Kamis, 28 November 2013

80.38 Mendidik Keluarga



RIYADUSH SHALIHIN
[DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH]
                

Mendidik Keluarga
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Keberadaan anak merupakan hal yang sangat diharapkan kehadirannya oleh orangtua, sehingga bila seseorang telah menikah, lama tidak dikaruniai anak, mereka akan sedih, resah dan tidak tentram. Dalam Al Qur’an dikisahkan, bagaimana Nabi Zakaria merasa gundah gulana lantaran telah lanjut usia belum juga diberi keturunan, ”Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku [penerus generasi] sepeninggalku, sedang isteriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’kub, dan jadikanlah dia ya Tuhanku, seorang yang diridhoi” [Maryam ;5-6].

            Ayat ini mengisahkan Nabi Zakaria yang resah karena umur telah tua, tulangnya telah lemah dan rambutnya telah beruban tapi belum diberi anak sementara isterinya mandul. Menurut Al Baidhawi, kala itu Zakaria telah berumur 60 tahun, bahkan ada yang mengatakan 99 tahun, ia khawatir tidak mempunyai anak, nantinya siapa yang akan jadi warisnya, warisan yang ditinggalkan adalah syariat agama dan ilmu.

            Orangtua harus khawatir dengan generasi yang ditinggalkannya. Anak disamping karunia Allah dia juga sebagai amanah yang harus dididik dengan nilai-nilai agama agar fithrah yang dibawanya sejak lahir dapat tumbuh dan berkembang sebagai generasi yang sempurna ketaqwaannya sebagaimana Nabi Ibrahim berdoa,”Wahai Tuhanku, jadikanlah aku ummat yang mendirikan shalat dan demikian juga anak cucuku dan keturunanku. Wahai Tuhanku, perkenankanlah doaku, wahai Tuhanku, ampunilah aku dan juga kedua ibu bapakku dan bagi orang-orang mukmin pada hari terjadi perhitungan”[Ibrahim;40-41].

            Do’a Nabi Ibrahim telah makbul, diterima Allah Swt, dan do’a untuk anak cucunya juga telah dikabulkan. Dari keturunan Nabi Ishaq lahirlah berpuluh nabi dan rasul seperti ; Ya’kub, Yusuf, Musa, Harun, Ayub, Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan Isa . dari keturunan nabi Ismail lahirlah seorang nabi terakhir, khatimul anbiya [nabi penutup] sayidul mursalin [penghulu para rarul] yaitu Nabi Muhammad Saw.

            Dalam hal mendidik anak, Ibnu Khaldun maupun Ibnu Shina memberikan satu konsep, yaitu pengajaran Al Qur’an adalah sebagai basis [dasar] bagi permulaan dari berbagai kurikulum pendidikan yang mesti diajarkan dan diterapkan kepada anak-anak sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, ”Didiklah anak-anakmu dengan tiga perangai; cinta kepada nabimu, cinta kepada kaum kerabatnya dan cinta dalam membaca Al Qur’an, bakal berada dalam naungan Allah kelak pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya” [HR. Thabrani].

            Dalam hadits lain beliau kembali menegaskan,”Suatu pahala akan diberikan kepada orangtua yang mengajarkan Al Qur’an kepada puteranya, pada hari kiamat nanti akan mendapat mahkota di dalam syurga”[Thabrani]. Disabdakan lagi,”Rumah yang sering dibaca Al Qur’an didalamnya akan terbayang oleh penghuni langit sebagaimana bintang-bintang terbayang oleh penduduk bumi” [HR. Al Baihaqi dan Aisyah].

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 38 dengan judul“Kewajiban Memerintah Keluarga Dan Anak-anak Yang Sudah Tamyiz, juga Semua Orang Yang Dalam Lingkungan Penjagaannya, Supaya Taat Kepada Allah Ta'ala Dan Melarang Mereka Dari Menyalahinya, Harus Pula Mendidik Mereka Dan Mencegah Mereka Dari Melakukan Apa-apa Yang Dilarang”

Allah Ta'ala berfirman:"Dan perintahlah keluargamu dengan sembahyang dan bersabarlah atasnya." (Thaha: 132).

Allah Ta'ala berfirman pula:"Hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka - Bahan bakarnya adalah para manusia dan batu." (at-Tahrim: 6)

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma mengambil sebiji buah kurma dari kurma hasil sedekah lalu dimasukkannya dalam mulutnya. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kakh, kakh - jijik, jijik -, lemparkan itu, adakah engkau tidak tahu bahwasanya kita - golongan Bani Hasyim dan Bani Muththalib - itu tidak halal makan benda sedekah." (Muttafaq 'alaih).

Dalam riwayat lain disebutkan "Bahwa bagi kita - golongan Bani Hasyim dan Bani Mutthalib - tidak halal makan sesuatu yang dari hasil sedekah."

Sabda Nabi s.a.w.: "Kakh, kakh", dikatakan dengan sukunnya kha' dan ada yang mengatakan pula dengan kasrahnya kha' serta ditanwinkan - lalu menjadi kakhin, kakhin. Ini adalah kata melarang kepada anak-anak dari apa-apa yang dianggap jijik atau kotor. Al-Hasan di kala itu masih kecil sebagai anak-anak.

Dari Abu Hafsh yaitu Umar r.a. bin Abu Salamah, yakni Abdullah bin Abdul-asad. Ia adalah anak tiri Rasulullah s.a.w katanya: "Saya pernah berada di pangkuan Rasulullah s.a.w. dan tanganku - ketika makan - berputar di seluruh penjuru piring, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda padaku, "Hai anak, bacalah Bismillahi Ta'ala - sebelum makan - dan makanlah dengan tangan kananmu, pula makanlah dari makanan yang ada di dekatmu saja." Maka senantiasa sedemikian itulah cara makanku sesudah itu." (Muttafaq 'alaih).

Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Semua orang dari engkau sekalian itu adalah penggembala dan semuanya saja akan ditanya tentang penggembalaannya. Seorang imam - pemimpin - adalah penggembala dan akan ditanya tentang penggembalaannya. Seorang lelaki adalah penggembala dalam keluarganya dan akan ditanya tentang penggembalaannya, seorang isteri adalah penggembala di rumah suaminya dan akan ditanya tentang penggembalaannya. Seorang pelayan juga penggembala dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang penggembalaannya. Maka semua orang dari engkau sekalian itu adalah penggembala dan akan ditanya tentang penggembalaannya." (Muttafaq 'alaih).

Hadis ini dengan jelas menyebutkan bahwa sekalipun sesuatu itu dipandang umum sangat remeh dan tidak perlu diperhatikan, seperti adab kesopanan di waktu makan-minum, duduk, bermain-main dan lain-lain sebagainya, tetapi Agama Islam tetap menyerukan kepada orang tua atau wali anak-anak, agar hal-hal itu diajarkan serla menegur mereka jika mereka berbuat yang tidak pantas. Mengajarkan ini wajib dilaksanakan sejak kecil, agar terbiasa nantinya apabila telah dewasa dan orang lain akan menamakan "Anak yang mengerti tatakerama".

Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari neneknya r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:"Perintahlah anak-anakmu untuk menjalankan shalat di waktu mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka, jikalau melalaikan shalat di waktu mereka berumur sepuluh tahun. Juga pisahkanlah antara mereka itu dalam masing-masing tempat tidurnya." Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad yang hasan.

Dari Abu Tsurayyah yaitu Sabrah bin Ma'bad al-Juhani r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Pelajarilah anak-anak itu akan bersembahyang ketika berusia tujuh tahun dan pukullah ia jikalau melalaikan shalat ketika berumur sepuluh tahun."
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam-Imam Abu Dawud dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Adapun lafaznya Abu Dawud yaitu: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perintahlah anak-anak itu untuk bersembahyang ketika ia telah mencapai umur tujuh tahun."

Pada ayat enam dari surat At Tahrim menyatakan,”Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu, didalamnya terdapat malaikat yang kasar lagi bengis, yang tidak maksiat kepada Allah dan taat atas perintah yang diperintahkan Allah dilaksanakannya”.

            Menurut Al Maraghi, yang dimaksud dengan keluarga yaitu isteri, anak dan siapa saja yang berada dalam tanggungjawab kita, sedangkan menurut Sayid Qutb, keluarga adalah anak, isteri, ibu dan kerabat lainnya.

            Bagaimana keadaan neraka yang digambarkan oleh Allah :
  1. Bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, yaitu manusia yang masih mempunyai dosa dan orang-orang kafir serta batu sembahan yang dijadikan Tuhan oleh manusia.
  2. Di dalam neraka tersebut terdapat malaikat yang kasar dan kejam, apa yang diperintahkan Allah mereka tidak pernah membantah, dia tidak memiliki rasa kasih sayang kepada penghuni neraka, dan tidak akan mau mendengarkan jerit tangis penghuninya.

            Dengan demikian tidaklah sesuai dengan pendapat anak muda sekarang, mereka senang hidup di neraka karena disana mereka akan bertemu dengan wanita-wanita cantik, bintang film yang seksi serta wanita yang tenggelam dalam kemaksiatan. Jangankan tentang kecantikan, sedangkan daging dan tulang manusia yang masuk neraka akan hancur dimakan api.

            Sehubungan dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka, Umar bin Khattab pernah mengadu kepada nabi Saw, untuk menjaga diri sendiri adalah hal yang mudah, lalu bagaimana cara menjaga keluarga?, apakah harus dikawal terus menerus, apakah selalu diawasi kemana dia pergi ?, Nabi memberikan jawaban yaitu,”Engkau tanamkan dalam jiwanya agar dia jangan melakukan perbuatan yang dilarang Allah, dan masukkan pula didadanya ajaran agar dia mengerjakan perbuatan yang diperintahkan Allah”.

            Lukmanul Hakim dalam membimbing anaknya terlebih dahulu dia tanamkan keyakinan, aqidah didada anaknya dengan landasan yang kuat, bila aqidah telah kokoh barulah dia membimbing anaknya untuk shalat. Karena aqidah merupakan pokok utama dalam agama, bila aqidah telah kuat;
  1. Jangankan hanya melaksanakan shalat, sedangkan bila nyawa yang diminta demi agama Allah akan dikerahkan.
  2. Jangankan untuk meninggalkan ucapan kotor, bahkan ketika kesempatan besar terbuka untuk korupsi dan maksiat kepada Allah dia mampu menahan.

Dalam satu hadits Rasulullah bersabda, ”Dari Amer bin Syuaib dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata, telah berkata Rasulullah Saw, perintahkanlah anak-anakmu untuk mendirikan shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila belum mau shalat dikala berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tidur diantara mereka sejak berumur sepuluh tahun”[HR.Abu Daud].

            Hadits di atas memerintahkan bahwa anak umur sepuluh tahun yang belum mau  mengamalkan shalat harus dipukul. Pukulan itu adalah sebagai sangsi atau hukuman. Ini bukannya tindakan kejam, karena menurut penjelasan ahli agama, hukuman pukulan bagi anak tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali dengan alat pemukul kecil yang tidak menyakitkan sehingga tidak membawa penderitaan fisik bagi si anak. Lagi pula, sebelum hukuman pukul itu dilaksanakan, hendaklah telah dipergunakan segala cara dan taktik bagaimana agar si anak mau shalat. Ia diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya itu, sehingga cara-cara yang keras dari orangtua dihindari dulu.

            Maka orangtua hendaknya menjalankan segala siasat untuk membiasakan anaknya mengamalkan semua adat istiadat baik yang sesuaii dengan ajaran agama. Juga kewajiban-kewajiban dari agama yang telah patut diamalkannya. Segala siasat, artinya dengan nasehat, perangsang, motivasi, dorongan, pujian. Semuanya sebagai upaya agar anak mau berbuat baik dan meninggalkan perbuatan jelek. Sebaliknya, cara menakut-nakuti, ancaman, celaan dan gertakan semuanya itu bisa digunakan bilamana perlu. Tentu saja semuanya itu dilaksanakan oleh orangtua setelah memahami segala sifat-sifat dan watak sianak, sehingga tindakan orangtua bisa disesuaikan dengan kondisi pribadi dan perkembangan jiwa anak.

            Dalam memukul anak, janganlah dipukul pada tempat yang berbahaya dari tubuhnya sehingga berakibat fatal bagi anak. Namun jarang kita mendengar ada orangtua memukul anaknya karena anak tersebut tidak melaksanakan shalat. Bahkan sebaliknya banyak orangtua muslim yang tenang-tenang saja melihat keadaan anaknya tidak pernah melaksanakan shalat lima waktu dan tidak bisa membaca Al Qur’an. Tetapi ia merasa gelisah kalau anaknya tidak bisa berbahasa asing, tidak bisa menggunakan komputer atau  tidak menguasai salah satu alat musik.

            Sering kita mendengar orangtua yang memukul anaknya tanpa didasari jiwa agama tapi didorong oleh ambisi pribadi seperti anak gagal dalam kompetisi olahraga di sekolah,  raport anak nilainya rendah atau anak tidak sanggup meraih sesuatu yang diidam-idamkannya. Melaksanakan shalat sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa’  4;103 disebutkan bahwa waktu-waktu shalat tersebut sudah ditentukan sedemikian rupa, walaupun ummat islam terutama orangtua tahu waktu shalat berdasar kebiasaan yang ada hanya dijadikan sebagai waktu saja bukan untuk mendirikan shalat apalagi mengajak anaknya.

Orangtua harus khawatir dengan generasi yang ditinggalkannya. Anak disamping karunia Allah dia juga sebagai amanah yang harus dididik dengan nilai-nilai agama agar fithrah yang dibawanya sejak lahir dapat tumbuh dan berkembang sebagai generasi yang sempurna ketaqwaannya sebagaimana Nabi Ibrahim berdoa,”Wahai Tuhanku, jadikanlah aku ummat yang mendirikan shalat dan demikian juga anak cucuku dan keturunanku. Wahai Tuhanku, perkenankanlah doaku, wahai Tuhanku, ampunilah aku dan juga kedua ibu bapakku dan bagi orang-orang mukmin pada hari terjadi perhitungan”[Ibrahim;40-41].

            Do’a Nabi Ibrahim telah makbul, diterima Allah Swt, dan do’a untuk anak cucunya juga telah dikabulkan. Dari keturunan Nabi Ishaq lahirlah berpuluh nabi dan rasul seperti ; Ya’kub, Yusuf, Musa, Harun, Ayub, Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan Isa . dari keturunan nabi Ismail lahirlah seorang nabi terakhir, khatimul anbiya [nabi penutup] sayidul mursalin [penghulu para rarul] yaitu Nabi Muhammad Saw.

            Dalam hal mendidik anak, Ibnu Khaldun maupun Ibnu Shina memberikan satu konsep, yaitu pengajaran Al Qur’an adalah sebagai basis [dasar] bagi permulaan dari berbagai kurikulum pendidikan yang mesti diajarkan dan diterapkan kepada anak-anak sesuai dengan sabda Rasulullah Saw, ”Didiklah anak-anakmu dengan tiga perangai; cinta kepada nabimu, cinta kepada kaum kerabatnya dan cinta dalam membaca Al Qur’an, bakal berada dalam naungan Allah kelak pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya” [HR. Thabrani].

            Dalam hadits lain beliau kembali menegaskan,”Suatu pahala akan diberikan kepada orangtua yang mengajarkan Al Qur’an kepada puteranya, pada hari kiamat nanti akan mendapat mahkota di dalam syurga”[Thabrani]. Disabdakan lagi,”Rumah yang sering dibaca Al Qur’an didalamnya akan terbayang oleh penghuni langit sebagaimana bintang-bintang terbayang oleh penduduk bumi” [HR. Al Baihaqi dan Aisyah].

Lingkungan keluarga adalah pembina utama dan pertama dalam pembinaan kepribadian anak, kemudian pada umur sekolah pertumbuhan anak dipengaruhi oleh guru, pada usia anak-anak suka hidup bermasyarakat, jika temannya baik maka ia cendrung akan baik pula demikian  sebaliknya, sehingga pergaulan bagi sianak akan mempengaruhi pertumbuhannya. Untuk itu orangtua agar berhati-hati dalam melepas anaknya hidup bergaul dengan anak-anak lain, Rasulullah bersabda’ ”Perumpamaan teman bergaul yang baik dan teman yang jahat ialah bagaikan pedagang minyak wangi dan tukang besi,bila berteman dengan pedagang minyak wangi akan memperoleh salah satu dari dua kemungkinan, membeli minyak wangi atau kena percikan harumnya minyak wangi tersebut, dan berteman dengan tukang besi akan memperoleh dua kemungkinan, badan akan terpercik api atau memperoleh bau yang tidak sedap”

            Lingkungan yang rusak akan menciptakan manusia yang rusak pula sebab si anak dengan muda meniru tingkah laku temannya, ahli hikmat berkata,”Bila kau berteman dengan pencuri, minimal cara mencongkel pintu dapat kau kuasai dan bila berteman dengan orang alim minimal membaca bismillah kau dapat”.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda,”Setiap bayi yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan suci, maka orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi dan Nasrani”

            Artinya orangtua memegang peranan penting dalam mencetak anak agar jagi anak yang baik, kalau hal ini dilalaikan maka kehancuran manusia akan terjadi, dia akan terseret ke lembah kenistaan dan kemaksiatan karena terjerembab dalam pergaulan lingkungan yang tidak baik. Wallahu A’lam, [Cubadak Pianggu Solok, 04 Zulqaidah 1434.H/09 September 2013].




Tidak ada komentar:

Posting Komentar