Rabu, 20 November 2013

23. Suci Adalah Bagian Dari Iman


PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

SUCI ADALAH BAGIAN DARI IMAN

عَنْ أَبِيْ مَالِكْ الْحَارِثِي ابْنِ عَاصِمْ اْلأَشْعَرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الطُّهُوْرُ شَطْرُ اْلإِيْمَانِ، وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ الْمِيْزَانِ، وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ – أَوْ تَمْلآنِ – مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ، وَالصَّلاَةُ نُوْرٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ . كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَباَئِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوْبِقُهَا
[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Malik Al Haritsy bin ‘Ashim Al ‘Asy’ary radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Bersuci adalah bagian dari iman, Al Hamdulillah dapat memenuhi timbangan, Subhanallah dan Al Hamdulillah dapat memenuhi antara langit dan bumi, Sholat adalah cahaya, shadaqah adalah bukti, Al Quran dapat menjadi saksi yang meringankanmu atau yang memberatkanmu. Semua manusia berangkat menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya (dari kehinaan dan azab) ada juga yang menghancurkan dirinya.(Riwayat Muslim).
Pelajaran yang terdapat dalam hadits /  الفوائد من الحديث :
1.     Iman merupakan ucapan dan perbuatan, bertambah dengan amal shalih dan keta’atan dan berkurang dengan maksiat dan dosa.
2.     Amal perbuatan akan ditimbang pada hari kiamat dan dia memiliki beratnya.
3.     Bersuci merupakan syarat sahnya ibadah, karena itu harus diperhatikan.
4.     Menjaga shalat akan mendatangkan petunjuk dan memperbaiki kondisi seorang muslim terhadap manusia, membedakannya dengan akhlaknya dan perilakunya, kewara’annya dan ketakwaannya.
5.     Seruan untuk berinfaq pada jalan-jalan kebaikan dan bersegera melakukannya dimana hal tersebut merupakan pertanda benarnya keimanan.
6.     Anjuran untuk bersabar tatkala mengalami musibah, khususnya apa yang dialami seorang muslim karena perbuatan amar ma’ruf nahi munkar.
7.     Semangat membaca Al Quran dengan pemahaman dan mentadabburi (merenungkan) ma’nanya, menga-malkan kandungan-kandungannya karena hal tersebut dapat memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat.
8.       Seorang muslim harus menggunakan waktunya dan umurnya dalam keta’atan kepada Allah ta’ala serta tidak mengabaikannya karena kesibukan lainnya.
Pembahasan;
Kebersihan lahiriah dan bathiniah atau mental dan fisik harus menjadi program hidup seorang muslim, agar hidupnya dalam kesehatan terpelihara secara optimal. Kebersihan disamping mengandung ajaran sehat juga agar hidup rapi, karena bersih saja tidak rapi kurang enak dipandang. Barang yang bersih tapi tak tertata rapi tak ubahnya tumpukan sampah.
Islam sangat memperhatikan masalah kesucian mental dan kesucian fisik. Dan Islam sangat peduli terhadap kebersihan lahir dan batin. Para ulama membagi bersuci menjadi empat tingkatan : 

Tingkatan Pertama
Menyucikan tubuh bagian luar dari hadats, najis dan kotoran. Islam menjadikan tingkatan ini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan seorang muslim sepanjang siang dan malam. Berwudlu secara syar’i adalah puncak tertinggi tingkatan ini. Ia mengandung pahala besar dan ganjaran melimpah yang berlipat-lipat, karena memiliki banyak pengaruh yang baik terhadap kebersihan dari seorang muslim. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikannya sebagai sebab penghapusan dosa dan pengangkatan derajat. Imam muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
‘‘ Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang bisa menyebabkan Allah menghapus kesalahan dan menaikkan derajat ? ‘Mereka menjawab : ‘Ya, ya Rasulullah. Beliau bersabda: ‘Yaitu menyempurnakan wudlu di dalam kondisi yang tidak menyenangkan; memperbanyak langkah ke masjid; dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath.’’(Shahih Muslim)
Utsman Radiyallahu ‘Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: ‘‘Barangsiapa yang melaksanakan wudlu dengan baik, maka kesalahan-kesalahannya akan keluar dari tubuhnya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.’’ (Shahih Muslim)
Allah Subhanahu Wata’ala juga memuji Sahabat-Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam firmanNya.Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS.At-Taubah :108) 

Tingkatan Kedua
Menyucikan anggota tubuh dari salah dan dosa.

Tingkatan Ketiga
Menyucikan hati dari akhlak-akhlak tercela dan hal-hal keji yang terkutuk.

Tingkatan Keempat
Menyucikan hati dari apa saja selain Allah Subhanahu Wata’ala dalam rangka membersihkan akidah dan mengikhlaskan amal.

Ketiga tingkatan bersuci terakhir ini dapat di rangkum menjadi kesucian mental. Yaitu kesucian batin yang merupakan pondasi dan landasan. Maka tidak ada artinya kebaikan lahir yang disertai dengan kerusakan batin. Betapa banyak sesuatu yang terlihat indah tetapi menyimpan kisah yang keji.[Artikel Khutbah Jum'at :Bersuci Adalah Separuh Iman,Kamis, 23 Desember 10].

Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan tentang Menjaga kebersihan;
Islam adalah agama yang menaruh perhatian penting terhadap masalah kebersihan dan disiplin diri. Diantara tanda kesempurnaan pribadi seorang muslim adalah senantiasa berusaha menjaga kebersihan diri, rumah tangga, maupun lingkungan tempat tinggalnya. Lebih lanjut, bukti-bukti konkrit bahwa Islam mencintai kebersihan ialah suruhannya terhadap segenap umat Islam untuk mandi, berwudhu, dan bersuci diri dari kotoran.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda,”Sepuluh hal yang termasuk fitrah [kebersihan dan kesucian] ialah mencukur kumis, memotong kuku, mencuci sela-sela jari dan persendian, membiarkan [tumbuhnya] jenggot, memakai siwak [pembersih gigi], membasuh rongga hidung, mencabut bulu ketiak, memotong rambut kemaluan, dan beristinja”.
Mush’ab [perawi hadits ini] berkata,”Saya agak lupa yang kesepuluh, namun kalau tidak salah adalah berkumur-kumur [almadhmadhah]” [HR. An Nasa’i]. [Gema Insani, 2007, hal 102].

Agar hidup bersih dan rapi, Rasulullah Saw memberikan  beberapa petunjuk sebagai teladan yang dicontohkan dalam sepak terjang kehidupannya, terutama kebersihan lahiriyah diantaranya;

  1. Berkhitan, yaitu memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan untuk menjaga agar disana tidak terkumpul kotoran, juga agar dapat menahan kencing, supaya tidak mengurangi kenikmatan dalam bersenggama, itu terhadap laki-laki. Adapun perempuan, maka yang dipotong itu adalah bagian atas permukaan dari kemaluan itu.
  1. Mencukur bulu kemaluan dan mencabut bulu ketiak, kedua-duanya merupakan sunnah yang dapat dilakukan dengan menggunting atau memotong, mencabut atau mencukur.
  1. Memotong kuku, memendekkan kumis atau memanjangkannya. Kedua-duanya sama-sama berdasarkan riwayat yang sah, umpamanya dalam Hadits Ibnu Umar, ada tersebut sebagai berikut, ”Nabi Saw telah bersabda, ”Lainilah [berbedalah] kamu dengan kaum musyrikin, lebatkanlah jenggot dan panjangkan kumis”. [HR.Bukhari dan Muslim].
                  Menggunting bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, memotongkan atau memanjangkan kumis itu disunnatkan tiap minggu, untuk menjaga, menyempurnakan kebersihan dan menyenangkan hati, karena terdapatnya rambut di badan menyebabkan kejengkelan dan kegelisahan.

  1. Membiarkan jenggot dan memangkasnya tidak sampai lebat, hingga seseorang  tampak berwibawa. Jadi jangan dipendekkan seakan-akan dicukur, tapi jangan pula dibiarkan demikian rupa hingga kelihatan tidak terurus; hanya hendaklah diambil jalan tengah, karena yang demikian itu, dalam hal apa juga adalah baik. Disamping itu jenggot yang lebat menunjukkan kejantanan atau kelaki-lakian yang sempurna dan matang.
  1. Merapikan rambut yang lebat dan panjang dengan meminyaki dan menyisirnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, ”Siapa yang empunya rambut hendaklah dirapikan”.
            Diterima dari Atha’ bin Yasar, katanya, ”Seorang laki-laki yang berambut dan berjenggot kusut masai datang menemui Nabi Saw, maka Rasulullahpun memberi isyarat kepadanya, seolah-olah menyuruhnya membereskan rambut dan jenggotnya  ”. Laki-laki itu pergi melakukannya, kemudian kembali. Maka sabda Rasulullah, ”Nah, tidakkah ini lebih baik daripada seseorang datang dengan kepala kusut tak obahnya bagai syaithan” 
                 
  1. Membiarkan uban dan tidak mencabutnya, biar di jenggot atau dikepala. Dalam hal ini tidak ada bedanya perempuan dan laki-laki, berdasarkan Hadits Amar bin Syuaib yang diterima dari bapaknya seterusnya dari kakeknya bahwa Nabi Saw telah bersabda, ”Janganlah kau cabut uban itu, karena ia merupakan cahaya bagi muslim. Tidak seorang muslimpun yang beroleh selembar uban dalam menegakkan Islam kecuali Allah akan mencatatkan untuknya satu kebaikan, meninggikan derajatnya satu tingkat dan menghapuskan daripadanya satu kesalahan”[HR. Ahmad, Abu Daud]
  1. Mencelup, memberi warna uban dengan inai, dengan warna merah, kuning dan sebagainya. Rasululah bersabda,”Sebaik-baik bahan untuk mencelup uban ini ialah inai dan katam, yaitu sebangsa tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan celup hitam kemerah-merahan [pirang].
                  Dari sebagian sahabat diriwayatkan bahwa lebih utama tidak mencat rambut, sedang dari sebagian lagi lebih afdhan mencatnya. Bagi yang telah tumbuh uban memutihi kepalanya tidak layak dicelup/cat dengan warna apapun karena hal itu tidak layak  baginya, kecuali bagi mereka yang masih muda boleh mencelup rambutnya dengan warna lain. 

  1. Berharum-haruman dengan kesturi dan minyak wangi lainnya yang menyenangkan hati, melegakan dada dan menyegarkan jiwa, serta membangkitkan tenaga dan kegairahan bekerja. Rasulullah Saw bersabda, ”Diantara kesenangan-kesenangan dunia yang saya sukai ialah wanita [hidup berkeluarga dengan cara pernikahan dan perkawinan yang sah], dan wangi-wangian, sedang biji mataku ialah mendirikan shalat”. Dilanjutkan dengan keterangan dari Abu Hurairah, ”Siapa saja yang diberi wangi-wangian janganlah menolak, karena ia mudah dibawa dan semerbak harumnya”.
            Sebelum shalat harus berwudhuk terlebih dahulu dengan pakaian dan tempat yang bersih pula. Zakat mal yang dibayarkan seorang muslim kepada fakir miskinpun adalah dalam rangka pembersihan harta yang dimiliki dari noda-noda atau kotoran-kotoran yang tidak disenangi datangnya.

            Zakat fithrah yang dibayarkan agar ibadah puasa yang tercemar karena perbuatan nista dapat dibersihkan, sehingga puasanya berbuah amal shaleh, Rasulullah mewajibkan zakat fithrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan keji. Dan memberikan makanan bagi para orang miskin. ”Maka siapa saja yang menunaikannya sebelum shalat Idul Fithri, maka ia sebagai zakat fithrah yang diterima sah, dan siapa saja yang menunaikannya sesudah shalat Idul Fithri, maka ia dianggap sebagai sedekah biasa. ”[HR.Abu Daud].

            Ibadah haji dan ibadah-ibadah lainnya disamping membersihkan lahir, juga membersihkan jiwa manusia, agar kembali kepada fithrah [kesucian], Allah akan menerima amal seorang hamba bila hatinya bersih, yaitu beramal hanya mengharapkan ridha Allah semata. Bersih itu penting dan rapipun perlu. [Mukhlis Denros, Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta No. 164/ Februari 1995].

            Selain kita dituntut untuk menjaga kebersihan maka hal yang tidak kalah pentingnya adalah menyingkirkan segala kotoran dari sekitar lingkungan hidup kita.
Dimana-mana anda akan menemukan najis; pada pakaian, kemaluan, dubur, bejana, air, minyak, makanan, dan lainnya. Pokoknya, dimana-mana ada najis. Oleh karena itu, “singkirkanlah najis dari kehidupanmu”. Namun menyingkirkan najis jangan asal-asalan, tapi harus didasari dengan ilmu dari Al-Qur’an, dan Sunnah sebagaimana yang akan kami jelaskan berikut:

Membersihkan Darah Haidh
Haidh adalah fitrah yang harus dialami oleh para wanita. Haidh adalah najis yang harus dibersihkan dari diri seorang wanita, terlebih lagi jika ia ingin sholat, atau berhubungan dengan suami. Cara membersihkannya gampang. Nah, dengarkan saja A’isyah -radhiyallahu ‘anha- berkata, “Dulu seorang (wanita) diantara kami haidh, lalu ia mengerik darah (dengan kuku) dari pakaiannya ketika ia telah suci, lalu mencucinya, dan menyirami seluruhnya. Kemudian ia sholat dengan (memakai) pakaian itu”. [HR. Al-Bukhoriy dan Ibnu Majah]

 Membereskan Kencing Bayi
Bayi adalah buah hati dan kesenangan setiap orang, terutama orang tuanya. Namun di lain sisi, bayi terkadang bikin repot ketika ia kencing. Sementara kita gendong, eh malah ia mengencingi kita.
Namun seorang muslim tak perlu gusar, dan pusing. Karena masalah seperti ini sudah diberikan solusinya oleh Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dengan semudah mungkin. Simak penuturan Sahabat Abus Samhi-radhiyallahu ‘anhu- saat ia berkata, “Aku adalah pelayan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- . Maka didatangkanlah Al-Hasan, dan Al-Husain, lalu ia pun kencing pada dada beliau. Mereka ingin mencucinya. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,  “Siramlah! Karena kencing bayi wanita dicuci, dan kencing bayi laki-laki di sirami”. [HR. Abu Dawud,An-Nasa'iy dan Ibnu Majah].

Menyucikan Pakaian dan Badan dari Madziy
Sebagian orang terkadang sering tertimpa madzi pada pakaian, dan badannya. Seorang yang terkena najis, maka ia cuci madzi yang ada pada pakaian, atau badannya, dan berwudhu’. Madzi adalah cairan yang keluar dari manusia ketika syahwatnya memuncak. Lebih jelasnya, An-Nawawi berkata,“Cairan yang halus lagi kental, keluar ketika bersyahwat”.

Sedangkan wadi adalah cairan najis yang keluar dari kemaluan seseorang ketika ia buang air, karena mengalami sakit, atau lelah, tanpa disertai oleh syahwat. Adapun keluarnya madzi ini menyebabkan seseorang harus bersuci, karena madzi adalah najis seperti halnya dengan kencing yang keluar dari kemaluan manusia. Sahl bin Hunaif -radhiyallahu ‘anhu- berkata,“Aku mendapatkan kesusahan karena madzi. Karenanya, aku sering mandi. Lalu aku bertanya kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Maka beliau bersabda,”Cukuplah bagimu berwudhu’”.Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah, Bagaimana jika madzi menyentuh pakaianku?”. Beliau bersabda,  “Cukuplah bagimu seciduk air yang engkau siramkan pada pakaianmu dimana engkau pandang madzi itu mengenainya”. [HR. Abu Dawud,At-Tirmidziy dan Ibnu Majah].

Pembersih Ujung Pakaian Wanita Sholehah
Pakaian wanita sholehah adalah pakaian yang yang menutupi seluruh tubuh wanita mulai dari kepala sampai menyentuh tanah. Inilah jilbab syar’iy yang dikenal dan dipakai di zaman Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- oleh para wanita sholehah. Demikian pula dipakai oleh wanita-wanita sholehah generasi setelahnya sampai zaman kita ini. Tak heran jika seorang sahabat wanita pernah bertanya cara mengatasi ujung pakaian yang terseret, dan menyentuh tanah yang bernajis. Silakan toleh Ummu Salamah, istri Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata,“Sesungguhnya aku adalah wanita yang panjang ujung pakaiannya, terkadang berjalan di tempat yang kotor (bernajis)”. Dia (Ummu Salamah) berkata, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,  “Ujung pakaianmu itu akan dibersihkan oleh tanah yang setelahnya”. [HR. Abu Dawud,At-Tirmidziy dan Ibnu Majah].

Sandal Bernajis Cukup Gesekkan ke Tanah
Sandal yang kita pakai kemana-mana juga tak perlu merisaukan kita karena terkena najis. Jika seorang ingin sholat sambil bersandal, maka hendaknya ia sebelum sholat membalik, dan memperhatikan sandalnya. Jika ada najisnya, maka ia gesekkan sandalnya ke tanah yang suci, lalu ia sholat dengan sandal itu. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,“Jika seorang diantara kalian datang ke masjid, maka hendaknya ia memperhatikan (sandalnya). Jika ia melihat padanya ada najis, maka hendaknya ia gesekkan sandalnya, dan sholat dengan memakainya”. [Abu Dawud]

Mengatasi Jilatan Anjing pada Bejana
Anjing adalah binatang yang biasa berkeliaran di sekitar kita. Di sebagian tempat, anjing berkeliaran bebas sehingga terkadang ia menjilat pakaian, badan, atau bejana. Bejana secara khusus, jika terjilat anjing, maka dicuci 7 kali. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam sabdanya,“Cara menyucikan bejana salah seorang di antara kalian yang dijilat anjing, dicuci sebanyak tujuh kali, awalnya dengan tanah”. [HR. Muslim].

Menyucikan Kulit Bangkai
Kulit adalah benda berharga yang tak boleh disia-siakan, tapi harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Jangan seperti sebagian orang yang membuangnya tanpa nilai. Disinilah keindahan syari’at kita ketika menuntun kita untuk hidup ekonomis, sehingga jika seorang muslim menemukan hewan yang halal dimakan dalam kondisi mati tergeletak (bangkai), maka dia dianjurkan menyamak kulit hewan itu, bukan dibuang. Bagaimana lagi hewan yang halal, dan sudah disembelih (bukan bangkai), maka tentunya tidak layak kulitnya dibuang.
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Jika kulit hewan (berupa bangkai) disamak, maka sungguh ia telah suci”. [HR.Muslim (366)]

Problema Tikus Mati dalam Minyak, dan Solusinya
Tikus termasuk hewan yang biasa melakukan kerusakan, baik di kota maupun di desa. Dia adalah hewan yang membawa kotoran, dan penyakit bagi manusia. Olehnya, Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memerintahkan kita untuk membunuh tikus. Di antara kerusakan yang ditimbulkannya, ia masuk ke dapur sehingga terkadang ia jatuh ke minyak, lalu mati di dalamnya. Ketika mati, jelas ia adalah bangkai yang najis. Solusinya? Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah ditanya tentang tikus yang jatuh pada minyak, maka beliau menjawab,Buanglah tikus itu, dan sesuatu yang ada di sekitarnya, serta konsumsilah”. [HR. Al-Bukhoriy].

Ketika Kencing Menodai Kesucian Tanah
Allah -Ta’ala- telah memberikan keistimewaan bagi ummat Islam dengan memberikan kelonggaran bagi mereka untuk beribadah dimanapun, baik di atas tanah, maupun di atas lantai. Karenanya, tanah atau lantai tersebut harus dijaga dengan baik dari najis. Jika terkena najis, maka cukup disiram dengan air atau dihilangkan najisnya. Anas bin Malik-radhiyallahu ‘anhu- berkata,“Ada seorang Arab Badui pernah kencing di masjid, maka sebagian orangpun bangkit dan menuju kepadanya. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Biarkan (ia kencing), janganlah kalian memotongnya”.

Istinja’ dari Kotoran Perut
Tinja dan kencing adalah najis yang harus disingkirkan dari pakaian, badan, dan kehidupan kita sehingga kita bisa beribadah, dan mu’amalah dengan baik.
Sarana terbaik membersihkan tinja adalah air. Anas bin Malik-radhiyallahu ‘anhu- berkata,“Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah memasuki tempat pembuangan air. Maka aku pun dan seorang bocah sebaya denganku datang membawa seember air dan tombak kecil, lalu beliau pun ber-istinja’ (cebok) dengan air”. [HR. Al-Bukhoriy dan Muslim].[Singkirkan Najis dari Kehidupanmu, Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 47 Tahun I].Wallahu A’lam [Cubadak Solok, 14 Februari 2012.M/ 21 Rabi’ul Awal 1433.H]. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar