Kamis, 21 November 2013

35. Jangan Saling Mendengki




PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

JANGAN SALING MENDENGKI

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً . الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ . التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
[رواه مسلم] 
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.(Riwayat Muslim) 
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1.     Larangan untuk saling dengki.
2.     Larangan untuk berbuat keji dan menipu dalam urusan jual beli.
3.     Diharamkan untuk memutuskan hubungan terhadap muslim. Sebaliknya harus dijaga persaudaraan dan hak-haknya karena Allah Ta’ala.
4.     Islam bukan hanya aqidah dan ibadah saja, tetapi juga didalamnya terdapat urusan akhlak dan muamalah.
5.     Hati merupakan sumber rasa takut kepada Allah Ta’ala.
6.     Taqwa merupakan barometer keutamaan dan timbangan seseorang.
7.     Islam memerangi semua akhlak tercela karena hal tersebut berpengaruh negatif dalam masyarakat Islam.

Pembahasan;
Semua manusia punya kemampuan untuk meraih sesuatu sesuai dengan keahliannya melalui usaha dan kerja yang dilakukannya, namun dari segi hasil berupa rezeki adalah hak preogatif Allah, dari jenis usaha yang dilakukan itu, ada yang berhasil walaupun kerjanya tidak banyak mengeluarkan keringat tapi ada pula yang semaksimal mungkin mengerahkan segala daya dan upayanya namun hasil yang diraih tidak memadai, karena memang kerja tidak bisa diukur sebanding dengan rezeki yang diperoleh.

Sesungguhnya Allah adalah satu-satunya pemberi rizki, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal itu. Karena Allah Ta’ala berfirman,“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3)
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah.” (QS. Saba’: 24)

Tidak ada yang berserikat dengan Allah dalam memberi rizki. Oleh karena itu, tidak pantas Allah disekutukan dalam ibadah, tidak pantas Allah disembah dan diduakan dengan selain. Dalam lanjutan surat Fathir, Allah Ta’ala berfirman,“Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah; maka mengapakah engkau bisa berpaling (dari perintah beribadah kepada Allah semata)?” (QS. Fathir: 3)

Selain Allah sama sekali tidak dapat memberi rizki. Allah Ta’ala berfirman,“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit juapun).” (QS. An Nahl: 73)

Seandainya Allah menahan rizki manusia, maka tidak ada selain-Nya yang dapat membuka pintu rizki tersebut. Allah Ta’ala berfirman,“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathir: 2). 

Itu memang benar, tidak mungkin ada yang dapat memberikan makan  dan minum ketika Allah menahan rizki tersebut.[Muhammad Abduh Tuasikal,Memahami Allah Maha Pemberi Rizki, www.muslim.or.id, 10 February 2011].

            Ternyata rezeki itu bukanlah hanya uang hasil jual beli, tidak pula hanya gaji yang diterima oleh seorang pegawai. Semua kenikmatan yang kita terima dalam hidup ini, itulah rezeki namanya. Keadaan fisik yang sehat wal afiat, itu merupakan rezeki yang diberikan Allah, undangan makan dari teman, itupun rezeki, ketika naik kendaraan angkot, dibayarkan ongkos kita, itu juga rezeki, mendapat hibah dan bantuan dari mertua itu rezeki, nampaknya rezeki itu luas sekali cakupannya, sedangkan hasil usaha berupa uang dan gaji itu bagian terkecil dari rezeki. Muhammad Abduh Tuasikal menjelaskan makna diluaskan atau disempitkannya rezeki seseorang;

            Ayat yang patut direnungkan adalah firman Allah Ta’ala,“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: “Tuhanku menghinakanku“. (QS. Al Fajr: 15-16)

Ath Thobari rahimahullah menjelaskan, “Adapun manusia ketika ia diuji oleh Rabbnya dengan diberi nikmat dan kekayaan, yaitu dimuliakan dengan harta dan kemuliaan serta diberi nikmat yang melimpah, ia pun katakan, “Allah benar-benar telah memuliakanku.” Ia pun bergembira dan senang, lantas ia katakan, “Rabbku telah memuliakanku dengan karunia ini.”

Kemudian Ath Thobari rahimahullah menjelaskan, “Adapun manusia jika ia ditimpa musibah oleh Rabbnya dengan disempitkan rizki, yaitu rizkinya tidak begitu banyak, maka ia pun katakan bahwa Rabbnya telah menghinakan atau merendahkannya. Sehingga ia pun tidak bersyukur atas karunia yang Allah berikan berupa keselamatan anggota badan dan rizki berupa nikmat sehat pada jasadnya.”

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengingkari orang yang keliru dalam memahami maksud Allah meluaskan rizki. Allah sebenarnya menjadikan hal itu sebagai ujian. Namun dia menyangka dengan luasnya rizki tersebut, itu berarti Allah memuliakannya. Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun: 55-56)

Sebaliknya, jika Allah menyempitkan rizki, ia merasa bahwa Allah menghinangkannya. Sebenarnya tidaklah sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama sekali. Allah memberi rizki itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai atau pada yang tidak Dia cintai. Begitu pula Allah menyempitkan rizki pada pada orang yang Dia cintai atau pun tidak.  Sebenarnya yang jadi patokan ketika seseorang dilapangkan dan disempitkan rizki adalah dilihat dari ketaatannya pada Allah dalam dua keadaan tersebut. Jika ia adalah seorang yang berkecukupan, lantas ia bersyukur pada Allah dengan nikmat tersebut, maka inilah yang benar. Begitu pula ketika ia serba kekurangan, ia pun bersabar.”

Sifat yang disebutkan dalam surat ini (Al Fajr ayat 15-16) adalah sifat orang kafir. Maka sudah patut untuk dijauhi oleh seorang muslim.

Al Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Sifat yang disebutkan dalam (Al Fajr ayat 15-16) adalah sifat orang kafir yang tidak beriman pada hari berbangkit. Sesungguhnya kemuliaan yang dianggap orang kafir adalah dilihat pada banyak atau sedikitnya harta. Sedangkan orang muslim, kemuliaan menurutnya adalah dilihat pada ketaatan pada Allah dan bagaimana ia menggunakan segala nikmat untuk tujuan akhirat. Jika Allah memberi rizki baginya di dunia, ia pun memuji Allah dan bersyukur pada-Nya.”

Pahamilah! Tidak perlu merasa iri hati dengan rizki orang lain. Kita dilapangkan rizki, itu adalah ujian. Kita disempitkan rizki, itu pula ujian. Dilapangkan rizki agar kita diuji apakah termasuk orang yang bersyukur atau tidak. Disempitkan rizki agar kita diuji termasuk orang yang bersabar ataukah tidak. Maka tergantung kita dalam menyikapi rizki yang Allah berikan. Tidak perlu bersedih jika memang kita tidak ditakdirkan mendapatkan rizki sebagaimana saudara kita. Allah tentu saja mengetahui manakah yang terbaik bagi hamba-Nya. Cobalah pula kita perhatikan bahwa rizki dan nikmat bukanlah pada harta saja. Kesehatan badan, nikmat waktu senggang, bahkan yang terbesar dari itu yaitu nikmat hidayah Islam dan Iman, itu pun termasuk nikmat yang patut disyukuri.[Muhammad Abduh Tuasikal, Diluaskan dan Disempitkan Rizki, www.muslim.or.id].

            Berkaitan dengan luas dan sempitnya rezeki seseorang mempengaruhi mental manusia lainnya, kadangkala saat kita sedang sempit rezeki, orangpun sibuk membicarakan kesengsaraan kita dan takut menyandarkan pertolongan kepadanya, begitu juga halnya saat memiliki rezeki yang luas dengan harta yang cukup banyak dengan segala fasilitas dan kesenangan yang dimiliki, hal ini membuat orang tidak senang, ada rasa iri bahkan mungkin dengki. Iri terhadap kelebihan rezeki seseorang merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya.

Jika penyakit ini menyerang suatu umat maka ia adalah pertanda kehancuran umat tersebut. Jika penyakit ini melanda suatu daerah ia adalah jurang menuju kebinasaannya. Dan jika penyakit ini merebak di tengah-tengah sebuah masyarakat ia akan menjadi sebab kesengsaraan hidupnya. Ia adalah sumber dari segala macam bencana, hulu dari segala macam permusuhan, dan pangkal dari segala macam kesengsaraan. Ia adalah senjata yang sangat tajam. Ia digunakan oleh setan untuk mencabik-cabik hati, memecah belah persatuan, merusak persahabatan, memutuskan tali percintaan, dan menghancurkan ikatan-ikatan kekerabatan. Ia menabur kebencian, menanam dendam, dan menumbuhkan permusuhan. Bahkan bisa menggunduli agama, menghancurkan dunia, dan merusak bibit-bibit kebaikan di dalam diri orang-orang beriman. 

Penyakit itu adalah penyakit hasud (iri hati). Yaitu mengharapkan hilangnya nikmat Allah yang ada di tangan orang lain dan merasa tidak suka bila orang lain mendapatkan kebaikan. Ini adalah perangai yang tercela. Perangai ini dapat membuatkan mata seseorang dari keutamaan dan menyeretnya ke jalan kenistaan hingga membunuhnya dengan senjata yang sangat tajam. Persetan dengan iri hati. Betapa buruknya iri hati ini ! Ia akan terus merusak hati pemiliknya sampai berhasil membunuhnya. 

Iri hati adalah penyakit yang menyerang banyak umat dan kanker yang menggerogoti banyak bangsa. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaiahi Wasallam bersabda : “Kalian sudah diserang oleh penyakit umat-umat sebelum kalian, yaitu hasud (iri hati) dan permusuhan yang merupakan pencukur. Aku tidak mengatakan bahwa ia mencukur rambut, tetapi ia mencukur agama.” (Al-Musnad dan At-Tirmidzi) 

Tidak ada yang menjerumuskan umat-umat ke lembah kesulitan dan mendorongnya ke jurang kehancuran selain hasud (iri hati). Tidak ada sesuatu yang menjadi penyebab hilangnya kekuatan umat, memecah belah persatuannya, mencabik-cabik keutuhannya, dan merusak barisannya selain dengki dan para pendengki. Mudah-mudahan Allah tidak memperbanyak jumlah mereka. Ini tidak mengherankan, karena iri hati adalah dosa pertama yang dilakukan terhadap Allah dan menjadi pemicu maraknya hal-hal yang menyebabkan timbulnya kesenangan hidup manusia. Apa yang mendorong Iblis untuk durhaka kepada Allah selain kedengkiannya kepada Adam ‘Alaihissalam ? Apa yang mendorong Qabil untuk membunuh Habil selain kedengkiannya kepada saudara kandungnya itu ? ‘’Lalu ia (Qabil) membunuhnya, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.’’ (QS. Al-Ma’idah :30) 

Apa yang mendorong saudara-saudara Yusuf untuk melakukan sesuatu kepada Yusuf selain iri hati ? (Yaitu) ketika mereka berkata:"Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. “(QS. Yusuf :8) 

Apa yang mendorong orang-orang Yahudi untuk menolak kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan selalu berupaya menyebarluaskan kesesatan di dalam umat ini selain iri hati ? Allah berfirman : Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (QS. Al-Baqarah :109) 

Dan iri hati pulalah yang mendorong orang-orang kafir Makkah untuk menolak dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. ‘’Dan mereka berkata:"Mengapa al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”, (QS. Az-Zukhruf :31-32) 

Iri hati adalah perilaku setan, perangai Yahudi, dan gejolak permusuhan yang disebarluaskan Iblis dan kawan-kawannya sepanjang masa. Iri hati memiliki akibat yang sangat jelek, hasil yang tidak baik, dan kerugian yang sangat buruk. Ia dapat membakar hati, menimbulkan banyak malapetaka dan kesulitan, menyebabkan permusuhan, pertikaian dan pertengkaran, dan mengosongkan tempat tinggal. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memperingatkan umatnya dalam sabdanya : “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling membenci, janganlah mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah mencuri dengar pembicaraan orang lain, dan janganlah kalian saling mengelabuhi dalam berdagang. Jadilah kalian wahai hamba-hamba Allah sebagai saudara.” (HR.Al-Bukhari, 6064 dan Muslim, 2563 )
Setan boleh jadi frustasi dalam menjerumuskan ke dalam syirik dan penyembahan berhala. Namun ia tidak akan frustasi dalam mengadu domba umat Islam. Imam Muslim dan lain-lain meriwayatkan dari Jabir Radiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah oleh orang-orang yang shalat di Jazirah Arab. Tetapi (tidak frustasi) dalam mengadu domba mereka.” (HR.Muslim dan Ahmad) 

Rasa dengki adalah bara yang menyala dan api yang membara. Seorang pendengki memiliki niat buruk dan hati yang busuk. Ia sudah dihukum di dunia sebelum di Akhirat.
Abu Laits As-Samarqani berkata : “Seorang Pedengki akan menerima lima Buah hukuman sebelum kedengkiannya sampai kepada orang yang didengkinya. Yaitu : keresahan tanpa henti, musibah tanpa pahala, caci maki tanpa puji, murka Rabb, dan tertutupnya pintu taufiq (pertolongan Rabb ).” [Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi pertama, ElBA Al-Fitrah, Surabaya .Diposting oleh Yusuf Al-Lomboky].
Idealnya seorang muslim itu adalah orang-orang yang dikala mendapatkan rezeki yang luas dari Allah untuk disyukuri dengan berbagai pengabdian dan sebaliknya dikala didekati oleh rezeki yang sempit agar bersabar, intinya hanya dua sikap hidup mukmin itu yaitu syukur atau sabar. Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa iri hati hanya boleh ditujukan kepada amal ibadah dan kebaikan yang dilakukan oleh orang lain, sedangkan dari segi rezeki dan fasilitas hidup kita tidak boleh iri hati, bila penyakit ini  terjangkit maka rusaklah pribadi ini, untuk itu jauhilah sifat dan sikap iri hati agar hidup ini selamat dunia hingga akherat, wallahu a'lam [Cubadak Solok, 27 Jumadil Awal 1433.H/ 19 April 2012].




Tidak ada komentar:

Posting Komentar