RIYADUSH
SHALIHIN
[DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH]
Orang Yang
Memulai Membuat Sunnah
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Sebagai hamba punya
kewajiban pengabdian kepada Khaliqnya sebagai penguasa, raja dan pencipta. Hak
mutlak Allah ialah tempat pengabdian bagi seorang hamba, bukan berarti bila
manusia tidak menyembah kepada-Nya lalu wibawa dan kekuasaan Allah luntur atau
hilang.
Dalam Hadits
Qudsi dinyatakan, ”Andai seluruh isi
langit dan bumi serta apa yang ada disekitarnya tunduk dan patuh merendah
kepada Allah, tidaklah akan meninggikan nama Allah”, demikian pula sebaliknya,
”Walaupun seluruh isi langit dan bumi kafir, ingkar dan durhaka kepada Allah,
maka tidak akan menghilangkan ketinggian Allah”.
Keimanan seorang hamba hanya untuk keselamatannya,
demikian pula keingkarannya akan tetap kembali kepadanya, namun Allah
mengeluarkan ultimatum, bila manusia tidak beriman dan menyembah kepadanya; ”....Adapun
orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka
dengan siksaan yang pedih” [An Nisa’ ;173].
Sebuah amal
akan dinilai sebagai ibadah kepada Allah dan mendapat pahala dari-Nya bila
memenuhi tiga hal yaitu niatnya yang ikhlas, tujuannya mencari ridha Allah dan
caranya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Bila amal tidak
memenuhi salah satu syarat saja atau tidak ada ketiganya maka hal itu disebut
dengan bid’ah, perbuatan bid’ah itu sesat, orang yang sesat akan dimasukkan ke
dalam neraka, maka celakalah orang yang membuat-buat sunnah atau amalan yang
tidak ada sandarannya dari Allah dan Rasul-Nya.
Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 19
dengan judul “Orang
Yang Memulai Membuat Sunnah Yang Baik Atau Buruk”, semuanya bahasan ini
berangkat dari Al Qur’an dan Hadits Rasulullah Saw.
Allah Ta'ala berfirman:"Orang-orang
yang beriman itu berkata: "Ya Tuhan kita, karuniakanlah kepada kita,
isteri-isteri dan keturunan kita menjadi cahaya mata - menggembirakan hati –
dan jadikanlah kita pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa." (al-Furqan:
74).
Allah Ta'ala berfirman
pula:"Kami menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk - ummat manusia - dengan perintah Kami." (al-Anbiya': 73)
Dari Abu 'Amr yaitu
Jarir bin Abdullah r.a., katanya: "Kita pernah berada di sisi Rasulullah
s.a.w. pada tengah siang hari. Kemudian datanglah kepada beliau itu suatu kaum
yang telanjang, mengenakan pakaian bulu harimau - bergaris-garis
lurik-lurik-atau mengenakan baju kurung, sambil menyandang pedang, umumnya
mereka itu dari suku Mudhar, atau memang semuanya dari Mudhar, maka berubahlah
wajah Rasulullah s.a.w. karena melihat mereka yang dalam keadaan miskin itu.
Kemudian beliau masuk - rumahnya, lalu keluar lagi, terus menyuruh Bilal untuk
berazan. Selanjutnya Bilal berazan dan beriqamat lalu bersembahyang, kemudian
beliau berkhutbah. Beliau s.a.w. mengucapkan ayat - yang artinya: "Hai
sekalian manusia, bertaqwalah engkau semua kepada Tuhanmu yang menjadikan
engkau semua dari satu diri - Adam," sampai ke akhir ayat yaitu - yang
artinya: "Sesungguhnya Allah itu Maha Penjaga bagimu semua."
(an-Nisa': 1). Beliau membacakan pula ayat yang dalam surat al-Hasyr - yang
artinya: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, bertaqwalah engkau
semua kepada Allah dan hendaklah seseorang itu memeriksa apa yang akan
dikirimkannya untuk hari esoknya."
Disaat itu ada orang
yang bersedekah dengan dinarnya, dengan dirhamnya, dengan bajunya, dengan sha'
gandumnya, juga dengan sha' kurmanya, sampai-sampai beliau bersabda:
"Sekalipun hanya dengan potongan kurma - juga baik." Selanjutnya ada
pula orang dari kaum Anshar yang datang dengan suatu wadah yang tapak tangannya
hampir-hampir tidak kuasa mengangkatnya, bahkan sudah tidak kuat. Selanjutnya
beruntun-runtunlah para manusia itu memberikan sedekahnya masing-masing,
sehingga saya dapat melihat ada dua tumpukan dari makanan dan pakaian,
sampai-sampai saya melihat pula wajah Rasulullah s.a.w. berseri-seri,
seolah-olah wajah beliau itu bercahaya bersih sekali. Kemudian beliau bersabda:
"Barangsiapa yang
memulai membuat sunnah dalam Islam berupa amalan yang baik, maka ia memperoleh
pahalanya diri sendiri dan juga pahala orang yang mengerjakan itu sesudah -sepeninggalnya
- tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala-pahala mereka yang mencontohnya itu.
Dan barangsiapa yang memulai membuat sunnah dalam Islam berupa amalan yang
buruk, maka ia memperoleh dosanya diri sendiri dan juga dosa orang yang
mengerjakan itu sesudahnya - sepeninggalnya - tanpa dikurangi sedikitpun dari
dosa-dosa mereka yang mencontohnya itu." (Riwayat Muslim).
Dari Ibnu Mas'ud r.a.
bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tiada seseorangpun yang dibunuh secara
penganiayaan, melainkan atas anak Adam - manusia yang pertama melakukannya itu -mempunyai tanggungan dari
darahnya-semua jiwa yang terbunuh secara penganiayaan, sebab sesungguhnya ia
adalah pertama-tama orang yang memulai membuat sunnah membunuh - yang
dimaksudkan ialah Qabil putera Nabiullah Adam a.s. yang membunuh saudaranya
yakni Habil." (Muttafaq 'alaih).
Kesempurnaan tauhid
dalam agama Islam adalah terlepas dari
syirik, siapa saja yang memulai, memelihara dan melakukan syirik itu
maka dosanya juga mengena kepada orang yang
mengajarkan dan mencontohkan meskipun dia disebut sebagai seorang ulama, ustadz ataupun mubaligh. Banyak hal yang dilakukan manusia dalam rangka
mendekatkan diri kepada Tuhan, namun karena kurangnya ilmu, taqlid buta
sehingga aktivitas yang nampaknya ibadah menjadikan iman tauhidnya tercemar,
yang nampaknya abadat tapi sebenarnya adat, dikira sunnah padahal bid’ah.
Konsekwensi iman seorang mukmin adalah menjadikan Allah satu-satunya yang disembah [An Najm 53;62]; ”Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).”
Menjadikan Allah yang ditaati
segala aturan yang telah diwahyukan-Nya kepada hamba Allah yang mulia yaitu
Muhammad saw [Ali Imran 3;32]; ”Katakanlah:
"Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Dan hanya mencintai Allah semata [At Taubah 9;24].
”Katakanlah: "Jika bapa-bapa ,
anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan
yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan
dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan
NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
Bila tiga hal tersebut tidak
sesuai dengan yang dikehendaki maka perlu adanya perbaikan iman, inilah yang
disebut dengan tajdiidul iman, pembaharuan iman. Bila iman tauhid tercemar oleh
syirik, ringan apalagi syirik yang
tinggi yaitu mencari Tuhan lain selain Allah hingga riya’ dalam
beribadah akan mendatangkan bahaya besar bagi ummat ini.
Syirik yang tergores dihati
ummat berarti telah merusak keimanannya kepada Allah, kemurnian iman dan
ibadahnya tidak dapat dipertanggungjawabkan, bahkan perbuatan ini tidak
berampun, walaupun Allah mengampuni segala perbuatan dosa manusia dengan
izinnya bila bertaubat, dan ini merupakan hak preogratifnya, selain itu syirik
juga merupakan dosa besar; “ Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”[An Nisa
‘ 4;48]
Syirik yang dilakukan seorang hamba juga berarti telah
menyeretnya kepada kesesatan yang jauh, lebih primitif dari pada orang-orang
jahiliyah, seseorang bila tidak berada dalam lingkungan dan lingkaran tauhid b
erarti dia hadir dalam lingkaran syirik,
dari sekian kesesatan maka syirik merupakan kesesatan yang sangat jauh, sulit
untuk diberikan kesadaran , firman Allah dalams urat An Nisa’ 4;60 “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang
yang mengaku dirinya Telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan
kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada
thaghut, padahal mereka Telah diperintah mengingkari thaghut itu. dan syaitan
bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”
Selain syirik, praktek ibadah yang mengandung bid’ah merupakan praktek ibadah yang
diada-adakan oleh para ulama yang tidak mencontoh teladan dari Rasulullah,
mereka adalah ulama su’ [jahat] yang menghidupsuburkan praktek bid’ah ini di
tengah masyarakat.
Ujud ketaatan kepada Allah juga harus diiringi
dengan ketaatan kepada Rasul, apa yang diperintahkan oleh Rasulullah kemudian
dilaksanakan maka samalah artinya taat kepada Allah dan sebaliknya. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya ucapan yang
paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup
Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang
diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan
(menjurus) ke neraka" (HR. Muslim)
Praktek ibadah yang diada-adakan inilah yang
disebut dengan bid'ah, yaitu melakukan ibadah tapi tidak mengikuti contoh dari Rasulullah, cendrung mengikuti
ibadah yang tidak jelas sumbernya, diada-adakan oleh orang-orang terdahulu
dengan sadar atau tidak, maka perbuatan ini tidak diperhitungkan pahalanya
bahkan dianggap sesat, sikap yang baik ialah berhati-hati dan membuat jarak
dengan ahli bid'ah ini selain menjaga diri sendiri juga untuk menyelamatkan
orang lain, Rasulullah memberikan pengertian kepada kita, "Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam
agamanya dan ahli bid'ah sesudah aku (Rasulullah Saw) tiada maka tunjukkanlah
sikap menjauh (bebas) dari mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan kata
tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak
(citra) Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bid'ah
mereka. Dengan demikian Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan
derajat kamu di akhirat." (HR. Ath-Thahawi)
Selain ibadah yang dilakukan ahli ibadah
itu tertolak karena tidak sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah,
mereka juga menyesatkan orang lain, ini saja sudah satu bencana yang akan
diterima kelak di akherat, belum lagi musibah dan bencana yang diturunkan oleh
ke negeri kita ini karena walaupun mayoritas ummatnya beragama islam tapi
kualitas ibadah sangatlah rendah bahkan rusak semuanya lantaran ibadah yang
berbumbu bi'dah. Bid'ah hidup subur di tengah-tengah ummat ini karena ada yang
melestarikannya yaitu bodohnya ummat dan lemahnya ulama. Ulamalah yang berperan
lansung mengajak ummat ini untuk mengamalkan ibadah bid'ah.
Inilah ulama yang merusak ummat, dia memberikan fatwa dengan memutarbalikkan ajaran islam tanpa sandaran yang benar, perintah wajib dikatakan sunnah, perbuatan halal diharamkan dan barang haram dihalalkan. Fatwanya keluar didorong oleh hawa nafsu dengan menafsirkan Al Qur’an sendiri, disamping fanatik kepada guru tanpa pertimbangan rasional dan ilmu yang benar, karena banyak program acara memakai sponsor maka fatwanyapun sesuai dengan pesan, hanya sekedar menyenangkan satu pihak yang memberi fasilitas kepadanya atau sekedar mengharapkan tepukan tangan dan julukan ”wah”
Bid'ah juga
hidup dilingkungan ulama yang pembangun
fanatisme buta, pengertian fanatik sering dipakai orang dalam bidang
agama dengan arti berpedoman atau berpegang teguh kepada keyakinan,
bagaimanapun cobaan datang bahkan nyawanyapun terancam maka dia tetap tidak
melepaskan keyakinannya, sangat cinta kepada agama sebagai pandangan hidup yang
harus dijaga, biarlah hidup terkungkung dalam penjara tapi kecintaannya kepada
islam tidak akan luntur, bisa saja ketika mulutnya membenci islam karena penderitaan yang
dirasakan tapi hatinya tetap mencintai islam. Sifat ini sangat diperlukan dalam
beragama, orang yang tidak fanatik kepada agama yang dianutnya maka diragukan
keagamaannya, orang yang tidak fanatik kepada islam sangat diragukan
eksistensinya.
Lain halnya dengan fanatisme yaitu fanatik buta kepada
agama, dia hanya cinta kepada fahamnya saja sehingga tidak mau mendengar
apalagi menerima pendapat orang lain. Faham ini cendrung membentuk ajaran dan
faham baru yang menjadi sempalan dalam islam yang menganggap orang lain yang
berada diluar golongannya sesat. Ulama yang membentuk faham fanatisme ini bukan
saja sesat tapi menyesatkan orang lain, tentu saja ajarannya diluar Al Qur’an
dan Sunnah, walaupun mereka selalu berkoar-koar bahwa semua ibadah yang dia
lakukan mengikuti Al Qur'an dan sunnah.
Cobalah kita lihat ibadah sejak
dari bersuci, adzan, shalat, puasa dan amalan lainnya yang dilakukan ummat islam baik di kota
apalagi di desa, banyak yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah, nampaknya
ibadah tapi sebenarnya adat, sepertinya sunnah tapi sebenarnya bid'ah, sehingga
betapa besar kerugian yang dibuatnya, hanya menghabiskan waktu, tenaga dan dana
mungkin dalam melaksanakan ibadah tapi hasilnya malah sesat dan menyesatkan,
bila sesat dan menyesatkan maka Rasul menyatakan pastinya masuk neraka, ironi
jadinya, dengan ibadah tapi malah mengantarkan ke neraka tidak ke syurga, hanya
karena amalan itu berbumbu bid'ah, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa menipu umatku maka
baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Ditanyakan, "Ya
Rasulullah, apakah pengertian tipuan umatmu itu?" Beliau menjawab,
"Mengada-adakan amalan bid'ah, lalu melibatkan orang-orang kepadanya."
(HR. Daruquthin dari Anas).
Segala sunnah
atau amalan hidup yang baik diajarkan atau dicontohkan oleh siapapun, lalu
diikuti oleh orang lain, selama orang
itu mengamalkannya maka selama itu pula akan mengalir pahala kepadanya, begitu
juga sebaliknya, semua amalan hidup atau sunnah yang tidak baik yang diajarkan
atau dicontohkan oleh siapapun, lalu sunnah itu diikuti oleh orang lain, maka
selama orang itu mengamalkannya maka selama itu pula akan mengalir dosa
kepadanya. Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 29 Syawal 1434.H/05 September
2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar