PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
JANGAN
SALING MENDENGKI
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا
وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا
عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً . الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ
يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ . التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ
إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ
أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ
وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة
الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata :
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Janganlah kalian saling
dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan
janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah
kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi
muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak
mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya
sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina
saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya,
hartanya, dan kehormatannya.(Riwayat Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1. Larangan untuk saling
dengki.
2. Larangan untuk
berbuat keji dan menipu dalam urusan jual beli.
3. Diharamkan untuk
memutuskan hubungan terhadap muslim. Sebaliknya harus dijaga persaudaraan dan
hak-haknya karena Allah Ta’ala.
4. Islam bukan hanya
aqidah dan ibadah saja, tetapi juga didalamnya terdapat urusan akhlak dan
muamalah.
5. Hati merupakan sumber
rasa takut kepada Allah Ta’ala.
6. Taqwa merupakan
barometer keutamaan dan timbangan seseorang.
7. Islam memerangi semua
akhlak tercela karena hal tersebut berpengaruh negatif dalam masyarakat Islam.
Pembahasan;
Semua
manusia punya kemampuan untuk meraih sesuatu sesuai dengan keahliannya melalui
usaha dan kerja yang dilakukannya, namun dari segi hasil berupa rezeki adalah
hak preogatif Allah, dari jenis usaha yang dilakukan itu, ada yang berhasil
walaupun kerjanya tidak banyak mengeluarkan keringat tapi ada pula yang
semaksimal mungkin mengerahkan segala daya dan upayanya namun hasil yang diraih
tidak memadai, karena memang kerja tidak bisa diukur sebanding dengan rezeki
yang diperoleh.
Sesungguhnya Allah adalah satu-satunya pemberi
rizki, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal itu. Karena Allah Ta’ala
berfirman,“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu
dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3)
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki
kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah.” (QS.
Saba’: 24)
Tidak ada yang berserikat
dengan Allah dalam memberi rizki. Oleh karena itu, tidak pantas Allah
disekutukan dalam ibadah, tidak pantas Allah disembah dan diduakan dengan
selain. Dalam lanjutan surat Fathir, Allah Ta’ala
berfirman,“Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak
disembah selain Allah; maka mengapakah engkau bisa berpaling (dari perintah
beribadah kepada Allah semata)?” (QS. Fathir: 3)
Selain Allah sama sekali tidak
dapat memberi rizki. Allah Ta’ala berfirman,“Dan
mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki kepada
mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit juapun).”
(QS. An Nahl: 73)
Seandainya Allah menahan rizki
manusia, maka tidak ada selain-Nya yang dapat membuka pintu rizki tersebut.
Allah Ta’ala berfirman,“Apa saja yang Allah
anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat
menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang
sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Fathir: 2).
Itu memang benar, tidak
mungkin ada yang dapat memberikan makan dan minum ketika Allah menahan
rizki tersebut.[Muhammad Abduh Tuasikal,Memahami Allah Maha Pemberi Rizki, www.muslim.or.id, 10 February 2011].
Ternyata
rezeki itu bukanlah hanya uang hasil jual beli, tidak pula hanya gaji yang
diterima oleh seorang pegawai. Semua kenikmatan yang kita terima dalam hidup
ini, itulah rezeki namanya. Keadaan fisik yang sehat wal afiat, itu merupakan
rezeki yang diberikan Allah, undangan makan dari teman, itupun rezeki, ketika
naik kendaraan angkot, dibayarkan ongkos kita, itu juga rezeki, mendapat hibah
dan bantuan dari mertua itu rezeki, nampaknya rezeki itu luas sekali
cakupannya, sedangkan hasil usaha berupa uang dan gaji itu bagian terkecil dari
rezeki. Muhammad Abduh Tuasikal menjelaskan makna diluaskan atau disempitkannya rezeki
seseorang;
Ayat
yang patut direnungkan adalah firman Allah Ta’ala,“Adapun
manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila
Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: “Tuhanku
menghinakanku“. (QS. Al Fajr: 15-16)
Ath Thobari rahimahullah
menjelaskan, “Adapun manusia ketika ia diuji oleh Rabbnya dengan
diberi nikmat dan kekayaan, yaitu dimuliakan dengan harta dan kemuliaan serta
diberi nikmat yang melimpah, ia pun katakan, “Allah benar-benar telah
memuliakanku.” Ia pun bergembira dan senang, lantas ia katakan, “Rabbku telah
memuliakanku dengan karunia ini.”
Kemudian Ath Thobari rahimahullah
menjelaskan, “Adapun manusia jika ia ditimpa musibah oleh Rabbnya
dengan disempitkan rizki, yaitu rizkinya tidak begitu banyak, maka ia pun
katakan bahwa Rabbnya telah menghinakan atau merendahkannya. Sehingga ia pun
tidak bersyukur atas karunia yang Allah berikan berupa keselamatan anggota
badan dan rizki berupa nikmat sehat pada jasadnya.”
Ibnu Katsir rahimahullah
menafsirkan ayat di atas, “Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala
mengingkari orang yang keliru dalam memahami maksud Allah meluaskan rizki.
Allah sebenarnya menjadikan hal itu sebagai ujian. Namun dia menyangka dengan
luasnya rizki tersebut, itu berarti Allah memuliakannya. Sungguh tidak
demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian. Sebagaimana Allah Ta’ala
berfirman,“Apakah mereka mengira bahwa harta dan
anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera
memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak
sadar.” (QS. Al Mu’minun: 55-56)
Sebaliknya, jika Allah
menyempitkan rizki, ia merasa bahwa Allah menghinangkannya. Sebenarnya tidaklah
sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama sekali. Allah memberi
rizki itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai atau pada yang tidak Dia cintai.
Begitu pula Allah menyempitkan rizki pada pada orang yang Dia cintai atau pun
tidak. Sebenarnya yang jadi patokan ketika seseorang dilapangkan dan
disempitkan rizki adalah dilihat dari ketaatannya pada Allah dalam dua keadaan
tersebut. Jika ia adalah seorang yang berkecukupan, lantas ia bersyukur pada
Allah dengan nikmat tersebut, maka inilah yang benar. Begitu pula ketika ia
serba kekurangan, ia pun bersabar.”
Sifat yang disebutkan dalam
surat ini (Al Fajr ayat 15-16) adalah sifat orang kafir. Maka sudah patut untuk
dijauhi oleh seorang muslim.
Al Qurthubi rahimahullah
mengatakan, “Sifat yang disebutkan dalam (Al Fajr ayat 15-16) adalah sifat
orang kafir yang tidak beriman pada hari berbangkit. Sesungguhnya kemuliaan
yang dianggap orang kafir adalah dilihat pada banyak atau sedikitnya harta.
Sedangkan orang muslim, kemuliaan menurutnya adalah dilihat pada ketaatan pada
Allah dan bagaimana ia menggunakan segala nikmat untuk tujuan akhirat. Jika
Allah memberi rizki baginya di dunia, ia pun memuji Allah dan bersyukur
pada-Nya.”
Pahamilah! Tidak perlu merasa
iri hati dengan rizki orang lain. Kita dilapangkan rizki, itu adalah ujian.
Kita disempitkan rizki, itu pula ujian. Dilapangkan rizki agar kita diuji
apakah termasuk orang yang bersyukur atau tidak. Disempitkan rizki agar kita
diuji termasuk orang yang bersabar ataukah tidak. Maka tergantung kita dalam
menyikapi rizki yang Allah berikan. Tidak perlu bersedih jika memang kita tidak
ditakdirkan mendapatkan rizki sebagaimana saudara kita. Allah tentu saja
mengetahui manakah yang terbaik bagi hamba-Nya. Cobalah pula kita perhatikan
bahwa rizki dan nikmat bukanlah pada harta saja. Kesehatan badan, nikmat waktu
senggang, bahkan yang terbesar dari itu yaitu nikmat hidayah Islam dan Iman,
itu pun termasuk nikmat yang patut disyukuri.[Muhammad
Abduh Tuasikal,
Diluaskan dan Disempitkan Rizki, www.muslim.or.id].
Berkaitan
dengan luas dan sempitnya rezeki seseorang mempengaruhi mental manusia lainnya,
kadangkala saat kita sedang sempit rezeki, orangpun sibuk membicarakan
kesengsaraan kita dan takut menyandarkan pertolongan kepadanya, begitu juga
halnya saat memiliki rezeki yang luas dengan harta yang cukup banyak dengan
segala fasilitas dan kesenangan yang dimiliki, hal ini membuat orang tidak
senang, ada rasa iri bahkan mungkin dengki. Iri terhadap kelebihan rezeki
seseorang merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya.
Jika penyakit ini menyerang
suatu umat maka ia adalah pertanda kehancuran umat tersebut. Jika penyakit ini
melanda suatu daerah ia adalah jurang menuju kebinasaannya. Dan jika penyakit
ini merebak di tengah-tengah sebuah masyarakat ia akan menjadi sebab
kesengsaraan hidupnya. Ia adalah sumber dari segala macam bencana, hulu dari
segala macam permusuhan, dan pangkal dari segala macam kesengsaraan. Ia adalah
senjata yang sangat tajam. Ia digunakan oleh setan untuk mencabik-cabik hati,
memecah belah persatuan, merusak persahabatan, memutuskan tali percintaan, dan
menghancurkan ikatan-ikatan kekerabatan. Ia menabur kebencian, menanam dendam,
dan menumbuhkan permusuhan. Bahkan bisa menggunduli agama, menghancurkan dunia,
dan merusak bibit-bibit kebaikan di dalam diri orang-orang beriman.
Penyakit itu adalah penyakit
hasud (iri hati). Yaitu mengharapkan hilangnya nikmat Allah yang ada di tangan
orang lain dan merasa tidak suka bila orang lain mendapatkan kebaikan. Ini
adalah perangai yang tercela. Perangai ini dapat membuatkan mata seseorang dari
keutamaan dan menyeretnya ke jalan kenistaan hingga membunuhnya dengan senjata
yang sangat tajam. Persetan dengan iri hati. Betapa buruknya iri hati ini ! Ia
akan terus merusak hati pemiliknya sampai berhasil membunuhnya.
Iri hati adalah penyakit yang
menyerang banyak umat dan kanker yang menggerogoti banyak bangsa. Imam Ahmad
dan At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaiahi Wasallam bersabda
: “Kalian sudah diserang oleh penyakit umat-umat sebelum kalian, yaitu hasud
(iri hati) dan permusuhan yang merupakan pencukur. Aku tidak mengatakan bahwa
ia mencukur rambut, tetapi ia mencukur agama.” (Al-Musnad dan At-Tirmidzi)
Tidak ada yang menjerumuskan
umat-umat ke lembah kesulitan dan mendorongnya ke jurang kehancuran selain
hasud (iri hati). Tidak ada sesuatu yang menjadi penyebab hilangnya kekuatan
umat, memecah belah persatuannya, mencabik-cabik keutuhannya, dan merusak
barisannya selain dengki dan para pendengki. Mudah-mudahan Allah tidak
memperbanyak jumlah mereka. Ini tidak mengherankan, karena iri hati adalah dosa
pertama yang dilakukan terhadap Allah dan menjadi pemicu maraknya hal-hal yang
menyebabkan timbulnya kesenangan hidup manusia. Apa yang mendorong Iblis untuk
durhaka kepada Allah selain kedengkiannya kepada Adam ‘Alaihissalam ? Apa yang
mendorong Qabil untuk membunuh Habil selain kedengkiannya kepada saudara
kandungnya itu ? ‘’Lalu ia (Qabil) membunuhnya, maka
jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.’’ (QS. Al-Ma’idah :30)
Apa yang mendorong
saudara-saudara Yusuf untuk melakukan sesuatu kepada Yusuf selain iri hati ? “(Yaitu) ketika mereka berkata:"Sesungguhnya Yusuf dan
saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita
sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah
kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. “(QS. Yusuf :8)
Apa yang mendorong orang-orang
Yahudi untuk menolak kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan selalu
berupaya menyebarluaskan kesesatan di dalam umat ini selain iri hati ? Allah
berfirman : “Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan
agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman,
karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran.” (QS. Al-Baqarah :109)
Dan iri hati pulalah yang
mendorong orang-orang kafir Makkah untuk menolak dakwah Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam. ‘’Dan mereka berkata:"Mengapa
al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri
(Mekah dan Thaif) ini Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami
telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat,
agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.Dan rahmat
Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”, (QS. Az-Zukhruf :31-32)
Iri hati adalah perilaku
setan, perangai Yahudi, dan gejolak permusuhan yang disebarluaskan Iblis dan
kawan-kawannya sepanjang masa. Iri hati memiliki akibat yang sangat jelek,
hasil yang tidak baik, dan kerugian yang sangat buruk. Ia dapat membakar hati,
menimbulkan banyak malapetaka dan kesulitan, menyebabkan permusuhan, pertikaian
dan pertengkaran, dan mengosongkan tempat tinggal. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam telah memperingatkan umatnya dalam sabdanya : “Janganlah
kalian saling mendengki, janganlah saling membenci, janganlah mencari-cari
kesalahan orang lain, janganlah mencuri dengar pembicaraan orang lain, dan
janganlah kalian saling mengelabuhi dalam berdagang. Jadilah kalian wahai
hamba-hamba Allah sebagai saudara.” (HR.Al-Bukhari, 6064 dan Muslim, 2563 )
Setan boleh jadi frustasi
dalam menjerumuskan ke dalam syirik dan penyembahan berhala. Namun ia tidak
akan frustasi dalam mengadu domba umat Islam. Imam Muslim dan lain-lain
meriwayatkan dari Jabir Radiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda : “Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah oleh
orang-orang yang shalat di Jazirah Arab. Tetapi (tidak frustasi) dalam mengadu
domba mereka.” (HR.Muslim dan Ahmad)
Rasa dengki adalah bara yang menyala dan api yang
membara. Seorang pendengki memiliki niat buruk dan hati yang busuk. Ia sudah
dihukum di dunia sebelum di Akhirat.
Abu Laits As-Samarqani berkata
: “Seorang Pedengki akan menerima lima Buah hukuman sebelum kedengkiannya
sampai kepada orang yang didengkinya. Yaitu : keresahan tanpa henti, musibah
tanpa pahala, caci maki tanpa puji, murka Rabb, dan tertutupnya pintu taufiq
(pertolongan Rabb ).” [Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi
pertama, ElBA Al-Fitrah, Surabaya .Diposting oleh Yusuf Al-Lomboky].
Idealnya
seorang muslim itu adalah orang-orang yang dikala mendapatkan rezeki yang luas
dari Allah untuk disyukuri dengan berbagai pengabdian dan sebaliknya dikala
didekati oleh rezeki yang sempit agar bersabar, intinya hanya dua sikap hidup
mukmin itu yaitu syukur atau sabar. Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa
iri hati hanya boleh ditujukan kepada amal ibadah dan kebaikan yang dilakukan
oleh orang lain, sedangkan dari segi rezeki dan fasilitas hidup kita tidak
boleh iri hati, bila penyakit ini
terjangkit maka rusaklah pribadi ini, untuk itu jauhilah sifat dan sikap
iri hati agar hidup ini selamat dunia hingga akherat, wallahu a'lam [Cubadak Solok, 27 Jumadil Awal
1433.H/ 19 April 2012].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar