Rabu, 20 November 2013

34. Amar Ma'ruf Nahi Mungkar




PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR

عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
[رواه مسلم] 
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.(Riwayat Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1.     Menentang pelaku kebatilan dan menolak kemunkaran adalah kewajiban yang dituntut dalam ajaran Islam atas setiap muslim sesuai kemampuan dan kekuatannya.
2.     Ridho terhadap kemaksiatan termasuk diantara dosa-dosa besar.
3.     Sabar menanggung kesulitan dan amar ma’ruf nahi munkar.
4.     Amal merupakan buah dari iman, maka menyingkirkan kemunkaran juga merupakan buahnya keimanan.
5.     Mengingkari dengan hati diwajibkan kepada setiap muslim, sedangkan pengingkaran dengan tangan dan lisan berdasarkan kemampuannya.

Pembahasan;

Hal yang seiring dengan dakwah adalah  tausiyah, amar ma’ruf dan nahi mungkar. Tausiyah memberikan nasehat-nasehat agama tentang kebaikan kepada siapa saja melalui berbagai kegiatan seperti ceramah, khutbah dan ngobrol dengan teman sejawat, sedangkan amar ma’ruf adalah ajakan untuk berbuat baik dalam seluruh asfek kehidupan seperti ajakan untuk shalat dan puasa, kedua aktivitas ini yaitu tausiyah dan amar ma’ruf sedikit sekali bahkan tidak ada resikonya, karena hanya berupa ajakan saran. Sedangkan nahi mungkar yaitu mencegah dari perbuatan mungkar ada resiko yang pasti ditanggung, sebab umumnya tidak ada orang yang mau dicegah dari perbuatannya, apalagi perbuatan itu merupakan hobi walaupun mudharatnya banyak. Adapun kekuatan harus dimiliki dalam rangka nahi mungkar itu ada tiga sebagai mana sabda Rasulullah. 

Dari Abi Sa’id Al-Khudri –semoga Allah meridainya– ia mengatakan, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ia harus mengubah dengan tangannya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan lidahnya. Jika ia tidak bisa maka ia harus mengubah dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya.)
Di antara kewajiban seorang mukmin adalah melakukan amrun bil-ma’ruf wa nahyun ‘anil-munkar (memerintahkan untuk melakukan kebajikan dan melarang melakukan kemungkaran). Rasulullah saw. menggambarkan pentingnya pekerjaan ini dalam hadits berikut ini.

“Perumpaan orang-orang yang melaksanakan hukum-hukum Allah dengan orang-orang yang melanggarnya bagaikan sekelompok orang yang naik kapal. Lalu mereka melakukan undian untuk menentukan siapa yang duduk di bagian atas dan siapa yang duduk di bagian bawah (dek). Orang-orang yang duduk di bagian bawah itu harus naik ke atas jika mereka membutuhkan air. Lalu salah seorang dari mereka mengatakan, “Sebaiknya kita membolongi tempat kita ini sehingga kita tidak mengganggu orang lain.” Jika orang-orang yang ada di atas membiarkan mereka melaksanakan apa yang mereka inginkan, maka niscaya akan binasalah semuanya. Namun, jika mereka membimbingnya, maka mereka yang ada di atas akan selamat dan selamat pula mereka yang ada di bawah.” (Bukhari)

Dengan sangat jelas, Allah swt. menyebut pekerjaan tersebut sebagai salah satu sifat yang harus melekat pada orang-orang beriman. Hal itu dijelaskan dalam ayat ini: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)

Untuk tercapainya tujuan-tujuan nahyi munkar itu, Islam mengiringi perintah tersebut dengan beberapa aturan. Karena, mencegah kemungkaran ditujukan untuk menyelamatkan dan mewujudkan yang maslahat atau yang lebih maslahat. Bukan sebaliknya.
Syaikh Abdul Qadir Audah –rahimahullah– menyebutkan tiga syarat yang disepakati oleh para ulama yang harus ada pada setiap pelaku amar makruf dan nahyi munkar. Ketiga syarat itu adalah: mukallaf, memahami, dan bebas dari tekanan; mengimani agama Islam; dan memiliki kemampuan untuk melakukan amar makruf dan nahyi munkar itu. Jika tidak, maka kewajibannya adalah menolak dengan hati.[Memerangi Kemungkaran, Tim dakwatuna.com 27/4/2007 | 10 Rabiuts Tsani 1428 H].

Hendaklah kamu beramar makruf nahi mungkar. Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang baik di antara kamu berdoa, Allah tidak mengabulkan.”(HR Al-Bazaar)

          Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa amar makruf nahi mungkar adalah tugas individu, kelompok (jamaah) dan negara. Bahkan Al-Qur’an mensyaratkan agar seorang individu, masyarakat atau bangsa mencapai kejayaan, maka ia mesti melaksanakan amar makruf nahi mungkar.“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran : 110)

Makruf secara makna bahasa (Arab) artinya dikenal atau diketahui. Berasal dari kata dari arafa, ya’rifu, irfaanan -ma’ruufan. Yang menarik arufa (thaaba riihuhu), artinya harum baunya. Jadi hal yang makruf itu sebenarnya dikenali secara fitrah oleh manusia –kecuali manusia yang membutakan fitrahnya. Seperti perintah Islam untuk jujur, rajin, kerja keras, hemat, sedekah, beribadah dll, adalah dikenali manusia sebagai hal yang baik. Dan mungkar adalah lawan dari makruf, dimana fitrah manusia cenderung mengingkarinya, seperti zina, mencuri, riba (memiskinkan masyarakat), bohong dan lain-lain.

Sedangkan mungkar secara bahasa artinya hal yang tidak dikenali atau hal yang diingkari. Nakural amru artinya sha‘uba wasytadda, hal yang sulit atau susah. Jadi hal mungkar itu, sebenarnya susah untuk dikerjakan manusia dan juga bisa dimaknakan, orang yang mengerjakan kemungkaran, akan mengalami kesusahan di dunia atau di akhirat.

Dalam Islam, tidak ada perubahan konsep amar makruf nahi mungkar oleh waktu dan tempat (kondisi geografis). Masyarakat di zaman Rasulullah yang masih sederhana struktur sosial dan teknologinya, zina diharamkan. Dalam masyarakat yang modern saat ini, di mana industri dan pabrik-pabrik bertebaran, teknologi digital visual di mana-mana, laki-laki dan perempuan banyak yang bekerja, zina tetap haram.[ Amar Makruf Nahi Mungkar Vs Kebebasan , hidayatullah.com Rabu, 06 Oktober 2010].

Syeikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim ibnu Taimiyah,  dari kitab minhajul sunnah, jilid 3/64. Diterjemahkan oleh : Muhammad Elvi Syam. Menyebutkan tentang amar ma’ruf nahi mungkar ini.

Barang siapa yang menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran (menegakkan amar maruf nahi mungkar), maka sepatutnya dia itu :
(1) seorang yang alim (berilmu) terhadap apa yang dia suruh, berilmu terhadap apa yang dia larang;
(2) seorang yang berlemah-lembut pada apa yang dia suruh dan berlemah-lembut pada apa yang dia larang;
(3) seorang yang bijaksana pada apa yang dia suruh dan bijaksana pada apa yang dia larang. 

Maka berilmu sebelum menyuruh, dan berlemah-lembut itu di waktu menyuruh, serta bijaksana setelah menyuruh. Kalau seandainya dia tidak seorang yang alim, tidak boleh untuk mengikuti apa yang tidak ia ketahui. Kalau seandainya dia itu seorang yang alim, tetapi tidak berlemah-lembut maka dia seperti dokter yang tidak mempunyai sikap lemah-lembut, maka dia bersikap kasar terhadap pesien sehingga pasien pun tidak menerimanya. Dan seperti seorang pendidik yang kasar, maka anak pun tidak bisa menerimanya. Sungguh Allah Taala telah berfirman kepada Musa dan Harun : [artinya] : Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (kepada firaun) dengan kata-kata yang lemah-lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut .(Q.S. 20;44)
 Kemudian, kalau dai itu mau menegakkan amar maruf nahi mungkar –biasanya- maka dia mesti disakiti. Oleh karena itu dia harus sabar dan bersikap bijaksana, sebagaimana firman Allah Taala : [artinya] : Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) .(Q.S.31;39).

 Sesungguhnya Allah telah memerintahkan nabi-Nya (Muhammad ) untuk bersabar menghadapi siksaan kaum musyrikin di berbagai tempat di Al Quran, padahal dia saw itu pemimpin orang-orang yang menegakkan amar maruf nahi mungkar. Maka pertama sekali, hendaklah seseorang menjadikan urusannya karena Allah dan tujuannya adalah mentaati Allah pada apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Dan mencintai kemaslahatan manusia atau menegakkan hujjah terhadapnya. Apabila dia mengerjakan perbuatan yang disebutkan di atas karena ingin mencari kedudukan untuk dirinya dan golongannya serta merendahkan orang lain, maka perbuatan itu menjadi hamiyah (fanatik golongan atau hizbiayah) yang tidak diterima Allah. [2001-2006 Perpustakaan-Islam.Com].

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah kemungkaran bisa dirubah dengan tangan, lalu siapa yang berkewajiban merubahnya dengan tangan. Mohon penjelasan beserta dalil-dalilnya.
Jawaban: Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mencap kaum mukminin sebagai para penegak ingkarul mungkar (yang mengingkari kemungkaran) dan memerintahkan kebaikan, sebagaimana firmanNya."Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar." [At-Taubah: 71].

Jadi, kemungkaran itu bisa dirubah dengan tangan oleh orang yang mampu melakukannya, seperti ; para penguasa, instansi-instansi yang khusus bertugas menangani masalah ini, orang-orang yang mengharapkan pahala melalui jalur ini, pemimpin yang mempunyai kewenangan dalam hal ini, hakim yang mempunyai tugas ini, setiap orang di rumahnya dan terhadap anak-anaknya serta keluarganya sendiri sejauh kemampuan.

Adapun yang tidak mampu melakukannya, atau jika merubahnya dengan tangannya bisa menimbulkan petaka dan perlawanan terhadapnya, maka hendaknya ia tidak merubahnya dengan tangan, tapi mengusahakan dengan lisannya. Ini cukup baginya, agar pengingkarannya dengan tangannya tidak menimbulkan yang lebih mungkar dari yang telah diingkarinya. Demikian sebagaimana disebutkan oleh para ahlul ilmi.

Mengingkari kemungkaran dengan lisannya, bisa dengan mengatakan, "Saudaraku, bertakwalah kepada Allah. Ini tidak boleh. Ini harus ditinggalkan." Demikian yang harus dilakukannya, atau dengan ungkapan-ungkapan serupa lainnya dengan tutur kata yang baik. Setelah dengan lisan adalah dengan hati, yaitu membenci dengan hatinya, menampakkan ketidaksukaannya dan tidak bergaul dengan para pelakunya. Inilah cara pengingkaran dengan hati.[Syaikh Abdul Aziz bin Baz, hukum merubah kemungkaran dengan tangan tugas siapa?, almanhaj.or.id Kamis, 17 Februari 2005 07:12:28 WIB].

Tidak satupun ummat islam yang tidak mempunyai salah satu diantara tangan, lisan dan hati, bila ketiga perangkat hidup ini tidak difungsikan sesuai dengan ketentuan Islam maka ada akibat atau dampak dari semua itu. Kemuliaan dan kebaikan umat ini salah satunya disebabkan karena adanya amar ma’ruf nahi munkar dan sebaliknya apabila mereka meninggalkan hal ini, maka akan terjadi banyak sekali akibat buruk yang menimpa umat ini, dan di antara dampak-dampak tersebut adalah: 

1. Hilangnya rasa aman, baik di tingkat pribadi maupun masyarakat. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh Allah Ta’ala dalam surat Thaha 123-124:  "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh sebahagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripadaKu, lalu barangsiapa mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thaha: 123-124)

Berkata Syaikh Asa’di di dalam tafsir beliau فمن اتبع هداى  mengikuti kebenaran dengan cara membenarkan kabar al-Qur`an dan tidak membantahnya dengan syubhat dan mengamalkan perintah dengan tidak menentangnya dengan syahwat. Maka syubhat dan syahwat keduanya adalah penghalang terwujudnya perintah Ilahi dan ditinggalkannya laranganNya. Maka apabila kita perhatikan kondisi dunia saat ini, khususnya masyarakat yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Oleh Allah, bahwa mereka menolak hukumNya, maka kita dapatkan mereka tenggelam di dalam syubhat dan syahwat dan tersebarlah di dalam masyarakat tersebut kejahatan baik secara fisik maupun maknawi dan hilanglah rasa aman di dalamnya. Tentunya hal ini disebabkan karena tidak adanya amar ma’ruf, adapun negeri-negeri yang di dalamnya ditegakkan amar ma’ruf tidak demikian.

2. Tersebarnya kerusakan di dalam kehidupan bermasyarakat, ekonomi maupun politik. Kerusakan ini ditimbulkan apabila generasi ini tumbuh tanpa ada perbaikan/ amar ma’ruf nahi munkar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan permisalan tentang hal ini dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari sahabat Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perempumaan orang yang menegakkan hudud (hukum) Allah dan orang yang melanggarnya adalah seperti suatu kaum yang melakukan undian di atas kapal, maka sebagian mereka mendapatkan bagian di lantai atas dan yang lain di lantai bawah. Maka apabila yang berada di lantai bawah hendak mengambil air, mereka melewati orang-orang yang berada di lantai atas. Maka mereka pun berkata-kata seandainya kami melubangi yang menjadi bagian kami (bagian bawa kapal), tentu kami tidak mengganggu orang-orang yang di atas kami (karena tidak melewati mereka ketika mengambil air). Maka apabila mereka dibiarkan melakukan apa yang mereka inginkan, maka binasalah semuanya, dan apabila mereka dicegah (dari niatnya), maka selamatlah mereka dan selamatlah seluruh penghuni kapal.” (Al-Bukhari)

Berkata al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah, maknanya yang melarang dan yang dilarang selamat semuanya. Dan demikianlah menegakkan hudud (Allah) akan mewujudkan keselamatan bagi yang menyuruh dan orang yang disuruh apabila tidak maka binasalah pelaku kemaksiatan karena maksiatnya dan orang yang diam (tidak mencegahnya) karena ridhanya mereka. Beliau berkata lagi di dalam hadits ini ada penjelasan bahwa turunnya adzab karena ditinggalkannya amar ma’ruf nahi munkar.

3. Paceklik, kekeringan yang panjang dan hilangnya keberkahan pada rizki-rizki mereka. Hal ini dikarenakan banyaknya kamaksiatan yang dilakukan dan tidak ada yang menasehati dan mendakwahi mereka untuk meninggalkan kemaksiatan mereka, sebagaimana firman Allah, َ“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’Raf: 96)

Dan amar ma’ruf tujuan intinya adalah menyeru kepada keimanan dan berdakwah kepada ketaqwaan. Maka dengan amar ma’ruf dan nahi munkar turunlah keberkahan di dalam rizki-rizki mereka dan dengannya pula dihapuskan segala kesalahan, Nabi bersabda, “Fitnah (dosa/ keburukan) seseorang di dalam keluarganya, hartanya dan anaknya dihapuskan oleh shalat, shadaqah, dan amar ma’ruf nahi munkar.” (Al-BukhaRi)

4. Tidak diijabahnya do’a, dan ini adalah perkara yang mengerikan karena seseorang hamba sangat fakir kepada Allah, maka apabila dia berdo’a kemudian tidak dikabulkan oleh Allah, maka dia termasuk orang yang celaka. Tidak terkabulnya do’a karena ditinggalkannya amar ma’ruf. Hal ini ditunjukkan Oleh sabda Nabi, “Demi yang jiwaku di tanganNya hendaklah kalian beramar ma’ruf dan nahi munkar, atau (kalau tidak) hampir-hampir Allah akan menurunkan adzab kepada kalian kemudian kalian berdo’a dan tidak dikabulkan.”

5. Turunnya berbagai macam musibah,baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Apabila dalam suatu negeri tidak ditegakkan amar ma’ruf dan tidak ada pengingkaran terhadap kemungkaran dan kemaksiatannya. Dan kemaksiatan apabila tersembunyi, maka dampaknya hanyalah untuk pelakunya saja. Adapun apabila dilakukan dengan terang-terangan dan tidak ada yang mengingkarinya, maka dampaknya akan menimpa seluruh manusia, ini sebagaimana firman Allah dalam suRat Al-Anfal: 25.“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaanNya.”(Al-Anfal: 25)

Maka tidaklah terjadi musibah dan fitnah yang menimpa kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia saat ini, melainkan karena tersebarnya kamaksiatan dan kebanyakan manusia tidak peduli lagi dengan amar ma’ruf nahi munkar. Oleh karena itu cermatilah firman Allah, “Dan Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Hud: 117)

6. Turunnya laknat yaitu dijauhkan dari rahmat Allah, karena laknat tidak terjadi melainkan karena seseorang melakukan dosa besar. Dan Allah telah mengabarkan bahwasanya Dia telah melaknat orang-orang sebelum kita yaitu Bani Isra`il karena mereka meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. Allah Ta’ala berfirman, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (Al-Ma`idah:78-79)

7. Punahnya hukum dan syiar Islam. Ini adalah bahaya yang paling besar dari sekian bahaya ditinggalkannya amar ma’ruf nahi munkar. Karena tidaklah hukum-hukum Islam dan syiar-syiarnya menjadi asing melainkan karena mereka tidak mengenal Islam. Hal itu disebabkan karena tidak adanya para penyeru kepada yang ma’ruf dan penentang kemungkaran. Maka kita dapati saat ini orang-orang Islam yang justru mempermainkan dan memperolok-olok hukum dan syiar Islam. Padahal memperolok-olok dan mempermainkan syariat Islam adalah salah satu perbuatan yang bisa mengeluarkan seseorang dari Islam, maka hendaklah kita berhati-hati dari hal yang demikian.[ Ust. Sujono, Dampak Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Compiled by orido™].

Sebelum datangnya berbagai kemungkinan kerusakan dibumi ini, berbagai musibah dan malapetaka yang membinasakan manusia maka selayaknya kita menyinsingkan lengan baju, maju melangkah untuk berdakwah dengan konsep amar ma’ruf nahi mungkar sebagai mana semboyan seorang da’i yang mengatakan “Nahnu d’uat ‘ala kuli syai’” artinya kami adalah da’i sebelum menjadi apa-apa, sampai kapan dan dimanapun juga amar ma’ruf wajib dilakukan demi keselamatan pribadi, keluarga bangsa dan negara kita, Wallahu A’lam [Cubadak Pianggu Solok, 10 Ramadhan 1433.H/ 30 Juli 2012.M].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar