PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
SUCI
ADALAH BAGIAN DARI IMAN
عَنْ أَبِيْ مَالِكْ الْحَارِثِي ابْنِ عَاصِمْ اْلأَشْعَرِي رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
الطُّهُوْرُ شَطْرُ اْلإِيْمَانِ، وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ الْمِيْزَانِ،
وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ – أَوْ تَمْلآنِ – مَا بَيْنَ
السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ، وَالصَّلاَةُ نُوْرٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ،
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ . كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَباَئِعٌ
نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوْبِقُهَا
[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة
الحديث :
Dari Abu Malik Al Haritsy bin ‘Ashim Al ‘Asy’ary
radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda
: Bersuci adalah bagian dari iman, Al Hamdulillah dapat memenuhi timbangan,
Subhanallah dan Al Hamdulillah dapat memenuhi antara langit dan bumi, Sholat
adalah cahaya, shadaqah adalah bukti, Al Quran dapat menjadi saksi yang
meringankanmu atau yang memberatkanmu. Semua manusia berangkat menjual dirinya,
ada yang membebaskan dirinya (dari kehinaan dan azab) ada juga yang
menghancurkan dirinya.(Riwayat Muslim).
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1.
Iman merupakan ucapan dan perbuatan, bertambah dengan amal shalih
dan keta’atan dan berkurang dengan maksiat dan dosa.
2.
Amal perbuatan akan ditimbang pada hari kiamat dan dia memiliki beratnya.
3.
Bersuci merupakan syarat sahnya ibadah, karena itu harus diperhatikan.
4.
Menjaga shalat akan mendatangkan petunjuk dan memperbaiki kondisi seorang
muslim terhadap manusia, membedakannya dengan akhlaknya dan perilakunya,
kewara’annya dan ketakwaannya.
5.
Seruan untuk berinfaq pada jalan-jalan kebaikan dan bersegera melakukannya
dimana hal tersebut merupakan pertanda benarnya keimanan.
6.
Anjuran untuk bersabar tatkala mengalami musibah, khususnya apa yang dialami
seorang muslim karena perbuatan amar ma’ruf nahi munkar.
7.
Semangat membaca Al Quran dengan pemahaman dan mentadabburi (merenungkan)
ma’nanya, menga-malkan kandungan-kandungannya karena hal tersebut dapat memberi
syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat.
8.
Seorang muslim harus menggunakan waktunya dan umurnya dalam keta’atan kepada
Allah ta’ala serta tidak mengabaikannya karena kesibukan lainnya.
Pembahasan;
Kebersihan lahiriah dan bathiniah atau mental dan fisik harus
menjadi program hidup seorang muslim, agar hidupnya dalam kesehatan terpelihara
secara optimal. Kebersihan disamping mengandung ajaran sehat juga agar hidup
rapi, karena bersih saja tidak rapi kurang enak dipandang. Barang yang bersih
tapi tak tertata rapi tak ubahnya tumpukan sampah.
Islam sangat
memperhatikan masalah kesucian mental dan kesucian fisik. Dan Islam sangat
peduli terhadap kebersihan lahir dan batin. Para ulama membagi bersuci menjadi
empat tingkatan :
Tingkatan
Pertama
Menyucikan
tubuh bagian luar dari hadats, najis dan kotoran. Islam menjadikan tingkatan
ini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan seorang muslim sepanjang
siang dan malam. Berwudlu secara syar’i adalah puncak tertinggi tingkatan ini.
Ia mengandung pahala besar dan ganjaran melimpah yang berlipat-lipat, karena
memiliki banyak pengaruh yang baik terhadap kebersihan dari seorang muslim.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikannya sebagai sebab penghapusan dosa
dan pengangkatan derajat. Imam muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah
Radiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
‘‘ Maukah kamu aku
tunjukkan sesuatu yang bisa menyebabkan Allah menghapus kesalahan dan menaikkan
derajat ? ‘Mereka menjawab : ‘Ya, ya Rasulullah. Beliau bersabda: ‘Yaitu
menyempurnakan wudlu di dalam kondisi yang tidak menyenangkan; memperbanyak
langkah ke masjid; dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath.’’(Shahih
Muslim)
Utsman Radiyallahu ‘Anhu
berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: ‘‘Barangsiapa
yang melaksanakan wudlu dengan baik, maka kesalahan-kesalahannya akan keluar
dari tubuhnya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.’’ (Shahih Muslim)
Allah Subhanahu Wata’ala juga
memuji Sahabat-Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam firmanNya.Di
dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai
orang-orang yang bersih. (QS.At-Taubah :108)
Tingkatan
Kedua
Menyucikan
anggota tubuh dari salah dan dosa.
Tingkatan
Ketiga
Menyucikan
hati dari akhlak-akhlak tercela dan hal-hal keji yang terkutuk.
Tingkatan
Keempat
Menyucikan
hati dari apa saja selain Allah Subhanahu Wata’ala dalam rangka membersihkan
akidah dan mengikhlaskan amal.
Ketiga
tingkatan bersuci terakhir ini dapat di rangkum menjadi kesucian mental. Yaitu
kesucian batin yang merupakan pondasi dan landasan. Maka tidak ada artinya
kebaikan lahir yang disertai dengan kerusakan batin. Betapa banyak sesuatu yang
terlihat indah tetapi menyimpan kisah yang keji.[Artikel Khutbah Jum'at
:Bersuci Adalah Separuh Iman,Kamis, 23 Desember 10].
Dr.
Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw,
menyatakan tentang Menjaga kebersihan;
Islam
adalah agama yang menaruh perhatian penting terhadap masalah kebersihan dan
disiplin diri. Diantara tanda kesempurnaan pribadi seorang muslim adalah
senantiasa berusaha menjaga kebersihan diri, rumah tangga, maupun lingkungan
tempat tinggalnya. Lebih lanjut, bukti-bukti konkrit bahwa Islam mencintai
kebersihan ialah suruhannya terhadap segenap umat Islam untuk mandi, berwudhu,
dan bersuci diri dari kotoran.
Diriwayatkan
bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda,”Sepuluh hal yang termasuk fitrah
[kebersihan dan kesucian] ialah mencukur kumis, memotong kuku, mencuci
sela-sela jari dan persendian, membiarkan [tumbuhnya] jenggot, memakai siwak [pembersih
gigi], membasuh rongga hidung, mencabut bulu ketiak, memotong rambut kemaluan,
dan beristinja”.
Mush’ab
[perawi hadits ini] berkata,”Saya agak lupa yang kesepuluh, namun kalau tidak
salah adalah berkumur-kumur [almadhmadhah]” [HR. An Nasa’i]. [Gema Insani,
2007, hal 102].
Agar hidup
bersih dan rapi, Rasulullah Saw memberikan
beberapa petunjuk sebagai teladan yang dicontohkan dalam sepak terjang
kehidupannya, terutama kebersihan lahiriyah diantaranya;
- Berkhitan, yaitu memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan untuk menjaga agar disana tidak terkumpul kotoran, juga agar dapat menahan kencing, supaya tidak mengurangi kenikmatan dalam bersenggama, itu terhadap laki-laki. Adapun perempuan, maka yang dipotong itu adalah bagian atas permukaan dari kemaluan itu.
- Mencukur bulu kemaluan dan mencabut bulu ketiak, kedua-duanya merupakan sunnah yang dapat dilakukan dengan menggunting atau memotong, mencabut atau mencukur.
- Memotong kuku, memendekkan kumis atau memanjangkannya. Kedua-duanya sama-sama berdasarkan riwayat yang sah, umpamanya dalam Hadits Ibnu Umar, ada tersebut sebagai berikut, ”Nabi Saw telah bersabda, ”Lainilah [berbedalah] kamu dengan kaum musyrikin, lebatkanlah jenggot dan panjangkan kumis”. [HR.Bukhari dan Muslim].
Menggunting
bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, memotongkan atau
memanjangkan kumis itu disunnatkan tiap minggu, untuk menjaga, menyempurnakan
kebersihan dan menyenangkan hati, karena terdapatnya rambut di badan
menyebabkan kejengkelan dan kegelisahan.
- Membiarkan jenggot dan memangkasnya tidak sampai lebat, hingga seseorang tampak berwibawa. Jadi jangan dipendekkan seakan-akan dicukur, tapi jangan pula dibiarkan demikian rupa hingga kelihatan tidak terurus; hanya hendaklah diambil jalan tengah, karena yang demikian itu, dalam hal apa juga adalah baik. Disamping itu jenggot yang lebat menunjukkan kejantanan atau kelaki-lakian yang sempurna dan matang.
- Merapikan rambut yang lebat dan panjang dengan meminyaki dan menyisirnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, ”Siapa yang empunya rambut hendaklah dirapikan”.
Diterima
dari Atha’ bin Yasar, katanya, ”Seorang
laki-laki yang berambut dan berjenggot kusut masai datang menemui Nabi Saw,
maka Rasulullahpun memberi isyarat kepadanya, seolah-olah menyuruhnya
membereskan rambut dan jenggotnya ”.
Laki-laki itu pergi melakukannya, kemudian kembali. Maka sabda Rasulullah,
”Nah, tidakkah ini lebih baik daripada seseorang datang dengan kepala kusut tak
obahnya bagai syaithan”
- Membiarkan uban dan tidak mencabutnya, biar di jenggot atau dikepala. Dalam hal ini tidak ada bedanya perempuan dan laki-laki, berdasarkan Hadits Amar bin Syuaib yang diterima dari bapaknya seterusnya dari kakeknya bahwa Nabi Saw telah bersabda, ”Janganlah kau cabut uban itu, karena ia merupakan cahaya bagi muslim. Tidak seorang muslimpun yang beroleh selembar uban dalam menegakkan Islam kecuali Allah akan mencatatkan untuknya satu kebaikan, meninggikan derajatnya satu tingkat dan menghapuskan daripadanya satu kesalahan”[HR. Ahmad, Abu Daud]
- Mencelup, memberi warna uban dengan inai, dengan warna merah, kuning dan sebagainya. Rasululah bersabda,”Sebaik-baik bahan untuk mencelup uban ini ialah inai dan katam, yaitu sebangsa tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan celup hitam kemerah-merahan [pirang].
Dari
sebagian sahabat diriwayatkan bahwa lebih utama tidak mencat rambut, sedang
dari sebagian lagi lebih afdhan mencatnya. Bagi yang telah tumbuh uban memutihi
kepalanya tidak layak dicelup/cat dengan warna apapun karena hal itu tidak
layak baginya, kecuali bagi mereka yang
masih muda boleh mencelup rambutnya dengan warna lain.
- Berharum-haruman dengan kesturi dan minyak wangi lainnya yang menyenangkan hati, melegakan dada dan menyegarkan jiwa, serta membangkitkan tenaga dan kegairahan bekerja. Rasulullah Saw bersabda, ”Diantara kesenangan-kesenangan dunia yang saya sukai ialah wanita [hidup berkeluarga dengan cara pernikahan dan perkawinan yang sah], dan wangi-wangian, sedang biji mataku ialah mendirikan shalat”. Dilanjutkan dengan keterangan dari Abu Hurairah, ”Siapa saja yang diberi wangi-wangian janganlah menolak, karena ia mudah dibawa dan semerbak harumnya”.
Sebelum shalat harus berwudhuk terlebih dahulu dengan
pakaian dan tempat yang bersih pula. Zakat mal yang dibayarkan seorang muslim
kepada fakir miskinpun adalah dalam rangka pembersihan harta yang dimiliki dari
noda-noda atau kotoran-kotoran yang tidak disenangi datangnya.
Zakat fithrah yang dibayarkan agar ibadah puasa yang
tercemar karena perbuatan nista dapat dibersihkan, sehingga puasanya berbuah
amal shaleh, Rasulullah mewajibkan zakat fithrah sebagai pembersih bagi orang
yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan keji. Dan memberikan makanan bagi para
orang miskin. ”Maka siapa saja yang
menunaikannya sebelum shalat Idul Fithri, maka ia sebagai zakat fithrah yang
diterima sah, dan siapa saja yang menunaikannya sesudah shalat Idul Fithri,
maka ia dianggap sebagai sedekah biasa. ”[HR.Abu Daud].
Ibadah haji dan ibadah-ibadah lainnya disamping
membersihkan lahir, juga membersihkan jiwa manusia, agar kembali kepada fithrah
[kesucian], Allah akan menerima amal seorang hamba bila hatinya bersih, yaitu
beramal hanya mengharapkan ridha Allah semata. Bersih itu penting dan rapipun
perlu. [Mukhlis Denros, Majalah Serial Khutbah Jum’at Jakarta No. 164/ Februari
1995].
Selain kita dituntut untuk menjaga kebersihan maka hal
yang tidak kalah pentingnya adalah menyingkirkan segala kotoran dari sekitar
lingkungan hidup kita.
Dimana-mana anda akan menemukan najis; pada pakaian,
kemaluan, dubur, bejana, air, minyak, makanan, dan lainnya. Pokoknya,
dimana-mana ada najis. Oleh karena itu, “singkirkanlah najis dari
kehidupanmu”. Namun menyingkirkan najis jangan asal-asalan, tapi harus
didasari dengan ilmu dari Al-Qur’an, dan Sunnah sebagaimana yang akan kami
jelaskan berikut:
Membersihkan Darah Haidh
Haidh
adalah fitrah yang harus dialami oleh para wanita. Haidh adalah najis yang
harus dibersihkan dari diri seorang wanita, terlebih lagi jika ia ingin sholat,
atau berhubungan dengan suami. Cara membersihkannya gampang. Nah, dengarkan
saja A’isyah -radhiyallahu ‘anha- berkata, “Dulu
seorang (wanita) diantara kami haidh, lalu ia mengerik darah (dengan kuku) dari
pakaiannya ketika ia telah suci, lalu mencucinya, dan menyirami seluruhnya.
Kemudian ia sholat dengan (memakai) pakaian itu”. [HR. Al-Bukhoriy dan Ibnu
Majah]
Membereskan Kencing Bayi
Bayi
adalah buah hati dan kesenangan setiap orang, terutama orang tuanya. Namun di
lain sisi, bayi terkadang bikin repot ketika ia kencing. Sementara kita
gendong, eh malah ia mengencingi kita.
Namun seorang muslim tak perlu gusar, dan pusing. Karena masalah
seperti ini sudah diberikan solusinya oleh Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- dengan semudah mungkin. Simak penuturan Sahabat Abus Samhi-radhiyallahu
‘anhu- saat ia berkata, “Aku adalah pelayan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- . Maka didatangkanlah Al-Hasan, dan Al-Husain, lalu ia pun kencing pada
dada beliau. Mereka ingin mencucinya. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
bersabda, “Siramlah! Karena kencing bayi
wanita dicuci, dan kencing bayi laki-laki di sirami”. [HR. Abu Dawud,An-Nasa'iy
dan Ibnu Majah].
Menyucikan Pakaian dan Badan dari Madziy
Sebagian
orang terkadang sering tertimpa madzi pada pakaian, dan badannya. Seorang yang
terkena najis, maka ia cuci madzi yang ada pada pakaian, atau badannya,
dan berwudhu’. Madzi adalah cairan yang keluar dari manusia ketika
syahwatnya memuncak. Lebih jelasnya, An-Nawawi berkata,“Cairan yang
halus lagi kental, keluar ketika bersyahwat”.
Sedangkan
wadi adalah cairan najis yang keluar dari kemaluan seseorang ketika ia
buang air, karena mengalami sakit, atau lelah, tanpa disertai oleh syahwat.
Adapun keluarnya madzi ini menyebabkan seseorang harus bersuci, karena madzi
adalah najis seperti halnya dengan kencing yang keluar dari kemaluan manusia. Sahl
bin Hunaif -radhiyallahu ‘anhu- berkata,“Aku mendapatkan kesusahan
karena madzi. Karenanya, aku sering mandi. Lalu aku bertanya kepada Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Maka beliau bersabda,”Cukuplah bagimu
berwudhu’”.Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah, Bagaimana jika madzi menyentuh
pakaianku?”. Beliau bersabda, “Cukuplah
bagimu seciduk air yang engkau siramkan pada pakaianmu dimana engkau pandang
madzi itu mengenainya”. [HR. Abu Dawud,At-Tirmidziy dan Ibnu Majah].
Pembersih
Ujung Pakaian Wanita Sholehah
Pakaian
wanita sholehah adalah pakaian yang yang menutupi seluruh tubuh wanita mulai
dari kepala sampai menyentuh tanah. Inilah jilbab syar’iy yang dikenal dan
dipakai di zaman Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- oleh para wanita
sholehah. Demikian pula dipakai oleh wanita-wanita sholehah generasi setelahnya
sampai zaman kita ini. Tak heran jika seorang sahabat wanita pernah bertanya
cara mengatasi ujung pakaian yang terseret, dan menyentuh tanah yang bernajis.
Silakan toleh Ummu Salamah, istri Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
berkata,“Sesungguhnya aku adalah wanita yang panjang ujung pakaiannya,
terkadang berjalan di tempat yang kotor (bernajis)”. Dia (Ummu Salamah)
berkata, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Ujung pakaianmu itu akan dibersihkan oleh
tanah yang setelahnya”. [HR. Abu Dawud,At-Tirmidziy dan Ibnu Majah].
Sandal Bernajis Cukup Gesekkan ke Tanah
Sandal
yang kita pakai kemana-mana juga tak perlu merisaukan kita karena terkena
najis. Jika seorang ingin sholat sambil bersandal, maka hendaknya ia sebelum
sholat membalik, dan memperhatikan sandalnya. Jika ada najisnya, maka ia
gesekkan sandalnya ke tanah yang suci, lalu ia sholat dengan sandal itu.
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,“Jika seorang
diantara kalian datang ke masjid, maka hendaknya ia memperhatikan (sandalnya).
Jika ia melihat padanya ada najis, maka hendaknya ia gesekkan sandalnya, dan
sholat dengan memakainya”. [Abu Dawud]
Mengatasi Jilatan Anjing pada Bejana
Anjing adalah binatang yang biasa
berkeliaran di sekitar kita. Di sebagian tempat, anjing berkeliaran bebas
sehingga terkadang ia menjilat pakaian, badan, atau bejana. Bejana secara
khusus, jika terjilat anjing, maka dicuci 7 kali. Nabi -Shallallahu
‘alaihi wasallam- dalam sabdanya,“Cara menyucikan bejana salah seorang
di antara kalian yang dijilat anjing, dicuci sebanyak tujuh kali, awalnya
dengan tanah”. [HR. Muslim].
Menyucikan Kulit Bangkai
Kulit
adalah benda berharga yang tak boleh disia-siakan, tapi harus dimanfaatkan
semaksimal mungkin. Jangan seperti sebagian orang yang membuangnya tanpa nilai.
Disinilah keindahan syari’at kita
ketika menuntun kita untuk hidup ekonomis, sehingga jika seorang muslim
menemukan hewan yang halal dimakan dalam kondisi mati tergeletak (bangkai),
maka dia dianjurkan menyamak kulit hewan itu, bukan dibuang. Bagaimana lagi
hewan yang halal, dan sudah disembelih (bukan bangkai), maka tentunya tidak
layak kulitnya dibuang.
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Jika kulit hewan (berupa bangkai) disamak, maka sungguh ia telah suci”.
[HR.Muslim (366)]
Problema Tikus Mati dalam Minyak, dan Solusinya
Tikus
termasuk hewan yang biasa melakukan kerusakan, baik di kota maupun di desa. Dia
adalah hewan yang membawa kotoran, dan penyakit bagi manusia. Olehnya, Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- memerintahkan kita untuk membunuh tikus. Di antara
kerusakan yang ditimbulkannya, ia masuk ke dapur sehingga terkadang ia jatuh ke
minyak, lalu mati di dalamnya. Ketika mati, jelas ia adalah bangkai yang najis.
Solusinya? Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah
ditanya tentang tikus yang jatuh pada minyak, maka beliau menjawab,Buanglah
tikus itu, dan sesuatu yang ada di sekitarnya, serta konsumsilah”. [HR.
Al-Bukhoriy].
Ketika Kencing Menodai Kesucian Tanah
Allah
-Ta’ala- telah memberikan keistimewaan bagi ummat Islam dengan
memberikan kelonggaran bagi mereka untuk beribadah dimanapun, baik di atas
tanah, maupun di atas lantai. Karenanya, tanah atau lantai tersebut harus
dijaga dengan baik dari najis. Jika terkena najis, maka cukup disiram dengan
air atau dihilangkan najisnya. Anas bin Malik-radhiyallahu ‘anhu-
berkata,“Ada seorang Arab Badui pernah kencing di masjid, maka sebagian
orangpun bangkit dan menuju kepadanya. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
bersabda, “Biarkan (ia kencing), janganlah kalian memotongnya”.
Istinja’ dari Kotoran Perut
Tinja
dan kencing adalah najis yang harus disingkirkan dari pakaian, badan, dan
kehidupan kita sehingga kita bisa beribadah, dan mu’amalah dengan baik.
Sarana terbaik membersihkan tinja
adalah air. Anas bin Malik-radhiyallahu ‘anhu- berkata,“Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah memasuki tempat pembuangan air. Maka aku
pun dan seorang bocah sebaya denganku datang membawa seember air dan tombak
kecil, lalu beliau pun ber-istinja’ (cebok) dengan air”. [HR. Al-Bukhoriy dan
Muslim].[Singkirkan Najis dari Kehidupanmu, Buletin Jum’at
Al-Atsariyyah edisi 47 Tahun I].Wallahu A’lam [Cubadak Solok, 14
Februari 2012.M/ 21 Rabi’ul Awal 1433.H].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar