata-mata karena malas. Ah, betapa hawa nafsu begitu pintar mengelabui kita. Lalu, bagaimana, cara kita mengatasi semua kecenderungan negatif diri kita ini ? 

Cara paling baik yang harus kita lakukan adalah kegigihan kita melawan kemalasan diri ini, karena kecenderungan malas kalau mau diikuti terus-menerus tidak akan ada ujungnya, bahkan akan terus membelit kita menjadi seorang pemalas kelas berat, naudzubillah. Berangkat ke Mesjid, maunya dilambat-lambat, maka lawan ! Berangkat saja. Ketika terlintas, nanti saja wudlunya di Mesjid. Lawan ! Di Mesjid banyak orang, segera lakukan wudlu di rumah saja! Itu sunah. Sungguh orang yang wudhu di rumah lalu bergegas melangkahkan kakinya ke Mesjid untuk sholat, maka setiap langkahnya adalah penggugur dosa dan pengangkat derajat. 

Sampai di Mesjid paling nikmat duduk di tempat yang memudahkan dia keluar dari Mesjid, bahkan kadangkala tak sungkan untuk menghalangi orang lewat. Lebih-lebih lagi bila memakai sendal bagus, ia akan berusaha sedekat mungkin dengan sendalnya, dengan alasan takut dicuri orang. Begitulah nafsu, sungguh bagi orang yang ingin kebaikan, dia akan berusaha agar duduknya tidak menjadi penghalang bagi orang lain. Maka akan dicarinyalah shaf yang paling depan, shaf yang paling utama. 

Sesudah sholat, ketika mau dzikir, kadang terlintas urusan pekerjaan yang harus diselesaikan, maka bagi yang tekadnya kurang kuat ia akan segera ngeloyor pergi, padahal zikir tidak lebih dari sepuluh menit, ngobrol saja lima belas menit masih dianggap ringan. Atau ada juga yang sampai pada tahap zikir, diucapnya berulang-ulang, subhaanallah subhaanallah, tapi pikiran melayang kemana saja. Anehnya lagi kalau memikirkan "Dia Si Jantung Hati", konsentrasinya sungguh luar biasa. Kenapa misalnya, mengucap subhaanallah 33x yang sadar mengucapkannya, cuma satu kali? Atau ingatlah saat kita akan berdoa, kadang kita malas, ada saja alasan untuk tidak berdoa, walaupun dilakukan, akan dengan seringkas mungkin. Padahal demi ALLAH dzikir-dzikir yang kita ucapkan akan kembali pada diri kita juga. 

Oleh karena itu, bila muncul rasa malas untuk beribadah, itu berarti hawa nafsu berupa malas sedang merasuk menguasai hati. Segeralah lawan dengan mengerahkan segenap kemampuan yang ada, dengan cara segera melakukan ibadah yang dimalaskan tersebut. Sekali lagi, bangun dan lawan ! Insya Allah itu akan lebih dekat kepada ketaatan.[KH. Abdullah Gymnastiar, Manajemen Qalbu, Paksakan diri untuk berbuat taat].
Ketaatan seorang muslim kepada Allah harus juga diujudkan melalui ketaatan kepada yang lain seperti ketaatan kepada Rasul dan ketaatan kepada orang-orang mukmin, ketaatan kepada orangtua dan ketaatan kepada para pemimpin. Kita boleh taat kepada siapapun dalam rangka mentaati Allah, ketaatan kepada siapapun tidak boleh bila ketaatan itu untuk bermaksiat kepada Allah.

AllOh memeRintahkan kepada paRa pemimpin kaum muslimin untuk menunaikan beban di pundak meReka beRupa amanat Rakyat. Hendaklah meReka menegakkan hukum dengan adil, menegakkan hukuman dan mencegah ahli maksiat daRi kemaksiatannya. Hendaklah meReka mempeRhatikan Rakyat, tidak membebani apa yang membeRatkan umat. AllOh beRfiRman: ” dan Rendahkanlah diRimu teRhadap ORang-ORang yang mengikutimu, yaitu ORang-ORang yang beRiman. (QS. Asy-Syua’RO[26]: 215)

 Demikian pula AllOh memeRintahkan kepada Rakyat agaR mendengaR dan taat kepada pemimpin. Menaati meReka dalam peRkaRa yang dipeRintahkan atau yang dilaRang, selagi peRintah itu tidak memaksiati AllOh. AllOh beRfiRman: ”Hai ORang-ORang yang beRiman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amRi di antaRa kamu. Kemudian jika kamu beRlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al QuRan) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benaR-benaR beRiman kepada Allah dan haRi kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’[4]: 59).

 Kewajiban menaati pemimpin kaum muslimin adalah sebuah aqidah dalam agama ini, yaitu keyakinan beRagama seORang muslim kepada RObbnya. Apabila seORang penguasa atau pemimpin memeRintahkannya dengan suatu peRintah maka wajib untuk dilaksanakan, selama tidak memaksiati AllOh, dan jika pemimpin melaRang sesuatu, wajib untuk beRhenti dan meninggalkannya.

 Pemimpin adalah paRa ulama dan paRa penguasa. Menaati meReka membawa kebaikan agama dan dunia, dan menyelisihi meReka adalah keRusakan agama dan dunia. PaRa pemimpin adalah ibaRat peRisai, melindungi jalan-jalan kaum muslimin daRi ORang-ORang yang ingin meRampOk, mengambil haRta, membunuh atau meRusak kehORmatan, mencegah ORang yang ingin meRusak keamanan, meReka memimpin Rakyat ketika beRjihad di jalan AllOh, membela haRta dan kehORmatan.

 KaRena peRtimbangan besaRnya manfaat dan kebaikan ini, maka paRa ulama mengatakan wajibnya menaati penguasa walaupun dia ORang yang fasiq. Apabila dia shOlat mengimami manusia wajib shOlat beRsamanya.
 Sebagaimana wajib menaati paRa pemimpin maka wajib pula untuk menasehati meReka, menampakkan kebaikan meReka dan menyembunyikan kejelekan meReka. HaRam beRbicaRa yang dapat menyebabkan kemaRahan hati meReka. BaRangsiapa yang tidak mampu untuk menasehati, maka dO’akanlah kebaikan bagi meReka.

 Sebagaimana seluRuh waRga negaRa wajib menaati pemimpin, demikian pula halnya dengan paRa pendatang. MeReka wajib untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan negaRa beRupa syaRat-syaRat bagi pendatang. Janganlah meReka membuat keRusakan di muka bumi, jangan menyebaRkan peRkataan yang beRacun, jangan menipu ketika bekeRja. BaRangsiapa yang menyelisihi syaRat-syaRat yang telah ditetapkan, atau membantu ORang untuk menyelisihi syaRat-syaRat ini, maka dia telah beRmaksiat kepada pemimpin. Dalam sebuah hadits RasulullOh beRsabda”
”BaRang siapa yang menaatiku maka telah menaati AllOh. Dan baRangsiapa yang memaksiatiku maka telah memaksiati AllOh. BaRangsiapa yang menaati pemimpin maka telah menaatiku, dan baRang siapa yang memaksiati pemimpin maka telah memaksiatiku.’’ (HR. BukhaRi) 

Dalam hadits yang lain ROsulullOh shOllallahu ‘alaihi wa sallam beRsabda: ”Sesungguhnya akan ada sesudahku paRa pemimpin yang mementingkan diRi sendiRi dan akan teRlihat suatu peRkaRa yang kalian ingkaRi. PaRa shahabat beRtanya: “Wahai ROsulullOh apa yang anda peRintahkan jika kami menjumpai hal itu?, Nabi menjawab; Tunaikanlah hak yang diwajibkan atas kalian dan mintalah kepada AllOh hak kalian.” (HR. Muslim,).

 Dalam hadits yang lain ROsulullOh shOllallahu ‘alaihi wa sallam beRsabda, Wajib bagi seORang muslim untuk mendengaR dan taat dalam peRkaRa apa yang dia senangi dan yang dibenci kecuali apabila dipeRintah beRbuat maksiat. Apabila (pemimpin) memeRintahkan kemaksiatan, maka tidak usah mendengaR dan taat.[Taat Kepada Pemimpin, Majalah Al-FuRqOn, Edisi 8 TahunVI (Mei 2007),Compiled by oRiDo™ ].
Para sahabat Rasulullah telah mencontohkan kepada kita bagaimana ketaatan mereka kepada Allah, Rasul dan para pemimpinnya, sebagai contoh dikala ada perintah untuk meninggalkan minuman khamar maka ketika itu semua gentong, tempat-tempat air yang mengandung khamar ditumpahkan bahkan ada gelas sedang berada di bibir mereka lansung dicampakkan, begitu ketika ada perintah untuk memakai jilbab bagi para wanitanya, mereka lansung merobek kain hordeng jendela dan taplak meja dijadikan sebagai jilbab untuk menutup aurat, itu semua ujud dari ketaatan kepada perintah Allah.

Bila ummat islam tidak lagi mentaati Allah berarti mereka berada dalam radius maksiat, kemaksiatan yang dilakukan mengundang bencana yang berujud kepada kehancuran dan kesengsaraan.Sangat banyak ayat Al-Qur’an bercerita tentang bagaimana Allah menghancurkan dan mengazab umat-umat terdahulu. Di antaranya seperti yang Allah jelaskan dalam surat Adz-Zdariyat [51] ayat 31 sampai 51.  Dari 20 ayat tersebut dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :
  1. Allah mengazab umat Nabi Luth yang mengikutkan syahwat sex mereka yang menyimpang (homo sex) dan tidak mau peduli dengan sistem dan aturan Allah dalam menyalurkan hasrat sex mereka dan bahkan menyebarkannya kepada masyarakat luas sebagai sebuah kebenaran. Lalu Allah turunkan kepada mereka hujan batu bersal dari tanah yang bisa saja berasal dari gunung merapi saat itu. Lalu mereka terbakar, mati dan hancur semuanya kecuali satu keluarga yang Allah selamatkan, keluarga nabi Luth selain istrinya yang durhaka.
  2. Allah mengazab dan menghancurkan Fir’aun dan prajuritnya yang terkenal gagah perkasa. Betapa tidak, dengan kepongahanya, Fir’aun bukan hanya menolak dakwah nabi Musa, melainkan ingin membunuhnya dan mebrengus ajarannya yang datang dari Allah, dengan cara membunuh Musa dan pengikutnya. Namun, sesuai scenario Allah, Allah perintahkan Nabi Musa untuk lari ke pinggir laut merah agar Fir’aun dan pasukannya mengejar mereka ke sana. Tanpa diduga sama sekali oleh Fir’aun dan prajuritnya, di laut merah itulah tempat mereka menghembuskan nafas terakhir.. Inilah cara Allah menghancurkan pemimpin dan pasukannya yang sombong itu dan tidak mau bertaubat dan kembali kepda Allah.
  3. Kaum ‘Ad Allah hancurkan pula dengan angin kencang yang menusuk daging selama 7 malam dan delapan hari sehingga tercerabutlah tulang-tulang mereka dari daging sehingga mereka binasa semua dalam keadaan berglimpangan. Azab itu turun juga karena mereka durhaka kepada Allah dan Nabi-Nya.
  4. Kaum Tsamud juga Allah hancurkan dengan petir keras sekali sehingga mereka berjatuhan dan tidak mampu lagi bangkit untuk selama-lamanya. Azab ini juga Allah timpakan karena mereka membangkang kepada ajaran Allah dan Nabi-Nya.
  5. Demikian pula dengan kaum Nuh sebelum kaum-kaum tersebut. Mereka Allah hancurkan dengan menciptakan banjir besar sehingga mereka tenggelam semuanya, kecuali para pengikut nabuh Nuh yang beriman dan taat pada Allah dan nabi-Nya.
Dari kisah kehancuran lima kaum tersebut di atas, penyebabnya hanya satu, yakni membangkang kepada sistem dan aturan Allah yang diamanahkan kepada para Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat mereka masing-masing. Pembangkangan tersebut bisa melalui pola sex menyimpang (homosex dan lesby), atau disebabkan penyimpangan lainnya seperti yang terkait dengan akidah yang dilakukan umat nabi Nuh yang menyembah kuburan orang-orang sholeh, atau kesombongan yang dilakukan oleh Fir’aun dan para pengikut dan pasukannya.

Disamping itu, ayat-ayat tersebut bukan hanya menceritakan sebab-sebab kehancuran mereka, akan tetapi juga memberikan solusi efektif agar tidak ditimpakan Allah berbagai azab seperti yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu. Solusinya ialah : kembali kepada Allah dengan berlari seperti yang Allah tawarkan pada ayat ke 50. Kembali kepada-Nya dengan mentaati semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Sebagai bukti utama dan terutama dari kembali kepada Allah itu ialah tidak menyekutukan-Nya dalam penciptaan dan perbutan-Nya (rububiyyah), ibadah (uluhiyyah) dan nama-nama (nama-nama) dan sifat-sifat-Nya.

Inilah satu-satunya solusi yang harus kita ambil jika kita ingin menyelamatkan negeri dan umat ini dari azab Allah berupa berbagai bencana yang ditimpakan-Nya kepada kita. Membangun satu gaya hidup menyimpang dari aturan Allah, apapun bentuknya, adalah undangan turunnya azab Allah. Lalu babagimana dengan berbagai gaya hidup menyimpang yang sekarang marak dilakukan oleh sebagian masyarakat kita? Tentulah azab itu akan datang dengan berbagai macam pula. Sebelum terlambat, mari kita berlari menuju Allah dengan mentaati semua sistemnya. Pada waktu yang sama, kita buang jauh-jauh sistem hidup yang tidak diridhai Allah, bagaimanapun beratnya. Dengan demikian insya Allah kita selamat dunia dan akhirat.[Ustadz Fathuddin Ja'far, MA, Berlarilah Kepada Allah, Eramuslim.com, Rabu, 10/11/2010 17:34 WIB].

Orang yang taat, patuh, menurut atas segala perintah Allah dan mudah diatur oleh aturan yang benar maka hidupny akan selamat, kenapa banyak musibah kecelakaan lalu lintas di jalan raya apalagi pada saat ramainya masa melakukan mudik di hari lebaran, karana tidak patuh dengan aturan yang diberikan untuk pengendara, seperti jangan ngebut di jalan raya, tidak terlalu banyak beban yang dibawa, tidak mengkonsumsi narkoba dan miras apalagi saat mengendara. Bila aturan ini diikuti oleh masyarakat maka dapat ditekan jumlah kecelakaan di jalan raya, karena memang banyak masyarakat yang selamat di jalan raya karena mereka patuh dengan aturan dan   menurut dengan undang-undang, demikian pula halnya, orang-orang yang akan selamat hidupnya di alam akherat kelak adalah orang-orang yang patuh, taat, menurut dan mudah diatur oleh aturan Allah, Wallahu A’lam [Cubadak Solok, 19 Februari 2012.M/ 26 Rabi’ul Awal 1433.H]. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar