PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
AMAR
MA’RUF NAHI MUNGKAR
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة
الحديث :
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata
: Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang
melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka
rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan
hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.(Riwayat Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1. Menentang pelaku
kebatilan dan menolak kemunkaran adalah kewajiban yang dituntut dalam ajaran
Islam atas setiap muslim sesuai kemampuan dan kekuatannya.
2. Ridho terhadap
kemaksiatan termasuk diantara dosa-dosa besar.
3. Sabar menanggung
kesulitan dan amar ma’ruf nahi munkar.
4. Amal merupakan buah
dari iman, maka menyingkirkan kemunkaran juga merupakan buahnya keimanan.
5. Mengingkari dengan
hati diwajibkan kepada setiap muslim, sedangkan pengingkaran dengan tangan dan
lisan berdasarkan kemampuannya.
Pembahasan;
Hal yang seiring
dengan dakwah adalah tausiyah, amar
ma’ruf dan nahi mungkar. Tausiyah memberikan nasehat-nasehat agama tentang
kebaikan kepada siapa saja melalui berbagai kegiatan seperti ceramah, khutbah
dan ngobrol dengan teman sejawat, sedangkan amar ma’ruf adalah ajakan untuk
berbuat baik dalam seluruh asfek kehidupan seperti ajakan untuk shalat dan
puasa, kedua aktivitas ini yaitu tausiyah dan amar ma’ruf sedikit sekali bahkan
tidak ada resikonya, karena hanya berupa ajakan saran. Sedangkan nahi mungkar
yaitu mencegah dari perbuatan mungkar ada resiko yang pasti ditanggung, sebab
umumnya tidak ada orang yang mau dicegah dari perbuatannya, apalagi perbuatan
itu merupakan hobi walaupun mudharatnya banyak. Adapun kekuatan harus dimiliki
dalam rangka nahi mungkar itu ada tiga sebagai mana sabda Rasulullah.
Dari Abi Sa’id Al-Khudri
–semoga Allah meridainya– ia mengatakan, aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda, “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ia harus
mengubah dengan tangannya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan
lidahnya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan hatinya. Dan itu
adalah selemah-lemah iman.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya.)
Di antara kewajiban seorang
mukmin adalah melakukan amrun bil-ma’ruf wa nahyun ‘anil-munkar
(memerintahkan untuk melakukan kebajikan dan melarang melakukan kemungkaran).
Rasulullah saw. menggambarkan pentingnya pekerjaan ini dalam hadits berikut
ini.
“Perumpaan orang-orang yang
melaksanakan hukum-hukum Allah dengan orang-orang yang melanggarnya bagaikan
sekelompok orang yang naik kapal. Lalu mereka melakukan undian untuk menentukan
siapa yang duduk di bagian atas dan siapa yang duduk di bagian bawah (dek).
Orang-orang yang duduk di bagian bawah itu harus naik ke atas jika mereka
membutuhkan air. Lalu salah seorang dari mereka mengatakan, “Sebaiknya kita
membolongi tempat kita ini sehingga kita tidak mengganggu orang lain.” Jika
orang-orang yang ada di atas membiarkan mereka melaksanakan apa yang mereka
inginkan, maka niscaya akan binasalah semuanya. Namun, jika mereka
membimbingnya, maka mereka yang ada di atas akan selamat dan selamat pula
mereka yang ada di bawah.” (Bukhari)
Dengan sangat jelas, Allah
swt. menyebut pekerjaan tersebut sebagai salah satu sifat yang harus melekat
pada orang-orang beriman. Hal itu dijelaskan dalam ayat ini: “Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:
71)
Untuk tercapainya
tujuan-tujuan nahyi munkar itu, Islam mengiringi perintah tersebut dengan
beberapa aturan. Karena, mencegah kemungkaran ditujukan untuk menyelamatkan dan
mewujudkan yang maslahat atau yang lebih maslahat. Bukan sebaliknya.
Syaikh Abdul Qadir Audah
–rahimahullah– menyebutkan tiga syarat yang disepakati oleh para ulama yang
harus ada pada setiap pelaku amar makruf dan nahyi munkar. Ketiga syarat itu
adalah: mukallaf, memahami, dan bebas dari tekanan; mengimani agama Islam; dan
memiliki kemampuan untuk melakukan amar makruf dan nahyi munkar itu. Jika
tidak, maka kewajibannya adalah menolak dengan hati.[Memerangi Kemungkaran, Tim dakwatuna.com 27/4/2007 | 10 Rabiuts Tsani 1428 H].
Hendaklah
kamu beramar makruf nahi mungkar. Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan
atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang baik
di antara kamu berdoa, Allah tidak mengabulkan.”(HR Al-Bazaar)
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa amar makruf nahi mungkar adalah tugas individu, kelompok (jamaah) dan negara. Bahkan Al-Qur’an mensyaratkan agar seorang individu, masyarakat atau bangsa mencapai kejayaan, maka ia mesti melaksanakan amar makruf nahi mungkar.“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran : 110)
Makruf
secara makna bahasa (Arab) artinya dikenal atau diketahui. Berasal dari kata
dari arafa, ya’rifu, irfaanan -ma’ruufan. Yang menarik arufa (thaaba
riihuhu), artinya harum baunya. Jadi hal yang makruf itu sebenarnya
dikenali secara fitrah oleh manusia –kecuali manusia yang membutakan fitrahnya.
Seperti perintah Islam untuk jujur, rajin, kerja keras, hemat, sedekah,
beribadah dll, adalah dikenali manusia sebagai hal yang baik. Dan mungkar
adalah lawan dari makruf, dimana fitrah manusia cenderung mengingkarinya,
seperti zina, mencuri, riba (memiskinkan masyarakat), bohong dan lain-lain.
Sedangkan
mungkar secara bahasa artinya hal yang tidak dikenali atau hal yang diingkari. Nakural
amru artinya sha‘uba wasytadda, hal yang sulit atau susah. Jadi hal
mungkar itu, sebenarnya susah untuk dikerjakan manusia dan juga bisa
dimaknakan, orang yang mengerjakan kemungkaran, akan mengalami kesusahan di
dunia atau di akhirat.
Dalam
Islam, tidak ada perubahan konsep amar makruf nahi mungkar oleh waktu
dan tempat (kondisi geografis). Masyarakat di zaman Rasulullah yang masih
sederhana struktur sosial dan teknologinya, zina diharamkan. Dalam masyarakat
yang modern saat ini, di mana industri dan pabrik-pabrik bertebaran, teknologi
digital visual di mana-mana, laki-laki dan perempuan banyak yang bekerja, zina
tetap haram.[ Amar Makruf Nahi Mungkar
Vs Kebebasan ,
hidayatullah.com Rabu, 06 Oktober
2010].
Syeikhul
Islam Ahmad bin Abdul Halim ibnu Taimiyah, dari kitab minhajul sunnah, jilid 3/64. Diterjemahkan
oleh : Muhammad Elvi Syam. Menyebutkan tentang amar ma’ruf nahi mungkar ini.
Barang siapa yang menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari
kemungkaran (menegakkan amar maruf nahi mungkar), maka sepatutnya dia itu :
(1) seorang yang alim (berilmu) terhadap apa yang dia suruh, berilmu terhadap apa yang dia larang;
(2) seorang yang berlemah-lembut pada apa yang dia suruh dan berlemah-lembut pada apa yang dia larang;
(3) seorang yang bijaksana pada apa yang dia suruh dan bijaksana pada apa yang dia larang.
(1) seorang yang alim (berilmu) terhadap apa yang dia suruh, berilmu terhadap apa yang dia larang;
(2) seorang yang berlemah-lembut pada apa yang dia suruh dan berlemah-lembut pada apa yang dia larang;
(3) seorang yang bijaksana pada apa yang dia suruh dan bijaksana pada apa yang dia larang.
Maka berilmu sebelum menyuruh, dan
berlemah-lembut itu di waktu menyuruh, serta bijaksana setelah menyuruh. Kalau
seandainya dia tidak seorang yang alim, tidak boleh untuk mengikuti apa yang
tidak ia ketahui. Kalau seandainya dia itu seorang yang alim, tetapi tidak
berlemah-lembut maka dia seperti dokter yang tidak mempunyai sikap
lemah-lembut, maka dia bersikap kasar terhadap pesien sehingga pasien pun tidak
menerimanya. Dan seperti seorang pendidik yang kasar, maka anak pun tidak bisa
menerimanya. Sungguh Allah Taala telah berfirman kepada Musa dan Harun :
[artinya] : Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (kepada firaun) dengan
kata-kata yang lemah-lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut .(Q.S. 20;44)
Kemudian, kalau dai itu mau menegakkan amar
maruf nahi mungkar –biasanya- maka dia mesti disakiti. Oleh karena itu dia
harus sabar dan bersikap bijaksana, sebagaimana firman Allah Taala : [artinya]
: Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) .(Q.S.31;39).
Sesungguhnya Allah telah memerintahkan
nabi-Nya (Muhammad ) untuk bersabar menghadapi siksaan kaum musyrikin di
berbagai tempat di Al Quran, padahal dia saw itu pemimpin orang-orang yang
menegakkan amar maruf nahi mungkar. Maka pertama sekali, hendaklah seseorang
menjadikan urusannya karena Allah dan tujuannya adalah mentaati Allah pada apa
yang diperintahkan Allah kepadanya. Dan mencintai kemaslahatan manusia atau
menegakkan hujjah terhadapnya. Apabila dia mengerjakan perbuatan yang
disebutkan di atas karena ingin mencari kedudukan untuk dirinya dan golongannya
serta merendahkan orang lain, maka perbuatan itu menjadi hamiyah (fanatik
golongan atau hizbiayah) yang tidak diterima Allah. [2001-2006
Perpustakaan-Islam.Com].
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya :
Apakah kemungkaran bisa dirubah dengan tangan, lalu siapa yang berkewajiban
merubahnya dengan tangan. Mohon penjelasan beserta dalil-dalilnya.
Jawaban: Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah mencap kaum mukminin sebagai para penegak ingkarul mungkar (yang
mengingkari kemungkaran) dan memerintahkan kebaikan, sebagaimana
firmanNya."Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar." [At-Taubah: 71].
Jadi, kemungkaran itu bisa dirubah
dengan tangan oleh orang yang mampu melakukannya, seperti ; para penguasa,
instansi-instansi yang khusus bertugas menangani masalah ini, orang-orang yang
mengharapkan pahala melalui jalur ini, pemimpin yang mempunyai kewenangan dalam
hal ini, hakim yang mempunyai tugas ini, setiap orang di rumahnya dan terhadap
anak-anaknya serta keluarganya sendiri sejauh kemampuan.
Adapun yang tidak mampu
melakukannya, atau jika merubahnya dengan tangannya bisa menimbulkan petaka dan
perlawanan terhadapnya, maka hendaknya ia tidak merubahnya dengan tangan, tapi
mengusahakan dengan lisannya. Ini cukup baginya, agar pengingkarannya dengan
tangannya tidak menimbulkan yang lebih mungkar dari yang telah diingkarinya.
Demikian sebagaimana disebutkan oleh para ahlul ilmi.
Mengingkari kemungkaran dengan
lisannya, bisa dengan mengatakan, "Saudaraku, bertakwalah kepada Allah.
Ini tidak boleh. Ini harus ditinggalkan." Demikian yang harus
dilakukannya, atau dengan ungkapan-ungkapan serupa lainnya dengan tutur kata
yang baik. Setelah dengan lisan adalah dengan hati, yaitu membenci dengan
hatinya, menampakkan ketidaksukaannya dan tidak bergaul dengan para pelakunya.
Inilah cara pengingkaran dengan hati.[Syaikh Abdul Aziz bin Baz, hukum merubah
kemungkaran dengan tangan tugas siapa?, almanhaj.or.id Kamis, 17 Februari 2005
07:12:28 WIB].
Tidak satupun ummat islam yang tidak mempunyai salah satu
diantara tangan, lisan dan hati, bila ketiga perangkat hidup ini tidak difungsikan
sesuai dengan ketentuan Islam maka ada akibat atau dampak dari semua itu. Kemuliaan dan
kebaikan umat ini salah satunya disebabkan karena adanya amar ma’ruf nahi
munkar dan sebaliknya apabila mereka meninggalkan hal ini, maka akan terjadi
banyak sekali akibat buruk yang menimpa umat ini, dan di antara dampak-dampak
tersebut adalah:
1. Hilangnya rasa
aman, baik di tingkat pribadi maupun masyarakat. Hal ini sebagaimana yang
ditunjukkan oleh Allah Ta’ala dalam surat Thaha 123-124: "Turunlah kamu
berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh sebahagian yang
lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripadaKu, lalu barangsiapa mengikuti
petunjukKu, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang
berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS.
Thaha: 123-124)
Berkata Syaikh Asa’di di dalam tafsir beliau فمن اتبع هداى mengikuti kebenaran
dengan cara membenarkan kabar al-Qur`an dan tidak membantahnya dengan syubhat
dan mengamalkan perintah dengan tidak menentangnya dengan syahwat. Maka syubhat
dan syahwat keduanya adalah penghalang terwujudnya perintah Ilahi dan
ditinggalkannya laranganNya. Maka apabila kita perhatikan kondisi dunia saat
ini, khususnya masyarakat yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Oleh
Allah, bahwa mereka menolak hukumNya, maka kita dapatkan mereka tenggelam di
dalam syubhat dan syahwat dan tersebarlah di dalam masyarakat tersebut
kejahatan baik secara fisik maupun maknawi dan hilanglah rasa aman di dalamnya.
Tentunya hal ini disebabkan karena tidak adanya amar ma’ruf, adapun
negeri-negeri yang di dalamnya ditegakkan amar ma’ruf tidak demikian.
2. Tersebarnya
kerusakan di dalam kehidupan bermasyarakat, ekonomi maupun politik. Kerusakan
ini ditimbulkan apabila generasi ini tumbuh tanpa ada perbaikan/ amar ma’ruf
nahi munkar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan permisalan tentang
hal ini dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari sahabat Nu’man bin Basyir
Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perempumaan orang yang menegakkan hudud
(hukum) Allah dan orang yang melanggarnya adalah seperti suatu kaum yang
melakukan undian di atas kapal, maka sebagian mereka mendapatkan bagian di
lantai atas dan yang lain di lantai bawah. Maka apabila yang berada di lantai
bawah hendak mengambil air, mereka melewati orang-orang yang berada di lantai
atas. Maka mereka pun berkata-kata seandainya kami melubangi yang menjadi
bagian kami (bagian bawa kapal), tentu kami tidak mengganggu orang-orang yang
di atas kami (karena tidak melewati mereka ketika mengambil air). Maka apabila
mereka dibiarkan melakukan apa yang mereka inginkan, maka binasalah semuanya,
dan apabila mereka dicegah (dari niatnya), maka selamatlah mereka dan
selamatlah seluruh penghuni kapal.” (Al-Bukhari)
Berkata al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah, maknanya yang melarang dan yang
dilarang selamat semuanya. Dan demikianlah menegakkan hudud (Allah) akan
mewujudkan keselamatan bagi yang menyuruh dan orang yang disuruh apabila tidak
maka binasalah pelaku kemaksiatan karena maksiatnya dan orang yang diam (tidak
mencegahnya) karena ridhanya mereka. Beliau berkata lagi di dalam hadits ini
ada penjelasan bahwa turunnya adzab karena ditinggalkannya amar ma’ruf nahi
munkar.
3. Paceklik, kekeringan
yang panjang dan hilangnya keberkahan pada rizki-rizki mereka. Hal ini dikarenakan
banyaknya kamaksiatan yang dilakukan dan tidak ada yang menasehati dan
mendakwahi mereka untuk meninggalkan kemaksiatan mereka, sebagaimana firman
Allah, َ“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (Al-A’Raf: 96)
Dan amar ma’ruf tujuan intinya adalah menyeru kepada keimanan dan berdakwah
kepada ketaqwaan. Maka dengan amar ma’ruf dan nahi munkar turunlah keberkahan
di dalam rizki-rizki mereka dan dengannya pula dihapuskan segala kesalahan,
Nabi bersabda, “Fitnah (dosa/ keburukan)
seseorang di dalam keluarganya, hartanya dan anaknya dihapuskan oleh shalat,
shadaqah, dan amar ma’ruf nahi munkar.” (Al-BukhaRi)
4. Tidak
diijabahnya do’a, dan ini adalah perkara yang mengerikan karena seseorang hamba
sangat fakir kepada Allah, maka apabila dia berdo’a kemudian tidak dikabulkan
oleh Allah, maka dia termasuk orang yang celaka. Tidak terkabulnya do’a karena
ditinggalkannya amar ma’ruf. Hal ini ditunjukkan Oleh sabda Nabi, “Demi yang jiwaku di tanganNya hendaklah
kalian beramar ma’ruf dan nahi munkar, atau (kalau tidak) hampir-hampir Allah
akan menurunkan adzab kepada kalian kemudian kalian berdo’a dan tidak
dikabulkan.”
5. Turunnya berbagai
macam musibah,baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Apabila dalam suatu
negeri tidak ditegakkan amar ma’ruf dan tidak ada pengingkaran terhadap
kemungkaran dan kemaksiatannya. Dan kemaksiatan apabila tersembunyi, maka
dampaknya hanyalah untuk pelakunya saja. Adapun apabila dilakukan dengan
terang-terangan dan tidak ada yang mengingkarinya, maka dampaknya akan menimpa
seluruh manusia, ini sebagaimana firman Allah dalam suRat Al-Anfal: 25.“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan
yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan
ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaanNya.”(Al-Anfal: 25)
Maka tidaklah terjadi musibah dan fitnah yang menimpa kaum Muslimin di
seluruh penjuru dunia saat ini, melainkan karena tersebarnya kamaksiatan dan
kebanyakan manusia tidak peduli lagi dengan amar ma’ruf nahi munkar. Oleh
karena itu cermatilah firman Allah, “Dan
Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang
penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Hud: 117)
6. Turunnya laknat
yaitu dijauhkan dari rahmat Allah, karena laknat tidak terjadi melainkan karena
seseorang melakukan dosa besar. Dan Allah telah mengabarkan bahwasanya Dia
telah melaknat orang-orang sebelum kita yaitu Bani Isra`il karena mereka
meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. Allah Ta’ala berfirman, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani
Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan
mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak
melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa
yang selalu mereka perbuat itu.” (Al-Ma`idah:78-79)
7. Punahnya hukum
dan syiar Islam. Ini adalah bahaya yang paling besar dari sekian bahaya
ditinggalkannya amar ma’ruf nahi munkar. Karena tidaklah hukum-hukum Islam dan
syiar-syiarnya menjadi asing melainkan karena mereka tidak mengenal Islam. Hal
itu disebabkan karena tidak adanya para penyeru kepada yang ma’ruf dan
penentang kemungkaran. Maka kita dapati saat ini orang-orang Islam yang justru
mempermainkan dan memperolok-olok hukum dan syiar Islam. Padahal
memperolok-olok dan mempermainkan syariat Islam adalah salah satu perbuatan
yang bisa mengeluarkan seseorang dari Islam, maka hendaklah kita berhati-hati
dari hal yang demikian.[ Ust. Sujono, Dampak Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Compiled by orido™].
Sebelum
datangnya berbagai kemungkinan kerusakan dibumi ini, berbagai musibah dan
malapetaka yang membinasakan manusia maka selayaknya kita menyinsingkan lengan
baju, maju melangkah untuk berdakwah dengan konsep amar ma’ruf nahi mungkar
sebagai mana semboyan seorang da’i yang mengatakan “Nahnu d’uat ‘ala kuli
syai’” artinya kami adalah da’i sebelum menjadi apa-apa, sampai kapan dan
dimanapun juga amar ma’ruf wajib dilakukan demi keselamatan pribadi, keluarga
bangsa dan negara kita, Wallahu A’lam [Cubadak Pianggu Solok, 10 Ramadhan 1433.H/ 30 Juli
2012.M].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar