Jumat, 22 November 2013

49.7 Yakin Dan Tawakkal




RIYADUSH SHALIHIN
[DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH]


Yakin Dan Tawakkal
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Rasulullah menyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, ”Iman adalah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan dan pengamalan dengan anggota”.

            Bahwa iman itu adalah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan dan pengamalan dengan anggota, dia bukanlah angan-angan tapi harus disertai dengan amal perbuatan sebagaimana dengan yang difirmankan Allah dalam dua surat berikut ini;

-Surat Al Baqarah ayat 25, ”Berilah kabar gembira pada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa bagi mereka adalah penghuni syurga”.

-Surat Maryam ayat 96, ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa mereka itu akan memperoleh syurga”.

            Iman adalah sarana untuk mengokohkan ibadah, tanpa iman dan taqwa, ibadah yang kita lakukan gersang dan tidak bermakna, dia akan bercampur dengan syirik, bid’ah, kurafat dan tahyul sehingga ibadah itu sia-sia belaka. Justru itu Lukman Al Hakim mengajarkan dan menamamkan iman kepada anaknya sebelum menunaikan ibadah lebih dahulu. Ini digambarkan Allah dalam firman-Nya di surat Lukman ayat 13, ”Hai anakku jangan berbuat syirik karena syirik itu adalah kezhaliman yang besar”. Demikian pula halnya firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 21,”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang menjadikanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa”.

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 7 dengan judul Yakin Dan Tawakkal menyebutkan tentang hal itu yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits Rasulullah Saw.
 Allah Ta'ala berfirman:
"Setelah orang-orang yang beriman itu melihat pasukan serikat - musuh - mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan oleh Allah dan RasulNya kepada kita dan Allah dan RasutNya itu berkata benar. Hal yang sedemikian itu tidaklah menambahkan kepada orang-orang yang beriman tadi melainkan kelmanan dan penyerahan bulat-bulat." (al-Ahzab: 22). 
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Para manusia berkata kepada orang-orang yang beriman itu: "Sesungguhnya orang-orang telah berkumpul untuk melawan engkau semua, oleh karena itu takutlah kepada mereka." Tetapi hal itu makin menambah keimanan mereka. Mereka menjawab: Allah cukup menjadi pelindung kita dan sebaik-baiknya yang dijadikan tempat bertawakkal.
Kemudian mereka kembali dengan mendapatkan kenikmatan dan keutamaan dari Allah, mereka tidak terkena sesuatu halanganpun dan mereka mengikuti keridhaan Allah dan Allah itu memiliki keutamaan yang agung." (ali-lmran: 173-174).

Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Dan bertawakkallah kepada Tuhan yang Maha Hidup yang tidak akan mati." (al-Furqan: 58).

Lagi Allah Ta'ala berfirman:
"Dan kepada Allah, hendaklah orang-orang yang beriman itu sama bertawakkal," (Ibrahim: 11).

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Jikalau engkau telah bulat tekad - untuk melaksanakan sesuatu - maka bertawakkallah kepada Allah." (ali-lmran: 159).

Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia pasti mencukupi untuknya." (at-Thalaq: 3)

Lagi firmannya Allah Ta'ala:
"Hanyasanya orang-orang yang beriman itu, ialah mereka yang apabila disebutkan nama Allah, maka hati mereka itu menjadi ketakutan, juga apabila ayat-ayatNya dibacakan kepada mereka, maka bertambah-tambahlah keimanan mereka dan mereka itu sama bertawakkal kepada Tuhannya." (al-Anfal: 2)
Banyak sekali orang yang salah mengerti dalam melaksanakan ketawakkalan kepada Allah Ta'ala itu. Ada yang berpendapat, tawakkal ialah menyerah bulat-bulat kepada Tuhan tanpa berbuat daya-upaya dan usaha untuk mencari mana-mana yang baik dan menyebabkan kebahagiaan. Ringkasnya enggan berikhtiar atau menyingsingkan lengan baju. Anehnya ia meminta yang enak-enak belaka. Orang semacam di atas itu rupanya berpendapat, bahwa tidak perlu ia belajar, jika Tuhan menghendaki ia menjadi orang pandai, tentu pandai juga nantinya. Juga tidak perlu bekerja, jika Tuhan menghendaki ia menjadi kaya, tentu kaya juga nantinya. Atau ketika sakit, tidak perlu ia berobat, jika Tuhan menghendaki sembuh tentu sehat kembali pula. Semuanya itu samalah halnya dengan orang yang sedang lapar, sekalipun macam-macam makanan di hadapan mukanya, tetapi ia berpendapat, jika Tuhan menghendaki kenyang, tanpa makanpun akan menjadi kenyang juga. Cara berfikir semacam di atas itu, apabila diterus-teruskan, pasti akan membuat kesengsaraan diri sendiri, bahkan merusak akalnya sendiri.
Adapun maksud tawakkal yang diperintahkan oleh agama itu ialah menyerahkan diri kepada Allah sesudah berdaya-upaya dan berusaha serta bekerja sebagaimana mestinya. Misalnya meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci baik-baik, lalu bertawakkal. Artinya apabila setelah dikunci itu masih juga hilang umpama dicuri orang, maka dalam pandangan agama orang itu sudah tidak bersalah, sebab telah melakukan ikhtiar supaya jangan sampai hilang. Hal yang semacam itu pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w., yaitu ada seorang sahabatnya yang meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, seperti pohon, tonggak dan lain-lain, lalu ditinggalkan.

Beliau s.a.w. bertanya: "Mengapa tidak kamu ikatkan?" Ia menjawab: "Saya sudah bertawakkal kepada Allah." Rasulullah s.a.w. tidak dapat menyetujui cara berfikir orang itu, lalu bersabda: "Ikatlah dulu lalu bertawakkallah."

Ringkasnya tawakkal tanpa usaha lebih dulu adalah salah dan keliru menurut pandangan Islam.

Jikalau kita sudah dapat meletakkan arti tawakkal pada garis yang sebenarnya, maka sangat sekali dipuji dan pasti kita tidak akan kekurangan rezeki, sebab Allah Ta'ala akan menjamin bahwa kita akan diberi bagian rezeki kita masing-masing sebagairnana halnya burung yang pergi pagi-pagi dalam keadaan kosong perut, sedang pada sore harinya telah menjadi kenyang.

Selain itu Allah berfirman bahwa srfat-sifat kaum mu'minin itu di antaranya ialah selalu bertawakkal kepada Allah Ta'ala dengan pengertian tawakkal yang tidak disalah-rnengertikan.
FirmanNya:
"Hanyasanya orang-orang yang beriman itu apabila nama Allah disebutkan, menjadi gentarlah hati mereka dan apabila ayat-ayat Allah dibacakan, maka bertambahlah keimanan mereka dan hanya kepada Allah jualah mereka bertawakkal." (al-Anfal: 2)
Yang perlu kita perhatikan, sehubungan dengan persoalan ini ialah:
Dalam mengejar cita-cita, supaya dapat berhasil kecuali amat diperlukan adanya sifat kesabaran, juga wajib disertai sifat tawakkal ini. Karena yang menentukan berhasil atau tidaknya sesuatu maksud itu hanyalah Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri. Lebih besar yang dicita-citakan, wajib lebih besar pula sabar dan tawakkalnya, misalnya ingin menjadi seorang yang alim, ingin memajukan agama, ingin mendirikan sesuatu negara yang benar-benar diridhai oleh Allah Ta'ala, ingin melaksanakan hukum-hukum dan syariat Islam dalam negara dan lain-lain sebagainya. Setelah bersabar dan bertawakkal wajib pula disertai doa, memohon kepada Allah semoga yang dicita-citakan itu berhasil, jangan bosan-bosan berdoa dan yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan. Insya Allah.
Adapun Hadis-hadisnya ialah:
 Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dipertontonkanlah padaku berbagai ummat, maka saya melihat ada seorang Nabi dan besertanya adalah sekelompok manusia kecil - antara tiga orang sampai sepuluh, ada pula Nabi dan besertanya adalah seorang lelaki atau dua orang saja, bahkan ada pula seorang Nabi yang tidak disertai seseorangpun. Tiba-tiba diperlihatkanlah padaku suatu gerombolan manusia yang besar, lalu saya mengira bahwa mereka itulah ummatku. Lalu dikatakanlah padaku: "Ini adalah Musa dengan kaumnya. Tetapi lihatlah ke ufuk - sesuatu sudut." Kemudian sayapun melihatnya, lalu saya lihatlah dan tiba-tiba tampaklah di situ suatu gerombolan ummat yang besar juga. Selanjutnya dikatakan pula kepadaku: "Kini lihatlah pula ke ufuk yang lain lagi itu." Tiba-tiba di situ terdapatlah suatu kelompok yang besar pula, lalu dikatakanlah padaku: "Inilah ummatmu dan beserta mereka itu ada sejumlah tujuhpuluh ribu orang yang dapat memasuki syurga tanpa dihisab dan tidak terkena siksa."

Kemudian Rasulullah s.a.w. bangun dan terus memasuki rumahnya. Orang-orang banyak sama bercakap-cakap mengenai para manusia yang memasuki syurga tanpa dihisab dan tanpa disiksa itu. Sebagian dari sahabat itu ada yang berkata: "Barangkali mereka itu ialah orang-orang yang telah menjadi sahabat Rasulullah s.a.w." Sebagian lagi berkata: "Barangkali mereka itu ialah orang-orang yang dilahirkan di zaman sudah munculnya agama Islam, kemudian tidak pernah mempersekutukan sesuatu dengan Allah." Banyak lagi sebutan - percakapan-percakapan - mengenai itu yang mereka kemukakan.

Rasulullah s.a.w. lalu keluar menemui mereka kemudian bertanya: "Apakah yang sedang engkau semua percakapkan itu." Para sahabat memberitahukan hal itu kepada beliau. Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda:
"Orang-orang yang memasuki syurga tanpa hisab dan siksa itu ialah mereka yang tidak pernah memberi mentera-mentera tidak meminta mentera-mentera dari orang lain - karena sangatnya bertawakkal kepada Allah, tidak pula merasa akan memperoleh bahaya karena adanya burung-burung - atau adanya hal yang lain-lain atau ringkasnya meyakini guhon tuhon atau khurafat yang sesat - dan pula sama bertawakkal kepada Tuhannya."

'Ukkasyah bin Mihshan al-Asadi, kemudian berkata: "Doakanlah saya - ya Rasulullah - kepada Allah supaya Allah menjadikan saya termasuk golongan mereka itu - tanpa hisab dan siksa dapat memasuki syurga." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Engkau termasuk golongan mereka." Selanjutnya ada pula orang lain yang berdiri lalu berkata: "Doakanlah saya kepada Allah supaya saya oleh Allah dijadikan termasuk golongan mereka itu pula." Kemudian beliau bersabda: "Permohonan seperti itu telah didahului oleh 'Ukkasyah." (Muttafaq 'alaih)

Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma juga bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda - dalam berdoa:"Ya Allah, kepadaMulah saya menyerahkan diri, denganMu saya beriman, atasMu saya bertawakkal, ke hadhiratMu saya bertaubat, denganMu saya berbantah - menghadapi musuh-musuh agama."
"Ya Allah, saya mohon perlindungan dengan kemuliaanMu, tiada Tuhan melainkan Engkau, kalau sampai Engkau menyesatkan diriku. Engkau Maha Hidup yang tidak akan mati, sedangkan semua jin dan manusia pasti mati." (Muttafaq 'alaih)

Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma pula, katanya: "Lafaz: Hasbunallah wa ni'mal wakil, artinya: Cukuplah Allah itu sebagai penolong kita dan Dia adalah sebaik-baiknya yang diserahi, itu pernah diucapkan oleh Ibrahim a.s. ketika beliau dilemparkan ke dalam api, Juga pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ketika orang-orang sama berkata: "Sesungguhnya orang-orang banyak telah berkumpul-bersatu-untuk memerangi engkau,maka takutilah mereka itu," tetapi ucapan sedemikian itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang beriman melainkan keimanan belaka dan mereka berkata: Hasbunallah wa ni'mal wakil. (Riwayat Bukhari)

Dalam riwayat Bukhari pula dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma disebutkan: Ucapan Nabi Ibrahim yang terakhir sekali ketika beliau dilemparkan ke dalam api yaitu: Hasbiallah wa ni'mal wakil artinya: "Cukuplah Allah itu sebagai penolongku dan Dia adalah sebaik-baiknya yang diserahi."

Jabir berkata: "Kita semua bersama-sama Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Dzatur Riqa', kemudian datanglah kita pada pohon yang rindang - nyaman digunakan sebagai tempat berteduh - pohon itu kita biarkan untuk digunakan oleh Rasulullah s.a.w., kemudian datanglah seseorang lelaki dari golongan kaum musyrikin sedangkan pedang Rasulullah s.a.w. digantungkan pada pohon tersebut. Orang itu menghunus pedangnya lalu berkata: "Adakah engkau takut padaku?" Rasulullah s.a.w. menjawab: "Tidak." Orang itu berkata lagi: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari perbuatanku ini." Beliau s.a.w. menjawab: "Allah."

Disebutkan pula dalam riwayat lainnya lagi yaitu riwayat Abu Bakar al-lsma'ili dalam kitab shahihnya demikian:
Orang itu berkata: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari perbuatanku ini." Beliau s.a.w. bersabda: "Allah," kemudian jatuhlah pedang itu dari tangannya.
Selanjutnya pedang itu diambil oleh Rasulullah s.a.w., lalu bersabda: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari padaku ini?" Orang tadi berkata: "Jadilah engkau - hai Muhammad -sebaik-baiknya orang yang dimintai perlindungan." Rasulullah s.a.w. bersabda pula: "Sukakah engkau menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya saya ini utusan Allah?" Ia menjawab: "Tidak suka aku demikian, tetapi saya berjanji padamu bahwa saya tidak akan memerangi lagi padamu dan tidak pula akan menyertai kaum yang memerangi engkau."

Oleh Rasulullah s.a.w. orang tersebut dilepaskan jalannya -dibebaskan, kemudian ia mendatangi sahabat-sahabatnya lalu berkata: "Saya telah datang padamu sekalian ini dari sisi sebaik-baik manusia - yang dimaksud ialah baru datang dari Nabi Muhammad s.a.w.
Sabda Nabi s.a.w.: Ikhtarathas saifa, artinya mengacungkan pedang dalam keadaan terhunus dan Wa huwa fi yadihi shaltan, artinya: pedang itu di tangannya sudah terhunus. Lafaz shaltan itu boleh difathahkan shadnya dan boleh pula didhammahkan.

Dari Umar r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:"Andaikata engkau sekalian itu suka bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscayalah Dia akan memberikan rezeki padamu sekalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Pagi-pagi burung-burung berperut kosong dan sore-sore kembali dengan perut penuh berisi.
Adapun makna Hadis itu ialah bahwa burung-burung itu pada permulaan hari siang, yakni mulai pagi harinya sama pergi dalam keadaan khimash, artinya kosong perutnya, sebab lapar, sedangkan pada akhir siang, yakni pada sore harinya sama kembali dalam keadaan bithaan, artinya perutnya penuh sebab kenyang. Inilah tanda tawakkalnya burung pada Allah.
Orang yang telah bekerja dan berusaha disertai tawakal kepada Allah, maka Allah akan menambah rezeki itu menurut banyaknya tanggungan. Yang penting manusia itu berusaha dan berdo’a, jangan cemas dengan rezeki yang telah disediakan Allah. Dapat diiibaratkan, bila kita mengundang orang untuk makan di rumah kita sebanyak 50 orang maka tentu persediaan makanan akan kita sediakan lebih banyak dari jumlah  undangan, demikian pula bila Allah menentukan jumlah manusia di dunia ini sebanyak tiga milyar berarti persediaan makanan di dunia ini lebih banyak dari jumlah manusia untuk sekian masa dengan syarat mau untuk mengeksplorasi, bekerja yang diiringi dengan do’a, Allah menjelaskan dalam firman-Nya surat Jumu’ah   62 ;10

”Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”

            Rasululah bersabda,”Sesungguhnya apabila seseorang diantara kamu semua itu mengambil tambangnya [tali]  kemudian mencari kayu bakar dan diletakkan diatas punggungnya , hal itu adalah  lebih baik daripada ia mendatangi seseorang yang telah dikarunia oleh Allah dari keutamaan-Nya, kemudian meminta kepada kawannya itu, adakalanya diberi dan adakalanya ditolak”[HR.Bukhari dan Muslim].

            Walaupun meminta itu pekerjaan yang dibolehkan tapi posisi seseorang tadi ibarat tangan yang diatas sekaligus akan menurunkan izzah [harga diri] dimata temannya. Orang yang terbiasa menerima pemberian orang lain tidak punya keberanian untuk memberikan tausiyah [nasehat dan kritik] karena dia sudah terlanjur menerima budi baik seseorang, berhutang budilah jadinya, sehingga cendrung membela atau membiarkan temannya tadi dalam kesalahan.

            Pada suatu ketika Rasulullah Saw sedang duduk-duduk dengan para sahabatnya, tiba-tiba nampaklah disana seorang yang masih muda yang amat kuat dan perkasa tubuhnya. Ia pagi-pagi itu telah bekerja dengan penuh semangat. Para sahabat itu berkata,”Kasihan sekali orang itu, andaikata kemudahan dan kekuatannya itu dipergunakan  untuk sabilillah alangkah baiknya dia”, demi mendengar ucapan salah seorang sahabatnya, beliau lalu bersabda,”Jangan kamu semua mengatakan demikian, sebab orang itu kalau keluarnya dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil maka ia telah berusaha sabilillah. Jikalau ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun fisabilillah. Tetapi apabila ia bekerja karena untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah fisabili syaithan atau karena mengikuti jalan syaitan”.

            Dalam seluruh asfek kehidupan, seorang muslim dituntut untuk bekerja seoptimal dan semaksimal mungkin dengan tidak melupakan do’a kepada Allah agar usahanya dapat menemukan keberhasilan, semua diserahkan kepada Allah, inilah yang dimaksud dengan tawakal. Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 27 Syawal 1434.H/03 September 2013].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar