Kamis, 21 November 2013

44.2. Taubat


RIYADUSH SHALIHIN 
                                              [DITAMAN ORANG-ORANG SHALIH]

Taubat
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros

Pada suatu hari, Rasulullah SAW ditanya tentang kebajikan dan keburukan (dosa). Jawabnya, "Kebajikan (al-birr) adalah budi pakerti luhur (husn al-huluq), sedangkan keburukan atau dosa (al-itsm) adalah apa yang membuat hatimu resah, dan kamu tidak ingin orang lain mengetahuinya." (HR. Muslim dari Ibn Sam`an al-Anshari)

          Hakikat dosa, kata pakar hadis al-Munawi, adalah sesuatu yang membuat jiwa tak tenang dan hati tak tenteram. Hal ini, karena menurut fitrahnya, manusia lebih condong kepada kebenaran. Hati ibarat cahaya yang bersih dan  terang. Oleh sebab itu, bila orang melakukan kebaikan, maka akan timbul sinergi dan harmoni (antara dua cahaya), yang selanjutnya  mendatangkan kedamaian. Sebaliknya, demikian al-Munawi, jika orang melakukan kejahatan (dosa), maka cahaya hati bakal meredup dan tak terjadi sinergi, sehingga timbul kegelisahan. (Faydh al-Qadir :3/825).
  
        Dalam satu hadis, dosa-dosa besar itu disebut ada empat, yaitu syirik, durhaka kepada ibu-bapak, membunuh, dan sumpah palsu (pembohongan publik). Dalam riwayat lain, disebeutkan ada tujuh, yaitu empat di atas, ditambah sihir, riba, makan harta anak yatim, disersi, dan tuduhan zina kepada wanita mulia (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Di luar semua itu, ada tiga dosa yang dianggap sebagai biang dan pangkal kejahatan. Pertama, dosa sombong dan membanggakan diri (al-kibr), dosa yang dahulu dilakukan oleh Iblis (QS al-Baqarah [2]: 34). Kedua, dosa serakah dan loba, dosa yang dahulu pernah dibuat oleh Nabi Adam AS dan istrinya, Hawa (QS al-Baqarah [2]: 36). Ketiga, dosa dengki dan iri hati, dosa yang dahulu pernah dilakukan oleh Qabil. Karena iri hati, Qabil tega menghabisi nyawa adik kandungnya sendiri. (QS al-Ma'idah [5]: 27).

Ketiga dosa ini, karena sifatnya yang besar dan berpotensi mendorong lahirnya dosa-dosa lain, serta pernah terjadi dan dilakukan oleh manusia pada masa yang paling awal, maka tak berlebihan bila ketiga dosa tersebut dinamai "Dosa Primordial".[Republika Online, A Ilyas Ismail,Dosa Primordial, Selasa, 01 Februari 2011, 15:46 WIB].

Secara umum perbuatan dosa terbagi menjadi dua, yang pertama adalah dosa besar. Rasulullah dalam beberapa haditsnya secara ekspisit menjelaskan sejumlah dosa yang termasuk dalam kategori dosa besar. Seperti syirik, sihir, memakan harta riba, durhaka kepada orangtua, saksi palsu dan sebagainya. Dosa seperti ini, bila sipelaku tidak sempat bertaubat, akan mendatangkan balasan yang berat dan pedih dari Allah SWT. Artinya, taubat dari dosa besar, masih mungkin dilakukan selama yang bersangkutan sungguh-sungguh meninggalkan perkara dosa tersebut.

Disamping dosa besar, ada pula dosa kecil. Umumnya sedikit orang yang memperhatikan dosa kecil ini sebagai  suatu kemaksiatan. Padahal ampunan Allah terhadap hamba-Nya yang melakukan dosa, selama tidak dilakukan berulang, lebih besar kemungkinan terkabulnya dibandingkan ampunan terhadap dosa kecil yang dilakukan kembali secara berulang-ulang. 

Imam An Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 2 dengan judul “Taubat” menuntun kita untuk bertaubat kepada Allah atas segala dosa dan maksiat yang dilakukan.
 Para alim-ulama berkata:
"Mengerjakan taubat itu hukumnya wajib dari segala macam dosa. Jikalau kemaksiatan itu terjadi antara seseorang hamba dan antara Allah Ta'ala saja, yakni tidak ada hubungannya dengan hak seseorang  manusia yang  lain,  maka  untuk  bertaubat  itu  harus menetapi tiga macam syarat, yaitu: Pertama hendaklah menghentikan sama sekali-seketika itu juga -dari kemaksiatan yang dilakukan, kedua ialah supaya merasa menyesal kerana telah melakukan kemaksiatan tadi dan ketiga supaya berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Jikalau salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada yang ketinggalan maka tidak sahlah taubatnya.

Apabila kemaksiatan itu ada hubungannya dengan sesama manusia, maka syarat-syaratnya itu ada empat macam, yaitu tiga syarat yang tersebut di atas dan keempatnya ialah supaya melepas-kan tanggungan itu dari hak kawannya. Maka jikalau tanggungan itu berupa harta atau yang semisal dengan itu, maka wajiblah mengembalikannya kepada yang berhak tadi, jikalau berupa dakwaan zina atau yang semisal dengan itu, maka hendaklah mencabut dakwaan tadi dari orang yang didakwakan atau meminta saja pengampunan daripada kawannya dan jikalau merupakan pengumpatan, maka hendaklah meminta penghalalan yakni pemaafan dari umpatannya itu kepada orang yang diumpat olehnya.

Seseorang itu wajiblah bertaubat dari segala macam dosa, tetapi jikalau seseorang itu bertaubat dari sebagian dosanya, maka taubatnya itupun sah dari dosa yang dimaksudkan itu, demikian pendapat para alim-ulama yang termasuk golongan ahlulhaq, namun saja dosa-dosa yang lain-lainnya masih tetap ada dan tertinggal - yakni belum lagi ditaubati.
Sudah jelaslah dalil-dalil yang tercantum dalam Kitabullah, Sunnah Rasulullah s.a.w. serta ijma' seluruh ummat perihal wajibnya mengerjakan taubat itu.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang Mu'min, supaya engkau semua memperoleh kebahagiaan." (an-Nur: 31)
Allah Ta'ala berfirman lagi:"Mohon ampunlah kepada Tuhanmu semua dan bertaubatlah kepadaNya." (Hud: 3)

Dan lagi firmanNya:"Hai sekalian orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha - yakni yang sebenar-benarnya." (at-Tahrim: 8).

Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya saya itu niscayalah memohonkan pengampunan kepada Allah serta bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (Riwayat Bukhari)

Dari Aghar bin Yasar al-Muzani r.a. katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:"Hai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mohonlah pengampunan daripadaNya, kerana sesungguhnya saya ini bertaubat dalam sehari seratus kali." (Riwayat Muslim)

Dari Abu Hamzah yaitu Anas bin Malik al-Anshari r.a., pelayan Rasulullah s.a.w., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Niscayalah Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya daripada gembiranya seseorang dari engkau semua yang jatuh di atas untanya dan oleh Allah ia disesatkan di suatu tanah yang luas." (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy'ari r.a., dari Nabi s.a.w., sabdanya "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu membeberkan tanganNya - yakni kerahmatanNya -di waktu malam untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu siang dan juga membeberkan tanganNya di waktu siang untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu malam. Demikian ini terus menerus sampai terbitnya matahari dari arah barat - yakni di saat hampir tibanya hari kiamat, karena setelah ini terjadi, tidak diterima lagi taubatnya seseorang." (Riwayat Muslim)

Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah menerima taubatnya orang itu." (Riwayat   Muslim).

Uraian dalam Hadis di atas sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran al-Karim, surat Nisa', ayat 18 yang berbunyi:"Taubat itu tidaklah diterima bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan, sehingga di kala salah seorang dari mereka itu telah didatangi kematian - sudah dekat ajalnya dan ruhnya sudah di kerongkongan - tiba-tiba ia mengatakan: "Aku sekarang bertaubat."

Dari Abu Abdur Rahman yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla itu menerima taubatnya seseorang hamba selama ruhnya belum sampai di kerongkongannya - yakni ketika akan meninggal dunia."

Dari Abu Said, yaitu Sa'ad bin Sinan al-Khudri r.a. bahwasanya Nabiullah s.a.w. bersabda: "Ada seorang lelaki dari golongan ummat yang sebelummu telah membunuh sembilanpuluh sembilan manusia, kemudian ia menanyakan tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, ialu ia ditunjukkan pada seorang pendeta. lapun mendatanginya dan selanjutnya berkata bahwa sesungguhnya ia telah membunuh sembilanpuluh sembilan manusia, apakah masih diterima untuk bertaubat. Pendeta itu menjawab: "Tidak dapat." Kemudian pendeta itu dibunuhnya sekali dan dengan demikian ia telah menyempurnakan jumlah  seratus dengan  ditambah  seorang  lagi  itu.  Lalu  ia bertanya lagi tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, kemudian ditunjukkan pada seorang yang alim, selanjutnya ia mengatakan bahwa sesungguhnya ia telah membunuh seratus manusia, apakah masi'h diterima taubatnya. Orang alim itu menjawab: "Ya, masih dapat. Siapa yang dapat menghalang-halangi antara dirinya dengan taubat itu. Pergilah engkau ke tanah begini-begini, sebab di situ ada beberapa kelompok manusia yang sama menyembah Allah Ta'ala, maka menyembahlah engkau kepada Allah itu bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali ke tanahmu sendiri, sebab tanahmu adalah negeri yang buruk." Orang itu terus pergi sehingga di waktu ia telah sampai separuh perjalanan, tiba-tiba ia didatangi oleh kematian.

Kemudian bertengkarlah untuk mempersoalkan diri orang tadi malaikat kerahmatan dan malaikat siksaan - yakni yang bertugas memberikan kerahmatan dan bertugas memberikan siksa, malaikat kerahmatan berkata: "Orang ini telah datang untuk bertaubat sambil menghadapkan hatinya kepada Allah Ta'ala." Malaikat siksaan berkata: "Bahwasanya orang ini samasekali belum pernah melakukan kebaikan sedikitpun."

Selanjutnya ada seorang malaikat yang mendatangi mereka dalam bentuk seorang manusia, lalu ia dijadikan sebagai pemisah antara malaikat-malaikat yang berselisih tadi, yakni dijadikan hakim pemutusnya - untuk menetapkan mana yang benar. Ia berkata: "Ukurlah olehmu semua antara dua tempat di bumi itu, ke mana ia lebih dekat letaknya, maka orang ini adalah untuknya - maksudnya jikalau lebih dekat ke arah bumi yang dituju untuk melaksanakan taubatnya, maka ia adalah milik malaikat kerahmatan dan jikalau lebih dekat dengan bumi asalnya maka ia adalah milik malaikat siksaan." Malaikat-malaikat itu mengukur, kemudian didapatinya bahwa orang tersebut adalah lebih dekat kepada bumi yang dikehendaki -yakni yang dituju untuk melaksanakan taubatnya. Oleh sebab itu maka ia dijemputlah oleh malaikat kerahmatan." (Muttafaq 'alaih).

Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan demikian: "Orang tersebut lebih dekat sejauh sejengkal saja pada pedesaan yang baik itu - yakni yang hendak didatangi, maka dijadikanlah ia termasuk golongan penduduknya."

Dalam riwayat lain yang shahih pula disebutkan: Allah Ta'ala lalu mewahyukan kepada tanah yang ini - tempat asalnya - supaya engkau menjauh dan kepada tanah yang ini - tempat yang hendak dituju - supaya engkau mendekat - maksudnya supaya tanah asalnya itu memanjang sehingga kalau diukur akan menjadi jauh, sedang tanah yang dituju itu menyusut sehingga kalau diukur menjadi dekat jaraknya. Kemudian firmanNya: "Ukurlah antara keduanya." Malaikat-malaikat itu mendapatkannya bahwa kepada yang ini -yang dituju - adalah lebih dekat sejauh sejengkal saja jaraknva. Maka orang itupun diampunilah dosa-dosanya."

Dari Abu Nujaid (dengan dhammahnya nun dan fathahnya jim) yaitu lmranbin Hushain al-Khuza'i radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang wanita dari suku Juhainah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan ia sedang dalam keadaan hamil kerana perbuatan zina. Kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya telah melakukan sesuatu perbuatan yang harus dikenakan had - hukuman - maka tegakkanlah had itu atas diriku." Nabiullah s.a.w. lalu memanggil wali wanita itu lalu bersabda: "Berbuat baiklah kepada wanita ini dan apabila telah melahirkan - kandungannya, maka datanglah padaku dengan membawanya." Wali tersebut melakukan apa yang diperintahkan. Setelah bayinya lahir - lalu beliau s.a.w.  memerintahkan untuk memberi hukuman, wanita itu diikatlah pada pakaiannya, kemudian dirajamlah. Selanjutnya beliau s.a.w. menyembahyangi jenazahnya.

Umar berkata pada beliau: "Apakah Tuan menyembahyangi jenazahnya, ya Rasulullah, sedangkan ia telah berzina?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ia telah bertaubat benar-benar, andaikata taubatnya itu dibagikan kepada tujuhpuluh orang dari penduduk Madinah, pasti masih mencukupi. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih  utama dari  orang yang suka  mendermakan jiwanya semata-mata kerana mencari keridhaan Allah 'Azzawajalla." (Riwayat Muslim)

Dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik radhiallahu 'anhum bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata seorang anak Adam - yakni manusia - itu memiliki selembah emas, ia tentu menginginkan memiliki dua lembah dan samasekali tidak akan memenuhi mulutnya kecuali tanah – yaitu setelah  mati  - dan  Allah  menerima taubat  kepada orang yang bertaubat."  (Muttafaq 'alaih)

Semua dosa dan maksiat yang diperbuat oleh  hamba yang beriman kalau dia bertaubat maka akan diampuni dosanya itu kecuali dosa syirik dan bid’ah, tentu taubat yang sungguh-sungguh,tapi kalau dia tidak bertaubat maka terserah Allah kelak untuk menentukan keputusan-Nya. Pelaku syirik dan ahli bid’ah tidak ada tempat baginya dalam syurga, tempat mereka adalah di neraka, hal ini sesuai dengan firman Allah dan hadits Rasulullah, Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 27 Syawal 1434.H/03 September 2013].



Tidak ada komentar:

Posting Komentar