PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
MEMBANTU
SESAMA MUSLIM
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
: مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ
اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى
مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ
مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ
الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً
يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا
اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ
وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ
فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ فِي عَمَلِهِ
لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
(رواه مسلم)
Terjemah hadits / ترجمة
الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang menyelesaikan
kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah
akan memudahkan kesulitan-kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan
orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan
akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya
di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong
saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah
mudahkan baginya jalan ke syurga. Sebuah kaum yang berkumpul di salah satu
rumah Allah membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka,
niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka
rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada
makhluk disisi-Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akan
dipercepat oleh nasabnya.(Riwayat Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1. Siapa yang membantu
seorang muslim dalam menyelesaikan kesulitannya, maka akan dia dapatkan pada
hari kiamat sebagai tabungannya yang akan memudahkan kesulitannya di hari yang
sangat sulit tersebut.
2. Sesungguhnya
pembalasan disisi Allah ta’ala sesuai dengan jenis perbuatannya.
3. Berbuat baik kepada
makhluk merupakan cara untuk mendapatkan kecintaan Allah Ta’ala.
4. Membenarkan niat
dalam rangka mencari ilmu dan ikhlas di dalamnya agar tidak menggugurkan pahala
sehingga amalnya dan kesungguhannya sia-sia.
5. Memohon pertolongan
kepada Allah ta’ala dan kemudahan dari-Nya, karena ketaatan tidak akan
terlaksana kecuali karena kemudahan dan kasih sayang-Nya.
6.
Selalu membaca Al Quran, memahaminya dan mengamalkannya.
7.
Keutamaan duduk di rumah Allah untuk mengkaji ilmu.
Pembahasan:
Ketika kita hidup dalam masyarakat maka
diharapkan terjadi interaksi yang dapat memberikan kebaikan kepada orang lain
dalam bentuk pertolongan yang dibutuhkan, kebaikan itu berupa infaq, shadaqah
atau santunan apalagi kita mempunyai sesuai yang lebih dari mereka.
Sudah
menjadi tabiat manusia dan memang fithrah dunia, ada orang yang berada di atas dengan segala kesenangan dan ada yang
dibawah bersama segala penderitaannya. Ada manusia yang memiliki nilai lebih
serta ada yang selalu berada dalam kekurangan. Nilai lebih manusia tadi dapat
berupa harta, ilmu dan kedudukan. Bila si pemilik nilai lebih hanya memperbesar
perut dan kesenangannya saja berarti dia telah mengabaikan seruan Allah dan Rasul-Nya.
Islam tidak menginginkan harta kekayaan hanya beredar pada satu kaum atau
golongan saja, akan tetapi islam memberikan jalan keluarnya yang layak diikuti
bagi orang-orang yang telah meyakinkan kebenaran Risalah-Nya.
Jalan keluar tersebut dapat disebut dengan zakat, infaq,
wakaf ataupun sedekah, yaitu pemberian yang harus dikeluarkan kepada yang
berhak menerimanya. Harta yang dimiliki seseorang bukanlah mutlak semuanya
menjadi hak miliknya, dibalik tu terdapat harta anak yatim, harta fakir miskin,
serta untuk keperluan kaum muslimin lainnya.
Dua ayat dibawah ini merupakan pijakan untuk mengeluarkan nilai lebih yang kita
miliki yaitu;
1.Surat Al Baqarah 2;261
”Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan
harta mereka pada jalan Allah, adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. dan Allah melipatgandakan
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah itu luas pemberian-Nya dan Dia
amat Mengetahui”.
2.Surat Ali Imran 3;92
”Kamu belum lagi mencapai kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa
yang kamu sukai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan [dermakan] itu Allah
Mengetahui”.
Harta yang dikeluarkan di jalan Allah seperti membantu
kelancaran suatu pendidikan, membebaskan fakir miskin dari kesengsaraan,
membantu anak yatim, maka itu bukanlah pengeluaran yang sia-sia, akan tetapi
Allah akan menghitung dan memperhitungkan pahalanya yang sangat banyak, yang
diibaratkan sebutir biji yang menghasilkan tujuh ratus kebaikan. Allah sendiri
mengatakan bukanlah atau belum mencapai suatu kebajikan seandainya orang yang
beriman belum menafkahkan dari sebagian
harta yang paling dicintainya dan masih disukainya.
Sifat manusia yang tidak terpuji yaitu memberikan sesuatu
kepada orang lain barang yang tidak lagi disukainya, buah-buahan yang sudah
layu, makanan yang sudah basi, pakaian bekas yang sudah compang camping, yang
jelas tidak disukainya lagi baru
diberikan kepada orang lain.
Sehubungan dengan firman Allah pada ayat 92 surat Ali
Imran diatas, ada sebuah ilustras yang sangat menarik sebagai peringatan bagi
para da’i, mubaligh dan ummat islam umumnya, ilustrasi ini terjadi di daerah
antah berantah, seorang kiyai mengupas ayat diatas dengan berapi-api dalam
sebuah pengajian, dengan mengatakan bahwa tidaklah beriman kamu sebelum
memberikan harta yang dicintainya. Diantara peserta pengajian terdapat seorang
ibu yang kebetulan isteri pak kyai tersebut, serta merta ibu tadi meninggalkan
majlis pengajian menuju rumahnya. Sesampai di rumah, segala barang yang
berharga bagi keluarganya diserahkan kepada orang lain, termasuk jas suaminya
yang sangat disayangi dan kebetulan memang satu-satunya.
Ketika sang kiyai sampai di halaman rumahnya, dia heran
karena banyak orang berkumpul di rumah, dan kejadian ini tidak biasanya. Dia
semakin heran, setiap orang yang keluar dari rumah tersebut membawa barang
minimal gelas satu buah. Sang isteri ditanya dengan menahan emosi, tak tahu apa
yang harus dilakukannya, melihat kesibukan isteri memindahkan barang-barang.
Pak kiyai bertambah kaget ketika dilihat jas kesayangannya juga telah terbang
ke tetangga sebelah. Dihampirinya sang isteri tercinta dengan pertanyaan yang
sangat hati-hati, ada apa gerangan ? Isteri memberi jawaban polosnya, ”Pak,
saya hanya menjalankan perintah bapak di
pengajian tadi, ”Tidaklah atau belumlah dikatakan beriman atau mencapai
suatu kebajikan sebelum menafkahkan harta yang paling disukai”, dengan perasaan yang bermacam-macam
dan senyum dikulum pak kiyai menjelaskan, ”Buk, ayat yang saya sampaikan pada
pengajian tadi bukan untuk kita, ayat itu untuk orang lain”.
Itu hanya sebuah ilustrasi yang tidak akan terjadi
terutama bagi pada da’i. Mulailah dari diri, keluarga baru kepada orang lain.
Roda
kehidupan terus berputar, kadang di atas kadang juga di bawah. Kemudahan dan
kesulitan datang silih berganti. Bila keadaan lapang itu berubah menjadi
sempit, siapa pun akan butuh pertolongan orang lain. Ia berharap ada orang yang
peduli dan mau menolong dirinya.
Tapi bagaimana orang- orang di sekitarnya
memperlakukan seorang yang bakhil itu? Bisa jadi masih ada yang berfikir, “Ah,
untuk apa menolong orang yang bakhil seperti dia. Bukankah saat berlebih ia
hanya memikirkan diri sendiri? Biarin saja agar tau rasa.” Si Bakhil akhirnya
benar- benar merasakan kesulitan. Pintu- pintu tertutup. Ia terbelenggu oleh
kebakhilannya sendiri.
Sekali-kali janganlah orang-orang yang
bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka,
bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk
bagi mereka. (Ali Imran [3]: 180)
Saat dikaruniai Allah kekayaan lebih, sesungguhnya merupakan kesempatan seorang untuk berbagi dengan sesama. Itulah saat yang tepat menanam kebaikan. Tetapi hawa nafsu dan syaitan membisikkan manusia untuk lebih mementingkan diri sendiri dan cinta dunia. Mereka tidak peduli terhadap kesulitan hidup fakir miskin, yatim piatu, dan dhuafa. Mereka menganggap sikap bakhilnya itu akan membuatnya lebih baik. Padahal pada kenyataanya itu hanya akan menyempitkan jiwanya sendiri saja dan berakibat buruk baginya. Ia telah diperbudak oleh hartanya dan dikucilkan masyarakatnya.
Lepaskan jiwa dari belenggu dunia. Ingatlah sesungguhnya harta dan dunia ini adalah amanah- Nya agar kita berbagi dengan sesama. Janganlah kita menyumbat aliran rahmat- Nya dengan sikap tak mau berbagi. Bakhil hanya akan membelenggu diri. Apalagi saat roda kehidupan terhenti alias maut menjemput, harta yang telah menjerat jiwanya di dunia itu juga akan menjerat pula di akhirat. Naudzubillah.
Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali Imran [3]: 180)[Ust. Hanif Hanan,,BMH, Friday, 19 June 2009 16:21].
Dalam kehidupan bermasyarakat kita
dianjurkan untuk membantu orang lain yang membutuhkan karena sunnah Allah
menyertai kehidupan ini, ada yang mampu dan tidak sedikit yang tidak mampu, ada
yang usaha ekonominya lancar dengan keberhasilan dan keberuntungan dan tidak
sedikit usahanya hancur, gulung tikar dan bangkrut, disinilah peran seorang
muslim untuk turut serta membantu saudaranya, Rasulullah bersabda," Seorang
mukmin terhadap mukmin lainnya seumpama bangunan saling mengokohkan satu dengan
yang lain. (Kemudian Rasulullah Saw merapatkan jari-jari tangan beliau)."(Mutafaq'alaih)
Apalagi hidup bertetangga, sangat diharapkan ada kehidupan saling tolong menolong sehingga Rasul menyatakan tentang kriteria tetangga itu dengan harapan tanpa alasan kita tidak membantunya; tetangga itu memiliki tiga tingkatan haknya yaitu; tetangga yang ada hubungan kerabat dan semuslim maka tiga haknya, hak sebagai tetangga, hak sebagai kerabat dan hak sebagai muslim, tetangga semuslim saja maka memiliki dua hak, hak sebagai tetangga dan hak sebagai muslim, tetangga dengan non muslim maka haknya hanya satu yaitu hak sebagai tetangga.
Kita tidak bisa hidup sendiri,
pasti membutuhkan orang lain sebagai teman yang dapat memberikan berbagai
bantuan dalam kesehariannya selain itu kitapun dianjurkan untuk memberikan
bantuan kepada orang lain, ibarat simbiosis mutualisme yaitu saling
ketergantungan satu sama lainnya, Rasulullah bersabda,"Kaum muslimin
ibarat satu tangan terhadap orang-orang yang di luar mereka'' (HR. Asysyihaab)
Asfek ibadah
seorang muslim sangat luas sekali, salah satunya tolong menolong dengan harta benda sebagaimana yang diterangkan
Allah dalam firman-Nya surat Al Baqarah 2;195 ”Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
Dalam sebuah peperangan, sebelumnya Rasulullah
menyampaikan taujih [pengarahan] kepada para sahabat bahwa biaya jihad itu
sangat besar sekali, maka beliau
menawarkan kepada muhsinin di zaman beliau, maka tampillah ketika itu Umar bin
Khattab dengan ucapannya,”Ya Rasulullah akan aku serahkan separuh hartaku
untuk berjihad besok”, dalam hati Umar menyangka bahwa dialah yang paling
besar infaqnya, setelah itu tampil pula Abu Bakar dengan wibawa menyatakan.”Wahai
Rasul, aku serahkan seluruh hartaku untuk jihad besok”, Rasull bertanya,”Apa
yang kau sisakan untuk keluargamu ?”, Abu Bakar menjawab ”Yang tersisa
adalah Allah dan Rasul-Nya.” Dalam hati Umar bergumam,”Memang Abu Bakar
tidak bisa disaingi dalam kebaikan ini”.
Demikian semangatnya para sahabat dalam menanamkan
kebaikan bagi kepentingan ummat dan da’wah, tidak boleh kita menghentikan
kebaikan karena intres-intres pribadi, sebagaimana yang terjadi pula pada diri
Abu Bakar, ketika itu telah ditemukan siapa orang yang menyebarkan isu tentang terjadinya dugaan penyelewengan
Aisyah dengan Shafwan, isu itu berkembang sehingga merusak keutuhan rumah
tangga Rasulullah. Rupanya salah seorang yang menyebarkan isu itu adalah pembantunya sendiri, maka
langsung Abu Bakar menyatakan,”Saya tidak akan lagi memberimu makan dan
memutuskan agar engkau keluar dari rumah ini”, mengetahui sikap Abu Bakar
demikian maka Rasul melarangnya, bahwa tidak boleh memutuskan kebaikan kepada
orang yang biasa kita beri kebaikan apalagi keluarga sendiri, Abu Bakarpun
mencabut sumpahnya tadi.
Jangankan muslim, sedang manusia kafirpun hati nuraninya
menuntut untuk berbuat kebaikan. Tersebutlah dizaman Rasul ketika beliau
diboikot penduduk Quraisy di lembah Si’ib atau dikenal dengan nama lembah Abu
Thalib, tidak boleh berdagang dan membeli dagangan dari non muslim, sehingga
Rasul ketika itu dengan para sahabatnya menderita tanpa bahan makanan, ada
seorang sahabat yang ketika malam hari saat buang air kecil dia merasakan ada
sebuah benda keas yang teraba olehnya, dia bawa pulang, rupanya selembar kulit
kambing yang sudah mengeras, itulah yang dia bersihkan lalu dimasak dan
dimakan, demikian sengsaranya ummat islam diperlakukan oleh Abu Jahal dan
kawan-kawan.
Dalam kondisi demikian, tegeraklah hati seorang kafir
Quraisy untuk memberikan bantuan, dia ambi seekor kuda, lalu diisi dengan bahan
makanan di seluruh pundaknya, sarat
dengan bekal itulah, dia arahkan sang kuda ke lembah Si’ib, kemudian dia pukul
pinggul kuda itu dengan kuatnya sehingga larilah sang kuda ke arah ummat islam
yang sedang menunggu bantuan dari siapapun.
Profil muhsinin adalah pribadi yang siap untuk mencapai
derajat taqwa dengan jalan berbuat baik dimana saja dan kapan saja, baik dalam
kondisi lapang ataupun sempit, dalam kondisi kaya atau miskin; “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”[Ali Imran 3;134].
Kebaikan apapun dan sebesar apapun
tidak boleh kita remehkan sebab nabi pernah mengabarkan bahwa dengan kebaikan
yang kecil itu siapa tahu kita ditetapkan sebagai penduduk syurga
selama-lamanya. Peran keluarga sangat baik dalam mendidik anak untuk
berbuat baik seperti memberikan infaq dan sedekah kepada fakir miskin yang
datang ke rumah kita.
Dari sekian
derma yang dikeluarkan di jalan Allah, maka tidaklah seluruhnya akan mudah
diterima Allah, karena bila berderma bukan karena mengharapkan ridha Allah,
berniat bukan karena Allah, maka
batallah seluruh pemberian tadi.
Manusia
hanya mendistribuskan harta tersebut kepada yang lain, apakah kepada fakir
miskin, anak yatim, santunan untuk kegiatan social atau kebutuhan ummat islam
lainnya, sedangkan harta yang kita distribukan itu secara mutlak merupakan
rezeki dari Allah. Rezeki yang diberikan Allah
kepada hamba-Nya juga tidak lepas dari ikhtiyar artinya bekerja dengan optimal
kemudian bertawakkal kepada-Nya;“Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”[Ath Thalaq 65;3].
Sedangkan kalau kita mengamati hadits Rasulullah Saw.
Maka kita akan menemukan keterkaitan antara tawakkal dan rezki ini, sebagaimana
sabda Rasulullah,”Seandainya engkau bertawakkal kepada Allah dengan
sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberimu rezeki sebagaimana Dia memberi
rezeki kepada burung”
Karena keterkaitan antara tawakkal dan rezki ini sangat
erat, maka ada sebagian ulama yang
mengatakan, bahwa tawakkal merupakan penyebab datangnya rezki. Dan
perkataan ini bukanlah perkataan yang tidak beralasan sama sekali. Sebab, kalau
kita lihat fase-fase datangnya rezeki, maka kita akan dapat menemukan tiga fase
penting yang dapat menghantarkan manusia kepada sebuah kesuksesan.
Pertama, adalah tawakkal terhadap Allah swt, setelah
bertawakkal maka dia memasuki fase yang kedua, yaitu usaha. Dan setelah usaha
dilakukan dengan sebaik mungkin, maka dia
akan memasuki fase ketiga, yaitu menemukan keberhasilan dari apa yang
diusahakan. Dan keberhasilan ini identik dengan rezeki.
Kalau kita perhatikan definisi rezeki, maka jelaslah bagi
kita kesalahan yang tersebar, bahwa usaha itu adalah penyebab datangnya rezeki,
adalah asumsi yang salah sekali. Karena kita masih banyak yang menyaksikan
orang yang dengan gigih berusaha untuk mendapatkan rezeki yang ia inginkan,
namun rezeki itu tidak kunjung datang. Dan kita juga masih banyak melihat orang
yang tidak berusaha untuk mendapatkan rezeki, namun rezeki itu datang kepadanya
dengan tanpa disangka-sangka.
Jadi rezeki merupakan cakupan keagungan Allah Swt, yang
didalamnya terdapat hikmah yang sempurna, namun kita masih belum memahaminya.
Kita lihat, bahwa rezeki itu tidak datang dengan adanya usaha kita, dan dia
juga tidak hilang dengan keinginan kita. Di dalam sebuah kesempatan kita dapat
melihat beberapa kasus tentang nilai sebuah usaha terhadap eksistensi rezeki.
Beberapa kasus yang dapat kita lihat tersebut, dapat memberikan pelajaran
kepada kita, bahwa di balik usaha kita terdapat sebuah kekuatan yang dapat
mengatur perjalanan dan eksistensi rezeki itu
sendiri. Dan kekuatan itu dapat diketahui melalui perasaan, dan eksistensinya
dapat diketahui dengan adanya tanda-tanda yang ditimbulkannya; “Dan di langit terdapat (sebab-sebab)
rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan
langit dan bumi, Sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan
terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.”[Adz Dzariyat 51;22-23].
Apa yang dapat kita banggakan kepada Allah dan rasul-Nya
bila kita punya kelebihan berupa harta namun tidak mau membantu kesulitan
masyarakat yang membutuhkan pertolongan pada berbagai asfek apakah untuk
pendidikan, kesehatan, perubahan lebih-lebih untuk kebutuhan harian, selain
zakat dan infaq maka kebaikan lainnya dapat kita salurkan kepada masyarakat
kita, apakah tidak malu kita kepada masyarakat, sementara kita hidup dengan
kemewahan, kesenangan dan kelebihan sedangkan tetangga, saudara dan masyarakat
kita hidup dalam kesengsaraan, kita tidur dalam keadaan perut kenyang, apakah
kita tega sementara masyarakat kita tidur dalam keadaan perut dalam keadaan
lapar, Wallahu A’lam [Cubadak Solok, 13 Zulqaidah 1432.H/ 11 Oktober 2011.M].
Assalamualaikum wrb salam persaudaraan,perkenalkan saya Sri Wulandari asal jambi,maaf sebelumnya saya hanya mau berbagi pengalaman kepada saudara(i) yang sedang dalam masalah apapun,sebelumnya saya mau bercerita sedikit tentang masalah saya,dulu saya hanya penjual campuran yang bermodalkan hutang di Bank BRI,saya seorang janda dua anak penghasilan hanya bisa dipakai untuk makan anak saya putus sekolah dikarenakan tidk ada biaya,saya sempat stres dan putus asa menjalani hidup tapi tiap kali saya lihat anak saya,saya selalu semangat.saya tidak lupa berdoa dan minta petunjuk kepada yang maha kuasa,tampa sengaja saya buka internet dan tidak sengaja saya mendapat nomor tlpon Aki Sulaiman,awalnya saya Cuma iseng2 menghubungi Aki saya dikasi solusi tapi awalnya saya sangat ragu tapi saya coba jalani apa yang beliau katakan dengan bermodalkan bismillah saya ikut saran Aki Sulaiman saya di ritualkan dana gaib selama 3 malam ritual,setelah rituialnya selesai,subahanallah dana sebesar 2M ada di dalam rekening saya.alhamdulillah sekarang saya bersyukur hutang di Bank lunas dan saya punya toko elektronik yang bisa dibilang besar dan anak saya juga lanjut sekolah,sumpah demi Allah ini nyata tampa karangan apapun,bagi teman2 yang mau berhubungan dengan Aki Sulaiman silahkan hub 085216479327 insya Allah beliau akan berikan solusi apapun masalah anda mudah2han pengalaman saya bisa menginspirasi kalian semua,Assalamualaikum wrb.JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB AKI SULAIMAN 085-216-479-327,TAMPA TUMBAL,TIDAK ADA RESIKO APAPUN(AMAN) .
BalasHapus