RIYADUSH
SHALIHIN
[DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH]
Tolong-menolong Dalam Kebaikan
Dan Ketaqwaan
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Dalam kehidupan bermasyarakat kita dianjurkan untuk membantu orang lain
yang membutuhkan karena sunnah Allah menyertai kehidupan ini, ada yang mampu
dan tidak sedikit yang tidak mampu, ada yang usaha ekonominya lancar dengan
keberhasilan dan keberuntungan dan tidak sedikit usahanya hancur, gulung tikar
dan bangkrut, disinilah peran seorang muslim untuk turut serta membantu
saudaranya, Rasulullah bersabda," Seorang mukmin terhadap mukmin
lainnya seumpama bangunan saling mengokohkan satu dengan yang lain. (Kemudian
Rasulullah Saw merapatkan jari-jari tangan beliau)."(Mutafaq'alaih)
Apalagi hidup bertetangga, sangat diharapkan ada kehidupan saling tolong menolong sehingga Rasul menyatakan tentang kriteria tetangga itu dengan harapan tanpa alasan kita tidak membantunya; tetangga itu memiliki tiga tingkatan haknya yaitu; tetangga yang ada hubungan kerabat dan semuslim maka tiga haknya, hak sebagai tetangga, hak sebagai kerabat dan hak sebagai muslim, tetangga semuslim saja maka memiliki dua hak, hak sebagai tetangga dan hak sebagai muslim, tetangga dengan non muslim maka haknya hanya satu yaitu hak sebagai tetangga.
Kita tidak bisa hidup sendiri,
pasti membutuhkan orang lain sebagai teman yang dapat memberikan berbagai
bantuan dalam kesehariannya selain itu kitapun dianjurkan untuk memberikan
bantuan kepada orang lain, ibarat simbiosis mutualisme yaitu saling
ketergantungan satu sama lainnya, Rasulullah bersabda,"Kaum muslimin
ibarat satu tangan terhadap orang-orang yang di luar mereka'' (HR. Asysyihaab)
Asfek ibadah
seorang muslim sangat luas sekali, salah satunya tolong menolong dengan harta benda sebagaimana yang diterangkan
Allah dalam firman-Nya surat Al Baqarah 2;195 ”Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
Dalam sebuah peperangan, sebelumnya Rasulullah
menyampaikan taujih [pengarahan] kepada para sahabat bahwa biaya jihad itu
sangat besar sekali, maka beliau
menawarkan kepada muhsinin di zaman beliau, maka tampillah ketika itu Umar bin
Khattab dengan ucapannya,”Ya Rasulullah akan aku serahkan separuh hartaku
untuk berjihad besok”, dalam hati Umar menyangka bahwa dialah yang paling
besar infaqnya, setelah itu tampil pula Abu Bakar dengan wibawa menyatakan.”Wahai
Rasul, aku serahkan seluruh hartaku untuk jihad besok”, Rasull bertanya,”Apa
yang kau sisakan untuk keluargamu ?”, Abu Bakar menjawab ”Yang tersisa
adalah Allah dan Rasul-Nya.” Dalam hati Umar bergumam,”Memang Abu Bakar
tidak bisa disaingi dalam kebaikan ini”.
Imam An
Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 21 dengan
judul “Tolong-menolong Dalam Kebaikan Dan Ketaqwaan”
Allah Ta'ala berfirman:"Dan tolong-menolong engkau
semua atas kebaikan
dan ketaqwaan." (al-Maidah: 2).
Allah Ta'ala juga
berfirman:"Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amatan shalih, juga suka sating
pesan-memesan dengan kebenaran serta saling pesan-memesan dengan saling
kesabaran." [1][13] (al-'Ashr: 1-3).
Imam as-Syafi'i rahimahullah
mengucapkan suatu uraian yang maksudnya ialah bahwasanya seluruh manusia atau sebagian
besar dari mereka itu terlalai untuk memikir-mikirkan isi kandungan surat ini.
Dari Abdur Rahman bin
Zaid bin Khalid al-Juhani r.a., katanya: "Nabiullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memberikan
persiapan - bekal - untuk seseorang yang berperang fi-sabilillah, maka
dianggaplah ia sebagai orang yang benar-benar ikut berperang - yakni sama
pahalanya dengan orang yang ikut berperang itu. Dan barangsiapa yang
meninggalkan kepada keluarga orang yang berperang - fi-sabilillah - berupa
suatu kebaikan - apa-apa yang dibutuhkan untuk kehidupan keluarganya itu, maka
dianggap pulalah ia sebagai orang yang benar-benar ikut berperang."
(Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Said al-Khudri
r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan suatu pasukan sebagai utusan
untuk memerangi Bani Lihyan dari suku Hudzail, lalu beliau bersabda:
"Hendaklah dari setiap dua orang berangkat salah seorang saja dari
keduanya itu -maksudnya setiap golongan supaya mengirim jumlah separuhnya,
sedang separuhnya yang tidak ikut berangkat adalah yang menjamin kehidupan
keluarga dari orang yang ikut berangkat berperang itu, dan pahalanya adalah
antara keduanya - artinya pahalanya sama antara yang berangkat dengan yang
menjamin keluarga yang Derangkat tadi." (Riwayat Muslim)
Dari Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bertemu dengan sekelompok
orang yang berkendaraan di Rawha' - sebuah tempat di dekat Madinah, lalu beliau
bertanya "Siapakah kaum ini?" Mereka menjawab: "Kita kaum
Muslimin." Kemudian mereka bertanya: "Siapakah Tuan?" Beliau
menjawab: "Saya Rasulullah." Kemudian ada seorang wanita yang
mengangkat seorang anak kecil di hadapan beliau lalu bertanya: "Adakah
anak ini perlu beribadat haji?" Beliau menjawab: "Ya dan untukmu -
wanita itu - juga ada pahalanya." (Riwayat Muslim)
Dari Abu Musa al-Asy'ari
r.a. dari Nabi s.a.w. bahwasanya beliau s.a.w. bersabda: "Juru simpan yang Muslim dan
dapat dipercaya yang dapat melangsungkan apa yang diperintahkan padanya,
kemudian memberikan harta yang disimpannya dengan lengkap dan cukup, juga
memberikannya itu dengan hati yang baik - tidak kesal atau iri hati pada orang
yang diberi, selanjutnya menyampaikan harta itu kepada apa yang diperintah
padanya, maka dicatatlah ia - juru simpan tersebut - sebagai salah seorang dari
dua orang yang bersedekah - juru simpan dan pemiliknya." (Muttafaq 'alaih).
Jangankan
muslim, sedang manusia kafirpun hati nuraninya menuntut untuk berbuat kebaikan.
Tersebutlah dizaman Rasul ketika beliau diboikot penduduk Quraisy di lembah
Si’ib atau dikenal dengan nama lembah Abu Thalib, tidak boleh berdagang dan
membeli dagangan dari non muslim, sehingga Rasul ketika itu dengan para
sahabatnya menderita tanpa bahan makanan, ada seorang sahabat yang ketika malam
hari saat buang air kecil dia merasakan ada sebuah benda keas yang teraba
olehnya, dia bawa pulang, rupanya selembar kulit kambing yang sudah mengeras,
itulah yang dia bersihkan lalu dimasak dan dimakan, demikian sengsaranya ummat
islam diperlakukan oleh Abu Jahal dan kawan-kawan.
Dalam kondisi demikian, tegeraklah hati seorang kafir
Quraisy untuk memberikan bantuan, dia ambi seekor kuda, lalu diisi dengan bahan
makanan di seluruh pundaknya, sarat
dengan bekal itulah, dia arahkan sang kuda ke lembah Si’ib, kemudian dia pukul
pinggul kuda itu dengan kuatnya sehingga larilah sang kuda ke arah ummat islam
yang sedang menunggu bantuan dari siapapun.
Profil muhsinin adalah pribadi yang siap untuk mencapai
derajat taqwa dengan jalan berbuat baik dimana saja dan kapan saja, baik dalam
kondisi lapang ataupun sempit, dalam kondisi kaya atau miskin; “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”[Ali Imran 3;134].
Kebaikan apapun dan sebesar apapun
tidak boleh kita remehkan sebab nabi pernah mengabarkan bahwa dengan kebaikan
yang kecil itu siapa tahu kita ditetapkan sebagai penduduk syurga
selama-lamanya. Peran keluarga sangat baik dalam mendidik anak untuk
berbuat baik seperti memberikan infaq dan sedekah kepada fakir miskin yang
datang ke rumah kita.
Untuk mencapai derajat taqwa
seseorang harus melewati fase muhsin ini sehingga dia diberi prediket orang
yang selalu berbuat baik. Dengan kebaikan ini pulalah akan membuat simpati
orang kepada kita sehingga rasul menyatakan kalau ummatnya ini seperti lebah
yang selalu mengeluarkan hal-hal yang baik seperti madu dan bila lebah hinggap
pada ranting yang rapuh sekalipun maka
ranting itu tidak akan patah, demikian indahnya hidup dalam sebuah komunitas
dengan nilai-nilai islam, Rasulullah bersabda,"Kekuatan disertakan
kepada jama'ah. Barangsiapa
menyimpang (serong dan memisahkan diri) maka dia menyimpang menuju neraka" (HR. Tirmidzi).
Kebaikan yang diberikan kepada orang lain bukan hanya menerima pahala saja dari Allah tapi dia merupakan sebab untuk diterimanya bantuan dan rezeki yang lebih banyak darimanapun, "Tiadalah kamu mendapat pertolongan (bantuan) dan rezeki kecuali karena orang-orang yang lemah dari kalangan kamu"(HR. Bukhari) "Allah selalu menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya (semuslim)" (HR. Ahmad)
Dari Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu,
Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa melepaskan seorang
mukmin dari kesusahan hidup di dunia, niscaya Alloh akan melepaskan darinya
kesusahan di hari kiamat, barang siapa memudahkan urusan (mukmin) yang sulit
niscaya Alloh akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barang siapa
menutup aib seorang muslim, maka Alloh akan menutup aibnya di dunia dan
akhirat. Alloh akan menolong seorang hamba, selama hamba itu senantiasa
menolong saudaranya. Barang siapa menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka
Alloh akan memudahkan jalan baginya menuju surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul
di salah satu rumah Alloh untuk membaca Kitabulloh dan mempelajarinya
bersama-sama, melainkan akan turun kepada mereka ketenteraman, rahmat Alloh
akan menyelimuti mereka, dan Alloh memuji mereka di hadapan (para malaikat)
yang berada di sisi-Nya. Barang siapa amalnya lambat, maka tidak akan
disempurnakan oleh kemuliaan nasabnya.” (Hadits dengan redaksi seperti ini
diriwayatkan oleh Muslim).
Prinsip tolong menolong
itu hanya untuk kebaikan dan taqwa, kita tidak boleh tolong menolong dalam hal
dosa dan kejahatan, bila hal itu terjadi maka bukan mendapatkan pahala dari
Allah tapi akan dibalas dengan dosa dan
azab-Nya. Tolong menolong dalam ketaqwaa akan mengantarkan seseorang kepada
kehidupan yang baik yaitu level iman yang tertinggi. Banyak ayat-ayat Allah yang tercantum dalam Al
Qur'an yang menganjurkan agar ummat yang beriman meningkatkan kualitas imannya
hingga ke jenjang taqwa diantaranya;
a.Al Hasyr
59;18-19" Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada
Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah
orang-orang yang fasik".
b.Ali Imran 3;102 "Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam".
c.Al Hujurat 49;13 "Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal".
d.Az Zumar 39;73 "Dan orang-orang yang bertakwa
kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula). sehingga
apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya Telah terbuka dan
berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan)
atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di
dalamnya".
Ubay bin Ka'ab bertanya kepada Umar bin Khattab tentang
taqwa, Umar menjawab,"Apakah anda pernah melewati jalan berduri?",
Ubay menjawab,"Ya pernah", Umar bertanya,"Apakah yang anda
lakukan?". Kata
Ubay,"Saya kesampingkan duri itu dan berusaha maju ke depan dan
berhati-hati", kata Umar, "Itulah taqwa". Rasulullah menyatakan
bahwa taqwa itu ada di hati bukan diucapan, sedangkan orang yang bertaqwa juga
dikatakan adalah orang yang mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.
Imam Al Gazali menempatkan taqwa dengan
tawakkal, qona'ah, wara', dan yakin.
T; Tawakal
yaitu menyerahkan hasil usaha kepada Allah setelah maksimal berusaha, Q; Qona’ah artinya sikap hidup yang tidak
boros dan berangan-angan tinggi. Dia terima dengan rasa syukur apa yang
diperoleh hari ini, tetapi tetap berusaha dengan sungguh-sungguh untuk masa
depan, W; Wara’ artinya berhati-hati terhadap barang yang syubhat, orang yang
bertaqwa ditinggalkannya yang syubhat ini, Y ; Yakin artinya kepercayaan yang
semakin dalam kepada Allah, Rasul dan Syari’at-Nya.
Orang
yang bertaqwa adalah orang yang menyampaikan kebenaran kepada siapapun walaupun
pahit akibatnya kelak. Kebenaran itu adalah apa adanya tidak dapat ditutup
tutupi, hingga sampai ketika kita bercandapun oleh Rasulullah tidak boleh
dengan kebohongan, harus dengan kebenaran. Karena sekali saja kita berbohong
maka selamanya orang tidak akan percaya lagi;
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
Katakanlah perkataan yang benar" [Al Ahzab 33;70]
Taqwa adalah level yang tinggi
setelah seseorang melewati fase sebagai muslim yaitu mengakui islama sebagai
agamanya, ketika meningkat kualitas muslim menuju tingkat kedua yaitu mukmin,
yaitu tingkatan orang yang sudah baik kepribadiannya, imannya sudah menghunjam
ke dada, amalnyapun semakin bagus. Mukmin meningkatkan mutunya dengan segala
kesungguhan menuju kesana sampailah kepada level Muhsin, yaitu karakter muslim yang
berupaya selalu berbuat baik sebanyak mungkin, amal wajibnya ditambah dengan
yang sunnah-sunnah, bila dia mampu meningkatkan kualitas iman dan amalnya maka
mendekatlah kepada level Mukhlis artinya orang yang ikhlas dalam menapaki
kehidupan ini, segala yang diberikan dan dilakukan hanya mencari ridha Allah,
maka barulah masuk ke tahaf Muttaqin yaitu orang yang bertaqwa. Allah tidak memandang manusia karena suku,
bangsa dan kelahirannya tapi kemuliaan itu disematkan Allah kepada hamba yang
mampu mencapai derajat taqwa.
Rupanya iman dan taqwa tidak hanya
diucapkan saja apalagi hanya dipendam saja di hati, tapi taqwa itu harus
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pribadi, keluarga hingga
masyarakat luas, sampai Nabi Ibrahim mohon kepada Allah agar nanti anak
keturunannya menjadi pemimpin orang yang bertaqwa artinya menjadi orang yang
bertaqwa saja sungguh mulia apalagi memimpin orang yang bertaqwa tentu
kualitasnya lebih taqwa dari yang dipimpinnya.
Taqwa tidak bisa
dibiarkan saja karena dia merupakan level iman yang mengalami fluktuasi yaitu
ibarat gelombang, kadangkala naik dan kadangkala turun, taqwa harus dijaga
dengan sebaik-baiknya hingga pada akhir kehidupan kita tetap dalam posisi masih
bertaqwa. Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 29
Syawal 1434.H/05 September 2013].
maaf pak,kalau bisadiberi ayatnya biar sebagai pendukung arti :D
BalasHapusAssalamualaikum wrb salam persaudaraan,perkenalkan saya Sri Wulandari asal jambi,maaf sebelumnya saya hanya mau berbagi pengalaman kepada saudara(i) yang sedang dalam masalah apapun,sebelumnya saya mau bercerita sedikit tentang masalah saya,dulu saya hanya penjual campuran yang bermodalkan hutang di Bank BRI,saya seorang janda dua anak penghasilan hanya bisa dipakai untuk makan anak saya putus sekolah dikarenakan tidk ada biaya,saya sempat stres dan putus asa menjalani hidup tapi tiap kali saya lihat anak saya,saya selalu semangat.saya tidak lupa berdoa dan minta petunjuk kepada yang maha kuasa,tampa sengaja saya buka internet dan tidak sengaja saya mendapat nomor tlpon Aki Sulaiman,awalnya saya Cuma iseng2 menghubungi Aki saya dikasi solusi tapi awalnya saya sangat ragu tapi saya coba jalani apa yang beliau katakan dengan bermodalkan bismillah saya ikut saran Aki Sulaiman saya di ritualkan dana gaib selama 3 malam ritual,setelah rituialnya selesai,subahanallah dana sebesar 2M ada di dalam rekening saya.alhamdulillah sekarang saya bersyukur hutang di Bank lunas dan saya punya toko elektronik yang bisa dibilang besar dan anak saya juga lanjut sekolah,sumpah demi Allah ini nyata tampa karangan apapun,bagi teman2 yang mau berhubungan dengan Aki Sulaiman silahkan hub 085216479327 insya Allah beliau akan berikan solusi apapun masalah anda mudah2han pengalaman saya bisa menginspirasi kalian semua,Assalamualaikum wrb.JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB AKI SULAIMAN 085-216-479-327,TAMPA TUMBAL,TIDAK ADA RESIKO APAPUN(AMAN) .
BalasHapus