RIYADUSH
SHALIHIN
[DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH]
Berlaku Sedang Dalam
Beribadat
Oleh Drs. St. Mukhlis
Denros
Allah memberikan kemudahan dalam segala hal,hanya ummatnya saja yang
kadangkala belum tahu ajaran islam, sebagai contoh; orang yang baru masuk islam
harus diringankan dulu kewajiban agamanya terhadapnya dengan shalat memakai
bahasa Indonesia sebisanya atau dengan
gerakan saja, puasa anak kecil cukup setengah hari dalam rangka memberikan
latihan. Ketika memberantas khamar Rasulullah melakukan dengan tiga periode
bukan sekaligus, pertama diberitahukan bahwa khamar itu sedikit manfaatnya
sementara para sahabat masih meminumnya, periode kedua dikatakan bahwa boleh
minum khamar tapi jangan shalat karena dikhawatirkan nanti bacaan shalatnya
tidak benar, barulah yang ketiga dengan tegas bahwa khamar itu haram diminum
sedikit atau banyak, mabuk ataupun tidak bukan alasan untuk membolehkan
meminumnya.
Memberi beban kepada diri sendiri untuk melaksanakan yang sulit padahal ada
pekerjaan yang mudah, seperti
musyafir atau orang sakit boleh
tidak puasa pada bulan Ramadhan dengan jalan mengqadhanya pada hari yang lain,
shalat tidak kuat berdiri boleh dilakukan dengan duduk, tidak kuat duduk
silahkan berbaring, shalat bagi musyafir diringankan Allah melalui jamak atau
qashar, bahkan dalam cuaca dingin walaupun dalam keadaan junub dia khawatir
atas kesehatan dan keselamatannya kalau kena air, Allah meringankan dengan
tayamum, keringanan yang diberikan Allah tapi tidak diikuti akhirnya menyulitkan
diri sendiri.
Mewajibkan sesuatu yang
sunnah, seperti sujud tilawah/ sajadah karena sudah terbiasa lalu bila tidak
dilaksanakan seolah-olah ada yang kurang dalam shalatnya, demikian pula dengan
peringatan hari-hari besar islam, Rasulullah tidak pernah mengerjakan, tapi
dalam satu tahun tidak dilaksanakan Maulid nabi lalu merasa berdosa, ini
berarti memberatkan diri sendiri padahal biaya untuk itu tidak sedikit yang
habis sedangkan manfaatnya tidak seberapa, ”Barangsiapa
yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya
berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”
[Al Baqarah 2;185].
Namun nabi Muhammad dalam shalat sendiri sangat panjang ayat yang dibacanya
tapi ketika shalat berjamaah bacaan beliau sangat ringan sebagaimana sabda
beliau, ”Adakalanya aku hendak
memanjangkan shalatku, lalu ku dengar tangis anak sehingga kuringankan
shalatku, karena aku mengetahui kegelisahaan ibunya terhadap tangis anaknya”
[HR.Anas]
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab
14 dengan judul, “Berlaku Sedang Dalam
Beribadat” menyatakan;
Allah
Ta'ala berfirman:"Tidaklah Kami turunkan al-Quran itu padamu - hai
Muhammad agar engkau mendapat celaka." (Thaha: 1-2).
Allah Ta'ala berfirman
lagi:"Allah menghendaki kemudahan padamu semua dan tidak menghendaki
kesukaran untukmu semua." (al-Baqarah: 185).
Dari Aisyah radhiallahu
'anha bahwasanya Nabi s.a.w. memasuki rumahnya dan di sisi Aisyah itu ada
seorang wanita. Beliau s.a.w. bertanya: "Siapakah ini?" Aisyah
menjawab: "Ini adalah si Anu." Aisyah menyebutkan perihal shalatnya
wanita tadi - yang sangat luar biasa tekunnya.
Beliau s.a.w. bersabda:
"Jangan demikian, hendaklah engkau semua berbuat sesuai dengan kekuatanmu
semua saja. Sebab demi Allah, Allah itu tidak bosan - memberi pahala - sehingga
engkau semua bosan - melaksanakan amalan itu. Adalah cara melakukan agama yang
paling dicintai oleh Allah itu ialah apa-apa yang dikekalkan melakukannya oleh
orangnya itu - yakni tidak perlu banyak-banyak asalkan langsung terus."
(Muttafaq 'alaih)
Dari Anas r.a., katanya:
Ada tiga macam orang datang ke rumah isteri-isteri Nabi s.a.w. menanyakan
tentang hal bagaimana ibadahnya Nabi s.a.w. Kemudian setelah mereka diberitahu
lalu seolah-olah mereka menganggap amat sedikit saja ibadah beliau. s.a.w. itu.
Mereka lalu berkata: "Ah, di manakah kita ini - maksudnya: Kita ini jauh
perbedaannya kalau dibandingkan - dari Nabi s.a.w. sedangkan beliau itu telah
diampuni segala dosanya yang lampau dan yang kemudian."
Seorang dari mereka itu
berkata: "Adapun saya ini, maka saya bersembahyang semalam suntuk
selama-lamanya." Yang lainnya berkata: "Adapun saya, maka saya
berpuasa sepanjang tahun dan tidak pernah saya berbuka." Yang seorang lagi
berkata: "Adapun saya, maka saya menjauhi para wanita, maka sayapun tidak
akan kawin selama-lamanya."
Rasulullah s.a.w.
kemudian mendatangi mereka lalu bersabda: "Engkau semuakah yang mengatakan
demikian, demikian? Wahai, demi Allah, sesungguhnya saya ini adalah orang yang
tertaqwa di antara engkau semua kepada Allah dan tertakut kepadaNya, tetapi
saya juga berpuasa dan juga berbuka, sayapun bersembahyang tetapi juga tidur,
juga saya suka kawin dengan para wanita. Maka barangsiapa yang enggan pada cara
perjalananku, maka ia bukanlah termasuk dalam golonganku." (Muttafaq
'alaih)
Dari Abu Hurairah r.a.
dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Agama itu mudah, tidaklah agama itu
diperkeraskan oleh seseorang melainkan agama itu akan mengalahkannya - yakni
orang yang memperkeras-keraskan itu sendiri yang nantinya akan merasa tidak
kuat meneruskannya. Maka dari itu, bersikap luruslah engkau semua, lakukanlah
yang sederhanasaja-jikalau tidak kuasa melakukan yang sesempurna-sempurnanya,
bergembiralah - untuk memperoleh pahala, sekalipun sedikit, juga mohonlah
pertolongan dalam melakukan sesuatu amalan itu, baikdi waktu pergi pagi-pagi,
sore-sore ataupun sebagian waktu malam." (Riwayat Bukhari)
Dalam riwayat Imam
Bukhari lainnya disebutkan: "Berlaku
luruslah, lakukanlah yang
sederhana, pergilah di waktu pagi, juga di waktu sore serta
sebagian di waktu malam.Berbuatlah sederhana,tentu engkau semua akan sampai
pula – pada tujuannya."
Dari Anas r.a., katanya:
"Nabi s.a.w. masuk
ke dalam masjid, tiba-tiba tampak di situ ada seutas tali yang memanjang
antara dua tiang. Beliau s.a.w. bertanya: "Tali apakah ini?"
Orang-orang menjawab: "Ini adalah kepunyaan Zainab, jikalau ia sudah malas
- lelah bersembahyang, ia menggantung di situ." Nabi s.a.w. lalu bersabda:
"Lepaskan sajalah. Baiklah seseorang itu melakukan shalat di waktu ia
sedang bersemangat, maka jikalau ia telah merasa malas, baiklah ia tidur
saja." (Muttafaq 'alaih).
Dari Aisyah radhiallahu
'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:"Jikalau seseorang dari engkau
semua mengantuk dan ia sedang bersembahyang, maka baiklah ia tidur dulu,
sehingga hilanglah kantuk tidurnya. Sebab sesungguhnya seseorang dari engkau
semua itu jikalau bersembahyang sedang ia mengantuk, maka ia tidak tahu,
barangkali ia memulai memohonkan pengampunan - kepada Allah, tetapi ia lalu
mencaci maki dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Juhaifah yaitu
Wahab bin Abdullah r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mempersaudarakan antara
Salman dan Abuddarda' -maksudnya keduanya disuruh berjanji untuk berlaku
sebagai saudara." Salman pada suatu ketika berziarah ke Abuddarda', ia
melihat Ummud Darda' - isteri Abuddarda' - mengenakan pakaian yang serba kusut
- yakni tidak berhias samasekali, Salman bertanya padanya: "Mengapa
saudari berkeadaan sedemikian ini?" Wanita itu menjawab: "Saudaramu
yaitu Abuddarda' itu sudah tidak ada hajatnya lagi pada keduniaan - maksudnya:
Sudah meninggalkan keduniaan, baik terhadap wanita atau lain-lain."
Abuddarda' lalu datang,
kemudian ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abuddarda' berkata
kepada Salman:
"Makanlah, karena
saya berpuasa." Salman menjawab: "Saya tidak akan suka makan,
sehingga engkaupun suka pula makan."
Abuddarda' lalu makan.
Setelah malam tiba,
Abuddarda' mulai bangun. Salman berkata kepadanya: "Tidurlah!" Ia
tidur lagi. Tidak lama kemudian bangun lagi dan Salman berkata pula:
"Tidurlah!" Kemudian setelah tiba Akhir malam, Salman lalu berkata
pada Abuddarda': "Bangunlah sekarang!" Keduanya terus bersembahyang.
Selanjutnya Salman lalu berkata: "Sesungguhnya untuk Tuhanmu itu ada hak
atas dirimu, untuk dirimu sendiri juga ada hak atasmu, untuk keluargamupun ada
hak atasmu. Maka berikanlah kepada setiap yang berhak itu akan haknya
masing-masing."
Abuddarda' - paginya
- mendatangi Nabi
s.a.w. kemudian menyebutkan
peristiwa semalam itu, lalu Nabi s.a.w. bersabda:"Salman benar
ucapannya." (Riwayat Bukhari)
Dengan berdasarkan Hadis
di atas, maka syariat Agama Islam memerintahkan kepada kaum Musiimin agar
antara seorang dengan yang lainnya bersikap sebagaimana orang-orang yang
bersaudara dan semata-mata bukan karena ini atau itu, tetapi hanya untuk
mengharapkan keridhaan Tuhan, juga memerintahkan agar saling
kunjung-mengunjungi karena Allah, demikian pula bermalam di rumah saudara
seagamanya karena Allah pula.
Di samping itu syariat
membolehkan seseorang lelaki bercakap-cakap dengan wanita lain yang bukan
mahramnya yakni ajnabiyah, bilamana betul-betul ada keperluan yang penting
untuk berbuat sedemikian itu.
Selain itu dalam Hadis
itu pula terdapat anjuran yang sungguh-sungguh agar antara seorang muslim
dengan muslim lainnya, hendaknya gemar nasihat-menasihati dengan cara yang
baik, mengingatkan siapa yang lupa dan lalai melaksanakan perintah Allah dan
ada pula anjuran untuk gemar mengerjakan shalat malam (shalatuilail) dan
lain-lain lagi.
Dari Abu Muhammad, yaitu
Abdullah bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Nabi s.a.w. diberitahu
bahwasanya saya berkata: Demi Allah, niscayalah saya akan berpuasa pada pagi
hari dan berdiri bersembahyang di waktu malam - maksudnya setiap hari, siangnya
berpuasa dan malamnya bersembahyang sunnah, selama hidupku." Rasulullah
s.a.w. lalu bersabda: "Apakah engkau yang
berkata sedemikian itu?"
Saya menjawab kepadanya:
"Sungguh saya
berkata demikian itu, bi-abi
anta wa
ummi, ya Rasulullah."
Beliau.bersabda: "Sesungguhnya engkau tidak kuat melaksanakan itu, maka
dari itu berpuasalah, berbukalah, tidurlah dan juga berdirilah - bersembahyang
malam. Dalam sebulan itu berpuasalah tiga hari, sebab sesungguhnya kebaikan itu
dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Jadi tiga hari sebulan itu sama dengan
berpuasa setahun penuh." Saya berkata: "Saya masih kuat beramal yang
lebih utama dari itu." Beliau s.a.w, bersabda: "Kalau begitu
berpuasalah sehari dan berbukalah dua hari." Saya berkata lagi: "Saya
masih kuat beramal yang lebih utama dari itu." Beliau s.a.w. bersabda: "Kalau
begitu berpuasalah sehari dan berbukalah sehari pula. Yang sedemikian itu
adalah puasanya Nabi Dawud a.s. dan inilah sesedang-sedangnya berpuasa."
Dalam riwayat lain disebutkan: "Yang sedemikian itu adalah
seutama-utamanya berpuasa." Saya berkata pula: "Saya masih kuat
beramal yang lebih utama dari itu." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda:
"Tidak ada yang lebih utama daripada puasa - seperti Nabi Dawud a.s.
itu." Sebenamya andaikata saya menerima saja tiga hari yang disabdakan
oleh Rasulullah s.a.w. -pertama kali - itu adalah lebih kucintai daripada
seluruh keluarga dan hartaku."
Dalam riwayat lain
disebutkan demikian:
Nabi s.a.w. bersabda:
"Bukankah saya telah diberitahu bahwasanya engkau berpuasa pada siang hari
dan bersembahyang sunnah setiap malamnya?" Saya menjawab: "Benar, ya Rasulullah."
Beliau lalu bersabda: "Jangan mengerjakan seperti itu. Berpuasalah dan
berbukalah, tidurlah dan bangunlah, karena sesungguhnya untuk tubuhmu itu ada
hak atas dirimu, kedua matamu pun ada haknya atas dirimu, isterimu juga ada hak
atasmu, untuk tamumu pun ada hak atasmu. Sebenamya sudah cukuplah jikalau untuk
setiap bulan itu engkau berpuasa sebanyak tiga hari saja, sebab sesungguhnya
setiap kebaikan itu diberi
pahala dengan sepuluh
kali lipatnya. Jadi berpuasa tiga hari setiap bulan itu sama
halnya dengan berpuasa setahun penuh." Saya - maksudnya Abdullah bin 'Amr
bin al-'Ash - mengeras-ngeraskan sendiri lalu diperkeraskanlah atas diriku.
Saya berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya
masih mempunyai kekuatan untuk
lebih dari itu." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Kalau begitu
berpuasalah seperti puasanya Nabiullah Dawud dan jangan engkau tambahkan lagi
dari itu - yakni sehari berpuasa dan sehari berbuka." Saya
bertanya:
"Bagaimanakah
berpuasanya Dawud
a.s.?" Beliau s.a.w.
bersabda: "Ia berpuasa
setengah tahun."
Abdullah, setelah tuanya
berkata: "Alangkah baiknya jikalau dahulu saya terima saja keringanan yang
diberikan oleh Rasulullah s.a.w." Dalam riwayat lain lagi disebutkan:
Nabi s.a.w. bersabda:
"Bukankah saya telah diberitahu bahwasanya engkau berpuasa setahun penuh
dan mengkhatamkan bacaan al-Quran sekali setiap malam?" Saya menjawab:
"Benar demikian ya Rasulullah dan saya tidak menghendaki dengan amalan
yang sedemikian itu melainkan mengharapkan kebaikan belaka." Beliau s.a.w.
lalu bersabda: "Berpuasalah seperti puasanya Nabiullah Dawud a.s., sebab
sesungguhnya ia adalah setaat-taat manusia perihal ibadatnya. Selain itu
khatamkanlah bacaan al-Quran itu sekali dalam setiap bulan." Saya berkata:
"Ya Nabiullah, saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu."
Beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu khatamkanlah itu sekali setiap dua
puluh hari." Saya berkata: "Ya Nabiullah, sebenarnya saya masih kuat
yang lebih utama dari itu." Beliau s.a.w. bersabda: "Kalau
begitu khatamkanlah itu
sekali dalam setiap sepuluh hari." Saya berkata:
"Ya Nabiullah,saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu."
Beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu, khatamkan sajalah al-Quran itu
sekali dalam seminggu dan jangan ditambah lagi - beratnya amalan tadi - lebih
dari itu." jadi saya memperberatkan diri sendiri lalu diperberatkanlah
amalan itu atas diriku. Nabi pada saat itu bersabda: "Sesungguhnya engkau
tidak tahu, barangkali engkau akan diberi
usia yang panjang." Maka jadilah saya sampai pada usia tua
sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi s.a.w. Setelah saya berusia tua, saya
ingin sekali kalau dahulunya saya menerima saja keringanan yang diberikan oleh
Nabiullah s.a.w.
Dalam riwayat lain
disebutkan: "Sesungguhnya untuk anakmu pun ada hak atas dirimu."
Juga dalam riwayat lain
disebutkan: "Tidak dibenarkanlah seseorang yang berpuasa terus sepanjang
tahun." Ini disabdakan oleh beliau s.a.w. sampai tiga kali.
Selain itu dalam riwayat
lain disebutkan demikian: "Puasa yang amat tercinta di sisi Allah adalah
puasanya Nabi Dawud, sedang shalat yang amat tercinta di sisi Allah juga
shalatnya Nabi Dawud. Ia tidur separuh malam, lalu bangun - untuk bersembahyang
malam - sepertiga malam, kemudian tidur lagi seperenam malam. Ia berpuasa
sehari dan berbuka sehari. Ia tidak akan lari jikalau menemui - berhadapan
dengan musuhnya.
Ada pula riwayat lain
yang menyebutkan demikian: "Ia berkata: Ayahku mengawinkan saya dengan
seorang wanita yang memiliki keturunan baik. Ayah membuat janji dengan
menantunya - wanita itu - yakni isteri anaknya, untuk menanyakan pada wanita
perihal keadaan suaminya. Setelah ditanya, isterinya itu berkata: Sebaik-baik
lelaki ialah suamiku itu, ia tidak pernah menginjak hamparan kita dan tidak
pernah memeriksa tabir kita - maksudnya tidak pernah berkumpul untuk
menyetubuhi isterinya - sejak kita datang padanya."
Setelah peristiwa itu
berjalan lama, maka ayahnya memberitahukan hal tersebut kepada Nabi s.a.w.,
lalu beliau bersabda kepada ayahnya: "Pertemukanlah saya dengan lelaki
itu."
Saya menemui Nabi s.a.w.
sesudah diadukan oleh ayahku itu, beliau s.a.w. bertanya: "Bagaimanakah
caranya engkau berpuasa?" Saya menjawab: "Saya berpuasa tiap
hari." Beliau s.a.w. bertanya: "Bagaimanakah caranya engkau
mengkhatamkan al-Quran?" Saya menjawab: "Setiap malam saya khatamkan
sekali." Seterusnya orang itu menyebutkan sebagaimana ceritera yang
sebelumnya. Ia menghabiskan sebagian bacaan al-Quran itu atas isterinya
sebanyak sepertujuh bagian, yang dibacanya itu dirampungkannya di waktu siang
agar lebih ringan untuk apa yang akan dibacanya di waktu malamnya. Jikalau ia
hendak memperkuatkan dirinya, ia berbuka selama beberapa hari dan dihitunglah
jumlah hari berbukanya itu kemudian berpuasa sebanyak hari di atas itu pula.
Sebabnya ia melakukan demikian, karena ia tidak senang kalau meninggalkan
sesuatu sejak ia berpisah dengan Nabi s.a.w.
Semua riwayat di atas
adalah shahih, sebagian besar dari shahih Bukhari dan shahih Muslim dan hanya
sedikit saja yang tertera dalam salah satu kedua kitab shahih itu - yakni
Bukhari dan Muslim saja.
Dari Abu Rib'i yaitu
Hanzhalah bin Arrabi' al-Usayyidi al-Katib, salah seorang diantara jurutulisnya
Rasulullah s.a.w..katanya: "Abu Bakar bertemu denganku, lalu ia berkata:
Bagaimanakah keadaanmu hai Hanzhalah." Saya menjawab: "Hanzhalah
takut pada dirinya sendiri kalau sampai menjadi seorang munafik." Abu
Bakar berkata lagi: "Subhanallah - sebagai tanda keheranan, apakah yang kau
ucapkan itu?" Saya menjawab: "Semula kita berada di sisi Rasulullah
s.a.w. Beliau mengingat-ingatkan kepada kita perihal syurga dan neraka,
seolah-olah keduanya itu benar-benar dapat dilihat-tampak di mata. Tetapi
setelah kita keluar dari sisi Rasulullah s.a.w., kita masih juga bermain-main
dengan isteri-isteri, anak-anak dan mengurus berbagai harta - untuk kehidupan
kita di dunia ini, sehingga dengan demikian, banyak yang kita lupakan - tentang
hal syurga dan neraka tadi." Abu Bakar lalu berkata: "Demi Allah,
sesungguhnya kami sendiripun pernah mengalami seperti yang kau alami itu."
Selanjutnya saya dan Abu Bakar berangkat bersama sampai masuk ke tempat
Rasulullah s.a.w. lalu saya berkata: "Hanzhalah takut pada dirinya sendiri
kalau sampai menjadi seorang munafik, ya Rasulullah." Rasulullah s.a.w.
lalu bertanya: "Mengapa demikian?" Saya menjawab: "Ya Rasulullah
kita semula ada di sisi Tuan dan Tuan mengingat-ingatkan kepada kita perihal
neraka dan syurga seolah-olah keduanya itu dapat dilihat oleh mata. Tetapi
setelah kita keluar dari sisi Tuan, kitapun masih juga bermain-main dengan
isteri-isteri, anak-anak serta mengurus pula berbagai harta, sehingga karena
itu, banyak yang kita lupakan tentang keduanya tadi." Setelah itu
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Zat yang jiwaku ada didalam genggaman
kekuasaanNya, jikalau engkau semua tetap sebagaimana hal keadaanmu di sisiku
dan juga senantiasa berzikir - ingat kepada Allah, niscayalah malaikat-malaikat
itu menjabat tanganmu semua, baik ketika engkau ada di hamparanmu - sedang
tidur, juga ketika ada di jalananmu - sedang berjalan-jalan. Tetapi, hai
Hanzhalah, sesaat dan sesaat - maksudnya sesaat untuk melakukan peribadatan
kepada Allah dan sesaat lagi untuk mengurus segala sesuatu yang diperlukan oleh
manusia dalam kehidupannya, mencari sandang pangan dan lain-lain." Ini
disabdakan beliau s.a.w. tiga kali. (Riwayat Muslim).
Dari Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhuma, katanya: "Pada suatu ketika Nabi s.a.w. berkhutbah,
tiba-tiba ada seorang lelaki yang berdiri lalu beliau bertanya kepadanya -
tentang nama dan perlunya berdiri. "Orang-orang - para sahabat - sama
berkata: "Dia adalah Abu Israil bernazar hendak berdiri di terik matahari,
tidak akan duduk-duduk, tidak akan bernaung, tidak akan berbicara dan tetap
akan berpuasa." Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Perintahkan padanya,
supaya ia suka berbicara, bernaung, duduk-duduk dan juga supaya ia meneruskan
puasanya." (Riwayat Bukhari).
Orang yang
berbuat berlebih-lebihan disebut dengan ekstrim. Ekstrim yaitu berlebihan dalam
agama. Ekstrim dalam bahasa Arab disebut dengan Tatharuf Diniy yaitu melampaui
batas tengah agama, sedangkan islam mengajak kepada jalan tengah dalam segala
hal, baik dalam ibadah, menuntut ilmu dan mencari harta, ”Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan pilihan
agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul menjadi saksi
atas perbuatanmu”[Al Baqarah 2;143].
Umat pilihan yang adil yaitu umat yang pertengahan; tidak
mementingkan kerohanian saja, tidak pula mementingkan kebendaan melulu, dia
mementingkan dunia dan akherat, nabi bersabda, ”Hindarilah sikap melampaui batas dalam agama karena sesungguhnya
orang-orang sebelum kamu telah binasa karenanya” [Ibnu Abbas].
Islam telah memberikan panduan
ibadah kepada ummatnya, agar dilakukan sesuai dengan kemampuan atau berlaku
sedang dalam ibadah, bila hal itu saja yang dilakukan sudah memasukkannya ke
dalam syurga, Rasulullah suka kepada orang yang mengerjakan ibadah yang ringan
tapi dilakukan secara terus menerus, hal itu dalam rangka untuk menjaga dan
menstabilkan iman, daripada ibadahnya banyak tapi terputus di tengah jalan, Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 28
Syawal 1434.H/04 September 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar