Rabu, 20 November 2013

9. Melaksanakan Perintah Sesuai Kemampuan


 
PEMBAHASAN HADITS ARBA’IN AN NAWAWIYAH
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros


MELAKSANAKAN PERINTAH SESUAI KEMAMPUAN
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ .
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka. (Bukhori dan Muslim)
Pelajaran :
1.     Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.
2.     Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu laksanakan.
3.     Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya.
4.     Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang sulit.
5.     Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan.
6.     Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan bersepakat.
7.     Wajib mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan kesuksesan.
8.     Al Hafiz berkata : Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan.
Pembahasan;
            Ada dua kata yang bertolak  belakang maknanya, tidak bisa disatukan dalam sebuah keimanan, salah satu harus ditinggalkan sebagai konsekwensi dari menerima yang lain. Kata itu adalah Taat dan Maksiat. Taat artinya patuh atas segala perintah dan meninggalkan apa yang dilarang, berbuat menurut ketentuan undang-undangan dan aturan yang sudah digariskan, tidak terjadi penyelewengan, sedangkan maksiat adalah kebalikan dari itu, pengingkaran, pengkhianatan, melakukan dosa dan kesalahan. Bila s eorang mukmin ingin taat maka dia harus menjauhkan maksiat, bila ahli maksiat akan memulai hidup baru menjadi orang taat maka harus bertekad meninggalkan maksiat melalui taubat.

Taubat yang baik adalah taubat nasuha, yang hanya bisa dilakukan oleh para muhajir, orang-orang yang siap untuk hijrah dari maksiat kepada taat, taubat saja tidak cukup tapi harus diikuti oleh ketaatan, ketaatan inilah yang membuat para sahabat nabi berhasil dalam segala asfek kehidupan. ,”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya..”[An Nisa’ 4;59] 

Ketaatan seorang mukmin kepada Allah adalah mutlak, inilah inti dari tauhid, walaupun beriman kepada Allah dengan mengutamakan ibadah tapi loyalitasnya kurang maka keberadaan imannya dipertanyakan. Sikap mulia seorang muslim adalah siap mendengarkan semua perintah Allah dan siap pula untuk mentaatinya, hal ini tumbuh karena iman yang mendalam dan pemahaman syahadat yang baik selain itu karena merupakan tuntutan dari iman.
Orang-orang sebelum islam, dibawah bimbingan wahyu yang dibawa oleh Nabi Musa dan Nabi-nabi sebelumnya, karakter ummat mereka bila diperintahkan untuk melaksanakan hukum Allah mereka menjawab,”Sami’na wa ashoina” artinya kami mendengar tapi kami lalai. Sedangkan jawaban orang-orang yang benar imannya adalah bagaimana yang tergambar dalam surat An Nur 24;51 ‘’ Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka  ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.’’

Ketaatan seorang mukmin diukur oleh beberapa hal;

Pertama, ketaatan tanpa reserve yaitu ketaatan tanpa tawar menawar [24;51] berat maupun ringan, dalam kondisi susah maupun senang semua itu akan dilakukan, ibarat loyalnya seorang prajurit kepada komandannya, demikian pula seorang mukmin sebenarnya adalah hizbullah atau pasukan Allah yang siap untuk dikirim kemanapun juga demi melaksanakan tugas menegakkan agama Allah. ”Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.’’ [An Nur 24;51]

Kedua, ketaatan yang  diminta juga adalah ketaatan dalam semua lapangan kehidupan tanpa memisah-misahkannya antara satu dengan lainnya, inilah yang disebut dengan kaffah yaitu melaksanakan syariat islam secara integral dan menyeluruh [Al Baqarah 2;208] ”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.

Ketiga, ketaatan yang diharapkan adalah ketaatan yang tidak memilih-milih antara satu hukum dengan lainnya, bukankah hukum islam itu satu dan utuh dan merupakan satu kesatuan, satu saja kita ingkari berarti telah kafir  terhadap semuanya;”Tidak ada satu keberatan atas Nabi tentang apa yang ditetapkan Allah baginya”[ Al Ahzab 33;38] ”Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku,”

Keempat, ketaatan yang diharapkan adalah ketaatan yang ajeg yaitu ketaatan yang konsekwen, istiqamah dan mantap, jauh dari keragu-raguan, ibarat kokohnya bukit karang di tengah lautan [Al Hasyr 59;7] ”Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.

Bila ummat islam tidak lagi mentaati Allah berarti mereka berada dalam radius maksiat, kemaksiatan yang dilakukan mengundang bencana yang berujud kepada kehancuran dan kesengsaraan.Sangat banyak ayat Al-Qur’an bercerita tentang bagaimana Allah menghancurkan dan mengazab umat-umat terdahulu. Di antaranya seperti yang Allah jelaskan dalam surat Adz-Zdariyat [51] ayat 31 sampai 51.   

Dari 20 ayat tersebut dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :
  1. Allah mengazab umat Nabi Luth yang mengikutkan syahwat sex mereka yang menyimpang (homo sex) dan tidak mau peduli dengan sistem dan aturan Allah dalam menyalurkan hasrat sex mereka dan bahkan menyebarkannya kepada masyarakat luas sebagai sebuah kebenaran. Lalu Allah turunkan kepada mereka hujan batu bersal dari tanah yang bisa saja berasal dari gunung merapi saat itu. Lalu mereka terbakar, mati dan hancur semuanya kecuali satu keluarga yang Allah selamatkan, keluarga nabi Luth selain istrinya yang durhaka.
  1. Allah mengazab dan menghancurkan Fir’aun dan prajuritnya yang terkenal gagah perkasa. Betapa tidak, dengan kepongahanya, Fir’aun bukan hanya menolak dakwah nabi Musa, melainkan ingin membunuhnya dan mebrengus ajarannya yang datang dari Allah, dengan cara membunuh Musa dan pengikutnya. Namun, sesuai scenario Allah, Allah perintahkan Nabi Musa untuk lari ke pinggir laut merah agar Fir’aun dan pasukannya mengejar mereka ke sana. Tanpa diduga sama sekali oleh Fir’aun dan prajuritnya, di laut merah itulah tempat mereka menghembuskan nafas terakhir.. Inilah cara Allah menghancurkan pemimpin dan pasukannya yang sombong itu dan tidak mau bertaubat dan kembali kepda Allah.
  2. Kaum ‘Ad Allah hancurkan pula dengan angin kencang yang menusuk daging selama 7 malam dan delapan hari sehingga tercerabutlah tulang-tulang mereka dari daging sehingga mereka binasa semua dalam keadaan berglimpangan. Azab itu turun juga karena mereka durhaka kepada Allah dan Nabi-Nya.
  3. Kaum Tsamud juga Allah hancurkan dengan petir keras sekali sehingga mereka berjatuhan dan tidak mampu lagi bangkit untuk selama-lamanya. Azab ini juga Allah timpakan karena mereka membangkang kepada ajaran Allah dan Nabi-Nya.
  4. Demikian pula dengan kaum Nuh sebelum kaum-kaum tersebut. Mereka Allah hancurkan dengan menciptakan banjir besar sehingga mereka tenggelam semuanya, kecuali para pengikut nabuh Nuh yang beriman dan taat pada Allah dan nabi-Nya.
Dari kisah kehancuran lima kaum tersebut di atas, penyebabnya hanya satu, yakni membangkang kepada sistem dan aturan Allah yang diamanahkan kepada para Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat mereka masing-masing. Pembangkangan tersebut bisa melalui pola sex menyimpang (homosex dan lesby), atau disebabkan penyimpangan lainnya seperti yang terkait dengan akidah yang dilakukan umat nabi Nuh yang menyembah kuburan orang-orang sholeh, atau kesombongan yang dilakukan oleh Fir’aun dan para pengikut dan pasukannya.

Disamping itu, ayat-ayat tersebut bukan hanya menceritakan sebab-sebab kehancuran mereka, akan tetapi juga memberikan solusi efektif agar tidak ditimpakan Allah berbagai azab seperti yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu. Solusinya ialah : kembali kepada Allah dengan berlari seperti yang Allah tawarkan pada ayat ke 50. Kembali kepada-Nya dengan mentaati semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Sebagai bukti utama dan terutama dari kembali kepada Allah itu ialah tidak menyekutukan-Nya dalam penciptaan dan perbutan-Nya (rububiyyah), ibadah (uluhiyyah) dan nama-nama (nama-nama) dan sifat-sifat-Nya.

Inilah satu-satunya solusi yang harus kita ambil jika kita ingin menyelamatkan negeri dan umat ini dari azab Allah berupa berbagai bencana yang ditimpakan-Nya kepada kita. Membangun satu gaya hidup menyimpang dari aturan Allah, apapun bentuknya, adalah undangan turunnya azab Allah. Lalu babagimana dengan berbagai gaya hidup menyimpang yang sekarang marak dilakukan oleh sebagian masyarakat kita? Tentulah azab itu akan datang dengan berbagai macam pula. Sebelum terlambat, mari kita berlari menuju Allah dengan mentaati semua sistemnya. Pada waktu yang sama, kita buang jauh-jauh sistem hidup yang tidak diridhai Allah, bagaimanapun beratnya. Dengan demikian insya Allah kita selamat dunia dan akhirat.[Ustadz Fathuddin Ja'far, MA, Berlarilah Kepada Allah, Eramuslim.com, Rabu, 10/11/2010 17:34 WIB].

Ketaatan kadangkala datangnya tidaklah seketika, dia melalui proses yang panjang apalagi selama ini telah bergelimang dengan maksiat, namun dengan usia yang semakin berkurang seharusnya dicari hidayah itu melalui pengajian dan pengkajian tentang agama sehingga restan usia dapat dimanfaatkan untuk taat di akhir-akhir hayat ini, intinya kalau masih hidup maka jangan sia-siakan usia itu demikian yang diungkapkan oleh Aidh Abdullah al-Qarni;

Tiap-tiap sesuatu dapat dicari penggantinya,kecuali usia. Dan, tiap-tiap sesuatu bila telah lenyap, adakalanya dapat dikembalikan melalui suatu jalan atau lainnya, kecuali usia. Karena apa yang telah berlalu dari usia tidak dapat dikembalikan dan ia pergi untuk selamanya. Apa yang sudah berlalu dari usia, berarti lenyap yang diharapkan masih belum pasti, dan bagimu hanyalah saat sekarang yang sedang dijalani.

Allah Ta'ala berfirman :"Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?" (QS. Fathir [35] : 37)
Huruf ma disebutkan dalam penggunaannya adakalanya sebagai huruf maushul yang berarti: "Dalam yang cukup untuk berpikir" atau sebagai huruf mashdar yang berarti: "Untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir" dalam kehidupan ini.
Allah Ta'ala berfirman :"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggi di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal di (dibumi) sehari atau setengah hari'." (QS. Al-Mu'muninun [23] : 112-113)
Allah Ta'ala berfirman :"Kamu tidak tinggal (di bumi), melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya, tidak ada tuhan(yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) Arsy yang mulia." (QS. Al-Mu'muninun [23] : 114-116)

Ibnu Abbas ra telah menceritakan bahwa Rasulullah shallahu alaihi was sallam pernah bersabda: "Ada dua nikmat yang keduanya memperdaya kebanyakan manusia,yaitu sehat dan waktu luang." (HR. Muslim)
Hal yang paling menyia-nyiakan usia adalah melakukan kedurhakan. Ulama salaf yang shalih sangat antusias dalam memelihara usia dan menggunakan sebaik-baiknya. Apabila menggunakan usianya untuk maksiat, berarti lenyaplah dunia dan akhiratnya. Semoga Allah melindungi kita dari kedurhakaan.
Sesungguhnya ulama salaf dahulu menjauhi banyak hal yang diperbolehkan karna kawatir terjerumus ke dalam hal yang dimakruhkan. Berbeda dengan kita sekarang, sesungguhnyakit tidak ragu lagi mengerjakan kedurhakaan, bukan lagi sekadar hal-hal yang diperbolehkan.Semoga Allah mengampuni kita semua.
Pernah dikatakan kepada Kanzun Ibnu Wabrah, salah seorang ahli ibadah: "Duduklah bersama kami", maka ia menjawab: "Tahanlah matahari!" Yakni agar tidak datang dan pergi menggerogoti usia.
Kita datang dan pergi untu keperlulan kita dan keperluan orang hidup iut tiada habisnya,akan berhentilah keperluan seseorang dengan kematiannya,
selama seseorang masih hidup,perputaran siang dan malam hari,
telah membuat anak kecil beruban dan oran tua mati,bila malam telah membuat tua siang harinya,datanglah sesudahnya siang hari yang muda.

Orang-orang yang menyia-nyiakan umurnya dalam kehidupan di dunia, dan durhaka kepada Allah Ta'ala, dan tidak mau bertaubat, maka hanya kebinasaan ketika nanti di akhirat, dan tidak ada lagi pintu taubat baginya. [Aidh Abdullah al-Qarni, Jangan Sia-Siakan Usiamu, Eramuslim.com.Minggu, 05/06/2011 15:09 WIB].

Ketaatan seorang muslim kepada Allah harus juga diujudkan melalui ketaatan kepada yang lain seperti ketaatan kepada Rasul dan ketaatan kepada orang-orang mukmin, ketaatan kepada orangtua dan ketaatan kepada para pemimpin. Kita boleh taat kepada siapapun dalam rangka mentaati Allah, ketaatan kepada siapapun tidak boleh bila ketaatan itu untuk bermaksiat kepada Allah.

Allah memerintahkan kepada para pemimpin kaum muslimin untuk menunaikan beban di pundak mereka berupa amanat rakyat. Hendaklah mereka menegakkan hukum dengan adil, menegakkan hukuman dan mencegah ahli maksiat dari kemaksiatannya. Hendaklah mereka memperhatikan rakyat, tidak membebani apa yang membeRatkan umat. AllOh beRfiRman: ” dan Rendahkanlah diRimu teRhadap ORang-ORang yang mengikutimu, yaitu ORang-ORang yang beRiman. (QS. Asy-Syua’RO[26]: 215)

 Demikian pula AllOh memeRintahkan kepada Rakyat agaR mendengaR dan taat kepada pemimpin. Menaati meReka dalam peRkaRa yang dipeRintahkan atau yang dilaRang, selagi peRintah itu tidak memaksiati AllOh. AllOh beRfiRman: ”Hai ORang-ORang yang beRiman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amRi di antaRa kamu. Kemudian jika kamu beRlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al QuRan) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benaR-benaR beRiman kepada Allah dan haRi kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’[4]: 59).

 Kewajiban menaati pemimpin kaum muslimin adalah sebuah aqidah dalam agama ini, yaitu keyakinan beRagama seORang muslim kepada RObbnya. Apabila seORang penguasa atau pemimpin memeRintahkannya dengan suatu peRintah maka wajib untuk dilaksanakan, selama tidak memaksiati AllOh, dan jika pemimpin melaRang sesuatu, wajib untuk beRhenti dan meninggalkannya.

 Pemimpin adalah paRa ulama dan paRa penguasa. Menaati meReka membawa kebaikan agama dan dunia, dan menyelisihi meReka adalah keRusakan agama dan dunia. PaRa pemimpin adalah ibaRat peRisai, melindungi jalan-jalan kaum muslimin daRi ORang-ORang yang ingin meRampOk, mengambil haRta, membunuh atau meRusak kehORmatan, mencegah ORang yang ingin meRusak keamanan, meReka memimpin Rakyat ketika beRjihad di jalan AllOh, membela haRta dan kehORmatan.

 KaRena peRtimbangan besaRnya manfaat dan kebaikan ini, maka paRa ulama mengatakan wajibnya menaati penguasa walaupun dia ORang yang fasiq. Apabila dia shOlat mengimami manusia wajib shOlat beRsamanya.
 Sebagaimana wajib menaati paRa pemimpin maka wajib pula untuk menasehati meReka, menampakkan kebaikan meReka dan menyembunyikan kejelekan meReka. HaRam beRbicaRa yang dapat menyebabkan kemaRahan hati meReka. BaRangsiapa yang tidak mampu untuk menasehati, maka dO’akanlah kebaikan bagi meReka.

 Sebagaimana seluRuh waRga negaRa wajib menaati pemimpin, demikian pula halnya dengan paRa pendatang. MeReka wajib untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan negaRa beRupa syaRat-syaRat bagi pendatang. Janganlah meReka membuat keRusakan di muka bumi, jangan menyebaRkan peRkataan yang beRacun, jangan menipu ketika bekeRja. BaRangsiapa yang menyelisihi syaRat-syaRat yang telah ditetapkan, atau membantu ORang untuk menyelisihi syaRat-syaRat ini, maka dia telah beRmaksiat kepada pemimpin. Dalam sebuah hadits RasulullOh beRsabda” ”BaRang siapa yang menaatiku maka telah menaati AllOh. Dan baRangsiapa yang memaksiatiku maka telah memaksiati AllOh. BaRangsiapa yang menaati pemimpin maka telah menaatiku, dan baRang siapa yang memaksiati pemimpin maka telah memaksiatiku.’’ (HR. BukhaRi) 

Dalam hadits yang lain ROsulullOh shOllallahu ‘alaihi wa sallam beRsabda: ”Sesungguhnya akan ada sesudahku paRa pemimpin yang mementingkan diRi sendiRi dan akan teRlihat suatu peRkaRa yang kalian ingkaRi. PaRa shahabat beRtanya: “Wahai ROsulullOh apa yang anda peRintahkan jika kami menjumpai hal itu?, Nabi menjawab; Tunaikanlah hak yang diwajibkan atas kalian dan mintalah kepada AllOh hak kalian.” (HR. Muslim,).

 Dalam hadits yang lain ROsulullOh shOllallahu ‘alaihi wa sallam beRsabda, Wajib bagi seORang muslim untuk mendengaR dan taat dalam peRkaRa apa yang dia senangi dan yang dibenci kecuali apabila dipeRintah beRbuat maksiat. Apabila (pemimpin) memeRintahkan kemaksiatan, maka tidak usah mendengaR dan taat.[Taat Kepada Pemimpin, Majalah Al-FuRqOn, Edisi 8 TahunVI (Mei 2007),Compiled by oRiDo™ ].
Para sahabat Rasulullah telah mencontohkan kepada kita bagaimana ketaatan mereka kepada Allah, Rasul dan para pemimpinnya, sebagai contoh dikala ada perintah untuk meninggalkan minuman khamar maka ketika itu semua gentong, tempat-tempat air yang mengandung khamar ditumpahkan bahkan ada gelas sedang berada di bibir mereka lansung dicampakkan, begitu ketika ada perintah untuk memakai jilbab bagi para wanitanya, mereka lansung merobek kain hordeng jendela dan taplak meja dijadikan sebagai jilbab untuk menutup aurat, itu semua ujud dari ketaatan kepada perintah Allah, wallahu a’lam, [Cubadak Solok, 26 Juni 2011.M/ 24 Rajab 1432.H].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar