Jumat, 22 November 2013

54.12 Menambah Kebaikan Pada Akhir-akhir Umur




RIYADUSH SHALIHIN
[DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH]


Menambah Kebaikan Pada Akhir-akhir Umur
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Hidup adalah ibarat sebuah perjalanan. Jika kita hendak melakukan sebuah perjalanan maka segala sesuatunya harus dipersiapkan. Sebagai contoh: Jika kita ingin melakukan perjalanan menuju Surabaya, maka kita harus mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari biaya (ongkos), pakaian, obat-obatan, bahkan jalan mana yang harus kita lewati sehingga kita selamat sampai tujuan seperti yang kita kehendaki.

Demikian pula dalam hidup ini, tempat tujuan akhir kita adalah kematian. Lalu apa yang harus kita siapkan menghadapi kematian itu?. Rasulullah saw bersabda, “Orang yang cerdas adalah orang yang dapat menahan hawa nafsunya, dan ia beramal untuk persiapan setelah ia meninggal dunia” (HR: Muslim).

Orang yang melakukan perjalanan, akan tetapi orang itu tidak tahu tempat tujuannya maka dia aldah orang bodoh. Dan jika dia sudah tahu tempat tujuannnya, akan tetapi tidak mempersiapkan bekal, maka ia pun termasuk orang bodoh.

Orang cerdas adalah orang yang dalam melakukan suatu perjalanan, mengetahui ke mana tujuannya? Kemudian ia pun mempersiapkan bekal untuk perjalanan tersebut agar tiba di tempat tujuan dengan selamat.

Dengan demikian, jika kita hidup di dunia ini yang diibaratkan seperti melakukan perjalanan, maka kita harus mengerti bahwa tujuan akhir kita adalah akhirat, kemudian kita pun harus mempersiapkan bekal untuk sampai ke akhirat dengan selamat dan bahagia.

Orang yang hanya sibuk dan menyibukkan diri untuk kebahagiaan dunia saja tanpa memikirkan bekal untuk akhirat, naka sama saja dia melakukan sebuah perjalanan akan tetapi dia tidak mengetahui kemana tempat tujuannya dan dimana dia akan berakhir. Demikian pula orang yang mengetahui bahwa tujuan akhir hidup ini  adalah akhirat akan tetapi dia tidak mempersiapkan bekal untuk akhiratnya, maka sama saja dengan orang bodoh.

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 12 dengan judul Menganjurkan Untuk Menambah-nambah Kebaikan Pada Akhir-akhir Umur menyatakan pendapatnya yang berasal dari Al Qur’an dan Hadits Rasulullah Saw.

Allah Ta'ala berfirman:"Bukankah Kami telah memberikan umur yang cukup kepadamu semua. Dalam masa itu orang yang mau mengerti dapatlah mengambil pengertian dan orang yang memberikan peringatanpun telah datang padamu semua." (Fathir: 37).

Ibnu Abbas serta para muhaqqiq - ahli penyelidik agama -mengatakan bahwa artinya umur cukup itu ialah: Bukankah Kami telah memberikan padamu semua umur sampai enampuluh tahun. Diterangkan pula oleh ulama-ulama yang lain bahwa maknanya itu ialah delapanbelas tahun. Ada pula yang mengatakan empatpuluh tahun. Keterangan ini diucapkan oleh Al-hasan, Alkalbi dan Masruq, juga dikutip dari keterangan Ibnu Abbas yang lain. Mereka itu mengutip pula bahwa para ahli Madinah, apabila seseorang dari mereka itu telah mencapai umur empat puluh tahun, maka selalulah ia menghabiskan waktunya untuk beribadat.
Ada pula yang mengatakan bahwa umur cukup itu artinya ialah jikalau telah baligh.
Adapun firman Allah Ta'ala yang artinya: "Telah pula datang padamu semua seorang yang bertugas memberikan peringatan." Ibnu Abbas dan Jumhur ulama mengatakan bahwa yang dimaksud itu ialah Nabi s.a.w. Ada lagi yang menerangkan bahwa maksudnya itu ialah adanya uban. Ini diucapkan oleh 'Ikrimah, Ibnu 'Uyainah dan lain-lainnya.
Adapun Hadis-hadisnya ialah:
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:"Allah tetap menerima uzur - alasan - seseorang yang diakhirkan ajalnya, sehingga ia berumur enampuluh tahun." (Riwayat Bukhari).
Para ulama berkata bahwa maknanya itu ialah Allah tidak akan membiarkan-tidak menerima-uzur seseorang yang sudah berumur enampuluh tahun itu, sebab telah dilambatkan oleh Allah sampai masa yang setua itu.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Umar r.a. memasukkan diriku dalam barisan sahabat-sahabat tua yang pernah mengikuti perang Badar. Maka sebagian orang-orang tua itu seolah-olah ada yang merasakan tidak enak dalam jiwanya, lalu berkata: "Mengapa orang ini masuk beserta kita,sedangkan kita mempunyai anak-anak yang sebaya umurnya dengan dia?" Umar kemudian menjawab: "Sebenarnya dia itu sebagaimana yang engkau semua ketahui," - maksudnya bahwa Ibnu Abbas itu diasuh dalam rumah kenabian dan ia adalah sumber ilmu pengetahuandan berbagai pendapat yang tepat."
Selanjutnya pada suatu hari Umar memanggil saya, lalu memasukkan saya bersama-sama dengan para orang tua di atas. Saya tidak mengerti bahwa Umar memanggil saya pada hari itu, melainkan hanya untuk memperlihatkan keadaan saya kepada mereka itu. Umar itu berkata: "Bagaimanakah pendapat saudara-saudara mengenai firman Allah - yang artinya: "Jikalau telah datang pertolongan Allah dan kemenangan." Maka sebagian para sahabat tua-tua itu berkata: "Maksudnya ialah kita diperintah supaya memuji kepada Allah serta memohonkan pengampunan daripadaNya jikalau kita diberi pertolongan serfa kemenangan."
Sebagian mereka yang lain diam saja dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Umar lalu berkata kepadaku: "Adakah demikian itu pula pendapatmu, hai Ibnu Abbas?" Saya lalu menjawab: "Tidak." Umar bertanya lagi: "Jadi bagaimanakah pendapatmu?" Saya menjawab: "Itu adalah menunjukkan tentang ajal Rasulullah s.a.w., Allah telah memberi tahukan pada beliau tentang dekat tibanya ajal itu. Jadi Allah berfirman - yang artinya: "Jikalau telah datang pertolongan dari Allah serta kemenangan," maka yang sedemikian itu adalah sebagai tanda datangnya ajalmu. Oleh sebab itu maka memaha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada Tuhanmu dan mohonlah pengampunan padaNya, sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima taubat."
Umar r.a. lalu berkata: "Memang, saya sendiri tidak mempunyai pendapat selain daripada seperti apa yang telah engkau ucapkan itu." (Riwayat Bukhari)

Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Tidaklah Rasulullah s.a.w. bersembahyang sesuatu shalat setelah turunnya ayat: Idza ja-a nashrullahi walfathu - Apabila telah tiba pertolongan dari Allah dan kemenangan, melainkan dalam shalatnya itu selalu mengucapkan: Subhanaka rabbana wa bihamdik. Allahummaghfirli - Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu. Ya Allah berilah pengampunan padaku." (Muttafaq 'alaih).

Dalam riwayat yang tertera dalam kedua kitab shahih - yakni Bukhari dan Muslim, disebutkan dari Aisyah pula demikian:"Rasulullah s.a.w. itu memperbanyakkan ucapannya dalam ruku' dan sujudnya yaitu: Subhanakallahumma rabbana wa bihamdika, Allahummaghf'ir Hi - Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu. Ya Allah, berikanlah pengampunan padaku," beliau mengamalkan benar-benar apa-apa yang menjadi isi al-Quran.
Makna: Yata-awwalul Quran ialah mengamalkan apa-apa yang diperintahkan pada beliau itu yang tersebut dalam al-Quran, yakni dalam firman Allah Ta'ala: Fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu, artinya: Maka maha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada TuhanMu dan mohonlah pengampunan kepadaNya.

Dalam riwayat Muslim disebutkan:"Rasulullah s.a.w. itu memperbanyak ucapannya sebelum wafatnya, yaitu: Subhanaka wa bihamdika, astaghfiruka wa atubu ilaik - Maha Suci Engkau dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu, saya mohon pengampunan serta bertaubat kepadaMu.

Aisyah berkata: Saya berkata: "Hai Rasulullah, apakah artinya kalimat-kalimat yang saya lihat Tuan baru mengucapkannya itu?" Beliau s.a.w. bersabda: "Itu dijadikan sebagai alamat bagiku untuk ummatku, jikalau saya telah melihat alamat tersebut. Itu saya ucapkan apabila telah datang pertolongan dari Allah dan kemenangan." Beliau membaca surat an-Nashr itu sampai selesai.

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan:"Rasulullah s.a.w. memperbanyakkan ucapan: Subhanallah wabihamdih, astaghfirullah wa atubu ilaih - Maha Suci Allah dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaNya, saya mohon pengampunan serta bertaubat kepadaNya.
Aisyah berkata: Saya berkata: "Ya Rasulullah, saya lihat Tuan selalu memperbanyak ucapan: Subhanallah wa bihamdih, astaghfirullah wa atubu ilaih. Rasulullah s.a.w. lalu bersabda:"Tuhanku telah memberitahukan kepadaku bahwasanya aku akan melihat sesuatu alamat untuk ummatku. Jikalau saya melihatnya itu, maka aku memperbanyakkan ucapan Subhanallah wa bihamdih astaghfirullah wa atubu ilaih. Kini aku telah melihat alamat tersebut, yaitu jikalau telah datang pertolongan Allah dan kemenangan yakni dengan dibebaskannya kota Makkah. Dan engkau melihat para manusia masuk dalam agama Allah dengan berduyun-duyun. Maka maha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada Tuhanmu dan mohonlah pengampunan kepadaNya, sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima taubat."

Dari Jabir r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Dibangkitkan setiap hamba itu - dari kuburnya, menurut apa yang ia mati atasnya." (Riwayat Muslim).

Hadis ini menyerukan setiap manusia muslim lagi mu'min agar senantiasa berbuat kebaikan kepada siapapun, mengerjakan apa-apa yang diridhai Allah, menetapi sunnah-sunnahnya Rasulullah s.a.w. dalam segala waktu, tempat dan keadaan. Juga menyerukan supaya terus menerus memiliki keikhlasan hati dalam mengamalkan segala hal semata-mata untuk Allah Ta'ala jua, baik dalam ucapan ataupun perbuatan. Kepentingannya ialah agar di saat kita ditemui oleh ajal, maka kematian kitapun menetapi keadaan sebagaimana yang tersebut di atas itu, sehingga pada hari kita diba'ats atau dibangunkan dari kubur nanti, keadaan kitapun sebagaimana halnya apa yang kita tetapi sewaktu kita berada di dunia ini. Semogalah kita memperoleh husnul-khatimah atau penghabisan yang bagus dan terpuji.

Kematian dan akhir hidup seseorang akan selalu menjemputnya, kapan Allah Ta'ala menghendaki niscaya tidak ada seorangpun yang dapat merubahnya, dia tidak dapat menghindari dari sebuah kenyataan yang akan menjemputnya. Allah  Ta'ala berfirman, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran:185) 

Bagaimanapun padatnya agenda kehidupan yang akan dilakukan sejak dari urusan pribadi, keluarga, masyarakat hingga untuk kepentingan bangsa dan negara semua itu ada akhirnya dikala kematian mendekat, saat semuanya itu akan berakhir, keluarnya ruh dari jasad. Ada orang yang mengakhiri hidupnya penuh derita dan kesengsaraan saat sakaratulmaut dan akan berujung hingga menerima azab di alam kubur dan neraka dialam akherat, inilah akhir kehidupan yang buruk yang disebut dengan suul khatimah. Mungkin saja saat masih muda hingga dewasa hidupnya sesuai dengan ajaran Islam, lalu mendekati tua dosa, maksiat, kemungkaran, kesyirikan kezhaliman, kemunafikan dan kefasikan dia lakukan dan hal itu tidak sempat untuk bertaubat kepada Allah saat ajal menjemput.Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 28 Syawal 1434.H/04 September 2013].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar