RIYADUSH
SHALIHIN
[DITAMAN
ORANG-ORANG SHALIH]
Nasihat
Oleh Drs. St. Mukhlis Denros
Allah menyebutkan dalam surat Al Ashr
bahwa orang yang tidak merugi itu hanya tiga yaitu orang yang beriman,
orang yang beramal shaleh dan orang yang
saling mensehati satu sama lainnya. “demi
masa., Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian,nkecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”[Al Ashr
103;1-3].
Melalui seorang teman, dia menceritakan
kepada saya tentang informasi seorang syaikh yang masuk ke dalam Bar di Mesir,
di depan pintu penjaga tidak mengizinkannya tapi dia sedikti memaksa sehingga
syaikh itu dapat lolos dari penjagaan, di dalam Bar dapat dibayangkan apa yang
ada, lelaki dan wanita yang campur aduk sambil canda ria dan cumbu rayu pada
meja masing-masing, makanan dan minuman terhidang di meja, ada yang menikmati
hidangan itu sambil tertawa dan senyum sementara musik keras asyik menemani
mereka, di tengah-tengah arena banyak pasangan lelaki dan wanita sedang
berdansa, asyik masyuk dengan music, birahi dan syahwat.
Ketika mereka melihat seorang syaikh
masuk Bar lansung menerobos keramaian,
dia maju ke panggung mengambil pengeras suara kemudian dengan santunnya sang
syaikh menyampaikan pesan dan nasehatnya kepada pengunjung Bar ini, ada yang
terkejut, mengejek, menyepelekan, ada yang kagum hingga sadar, sehingga ketika
pesan dan nasehat yang disampaikan, puluhan orang sadar kemudian menyadari dosa
dan maksiat yang dilakukan sehingga bertaubat kepada Allah.
Dalam sebuah hadits disebutkan
bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya: “Apakah kita akan dihancurkan walaupun di
antara kita terdapat orang-orang sholihin.”? Rasulullah saw. menjawab, “Ya”,
bila terdapat banyak kebobrokan atau keburukan. Allah swt. menegaskan dalam
surat Huud ayat 117 yang artinya: Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan
membinasakan negeri-negeri secara zhalim sedang penduduknya orang-orang yang
melakukan ishlah (perbaikan).
Di antara ciri manusia yang
tidak akan merugi adalah sebagaimana yang diungkap dalam surat Al-Ashr, yaitu
senantiasa saling menasihati dengan kebenaran (saling menasihati untuk
melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah) dan saling menasihati
dengan kesabaran (maksudnya saling menasihati untuk bersabar menanggung musibah
atau ujian). Surat ini amat penting sehingga ada riwayat dari Imam At-Thabrani
dari Ubaidillah bin Hafsh yang menyatakan bahwa dua orang sahabat nabi bila
bertemu, maka tidak berpisah kecuali membaca surat Al-Ashr, kemudian
mengucapkan salam untuk perpisahan.
Imam
As-Syafi’i pernah mengatakan: “Seandainya manusia mau merenungi kandungan
surat Al-Ashr, pasti cukuplah itu bagi kehidupan mereka.”
Di antara hak seorang muslim
dengan muslim lainnya adalah bila dimintai nasihat oleh saudaranya tentang
sesuatu maka ia harus memberinya, dalam artian ia harus menjelaskan kepada
saudaranya itu apa yang baik dan benar. Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Bila salah seorang dari kamu meminta nasihat kepada saudaranya maka hendaknya
(yang diminta) memberi nasihat.” (HR Bukhari)[Budayakan Saling Menasehati14/5/2009 | 20 Jumadil Awal 1430 H, Tim dakwatuna.com].
Imam An
Nawawi dalam bukunya Riyadush Shalihin Bab 22 dengan judul “Nasihat”
menyebutkan tentang topik ini berdasarkan Al Qur’an dan Hadits Rasulullah Saw,
yaitu;
Allah Ta'ala berfirman:"Hanyasanya
sekalian orang yang beriman itu adalah sebagai saudara-saudara." (al-Hujurat:
10).
Allah Ta'ala berfirman
sebagai pemberitahuan tentang keadaan Nuh a.s.:
"Dan saya memberikan nasihat kepadamu
semua." (al-A'raf: 62).
Dan tentang Hud a.s.
firmanNya:"Dan saya adalah penasihat untukmu semua yang
terpercaya." (al-A'raf: 68)
Adapun Hadis-hadisnya
ialah:
Dari Abu Ruqayyah yaitu
Tamin bin Aus ad-Dari r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Agama itu adalah merupakan
nasihat." Kita semua bertanya:
"Untuk siapa?" Beliau s.a.w.
menjawab: "Bagi Allah, bagi kitabNya, bagi rasulNya, bagi pemimpin-pemimpin
kaum muslimin serta bagi segenap umumnya ummat Islam." (Riwayat Muslim).
Sendi pokok dan tiang
utama dalam Agama Islam adalah nasihat. Kata "nasihat" itu
meliputi seluruh makna dan pengertian yang tujuannya adalah untuk mendapatkan
kebahagiaan bagi orang yang dinasihati.
Dalam Hadis di atas
dijelaskan intisari dan pengertian nasihat itu, yakni:
Bagi Allah yakni dengan
iman pada Allah dan tampaknya tanda-tanda kemuliaan Allah, bagi kitab Allah
yakni dengan mengenang-ngenangkan arti-artinya serta mengamalkan, apa saja yang
tercantum di dalamnya. Bila ini sudah diamalkan, maka orang itu telah dinasihati
oleh jiwanya sendiri.
Bagi Rasul Allah yakni
dengan mengikuti segala perintah-perintahnya serta tunduk dan menjauhi
larangan-larangannya. Bagi pemimpin-pemimpin Islam yakni dengan meminta
nasihat-nasihat dan fatwa-fatwa mereka yang mengenai hukum-hukum agama yang
semuanya itu tentu diambil dari pokok-pokoknya yakni al-Quran dan Hadis, dan
bagi segenap ummat Islam yakni memimpin mereka ini pada jalan yang benar serta
diridhai Allah, juga menunjukkan kepada mereka ini mana-mana yang baik (benar)
dan mana-mana yang jelek (salah).
Dari jarir bin Abdullah
r.a., katanya: "Saya membaiat kepada Rasulullah s.a.w. untuk mendirikan
shalat, memberikan zakat dan memberi nasihat kepada setiap orang Islam."
(Muttafaq 'alaih).
Dari Anas r.a. dari Nabi
s.a.w. sabdanya: "Tidak sempurnalah keimanan seseorang itu sehingga ia
mencintai kepada saudaranya - sesama musliminnya - perihal apa-apa yang ia
mencintai untuk dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih).
Saudara yang dimaksud di
sini, kalau menurut uraian Ibnul 'Imaad ialah bukan hanya sesama Islam saja,
tetapi umum, sehingga orang kafirpun masuk di dalamnya, yakni harus kita cintai
sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Cinta kepada saudara yang kafir
ialah dengan menginsafkan dan agar segera masuk Islam supaya selamat dirinya,
di dunia dan akhirat. Karena itu disunnahkan mendoakan orang kafir itu agar
mendapat petunjuk.
Adapun cinta pada
saudara yang muslim ialah dengan terus-menerus ikut mengusahakan agar ia
senantiasa tetap dalam keIslamannya.
Bahkan
Allah juga mengajarkan kepada kita agar saling memberikan nasehat dan wasiat
agar dapat mengingatkan saudara kita yang lupa dan menyadarkan mereka yang
lalai.
Dalam surat Al
An'am 6;151-152 Allah menerangkan sebanyak sebelas pesan-Nya untuk hamba dalam
rangka mengokohkan ketauhidan seorang muslim, agar menjauhkan diri dari hal-hal
yang dapat merusak kepribadian sehingga derajat taqwa dapat diraih;
"Katakanlah: "Marilah kubacakan apa
yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
1.janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
2.berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa,
3.dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan
4.kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka,
5.dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang
nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi,
6.dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya)
melainkan dengan sesuatu (sebab)
yang benar". demikian itu yang
diperintahkan
kepadamu supaya kamu
memahami(nya).
7.Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai
ia dewasa.
8.dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
9.kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar
kesanggupannya.
10.dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun
ia
adalah kerabat(mu),
11.dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar
kamu ingat.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin
Baz ditanya : Apakah mengoreksi para penguasa melalui mimbar termasuk manhaj
para salaf (ulama terdahulu)? Bagaimana cara mereka menasehati para penguasa?
Jawaban. Mengekspos aib para
penguasa dan mengungkapkannya di atas mimbar tidak termasuk manhaj para ulama
dahulu, karena hal ini bisa menimbulkan kekacauan dan mengakibatkan tidak
dipatuhi dan didengarnya nasehat untuk kebaikan, di samping dapat melahirkan
kondisi berbahaya dan sama sekali tidak berguna. Cara yang dianut oleh para
ulama dahulu adalah dengan memberikan nasehat secara khusus, yaitu antara
mereka dengan para penguasa, atau dengan tulisan, atau melalui para ulama yang
biasa berhubungan dengan mereka untuk mengarahkan kepada kebaikan.
Mengingkari kemungkaran tidak perlu
dengan menyebutkan pelaku. Mengingkari perbuatan zina, riba dan sebagainya,
tidak perlu dengan menyebutkan pelakunya, cukup dengan mengingkari
kemaksiatan-kemaksiatan tersebut dan memperingatkannnya kepada masyarakat tanpa
perlu menyebutkan bahwa si fulan telah melakukannya. Hakim pun tidak boleh
menyebutkan begitu, Apalagi yang bukan hakim.
Ketika terjadi suatu fitnah di masa
pemerintahan Utsman, ada orang yang bertanya kepada Usaman bin Zaid
Radhiyallahu ‘anhu :"Tidakkah engkau memprotes Utsman?" la menjawab,
"Aku tidak akan memprotesnya di hadapan masyarakat, tapi aku akan
memprotesnya antara aku dengan dia, aku tidak akan membukakan pintu keburukan
bagi masyarakat"
Tatkala orang-orang membeberkan
keburukan di masa pemerintah Utsman Radhiyallahu ‘anhu, yang mana mereka
memprotes Utsman dengan terang-terangan, sehingga merebaklah petaka, pembunuhan
dan kerusakan, yang sampai kini masih membayang pada ingatan manusia, hingga terjadinya
fitnah antara Ali dengan Mu'awiyah, lalu terbunuhnya Utsman dan Ali karena
sebab-sebab tersebut dan terbunuhnya sekian banyak shahabat dan lainnya karena
protes yang terang-terangan dan menyebutkan aib dengan terang-terangan,
sehingga menimbulkan kemarahan masyarakat terhadap pemimpin mereka, yang
akhirnya membunuh sang pemimpin. Semoga Allah memberikan keselamatan kepada
kita semua. [Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Mengoreksi Para Penguasa Dari Atas Mimbar,
Penggerebekan Dan Penghancuran Tempat Maksiat, almanhaj.or.id, Senin, 19 Mei 2008 13:24:49 WIB].
Pada setiap daerah sebenarnya ada petuah, nasehat atau wasiat yang
disampaikan kepada generasi seperti secara adat Minangkabau dibawah ini dengan
pantunnya; ”elok-elok manyubarang, jan sampai titian patah, elok-elok
dirantau urang, jan sampai babuek salah”.
Yang artinya bersikap baiklah bila hidup di rantau orang janganlah sampai
berbuat salah, atau pantun lainnya
mengatakan ikan beli belanak beli, ikan panjang beli dahulu, kawan cari sanakpun
cari, induk semang cari dahulu, artinya andaikata kita ke rantau silahkan
cari kawan dan keluarga tapi carilah dahulu majikan atau bos tempat bekerja,
jangan mengandalkan keluarga dan kawan.
Walaupun Nabi Ibrahim dan Ya'kub adalah Rasulullah tapi mereka juga
khawatir terhadap anak dan keturunan mereka, sehingga pesan itu digambarkan
Allah dalam firman-Nya;" Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu
kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".[Al Baqarah 2;132].
Sebagai seorang pendidik yang sangat bijak, nama Lukman Al Hakim
tercantum dalam Al Qur'an bahkan butir-butir wasiatnya diabadikan Allah dalam
surat Lukman 31; 13-18 diantaranya;
”dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".
”dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
” dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
”(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya
jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di
langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.
”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
”dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.”
Nasihat itu sangat penting sekali
disampaikan kepada orang-orang tertentu seperti anak, isteri dan kerabat dalam
rangka mengantisipasi dan menjaga diri dari hal-hal yang dapat merusak
kepribadian. Banyak nasehat yang dapat kita petik dari berbagai momen seperti
khutbah jum’at yang setiap seminggu sekali wajib dihadiri oleh kaum muslimin, khutbah dua hari
raya ataupun pengajian dan pengajaran yang kita dengarkan melalui ceramah di
masjid, televise ataupun di radio, semuanya itu mengandung ilmu yang wajib
untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, Wallahu a’lam [Cubadak Pianggu Solok, 01 Zulqaidah 1434.H/06 September 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar